The Cross
Under the Cross

English
Indonesian
Search
Archives
Photos
Maps
Help Ambon
Statistics

HTML pages
designed &
maintained by
Alifuru67

Copyright ©
1999/2000 -
1364283024 &
1367286044


 

AMBON Berdarah On-Line
About Us


Laporan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan konflik-konflik yang bernuansa SARA di Maluku-Utara (khususnya di Ternate, Tidore, dan di Halmahera) -
Bagian 1 s/d 4  [
1 2 3 4]

6. Pembantaian Orang Kristen di Gane Timur dan di Payahe (Halmahera)
Setelah serangan pertama di Ternate (6-11 November 1999) dan sebelum serangan kedua di Ternate (26-30 Desember 1999), orang Makian (bersama dengan 'pasukan putih' dari Tidore) terus melanjutkan serangan ke bagian selatan Halmahera (Kecamatan Payahe, Gane, dan Weda). Jumlah korban tewas di Halmahera Selatan sulit untuk diketahui, yang jelas di beberapa desa orang-orang Kristen melakukan perlawanan, sehingga korban berjatuhan dari kedua belah pihak dan ada sejumlah besar penduduk Kristen yang melarikan diri ke gunung dan hutan, yang sampai sekarang masih berada di sana dengan kondisi kesehatan khususnya anak-anak sangat menyedihkan.

Modus operandi 'serangan pasukan putih' adalah selalu sama: pasukan putih dengan jumlah kira-kira 3000-4000 orang datang dengan speedboat dari Tidore dan Makian ke desa-desa Payahe, Gane Timur, Weda, dll. (yang pada umumnya mempunyai sekitar 300-500 penduduk) dan menyerang desa-desa kecil ini, tentu saja pada taktik serangan seperti ini ada juga banyak korban dari 'pasukan putih', tetapi 'pasukan putih' oleh karena lebih banyak dan sering menggunakan senjata tajam/api dan di dalam beberapa kasus juga dibantu oleh oknum-oknum TNI pasti akan menang, sehingga desa Kristen dihabisi. Orang Kristen sebagian melarikan diri ke hutan dan sebagian mati di tempat kejadian...

Kejadian-kejadian seperti ini dan cerita-cerita para pengungsi dari Payahe, Gane Barat/Timur dan Weda tentu saja membuat suasana menjadi semakin panas di seluruh pulau Halmahera. Pada akhirnya setiap desa Kristen menyiapkan diri diserang dan juga desa campuran antara Kristen dan Muslim saling berjaga-jaga. Memasuki bulan Desember 1999 sudah beredar isyu di Kecamatan Tobelo dan Galela yang disebut 'Natal Berdarah'. Hal ini tentu menimbulkan kecemasan dan ketegangan khususnya bagi masyarakat Kristen. Di Tobelo kami saksikan bahwa khususnya setelah adanya pengungsi-pengungsi Kristen dari selatan Halmahera yang datang ke wilayah-wilayah utara Halmahera dengan pengalaman-pengalaman pahit yang mereka ceritakan, membuat suasana semakin panas. Kekerasan dan kekejaman tentu akan melahirkan kekerasan dan kekejaman yang lebih sadis, dan inilah yang telah terjadi.

7. Perang yang bernuansa SARA di Kecamatan Tobelo dan Kecamatan Galela
Setelah sekitar sebulan suasana panas di Tobelo dan sekitarnya, akhirnya
pecah kerusuhan di Tobelo tanggal 26 Desember 1999 malam dan dengan ini segala usaha dan berbagai upaya yang dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat dan Agama untuk mencegah hal serupa terjadi di Kecamatan Tobelo dan di Kecamatan Galela telah gagal. Kejadian diawali dengan terbakarnya sebuah rumah penduduk Kristen di desa Gosoma (Tobelo kota). Peristiwa ini menyebabkan kepanikan penduduk Tobelo, yang mengakibatkan sebagian masyarakat mengambil senjata dan sebagian lain berlarian mencari perlindungan di gereja-gereja, masjid, maupun ke Kompi.

Tiba-tiba seluruh penduduk Tobelo memakai entah ikat kepala merah (Kristen) atau ikat kepala putih (Islam). Nampaknya di pihak 'putih' telah disiapkan senjata (entah untuk membela diri, karena mayoritas orang Tobelo orang Kristen, atau untuk menyerang), tetapi jelas ada persiapan di dalam masjid sehingga setelah ada seruan 'Allahhu Akbar' dari masjid mereka menyerang rumah-rumah orang Kristen, sehingga pada malam itu Tobelo-kota praktis dikuasai orang-orang Islam, rumah-rumah milik orang Kristen dan toko-toko milik orang Tionghoa dibakar, sedangkan orang-orang Kristen mengungsi ke desa-desa di selatan Tobelo-kota.

Baru pada siang hari berikut 'pasukan merah' dari Selatan dapat menembus di Tobelo oleh karena mereka dihalangi oleh aparat keamanan di Wosia (Selatan dari kota Tobelo) dan bisa mengamankan khususnya gereja Gosoma, di mana banyak orang di dalamnya mencari perlindungan. Pada tgl. 28 Desember 1999 kota Tobelo dapat dikuasai 'pasukan merah', sebagian orang Islam melarikan diri ke Masjid Raya Tobelo, dari sana mereka dievakuasi oleh militer dan dibawa ke Kompi Senapan C. 732. Berita bahwa Masjid Raya Tobelo diserang dengan seluruh orang di dalamnya, tidak benar.

Tanggal 27 Desember 1999 orang-orang Islam di desa Gorua melakukan pembakaran gereja di desa tersebut (Gereja GMIH Petrus Gorua) yang kemudian menyebabkan kemarahan penduduk Kristen, dan pada hari itu terjadi perang besar antara pemeluk agama yang menyebabkan banyak korban tewas. Sesuai berita, Masjid di Gorua juga dihancurkan dan banyak warga Islam di sana dibantai. Gereja Betania GMIH di Mede (tetangga desa Gorua) dibakar oleh 'pasukan putih', dan setelah penyerangan besar-besaran oleh 'pasukan merah' semua penduduk Islam dari desa-desa Gorua, Popilo, Mede dan Luari mengungsi ke Galela (Soasio) dan ke pulau Tolonuo di depan desa Gorua.

Kejadian di Tobelo segera merambat di desa-desa lain di Kecamatan Tobelo
maupun Galela. Perang antara dua kubu berlangsung terus-menerus kira-kira satu minggu, korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Di Tobelo bagian selatan (khususnya di desa Togoliua) orang-orang Islam dibantai dengan alasan untuk 'melicinkan' jalan antara Kao dan Tobelo. Demikian juga di desa Gamhoku yang penduduknya campur, setelah sekian waktu berusaha untuk menjaga kerukunan akhirnya tidak mampu mempertahankan kedamaian.

Ketika situasi di Tobelo sudah dirasa tidak aman untuk orang Islam, pendeta di desa Gamhoku membuat perjanjian dengan imam di desa tersebut untuk mengundang semua orang Islam Gamhoku masuk ke dalam gereja supaya tidak diserang oleh orang-orang Kristen dari desa-desa lain. Ketika semua orang Islam sudah berada di dalam gereja, tiba-tiba ada seorang Islam desa tetangga (Upa) lari karena dikejar orang-orang Kristen, setelah ia memotong tangan dari seorang Kristen di dalam satu pertikaian. Ia lari ke desa Gamhoku dan masuk ke dalam gereja.

Massa Kristen menuntut orang tersebut dikeluarkan dari gereja, tetapi dia tetap dilindungi di dalam gereja. Pendeta Gamhoku berusaha bernegosiasi dengan massa Kristen, tetapi setelah 2,5 jam situasi tidak dapat dikendalikan lagi, sehingga terjadilah penyerangan orang-orang Kristen ke dalam gereja di mana orang Islam berlindung. Pada akhirnya orang-orang Islam di dalam gereja melarikan diri ke hutan, ke rumah-rumah penduduk Kristen yang masih ada hubungan keluarga dan sebagian yang tidak sempat menyelamatkan diri terbunuh.

Kemudian orang-orang Kristen ('pasukan merah') 'menguasai' kecamatan Kao di
Selatan, kecamatan Tobelo sampai ke desa Mamuya (Kecamatan Galela) di bagian Utara, sedangkan orang-orang Islam ('pasukan putih') bertahan di Soasio-Galela dan di ketiga desa pedalaman Galela. Pedalaman Galela seperti daerah Malifut ke arah Selatan masih diperebutkan antara dua kubu, sehingga sampai kini masih terjadi serangan-serangan yang sifatnya sporadis di desa-desa sekitar ibukota kecamatan Galela, Soasio dan di Malifut (Akelamo/Kao).

Penduduk perempuan dan anak-anak Islam dari Galela sudah mengungsi ke
Ternate dengan bantuan kapal perang TNI AL dan kapal Pelni Lambelu yang sempat disandera oleh orang-orang Islam di Ternate untuk keperluan itu dan sebagian lagi ke Morotai, sedangkan penduduk perempuan dan anak-anak Kristen dari Pedalaman Galela mengungsi ke desa Wangongira-Tobelo melewati hutan.

8. Perang yang bernuansa SARA di Kecamatan Sahu, Jailolo, Wasilei, dll.
Setelah akhir Desember 1999 orang-orang Islam Makian, Kayoa, dan Tidore
mengalahkan orang Islam Ternate/pasukan Sultan yang pada November lalu masih melindungi orang-orang Kristen di Ternate, situasi semakin parah, karena di Ternate sekarang tidak ada satu golongan pun yang membela kepentingan dialog antara agama. Jelas setelah 'penyatuan kekuatan Islam' serangan-serangan terhadap orang Kristen bertambah di berbagai daerah.

Pada tgl. 30 Desember 1999 melalui RRI stasiun Ternate dikumandangkan
seruan jihad ke seluruh pelosok daerah Halmahera. Sejak tgl. 1 Januari 2000 terjadi berbagai penyerangan misalnya di Jailolo, Sahu, dan juga di daerah-daerah Halmahera-Tengah dan Selatan misalnya di Wasilei yang mengakibatkan pengungsian orang-orang Islam ke Ternate dan orang-orang Kristen ke Kao dan Tobelo yang untuk mereka masih dianggap 'aman'.

Gelombang pengungsian terus-menerus terjadi, orang-orang Kristen mengungsi ke Bitung/Manado-Sulawesi Utara (menurut laporan Pemda 17.941 orang) dan ke Kecamatan Tobelo (menurut laporan GMIH, tgl. 12 Februari 2000: 16.300 orang ) dan Kao (24.500 orang), sedangkan orang-orang Islam mengungsi ke Ternate (50.000 orang), Gorontalo, dan Makassar. Hal ini lagi-lagi menimbulkan kenaikan 'suhu' pada daerah-daerah pengungsian dan juga kesulitan mencukupi kebutuhan pangan para pengungsi tersebut.

Bersambung ke bagian 4

Received via e-mail from : Tali_Hulaleng
Copyright © 1999-2000  - Ambon Berdarah On-Line* http://www.go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/alifuru67
Send your comments to alifuru67@egroups.com