|
|
Aparat TNI-Polri Terlibat Kontak Senjata Ambon, Siwalima (03/02)-Edan! Kondisi cooling down yang mulai nampak di Pulau Ambon menyusul tertangkapnya sejumlah Perwira Menengah (Pamen) TNI dan Polri oleh YonGab TNI di central komando liar, Hotel Wijaya II Mardika, Senin (22/1) lalu ternyata kembali mengagetkan masyarakat akibat timbulnya aksi tembak menembak antar aparat TNI dan Polri di Desa Passo dan Lateri Kecamatan Teluk Baguala, Ambon, Kamis (1/2) lalu. Buntutnya, seorang anggota Polairud Maluku tewas tertembak, sementara 17 anggota TNI-Polri lainnya menderita luka-luka. Sumber terpercaya Siwalima di Lanal Halong menuturkan, kontak senjata antar aparat TNI dan Polri itu bermula dari pemeriksaan anggota piket (Marinir, Red) terhadap 3 anggota brimob yang mengaku warga sipil di Pol Lanal Halong, pada pukul 10.00 WIT Kamis (1/2). "Waktu itu ada 3 orang yang datang ke sini dengan mengendarai dua motor dan mengaku sipil. ketika diperiksa penjaga, ternyata memiliki kartu anggota brimob," ujarnya, mulai menjelaskan. Sayangnya, ketika ditanya petugas, ketiganya malah mengelak bukan anggota brimob, bahkan mengaku kartu anggota tersebut milik saudaranya, sehingga pertengkaran mulut terus berlangsung. "Anehnya, pas foto padak kartu tersebut persis wajah salah seorang anggota brimob," tambahnya sembari menuturkan bahwa seketika itu juga dua orang diantaranya langsung melarikan diri dengan mengendarai sepeda motornya masing-masing. Tampak, petugas bermaksud melepaskan tembakan, namun niatnya kemudian diurungkan. Tak disangkal, sekitar pukul 11.15 WIT kejadian itu berlanjut dengan kedatangan dua brimob ke Pos Pantai Marinir di Pelabuhan Passo sambil mengajak 4 anggota marinir keluar dari pos. Sontak, 10 anggota brimob yang turut hadir dengan perlengkapan senjatanya menghajar 4 anggota marinir hingga babak belur. Setelah itu, katanya, dengan menggunakan truk, anggota marinir lainnya ke Passo hendak mengevakuasi keempat rekannya yang menderita luka-luka. Keempat orang tersebut kini dirawat di RS Halong. Mereka masing-masing Prada Mar Triomono, Prada Mar Kukuh, Praka Mar Sukisno dan Praka Mar Sumaryadi. Pukul 14.45 WIT, kondisi keamanan pun terkendali berkat koordinasi langsung antara DanLanal, Dan Sat Brimob, Kapolda Maluku, Kasdam XVI Pattimura dan Guskamla. Saragih Tewas Tercatat, ke 13 anggota polisi tersebut kini di rawat di RS Tentara Ambon. Mereka diantaranya, Ajun Inspektur Dua Pol G.Tubli, Brigadir Satu Pol H. Pelatu, Brigadir Pol M. Rajawane, Brigadir Kepala Pol I. Latumahina, Brigadir Pol Frengki Maak, Brigadir Dua Pol Edwin Karloin, Brigadir Dua Pol Putu Sujana, Brigadir Dua Pol Agus Supriadi, Brigadir Dua Pol Mariono, Brigadir Dua Pol Yani Rumarluf. Salah satu sumber terpercaya di Ambon menduga kuat, aksi brutal yang dilakukan aparat marinir ke Markas Polairud Kamis siang lalu itu, disebabkan ulah 10 anggota brimob yang menyiksa 4 anggota marinir di Pos Pantai Marinir di Passo. Lantaran itu, tak heran amarah anggota marinir yang lainnya pun timbul. Karena tidak menemukan anggota brimob, maka amarah pun dilampiaskan dengan melepaskan tembakan ke Markas Satuan Polairud sehingga dinding-dinding dan kaca kantor Sat Polairud lubang terkena peluru. Bahkan, beberapa kendaraan milik aparat kepolisian pun tak luput dari sasaran penembakan. Dikabarkan, kapal Patroli Polisi pun sempat ditahan Komandan Gugus Keamanan Laut Timur (Danguskamlatim Red),-sudah dikembalikan. Kapolda Bungkam Dan Perwira SPRI Polda Maluku Iptu Pol Eny Maspaitella kepada para wartawan mengatakan, "Maaf saudara-saudara wartawan hari ini, bapak tidak punya waktu, beliau lagi rapat dengan perwira-perwira Polda." Toh demikian, para kuli disket ini pun sepakat mencegat Kapolda Firman Gani di pintu keluar. Sayangnya, setelah sejam menunggu, Kapolda yang keluar bersama istrinya tetap membungkam tanpa menujukkan senyum kasnya dan langsung menuju mobilnya dan melaju tinggalkan Mapolda. Sementara sejumlah kuli disket hanya bisa tertegun membayangkan sikap Kapolda yang jelas-jelas mengambil jarak dengan para wartawan. (lek/eda) "Terlalu Gampang PDS Katakan Kesui Selesai" Ambon, Siwalima (03/02)-Penegasan Gubernur Maluku, Dr Ir MS Latuconsina, bahwa kasus Islamisasi Kesui dianggap selesai seperti yang dipublikasikan beberapa media lokal, tak pelak mengundang reaksi banyak pihak. Menurut staf pengajar Fisip UKIM, Drs Marthen Maspaitella, Msi, penegasan gubernur itu tidak realistis bahkan oleh saya penegasan itu terlalu gampang. Persoalannya, langkah awal penanganan persoalan Kesui kan sudah pernah dibuat instrumennya oleh PDS. Instrumen itu kan untuk mengetahui fakta sebenarnya yang terjadi. Nah, sekarang telah terjadi pelecehan instrumen yang sengaja dibuat oleh Gubernur selaku PDS itu. Tak cuma itu, gubernur bahkan pernah menyatakan kepada publik bahwa berdasarkan hasil investigasi awal, telah terjadi islamisasi secara paksa di Kesui. "Lha, kalau sudah seperti itu, kenapa harus dilakukan investigasi ulang dengan menggunakan instrumen baru. Kalau memang memakai pendekatan metodologis, bukankah pemakaian instrumen baru ini, justru tidak valid dan reabel," ujarnya, kemarin, di Ambon. Dikatakan, instrumen yang dipakai saja tidak valid dan reabel, kok dinyatakan bahwa dengan dievakuasi masyarakat Kristen dari Kesui maka masalah Kesui selesai. "Apanya yang selesai. Lha, bagaimana dengan pelaku-pelaku kekerasan?. Ditakutkan jangan sampai pernyataan PDS seperti ini, berkeinginan untuk melindungi pelaku-pelaku tersebut," tuding Maspaitella. Dikatakan, PDS terlalu gampang untuk menyatakan kasus ini selesai. Ini menunjukkan bahwa masalah pelanggaran HAM terberat ini dianggap sepeleh saja. Saya sangat meragukan instrumen yang dipakai oleh PDS. Instrumen ini kan cuma alat untuk mencapai tujuan. Walaupun ada instrumen, tapi ada teknik-teknik lain yang digunakan oleh PDS. Tapi sejak awal, saya sudah meragukan instrumen model apapun yang dipakai PDS, misalnya tim yang diturunkan mendahului rombongan PDS, nah, ini juga alat yang dipakai. "Saya bingung mendengar pernyataan PDS bahwa kedatangan rombongan PDS ke Kesui disambut dengan gembira oleh masyarakat di sana. Kalau kondisi yang tercipta demikian, kenapa tokoh agama tidak diperkenankankan turun kedarat, dan kalaupun kondisi demikian mengapa masyarakat Krsiten mau dievakuasi lagi?. Saya takutkan jangan jangan kondisi yang terjadi saat itu, hanya sebuah sandiwara saja," tegasnya lagi. Masa, kondisi yang penuh kekerasan tiba-tiba berubah dengan sekejab menjadi kondisi yang penuh kegembiraan. Permainan apa ini. Saya takutkan jangan-jangan tim yang turun mendahului rombongan PDS, yang mengatur ini semua. Kok, berangkat ke Kesui hanya sesaat namun, kembali mengatakan bahwa kasus Kesui selesai. Duh!. (lis) Titaley: 600-an Warga Kesui tidak Menghendaki Islamisasi Ambon, Siwalima (03/02)-Ketua Sinode GPM, Pdt Sammy Titaley, STh menegaskan, sekalipun ada istilah terpaksa dan dipaksa pindah agama terhadap warga Kristen di Pulau Kesui dan Teor Seram Timur tetap memiliki arti yang sama. Pasalnya, ketika terjadi penyerangan, semua rumah milik masyarakat sudah dihancurkan dan dibakar sehingga dengan sendirinya warga Kristen tinggal di rumah-rumah milik warga Muslim. "Jadi, istilahnya seperti iringan bebek, kepala diantar ke kanan yang belakang pun ke kanan, jika kepala diantar ke kiri yang belakang pun ikut ke kiri. Sehingga terpaksa dan dipaksa itu sama. Sudah tidak ada rumah mau tinggal di mana, otomatis terpaksa dan dipaksa sama, kecuali bilamana rumah mereka masih ada sehingga mereka memilih Islam itu berarti terpaksa menetap, karena tidak ada jalan lain lagi," jelas Titaley di Ambon kemarin. Menurutnya, sekalipun dirinya tidak terlalu memahami terminalogi hukum dari kata terpaksa dan dipaksa, namun yang pasti, berdasarkan realita di lapangan menunjukkan bahwa rumah milik masyarakat sebagai tempat naungan tidak ada lagi sehingga timbul unsur terpaksa dan dipaksa masuk Islam. Sedangkan terkait dengan pernyataan Gubernur Latuconsina dan Bupati Rudolf Rukka bahwa masalah Kesui-Teor sudah selesai, bagi Titaley tidaklah demikian. "Dan tidak mungkin selesai. Kenapa kok istilahnya Teor-Kesui selesai, lalu Ambon ndak selesai? Semuanya tidak akan selesai sebelum masalah pelanggaran hukum, pelanggaran HAM, apalagi menyangkut penyuatan terhadap wanita diselesaikan bahkan semua warga sudah kembali ke kampung halamannya," timpalnya, sekalipun Gubernur dan Bupati telah berjanji untuk memberikan jaminan keamanan kepada warga Kesui-Teor. Lebih lanjut dia membantah bawah di kapal telah dilakukan jajak pendapat. Menurutnya yang terjadi adalah membagikan quasioner (disiapkan Departemen Agama) untuk ditanyakan kepada warga Kesui-Teor, "Apakah mereka mau ikut Islam itu dengan keputusan sendiri atau ada unsur paksaan. Sehingga dengan adanya 600-an orang yang keluar dari Kesui itu berarti mereka sama sekali tidak menghendaki proses yang terjadi di Kesui itu." Dikatakannya, pengisian quasioner oleh warga Kesui itu dilakukan dalam keadaan bisa takut, bisa juga tidak. Tapi yang pasti, warga mengisi quasioner dengan ketidaktahuannya. Dan, dengan tidak diturunkannya para pimpinan agama dari kapal milik TNI-AL ke Kesui, Titaley mengaku itu berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan (protap) sebelumnya, yakni karena alasan keamanan. Di kapal, dia menjelaskan selain diberikan pendampingan dilakukan pula pengecekkan. Semula, sebanyak 81 warga yang bersedia turun kembali. "Namun setelah dilakukan pengecekan kembali ternyata ada kesalahpahaman dalam mensosialisasi evakuasi ini. Karena waktu disuruh berkumpul di Soar-Tanah Baru, barang-barangnya ditinggalkan, Setelah kami lakukan pendekatan kembali ternyata, yang turun dari kapal hanya 47 orang yang berasal dari Utha," tuturnya. Terkait dengan 3 % warga yang mengaku dipaksa masuk Islam, Titaley menyatakan, "Tidak tahu 3 % itu. Tetapi bilamana 3 % itu benar, maka mereka diistilahkan kepala bebek tadi. Pada saat kepala itu berubah, maka yang lain itu, karena sebelum itu siapa yang tidak mau masuk Islam dibunuh. Jadi ada semacam intimidasilah." Dia pun menjelaskan, ketika KarKar dihancurkan oleh perusuh, seketika itu pula warga Kristen diIslamkan. Di Kesui, "Ketika orang dibunuh, otomatis yang kepala tadi itu semua akan ikut supaya seakanakan penyelamatan. Dan diketahui, di sana persaudaraan sangat kental sekali." Olehnya, Titaley minta untuk tidak lagi membicarakan berapa persen dipaksa dan berapa persen terpaksa masuk Islam, tapi terpenting yang perlu diperhatikan adalah proses pelanggaran hukum dan HAM yang terjadi di Kesui-Teor. (das/eda) Jihad Lokal Ditangkap, 829 Warga Hatu Allang Dievakuasi Ambon, Siwalima (03/02)-Hanya sepekan setelah digempur habis-habisan oleh massa Muslim, Rabu (24/1) sekitar pukul 05.30 pagi, warga dusun Hatu Allang, Kecamatan Piru, Maluku Tengah, berhasil dievakuasi ke Desa Allang, Pulau Ambon, Rabu (31/1). Evakuasi ini dilakukan atas kerjasama Satkorlak PB Maluku, Bupati Maluku Tengah dan Yayasan Suara Hati. Kepada Siwalima kemarin, di kantor gubernur, Ketua Yayasan Suara Hati, Jeimeke Amahoru, mengakui, evakuasi ini terjadi lantaran ada bantuan dari Bupati Maluku Tengah, Rudolf Rukka, sebesar Rp 3,5 juta. Bantuan itu dipergunakan untuk ongkos sewa landen. Tak cuma itu, ujar dia, bantuan dari Satkorlak PB Maluku berupa 6 ton beras, 100 karton Sarimi, 6 cole pakaian berikut terpal dan obat-obatan sebanyak 2 dos. Sedangkan bantuan dari Yayasan Suara Hati berupa pakain layak pakai, obat-obatan, beras, terpal, busa untuk tidur, pembalut wanita, susu untuk balita dan keperluan lainnya. Keberangkatan ke Hatu Allang, ujar dia, dilakukan pada hari Selasa (30/1) pkl 11.30 WIT sedangkan tiba pukul 21.00 WIT. Ketika rombongan tiba, masyarakat sudah menunggu untuk segera dievakuasi. "Jadi pembagian sembako dilakukan dalam perjalanan menuju Desa Alang," katanya Ditambahkan, warga Hatu Allang yang dievakuasi semuanya berjumlah 820 jiwa. Kini, tidak ada lagi penduduk di Desa Hatu Allang, karena mereka semua sudah dievakuasi sesuai keinginan sendiri. Sementara itu, Sekretaris Desa Hatu Allang, Yunus Huwae, menuturkan, bahwa yang melakukan penyerangan adalah warga Muslim dari Desa Nagalemang dan Melati. Desa Nagalemang meneyerang dari penjuru selatan dan timur. Sedangkan Desa Melati dari arah utara. Sedangkan serangan dari arah laut, dilakukan oleh warga yang berada dari kedua desa tersebut. Akibat penyerangan ini, tiga orang meninggal dunia yakni dua orang pelayan Tuhan yakni Piter Halawane (56) dipotong saat hendak menggoyangkan lonceng gereja, dan Eliaser Patty (59) ditembak sewaktu hendak menyelamatkan alat-alat perjamuan, sedangkan satu korban lainnya tidak diketemukan jenasahnya. Selain warga sipil yang tewas, ada juga aparat keamanan dari Yonif 731 Kabaresi atas nama Serda Jusman. Selanjutnya Huwae merincikan, bangunan yang ikut hangus terbakar yakni 84 buah rumah, 1 unit sekolah yang terdiri dari 3 bangunan berikut 1 gedung gereja, 1 balai desa, 1 gedung serba guna, 1 gedung puskesmas pembantu, 1 bekas kantor prajakarya dan rumah penduduk. "Jadi, total bangunan yang ikut terbakar sebanyak 92 bangunan. Sementara itu, sumber Siwalima di Piru melaporkan, penyergapan yang dilakukan Yon Gab, di daerah itu telah berhasil menangkap beberapa orang tersangka diantaranya jihad lokal asal desa Pelauw, dan oknum aparat. Selain itu, kata sumber yang tak mau menyebutkan jati dirinya itu, Yon Gab berhasil menyita puluhan karton berisi bom, dan di badan karton itu tertulis nama negara Kuwait berikut kaus oblong bertuliskan Laskar Jihad Forum Ahllusunnah Wal Jamaah serta speedboat milik perusuh.(ana)
|