|
|
Mandagi: Terpaksa dan Dipaksa Tetap Ada Unsur Paksa Ambon, Siwalima (01/02)-Uskup Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagi, MSC menegaskan kasus Kesui dan Teor jangan dipermasalahan lagi tentang terpaksa dan dipaksanya orang-orang yang berada disana untuk berpindah dari suatu keyakinan kepada keyakinan yang lain. "Intinya ada unsur paksaan, entah dipaksa atau terpaksa tetapi yang pasti ada unsur paksaan," tandas Mandagi kepada pers kemarin di ruang kerjanya. Masyarakat Pulau Kesui dan Teor, menurutnya tidak lagi melaksanakan kebebasan mereka. Tampaknya mereka tidak mampu menentukan diri sendiri entah karena ada ketakutan, ancaman, atau sebaginya. "Jangan kita sibuk berbicara mengenai dipaksa dan terpaksa tetapi yang tidak dilihat itu masalah kebebasan karena diliputi dengan ketakutan dan sebagainya," katanya. Mandagi juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada PDS TNI-Polri Bupati Maluku Tengah yang telah melakukan proses evakuasi ini bukan karena KeKristenan maupun KeKatholikan tetapi masyarakat dibebaskan dari rasa ketakutan, dibebaskan dari ancaman dan mereka ditempatkan pada tempat yang layak, sehingga mereka bisa muncul lagi sebagai manusia. Tetapi, menurutnya hal itu lalu dikatakan masalah Kesui dan Teor ini sudah selesai, karena masih ada tahap berikut lagi yakni para pengungsi tersebut harus dikembalikan lagi ketempat semula karena dengan evakuasi hanya melepaskan mereka dari ikatan mereka dengan tanah, dengan harta mereka disana, ikatan mereka dengan keluarga. "Saya sangat berkeyakinan bahwa warga Muslim yang ada disana adalah keluarga mereka dan sekarang mereka dilepaskan dari sana, namun saya sendiri mendengar keluhan mereka saat kita ke Tual bahwa mereka ingin kembali jika sudah waktunya, tetapi denga persyaratan bahwa ada rasa aman," katanya. Olehnya itu jika tempat itu aman maka perlu ada pasukan keamanan disana, dan perlu diwujudkan rekonsiliasi disana. (ana)
Ambon, Siwalima (01/02)-OKNUM Perwira TNI/Polri masing-masing, Mayor Inf Nurdin Nonci, Nrp.30492 anggota Irdam XVI Patimura, Ajun Komisaris Besar Polisi Jati Waramas Saragih, Nrp.56070163, sudah dimutasikan ke Mabes Polri, Komisaris Polisi Riky Pais, Nrp 6310608 Kabag Sabhara Polda Maluku dan sementara diusulkan sebagai Kabag Serse Umum Polda NTB, Komisaris Polisi Abdi Darman Sitepu, Waka Polres Jeneponto (Calon Dansat Brimob Maluku), Inspektur Dua Polisi Yanto, Nrp.95020647 Kasat Bimas Polres P Ambon dan Pp Lease. Bintara dan Tamtama Polri, Serka Polisi Suwanto, Nrp. 69080139 anggota sat Lantas Polda, Baratu Pol Suyatmin, Nrp.750081 anggota Polda Maluku, Barada Pol Ashar, Nrp. 69090069 anggota sabara Perintis Polres, Britu Pol Joko Kuswantoro, Britu Pol Dedi Rukmandar, serta Anshar Mansyur (21) alamat waihaong dan ke-37 rekannya yang juga turut disergap malam itu. Disamping itu turut juga disita Senjata Api dan Munisi berupa, Senjata SS-1 2 pucuk, Senjata Roger Mini 4 pucuk, Pistol FN 1 pucuk, Pistol Col 38 laras panjang 4 pucuk, Pistol Colt 38 laras pendek 2 pucuk, serta amunisi tajam SS-1 421 butir, munisi tajam Kal 5,56 mm 27 butir, munisi Colt 41 butir, munisi 9 mm 10 butir, munisi karet SS-1 32 butir, munisi AK 5 butir. Juga turut disita, magasen SS-1 6 buah, magasen Roger 5 buah, magasen FN 3 buah, sangkur SS-1 2 buah, sangkur Brimob 1 buah, sangkur lain 5 buah, senjata rakitan 1 buah, pistol rakitan 1 buah, kemeja dinas Polisi 3 buah, rompi anti peluru Polisi 1 buah, bom asap merah 1 buah, bom rakitan 2 buah, bom rakitan kosong 1 buah. Sepatu PDL 1 pasang, shabu-shabu 1 bungkus, tabung shabu-shabu 1 buah, tas besar 1 buah, lampu sirene 1 buah, radio HT 1 buah, tas hitam isi buku 1 buah, tas coklat isi pakaian 1 buah, dragrim hitam 2 buah, kopel rim hitam 7 buah, tas pingang 2 buah.(tim)
Ambon, Siwalima (01/02)-"Saya memang sangat menyesal kenapa gubernur tidak melibatkan pers -, media cetak lokal. Saya sangsi terhadap media yang dilibatkan PDS menuju Kesui dan Teor," tandas Rektor UKIM, Ir MKJ Norimarna, MSc.Phd kepada Siwalima, kemarin di ruang kerjanya. Orang pertama yang menggulirkan pentingnya intervensi internasional ini mengatakan sebenarnya PDS harus menyadari pers sebagai mitra yang paripurna. Nah ikutilah wawancara lengkap berikut ini. Anda punya komentar mengenai proses evakuasi warga Kristen Kesui dan Teor yang berakhir dengan kesimpulan penuh hitungan-hitungan matematis? Oh…kalau soal itu sangat menarik. Menurut saya, tidak bisa dibenarkan jika kasus Kesui dan Teor dianggap sudah selesai. Itu adalah masalah yang paling berat dan tidak bisa diselesaikan hanya dengan evakuasi warga Kristen dari sana. Selain merupakan pelanggaran HAM terberat tetapi juga menyangkut masalah politik, hukum. Tidak kalah pentingnya adalah masalah kemanusiaan. Jadi sekali lagi saya katakan masalahnya sangat luas sehingga jangan dianggap itu semua sudah selesai. Tentunya hitungan-hitungan matematis terkait erat dengan sebaran questioner terhadap sebuah pilihan iman. Komentar Anda? Itulah masalahnya! Mestinya dibentuk sebuah tim ahli untuk menyusun qustioner tersebut. Tim ahli dimaksud paling tidak terdiri dari ahli sosiologi, phisikologi yang benar-benar berpengalaman. Soalnya kondisi riil warga Kristen Kesui dan Teor itu, berada dalam keadaan tidak normal. Kendati mereka sudah dievakuasi dan mungkin saja pertanyaan-pertanyaan itu bisa berlangsung di atas tetapi tetap suasana trauma itu masih ada. Anda tahu, melihat aparat keamanan saja trauma itu bisa saja muncul. Mereka pasti merasa takut sehingga suasana itu tidak memungkinkan untuk diadakan suatu penelitian yang betul-betul memenuhi syarat ilmiah. Namun dalam suasana demikian, bagaimanapun juga, hasil dari angket itu sudah menunjukkan proses Islamisasi sudah terjadi. Apakah itu orang masuk dipaksa atau terpaksa, ya…tetap namanya paksa. Jadi tidak bisa menganggap pemberitaan pers di Ambon tidak benar. Saya tidak setuju dengan anggapan yang demikian. Anda punya pikiran lain setelah mendengar pernyataan PDS yang menganggap kasus Kesui dan Teor selesai… Sabar dulu! Pernyataan demikian menurut saya tidak benar. Masalah Kesui dan Teor itu sekali lagi belum selesai. Nah, katakanlah sekarang 3% yang dipaksa masuk Islam, lalu terhadap pelaku-pelaku pemaksaan pindah agama itu bagaimana. Mereka diapakan. Apakah mereka dibiarkan begitu saja tanpa ada proses hukum bagi mereka? Yang menjadi tanda tanya juga, bahwa mengapa saat itu polisi tidak diikutsertakan. Kan PDS berhak memerintahkan polisi untuk turut serta. Dan sebenarnya tidak ada alasan bagi polisi untuk tidak punya waktu. Polisi bukan berarti Kapolda saja kan? Kelihatannya masalah pelanggaran HAM terberat ini dianggap sepeleh saja. Masyarakat Kristen yang dievakuasi harus dikembalikan lagi ke tempat asalnya, bukan untuk dievakuasi selamanya. Anda melihat ada gelagat pers mulai dikambinghitamkan? Kalau soal itu dalam beberapa kasus, dalam beberapa kesempatan pers selalu jadi sasaran. Satu hal yang dilupakan PDS yaitu masyarakat ternyata bisa diberdayakan melalui pers. Sebenarnya PDS harus menyadari pers sebagai mitra yang paripurna. Peran pers dalam pemberitaan kasus Kesui dan Teor menurut Anda? Saya tetap menarik benang merah dari pertanyaan sebelumnya. Jadi begini ya, saya memang sangat menyesal kenapa gubernur tidak melibatkan pers -, media cetak lokal. Saya sangsi terhadap media yang dilibatkan PDS menuju Kesui dan Teor. Sebab ketika diberitakan di tingkat pusat, pemberitaannya sudah pasti lain. Jangan kan kasus Kesui dan Teor. Coba kita nonton siaran SCTV, misalnya mengenai kasus hotel Wijaya II, itu sangat tidak objektif. Kalau PDS mengkambing-hitamkan pers dalam pemberitaan, lalu ditempuh kebijakan pembentukan TSB, perlu dipertanyakan apakah PDS sanggup untuk mensensor pemberitaan-pemberitaan pers di pusat, yang sama sekali jauh dari kebenaran. Penuh dengan pemutar-balikkan fakta tentang kondisi sebenarnya di Maluku. Kalau pemberitaan pers lokal di daerah dianggap tidak benar, PDS kan bisa menuntut kalau punya bukti. Tapi jangan aprirori untuk sensor pemberitaan pers. Artinya Anda setuju jika pemberitaan pers dianggap tidak… Pers sebenarnya melakukan sosio control. Saat ini hukum tidak bisa berjalan seperti biasa. Siapa lagi yang mengontrol pemerintah, masyarakat. Sekarang orang bunuh orang seenaknya saja, tanpa ada proses hukum.. Jadi bagaimanapun kita harus bersyukur ada pers. Alat sosio control yakni DPRD Maluku kan sekarang tidak berfungsi. Jadi unek-unek masyarakat itu bisa disalurkan lewat pers. Lagi pula masyrakat kan bisa tahu berbagai informasi yang disajikan oleh pers. Jadi saya tidak setuju dengan kebijakan PDS untuk mengaktifkan TSB. Kalau pers dinilai menyampaikan berita yang tidak benar, yah pemerintah kan bisa menuntut pers. Tapi jangan apriori untuk sensor berita dong. (elisapan toumahuw)
Ambon, Siwalima (01/02)-Akademisi FISIP Unpatti, Drs, Tony Pariela, MA akhirnya angkat bicara menyusul sikap Gubernur Maluku yang menyimpulkan hanya ada sekitar 3 % warga Kesui beralih agama karena alasan pemaksaan. Menurut Pariela, sikap gubernur seperti itu wajar saja, tapi persoalannya mengapa warga Kesui harus dievakuasi kalau memang keadaannya aman? "Mengapa mereka mau dievakuasi," tanya dia. Alhasil, sikap gubernur itu dipertanyakannya. Dikatakan, instrumen yang digunakan tim evakuasi kasus Kesui tidak jelas. "Masa kan hanya dalam waktu 4 hari mereka dapat mengambil kesimpulan yang demikian. Ini kan namanya prematur," tandas Pariela kepada Siwalima, kemarin, di Ambon. Lebih jauh dikatakan, mestinya tim evakuasi Kesui harus berani mengungkapkan validitas dan reabilitas dari instrumen yang digunakan. Instrumen yang dibangun pun, katanya, harus secara valid dengan tingkat reabilitas dan tingkat kepercayaan yang tinggi. Sebab, hanya dengan begitu instrumen tersebut dapat menjamin bahwa data yang diperoleh akurat. Diakui, pendapat seperti ini merupakan pendapat profesional dari kalangan akademisi. Diharapkan, pendapat ini jangan dipolitisasi, karena dalam hal ini akademisi tidak berbicara mengenai masalah Kesui saja, tetapi juga berbicara untuk kasus apapun. "Mungkin bagi orang lain kasus Kesui sudah selesai, tetapi bagi kalangan akademisi yang memahami betul metodologi dan mempunyai pengalaman di lapangan, sangat mengerti proses seperti begini. Untuk itu, instrumen yang digunakan pun harus jelas," ujarnya. Masih menurut Pariela, kalau instrumennya tidak benar, maka hasil yang diperoleh pun tidak benar. Ini berdasarkan hukum manajemen gigolo yakni garbage in, garbage out yang artinya yang masuk sampah keluar pun sampah. Karena itu, proses instrumen sangat penting sehingga data yang diperoleh juga baik, memiliki kualitas yang tinggi dan hasil prosesnya baik. Ya. "Kasus Kesui kalau secara poilitis selesai, tetapi kalau secara ilimiah dalam proses mendapatkan data harus dipertanyakan, dan itu adalah pendapat profesional dan jangan dipolitisir, karena bukan tidak mungkin ada orang yang menuduh kalangan profesional Kristen itu hanya mengadaada," tegasnya. Ditanya apakah mungkin dengan waktu yang singkat seperti itu, tim bisa mengumpulkan datanya? Pariela menjelaskan, sangat tidak mungkin dalam waktu sekejap tim dapat mengambil data seperti begitu. Guru besar saja, ujarnya, harus menguji data yang diperoleh dari lapangan dalam waktu yang lama, apalagi tim evakuasi. Untuk itu, tim ini disarankan memahami betul prosesnya. Soal wawancara diatas kapal, kata dia, merupakan tindakan yang sangat prematur, karena apapun alasannya masyarakat itu sedang berada dibawah ancaman dan tekanan. "Seharusnya warga Kesui itu dibawa dulu ke Ambon dan didiskusikan. Jika ada pengendapan yang baik, barulah masyarakat Kesui diwawancara, dengan demikian kesimpulan yang diambil pun akan baik," katanya. (via)
Ambon, Siwalima (01/02)-Uskup Diosis Amboina, Mgr Petrus Canisius Mandagi mengatakan Bupati Maluku Tengah, Rudolf Rukka, SIP dan jajarannya jangan berdiam diri terhadap berbagai konflik yang bernuansa SARA yang terjadi di wilayah tersebut. "Bupati Maluku Tengah dan jajarannya tidak antisipatif terhadap berbagai benih konflik yang bisa menjalar menjadi lebih besar di daerah tersebut," tandas Uskup Mandagi kepada sejumlah wartawan di Keuskupan Amboina, kemarin. Mandagi mengaku dirinya harus mengkritik kebiasaan pejabat-pejabat di Maluku Tengah khususnya Bupati Rudolf Rukka, sebab dirinya melihat konflik semakin hari semakin banyak terjadi di wilayah Maluku Tengah, seperti di Kesui, Teor, Wahai Hatu Allang serta beberapa wilayah lainnya. "Namun Bupati Maluku Tengah dan aparatnya kurang antisipatif," ujarnya sembari menabhakan dirinya mengamati Bupati beserta jajarannya tidak pernah berpikir kedepan. Dikatakannya, Bupati Maluku Tengah tidak mempersiapkan masyarakat untuk hidup dan kebebasan. "Sepertinya mereka hanya menunggu saja kalau sudah terjadi kerusuhan baru mereka bergerak atau dengan cepat mengatakan bahwa kondisi sudah terkendali padahal kondisinya sangat riskan, tetapi setelah ada tekanan dari luar barulah mereka bergerak," kesal Mandagi. Padahal manusia menurut Uskup mempunyai otak yang dikaruniakan Tuhan untuk berpikir guna mengantisipasi berbagai persoalan yang ada. "Yang tidak bisa antisipasi hanya binatang yang memang tidak mempunyai otak," tegasnya. Uskup Mandagi juga mengucapkan terima kasih kepada Bupati Maluku Tengah yang telah melakukan proses evakuasi ini bukan karena Kekristenan maupun Kekatholikan tetapi masyarakat Kristen di Pulau Kesui telah dibebaskan dari rasa ketakutan, dibebaskan dari ancaman dan mereka ditempatkan pada tempat yang layak. "Tetapi bukan berarti keberhasilan Bupati Rukka mengevakuasi pengungsi Pulau Kesui dan Teor lalu mengatakan kasus tersebut sudah selesai, sebab masih ada tahap berikut lagi yang menunggu sebagai pekerjaan rumah Pemda Maluku Tengah yakni mereka harus dikembalikan lagi ketempat mereka yang semula karena dengan evakuasi hanya melepaskan mereka dari ikatan mereka dengan tanah, dengan harta mereka disana, ikatan mereka dengan keluarga," jelasnya. Mandagi mengakui pengungsi asal Kesui dan teort yang ditemuinya di Tual beberapa waktu lalu, masih berkeinginan untuk kembali ke tanah adatnya tetapi dengan persyaratan bahwa ada rasa aman. "Oleh sebab itu jika tempat itu aman maka perlu ada penempatan aparat keamanan disana, perlu juga diwujudkan rekonsiliasi disana, dan ini merupakan tanggungjawab Bupati, Kapolres dan Dandim, Camat maupun Kapolsek di wilayah Maluku Tengah, " jelasnya. Hearing Senat Amerika Mandagi mengaku dirinya akan memmaparkan berbagai langkah penanganan konflik yang dilakukan Pemerintah Indonesia selam ini di Maluku. "Yang postif saya akan bela pemerintah maupun aparat keamanan Indonesia namun sisi negatifnya akan saya kritik," ujarnya. (lai)
|