Bab 2
Memahami Otak dan Pemancar Pikiran
Seperti sebuah pesawat radio, otak merupakan pesawat
penerima dengan multi frekuensi yang ditempatkan di bagian kiri
dan kanan belahan cerebral hemisphere. Tiap-tiap belahan
cerebral hemisphere kanan maupun kiri ini memiliki frekuensi
tersendiri, keduanya mampu menangkap siaran alam semesta dengan
spesifikasinya yang khas. Kita sebagai pesawat radio sebaliknya
harus pandai-pandai menyelaraskan frekuensi kita setiap saat dengan
jenis siaran yang sesuai untuk mengisi kehidupan kita. Pusat siaran
alam semesta memberikan seluruh siarannya secara bebas. Kita diberi
kebebasan untuk mendengarkan siaran apa saja, dari mulai musik pop
sampai dangdut, dari siaran berita sampai iklan, dari sinetron yang
melankolis sampai film-film Hollywood yang penuh adegan berdarah.
Semuanya telah disediakan untuk melengkapi seluruh aspek kehidupan
kita. Itulah arus informasi alam semesta yang diberikan kepada kita.
Bila kita hanya menyerap sebagian, sepotong demi sepotong, sequential,
dan tidak mendengarkan seluruh siaran yang ada, akhirnya kita hanya
memiliki sebagian saja dari seluruh pengetahuan tentang kehidupan
ini.
Hal itu akan melemahkan kita, kita tidak mampu
bereaksi terhadap bentuk-bentuk lain intervensi lingkungan karena
memang kita tidak memiliki informasinya secara lengkap.
Dengan mengakses seluruh frekuensi yang disediakan
dan menyelaraskan diri kita dengan frekuensi yang ada di alam semesta
secara optimal, kita akan mendapatkan seluruh informasi secara lengkap.
Dengan modal itu kita dimampukan untuk menjadi pemancar yang juga
lengkap dan berkualitas bagi lingkungan kita.
Secara biologis otak terbagi dalam tiga bagian besar
yang terdiri dari bagian otak kiri, bagian otak kanan, dan bagian
otak kecil atau otak bawah sadar. Masing-masing bagian ini memiliki
karakteristik dan tugas yang spesifik.
Pada otak terdapat 30 milyar sel yang membentuk tiga
bagian di atas. Setiap bagian sel ini juga membentuk jaringan kerjasama
rumit melalui bagian-bagian kecil lainnya yang disebut neuron. Dan
secara keseluruhan jaringan kerjasama sel dan neuron ini tidak pernah
berhenti bekerja seumur hidup manusia. Ini adalah suatu jaringan
kerja canggih yang berlangsung terus-menerus sepanjang hidup dan
tidak mungkin ditandingi oleh teknologi apa pun yang pernah diciptakan
manusia.
Otak bagian kiri atau left cerebral hemisphere,
merupakan bagian otak yang bertugas berpikir secara kognitif atau
rasional. Bagian ini memiliki karakteristik khas yang bersifat logis,
matematis, analitis, realistis, vertikal, kuantitatif, intelektual,
obyektif, dan mengontrol sistem motorik bagian tubuh kanan.
Sebaliknya bagian otak kanan atau right cerebral
hemisphere, adalah bagian otak yang berpikir secara afektif
dan relasional, memiliki karakter kualitatif, impulsif, spiritual,
holistik, emosional, artistik, kreatif, subyektif, simbolis, imajinatif,
simultan, intuitif, dan mengontrol gerak motorik bagian tubuh sebelah
kiri.
Lalu di bagian agak ke bawah, terdapat otak kecil
atau otak bawah sadar yang bertugas sebagai mesin perekam seluruh
kejadian yang berlangsung di kehidupan kita. Otak kecil yang bernama
cerebellum ini sering kali mengagetkan kita dengan memberikan
informasi secara tiba-tiba mengenai sesuatu yang tidak kita sadari
sebelumnya, padahal sudah terekam di dalam bagian bawah sadar kita.
Otak bawah sadar ini juga sering kali merekam sesuatu hal yang tidak
kita sadari sebagai sebuah masalah dan kemudian dari waktu ke waktu
mengingatkan kita kepada hal tersebut sebagai sebuah obsesi. Dari
sisi baiknya, bagian otak ini juga akan merekam ilmu pengetahuan
yang kita terima tanpa sadar dan berarti tidak terekam di bagian
otak rasional kita, kemudian memberi kita kemampuan yang terkadang
agak mengejutkan karena kehebatannya dalam menanggulangi masalah
hal-hal mendadak. Misalkan saja kekuatan dan kecepatan yang ekstra
dan muncul secara tiba-tiba pada saat kita terancam oleh sebuah
mobil yang akan menabrak. Pada saat kritis tersebut tiba-tiba seperti
ada tenaga dahsyat yang menarik kita menghindar atau meloncat, yang
pada saat normal pasti tidak mungkin kita lakukan.
Demikianlah otak menjadi bagian tak terpisahkan dari
kehidupan dan bahkan menentukan status mati atau hidupnya seseorang.
Seseorang yang hancur tubuhnya dan sekarat, koma, belum akan dinyatakan
mati secara klinis bila dalam pendataan electroencephalograph
ternyata otaknya masih berfungsi. Bila otaknya sudah tidak lagi
menampilkan getaran frekuensi pada beberapa waktu tertentu, yang
berarti frekuensi otak dan pikirannya sudah berada di titik 0 dan
hanya menampilkan garis datar saja di layar alat EEG, saat itulah
seseorang dinyatakan mati secara klinis.
Otak adalah organ yang sangat dahsyat dalam kehidupan.
Kehadiran otak sebagai organ vital di tubuh manusia merupakan anugerah
besar yang tidak mungkin ditandingi oleh apa pun buatan manusia.
Meskipun manusia dari waktu ke waktu berusaha sepenuh tenaga untuk
menyaingi teknologi otak dan kecanggihannya, sampai detik ini keberhasilannya
mungkin belum sampai 1% dari seluruh kecanggihan yang dimiliki otak.
Kehebatan otak sendiri sebagian besar juga masih
misterius dan belum ditemukan seluruhnya oleh penelitian. Sementara
penelitian mendapatkan hasil analisa yang menyatakan bahwa manusia
selama kehidupannya mungkin hanya memanfaatkan paling banyak
10% dari total kemampuan otak yang didukung 30 milyar sel dan neuron
itu.
Dalam mengurusi kecerdasan dan pendidikan, banyak
orang yang bersikap seolah mengetahui sedalam-dalamnya tentang otak,
padahal yang dilakukan hanyalah memanipulasi ketidaktahuan orang
terhadap organ vital yang sulit dimengerti ini.
Beberapa metode menyatakan mengetahui tentang peningkatan
kemampuan otak pada kecerdasan emosional. Padahal yang dilakukan
dengan metode tersebut tetap saja merupakan unsur pembelajaran kognitif
yang dimodifikasi dan tetap berkonsep matematis. Metode lainnya
juga berbicara tentang masalah otak kanan, tapi pembicaraannya hanya
di sekitar masalah karakteristik dan tidak pernah beranjak ke arah
suatu pelatihan atau pemahaman yang mampu menggerakkan atau mengaktifkan
bagian otak kanan tersebut.
Sebagai sebuah bagian otak yang dikatakan seperti
sebuah pesawat radio atau bahkan pemancar, sudah dikatakan bahwa
otak memiliki frekuensi atau gelombang/brain-waves. Ini adalah
suatu gelombang dalam hitungan hertzt per-cycle yang bekerja
di antara angka hertzt per-cycle sampai sekitar 25 dan 30
hertzt per-cycle dalam kondisi yang masih dikategorikan normal.
Manusia tidak akan sanggup bertahan bila frekuensi otaknya bergerak
di atas 35 hertzt per-cycle atau 35 putaran per detik.
Bila manusia ingin memahami otaknya dan kemudian
lebih lanjut mengoptimalkan kemampuan otaknya, dia harus berangkat
dari pemahaman tentang frekuensi otak ini. Frekuensi adalah sesuatu
yang sangat mendasar dalam pembicaraan mengenai otak. Otak juga
tidak mungkin begitu saja dipotong atau diperbaiki sebagaimana halnya
sebuah jari yang putus. Di dalam otak terdapat milyaran sel dan
neuron yang bergabung secara rumit dan kemudian keseluruhannya dihubungkan
lewat batang otak ke bagian tulang punggung manusia untuk memberi
komando kehidupan dari saat ke saat.
Kerja pikiran adalah suatu kerja rumit yang membutuhkan
energi pendukung untuk memancarkan maupun menangkap gelombang informasi.
Tetapi ada bagian-bagian otak dengan karakter tertentu yang bersifat
musikal dan akustik. Pemberdayaan bagian otak tertentu bisa dengan
mudah melalui pengenalan terhadap karakter dan sifat-sifat otak
ini. Hal yang sangat menguntungkan setelah kita mengetahui karakter
dan sifat-sifat otak adalah bahwa kita bisa memanfaatkan beberapa
metode yang sepintas tidak berhubungan tetapi ternyata mempunyai
manfaat bagi perkembangan pemikiran dan pemahaman tentang otak.
Misalkan saja sebuah afirmasi, sebuah kalimat yang yang berisi
penegasan tentang sesuatu. Afirmasi yang dibuat sedemikian rupa
akan berfungsi sebagai mantra penyembuh hanya karena dia
memiliki vibrasi tertentu yang menggetarkan dan mempengaruhi sel
otak dan syaraf yang berhubungan dengan bagian tubuh yang sakit.
Ini juga terjadi dalam beberapa mantra yang dipakai pada
ritual agama-agama tertentu. Yang penting di dalam mantra tersebut
bukanlah artinya, tetapi justru getaran suara dari vokal yang disuarakan
saat membaca mantra. Getaran suara huruf tertentu akan masuk ke
dalam syaraf melalui sistem pendengaran dan menggerakkan beberapa
syaraf untuk menstimuli syaraf lainnya, dan kemudian menghasilkan
sesuatu yang memang dikehendaki si pembaca mantra.
Cara kerja otak yang sedemikian rumit pada akhirnya
justru bisa dipelajari dengan cara-cara sederhana dan mudah dilakukan.
Ini tidak disadari oleh para ilmuwan yang cenderung melihat dari
sisi rasional dan matematis saja, sehingga mereka tidak mendapatkan
metode untuk pelatihan-pelatihan yang bersifat memberdaya bagian
otak tertentu.
Hal lain yang berhubungan dengan otak dan frekuensi
adalah posisi tubuh atau posturing. Di dalam senam, posisi
dan gerakan tubuh semata-mata ditujukan untuk membangun otot dan
melatihnya menjadi liat dan keras. Agar otot keras dan liat (membentuk
tubuh) yang dilakukan adalah gerakan berulang yang bertujuan melatih
dan membuat otot di bagian tersebut liat serta kuat.
Tapi ternyata gerakan tubuh pada postur tertentu
yang dipertahankan sedemikian rupa tanpa digerak-gerakkan berulang
seperti senam, karena posisinya yang unik, mampu menstimuli beberapa
syaraf di otak yang berhubungan dengan karakter tertentu lainnya.
Karakter ini secara tidak langsung akan berhubungan dengan frekuensi
otak dan kemudian karena adanya stimuli, otak akan memancarkan atau
menyerap frekuensi persis seperti dikehendaki oleh rangsangan postur
tersebut.
Jadi dalam hal ini, postur tubuh juga dapat digunakan
untuk mempengaruhi kerja otak dan mengubah gelombang frekuensi otak
dan pikiran yang dibutuhkan untuk pemberdayaan diri.
Hal ini sebenarnya telah dilakukan orang zaman dahulu
untuk mendapatkan pencerahan. Di Indonesia maupun di dunia lainnya,
orang melakukan suatu teknik berdiam diri dengan posisi bermacam-macam
dengan tujuan untuk menghasilkan stimuli tertentu pada tubuh, teristimewa
di bagian organ otak. Teknik-teknik itu berkembang dari waktu ke
waktu yang sebetulnya dimulai sejak 3000 tahun S.M., dan bersumber
dari dunia Timur yang saat itu memang sudah mengenal peradaban lebih
dahulu dibanding belahan bumi di bagian barat yang primitif. Beberapa
dari pelaku teknik pengembangan diri tersebut kini dikenal sebagai
guru dan master dalam ilmu yang kemudian di zaman modern dikenal
sebagai Yoga, Rei Ki, Qi Gong, Xing Chi, Tai Chi, Prana, dan lain-lainnya.
Sementara pada masa sekarang, dunia Barat banyak
sekali mengadaptasi ilmu-ilmu dan teknik kuno tentang otak yang
dimanfaatkan untuk pengetahuan modern, kita di Timur yang menjadi
asal usul teknik dan ilmu-ilmu tersebut justru terperangkap kepada
persepsi salah tentang hal tersebut. Kita lebih banyak menganggap
bahwa ilmu yang tidak berdasar kepada sesuatu yang nyata (kasat
mata) adalah bukan ilmu pengetahuan dan tidak layak untuk diperdebatkan
apalagi dipelajari dan dipakai di dalam kehidupan modern.
Memikirkan masalah frekuensi otak dan gelombang pikiran
dianggap sebagai sesuatu yang sia-sia. Frekuensi dan gelombang pikiran
tidak bisa dilihat, diraba apalagi dihitung secara matematis. Jadi
ini bukanlah ilmu pengetahuan yang layak untuk dipelajari dan dianggap
berguna untuk masa depan kita. Kita merasa tidak perlu memahami
cara kerja otak, pikiran, dan bagaimana membuatnya menjadi optimal.
Kita malas untuk belajar memahami kerja otak karena hal itu akan
memperlihatkan bagaimana diri kita sebenarnya. Frekuensi otak dan
gelombang pikiran memancarkan kita apa adanya sesuai dengan pola
perbuatan-perbuatan yang pernah kita lakukan. Kecenderungan kita
adalah selalu menyembunyikan apa-apa yang pernah kita lakukan apabila
itu membutuhkan tanggung jawab yang kurang enak bagi kita. Jadi
memahami dan mempelajari pikiran serta otak sama saja membuka aib
diri sendiri.
Salah satu cara memahami frekuensi otak adalah dengan
cara merasakan dan mengatur jalannya napas. Napas
sebagai sumber masukan energi utama yang memungkinkan manusia melangsungkan
kehidupan, pasti akan behubungan secara langsung dengan bagian otak
yang membutuhkan oksigen dari waktu ke waktu. Kita sering kali tidak
menyadari bahwa napas adalah hal utama dalam hidup ini. Kehidupan
bisa berlangsung antara lain karena adanya napas yang masuk dan
keluar terus menerus. Bila napas hanya masuk terus tanpa
dikeluarkan, kehidupan akan berhenti. Begitu pula bila sebaliknya
napas hanya dikeluarkan terus menerus maka kehidupan juga akan mogok.
Napas yang ditarik akan membawa oksigen dan komponen lain di dalam
udara yang berfungsi sebagai energi dan pembangkit kehidupan, setelah
itu napas yang keluar akan membawa racun dan komponen lainnya yang
tidak diperlukan untuk dibuang keluar agar kehidupan dapat berlangsung
tanpa terganggu.
Otak tidak mungkin bekerja tanpa oksigen yang dibawa
oleh darah ke dalam sistemnya. Udara dan oksigen adalah bahan bakar
otak untuk terus berdenyut dan memancarkan frekuensi. Bila suatu
saat kita berada di tempat yang tingkat polusinya tinggi dan kita
sulit bernapas, yang pertama kita rasakan adalah suatu tingkat pikiran
yang menekan. Otak kekurangan oksigen dan energi, karena udara yang
kita sedot penuh polutan. Bila kejadian ini tidak mampu kita hindari,
kerja otak akan melambat dan melemah. Ini akan mempengaruhi seluruh
gerakan motorik tubuh. Kemampuan motorik, mengangkat tangan, kaki
bahkan membuka mata akan berkurang dan menurun drastis. Dalam kondisi
yang ekstrem, seluruh fungsi motorik akan lumpuh dan tidak berfungsi.
Ini juga akan disusul sistem berpikir yang macet dan lumpuh secara
total.
Peniadaan masukan oksigen secara mendadak dan total
akan menampilkan akibat yang lebih fatal dibanding dengan pencampuran
oksigen dengan polutan. Bila secara mendadak jalan napas ditutup
dan fungsi penyedotan napas dihambat, yang langsung terjadi adalah
tingkat tekanan berwujud kepanikan pada pola pikiran. Pola pikiran
kita akan berontak dan berusaha mengenyahkan si penutup jalan masuk
oksigen tadi. Bila ini tidak berhasil, seluruh kekuatan fisik yang
ada akan dikerahkan dan fungsi kesadaran akan hilang tertutup oleh
kepanikan dan tekanan yang mendadak itu.
Sepintar-pintarnya otak, bila masukan oksigen dihambat
secara tiba-tiba dan otak hanya memiliki kemampuan berpikir secara
vertikal, dia akan menyerah dan tidak mampu berusaha mengenyahkan
si penghambat pasokan oksigen itu.
Dari pengalaman itu, kita mengetahui bahwa oksigen
dan fungsi pernapasan sangat penting bagi kelangsungan kerja otak.
Dengan memahami hal ini, kita bisa mengatur sedemikian rupa sehingga
pengaturan napas atau pemasukan oksigen dengan ritme tertentu bisa
mempengaruhi otak serta menuntun otak belajar tentang sesuatu.
Ritme napas ini juga telah dimanfaatkan ribuan tahun
yang lalu oleh para Yogi untuk mendapatkan keseimbangan kehidupan
mental dan spiritual.
Dalam teknik pemberdayaan diri untuk penyeimbangan
otak ini, ritme napas juga menjadi salah satu metode yang diadaptasi
untuk kepentingan tersebut. Fungsi anatomis bagian-bagian otak yang
sudah diteliti sejak dahulu menunjukkan bahwa sebetulnya otak merupakan
suatu organ multifungsi dan multi-dimensional yang sangat berpengaruh
terhadap perkembangan kehidupan seseorang. Fungsi anatomis otak
seseorang juga sangat berpengaruh secara fisik, kesehatan, perilaku,
hubungan, sikap, cara berpikir, keberhasilan, dan mental spiritual.
Selain dari bagian-bagian yang terungkap secara anatomis, otak memiliki
bagian-bagian metaforis yang juga langsung berpengaruh pada kehidupan.
Bagian-bagian metaforis ini adalah kesadaran, selain kesadaran
normal yang biasa kita pakai sehari-hari dalam kehidupan, bekerja,
makan, minum, berhubungan dengan orang lain maupun lingkungan, ada
bagian bawah sadar yang berhubungan dengan masalah memori
dan perekaman peristiwa.
Pada memori bawah sadar itu tersimpan rekaman
kehidupan sepanjang hidup kita, dan pada saatnya digunakan untuk
keseimbangan ataupun pemberian informasi awal. Pada beberapa orang,
memori bawah sadar ini bisa berubah menjadi obsesi yang tidak
mampu dikendalikan dan menjerumuskannya ke suatu situasi buruk.
Dan pada beberapa orang orang lain justru sebaliknya, memori bawah
sadar dimanfaatkan untuk memberi informasi awal tentang segala
sesuatu yang akan berlangsung di kehidupannya. Unsur lain dalam
kesadaran ini adalah kesadaran supra, ini adalah tipe
kesadaran tertinggi dan merupakan kesadaran di dalam intensitasnya
yang terbaik.
Membicarakan otak dan frekuensi otak adalah membicarakan
suatu kerja jaringan yang rumit. Berbagai ilmu bersumber dari bagian
organ rumit ini, dari ilmu-ilmu yang dianggap eksak, logis dan matematis
sampai kepada ilmu-ilmu yang dianggap magis, paranormal, metafisik,
parapsikologi, santet, teluh, telekinesis, psikokinesis, dan sebagainya.
Rata-rata ilmu yang dianggap non-formal tersebut memanfaatkan kekuatan
otak, frekuensi otak, dan energi diri manusia yang diolah secara
optimal dengan teknik tertentu, guna menghasilkan suatu fenomena
yang kita lihat sebagai ajaib.
Salah satu gejala yang sering kita lihat dalam pemanfaatan
otak secara lebih dari biasa, baik disengaja maupun tidak, adalah
yang tergabung dalam bidang Parapsikologi. Dalam bidang ini kita
kenal gejala-gejala keparanormalan seperti melihat sesuatu kejadian
yang belum terjadi, mengetahui sesuatu di tempat lain tanpa melakukan
perjalanan fisik, berada di dua tempat sekaligus dalam waktu yang
bersamaan, menggerakkan benda-benda tanpa menyentuh, menghasilkan
suara dan gerakan tanpa berbuat secara fisik, dan macam-macam gejala
lainnya.
Seluruh gejala yang ada di atas adalah suatu pemanfaatan
frekuensi otak yang disertai energi dalam tubuh yang telah diolah
sebelumnya sebagai pengantar frekuensi untuk menembus frekuensi
otak manusia lainnya. Pengalihan frekuensi dan gambaran lewat kekuatan
otak ini lebih dikenal sebagai suatu kerja magis ketimbang
pengenalan dari sisi ilmiah. Hal ini tidak terlepas dari pola berpikir
kita yang memang didominasi otak kiri, di mana bagian otak ini memang
punya karakter berpikir secara rasional, sequential, dan
verbal. Dalam hal ini terlihat bahwa kita menyia-nyiakan potensi
otak untuk bekerja secara maksimal. Hal-hal yang sepintas terlihat
"ajaib" oleh kita saat ini, sebenarnya suatu hal "biasa" bila kita
mengoptimalkan kemampuan otak bagian kiri maupun kanan secara bersamaan.
Begitu pula kerapuhan tubuh fisik dan minimnya energi yang kita
miliki tidak terlepas dari kerja otak yang tidak optimal itu.
Jadi sekarang lebih jelas lagi bahwa kemampuan manusia
dan kehidupan manusia, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas,
hampir secara keseluruhan ditentukan dan dipengaruhi oleh organ
yang bernama otak.
Bila otak digunakan secara tidak optimal, kehidupan
juga akan berjalan tidak optimal. Kebiasaan manusia hanya menggunakan
bagian otak kiri saja jelas merugikan kita sendiri karena tidak
mampu menampilkan kualitas dan kuantitas kehidupan secara optimal.
Kebiasaan ini bisa diubah, sistem pendidikan seharusnya
juga bisa diubah. Tetapi yang pertama kali harus berubah terlebih
dulu adalah kesadaran manusianya, dalam arti mampu dan bersedia
menyadari bahwa ada sesuatu yang kurang atau salah di dalam memahami
kehidupan dan seluruh aspeknya. Bila kita tetap pada prinsip yang
sudah ditanamkan cukup lama tentang konsep otak kiri, dan kita hanya
mau berpikir rasional tanpa mempertimbangkan hal-hal lain lagi,
kita akan tetap berhenti pada posisi semula meski dilatih dengan
beberapa latihan untuk otak kanan.
Intinya, latihan memberdaya otak kanan tidak mungkin
hanya dengan gerak, permainan, perhitungan, kuesioner, memorisasi
atau pemaksaan kehendak. Pelatihan pemberdayaan otak kanan harus
dimulai dan terus-menerus diiringi dengan pemahaman tersebut.
Cara-cara sederhana yang sudah dikenal sejak dahulu,
yang terkadang sudah menjadi bagian dari norma masyarakat, boleh
jadi merupakan cara pembelajaran atau pendidikan informal yang ditujukan
agar masyarakat tertentu pola pikirnya dominan kiri atau kanan sesuai
keperluan si pemberi pemahaman. Misalnya saja pengertian atau norma
masyarakat yang sederhana dan sangat umum, bahwa tangan kiri adalah
tangan kotor dan tangan kanan adalah tangan manis. Dogma
semacam ini diturunkan dari generasi ke generasi tanpa boleh dan
bisa dibantah. Dan orang juga tidak mau berpikir tentang alasan
pembedaan tersebut. Masyarakat kita yang sudah dibekali pola pikir
kognitif akan menurut terhadap norma tersebut tanpa menanyakan alasannya.
Padahal kita tahu bahwa baik tangan kanan maupun tangan kiri kita
sama-sama diciptakan oleh Tuhan dengan kemampuan yang sama.
Di dalam keseharian kita yang tidak atau belum pernah
hidup di negara Barat, mempunyai pola makan yang khas dan spesifik:
nasi. Karena dianggap sebagai makanan pokok, nasi menjadi urutan
pertama dengan porsi terbesar bahkan terkadang satu-satunya makanan.
Lauk-pauk, entah daging, ikan, ayam, atau sayuran dijadikan atau
dianggap sebagai unsur pendorong untuk memasukkan makanan
utama ke dalam mulut dan perut. Jadi lauk pauk di sini dianggap
hanya sebagai perasa atau faktor pembantu distribusi saja.
Nasi adalah segala-galanya bagi kita. Seolah tanpa nasi kita akan
kelaparan meskipun tetap makan makanan lain. Sering kali kita mendengar
ungkapan, "Yang penting ada nasinya. Meskipun makan steak
dan kentang plus roti, kalau belum makan nasi rasanya ya belum makan."
Karena pola utamanya adalah dominan nasi, jatah terbesar yang kita
dapat adalah karbohidrat, terkadang bahkan berlebihan. Di sisi lain
kita sangat miskin masukan protein dan zat-zat lainnya yang diperlukan
tubuh. Pakar gizi dan kuliner bergembar-gembor soal gizi, tapi tidak
pernah menjelaskan soal ini secara mudah dan bisa dimengerti oleh
kaum awam. Hasilnya gaya makan khas Indonesia ini terus berlangsung
dan merugikan kehidupan kita dari generasi ke generasi.
Dan kita selama ini memiliki kecenderungan belajar
segala sesuatu dengan cara memorisasi atau menghapal. Segala sesuatu
kita hapalkan dan kita masukkan ke dalam sistem memori di otak kita.
Tanpa sadar dengan sistem tersebut berarti kita hanya mempergunakan
kadar mental yang terbawah dan primitif. Dari waktu ke waktu sistem
tersebut yang kita pakai, dan bila ada seseorang secara kebetulan
mencoba memakai sistem lain maka segera akan mendapatkan benturan
dan halangan. Sistem memorisasi tersebut kita bangga-banggakan sebagai
sistem yang sangat berpengaruh dalam menentukan keberhasilan seseorang
di masa depan.
Yang paling parah adalah saat kita berusaha memahami
agama dan spiritual dengan konsep belajar memorisasi tadi. Lalu
atas dasar pememorisasian kita mengklaim diri kita seorang beragama,
seorang yang religius, dan sebagainya. Ternyata realitas sehari-hari
menunjukkan bahwa para manusia religius tersebut bunuh membunuh
dan saling menyebarkan kebencian. Makna agama dan spiritual menjadi
kabur, hilang, dan tidak jelas lagi. Sebabnya jelas, agama dan spiritualitas
yang merupakan jalan dan pintu untuk berkomunikasi dengan Tuhan
kita pelajari dengan kadar mental terendah, yaitu memorisasi. Doa
kita hapalkan, kitab suci kita hapalkan, dan dengan itu kita berharap
mampu mengerti Tuhan. Bukankah tindakan itu seperti halnya tindakan
khas penjajah terhadap jajahannya? Setiap penjajah wajar mengharapkan
jajahannya hanya memiliki pendidikan dengan kadar yang terendah,
karena dengan itu si terjajah akan tetap menjadi jajahan meskipun
secara hukum di atas kertas telah merdeka.
Suatu ungkapan di dalam bahasa Belanda yang tercetus
dalam masa penjajahan bisa menjadi pengakuan jujur tentang masalah
pengajaran dengan kadar mental terendah itu. Begini ungkapannya,
"een volk van koelis en een koeli onder de volken", artinya
"satu bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa",
ini ungkapan yang sangat menyakitkan dan sekaligus menjadi pernyataan
tentang tujuan si penjajah terhadap jajahannya.
Kalau kita mau dan mampu melihat, membaca tentang
nenek moyang kita dengan segala sisa kearifan yang masih kita miliki.
Sebenarnya ungkapan seperti di atas tidak perlu terjadi, kebudayaan
dan ilmu nenek moyang kita sebenarnya cukup tinggi untuk tidak membuat
kita hanya menjadi koeli. Tapi kita memang sombong tatkala
mengenal segala sesuatu yang dari luar dan mencampakkan karya nenek
moyang dan orang tua kita sendiri karena lokalan. Pendidikan
otak kiri membuat kita lebih tertarik segala sesuatu yang datang
dari luar, impor, baru, dan verbal.
Saya punya cerita tentang seorang teman, yang cukup
menarik dan bisa mewakili gaya kita melupakan orangtua kita
seperti yang saya singgung di atas. Suatu saat dalam sebuah bimbingan
dan pelatihan tentang Mengembangkan Kemampuan Otak Kanan
dalam sebuah komunitas kecil, di mana saya diminta untuk berbicara
dan membimbing, saya mengawalinya dengan cerita dari sebuah tradisi
atau kebiasaan di kalangan orang-orang tua zaman lalu yang sangat
sederhana dan mendasar yaitu, medang.
Ini adalah sebuah kata kerja yang berasal dari kata
wedang atau minuman yang hangat. Jadi medang berarti
mengerjakan sesuatu dengan wedang atau minuman hangat, yakni
meminumnya. Tapi minum di sini artinya bisa lain dibandingkan dengan
minumnya kita sehari-hari. Minum yang dilakukan orang tua zaman
dulu itu adalah mat-matan dan angler -- minum dengan
santai, menikmati betul, dan dengan segenap rasa. Minum yang
dilakukan bukanlah minum untuk menghilangkan rasa haus. Medang
adalah minum yang mempunyai arti sangat khusus. Waktunya bisa pagi
atau biasanya yang paling populer adalah sore atau petang sebelum
maghrib. Lokasinya juga sangat diperhitungkan, tempat yang dipilih
untuk melakukan ritual medang ini biasanya suatu tempat terbuka
tapi masih di dalam rumah, teras kurang lebihnya, yang menghadap
ke jalan atau kebun dan angin sore bisa bertiup secara bebas.
Posisi tubuh saat medang juga penting. Posisi
tubuh haruslah santai sesantai-santainya, tetapi tidak tiduran,
duduk di suatu kursi yang biasanya khusus untuk ritual tersebut,
kursi beriwayat yang sudah mengabdi puluhan tahun, didampingi meja
kecil yang satu setel dengan sang kursi. Pendamping lain adalah
penganan kecil, bisa gorengan singkong, ketela, atau pisang untuk
ritual medang sore; atau getuk, ciwel, jongkong untuk ritual medang
pagi. Wedang-nya sendiri juga bisa variatif, boleh kopi
tubruk yang kental atau teh nasgitel (panas, legi, kentel
- panas, manis, kental).
Lalu satelah lengkap begitu, mulailah ritual ini
dilakukan mat-matan tanpa batas waktu -- selesainya tergantung
intuisi dan mood si pelaku. Lalu apa yang dilakukan sepanjang
ritual medang itu? Ya hanya begitu, kepala manggut-manggut setengah
mengantuk sengah melamun. Kadang-kadang diselingi dengan menyeruput
wedangnya secicip dua cicip. Mengunyah sedikit pisang goreng atau
getuk, mengunyahnya mungkin 36 kali kunyahan perlahan penuh kenikmatan.
Dan prosesi medang itu bisa jadi baru selesai 1 sampai 2
jam kemudian dengan akhiran ngorok (tertidur sambil mendengkur)
atau mandi pagi yang rada kesiangan.
Saya tuturkan kisah di atas dalam acara Mengembangkan
Kemampuan Otak Kanan dengan tujuan memberikan contoh segar tentang
sebuah meditasi atau kontemplasi tradisional dan konvensional.
Meditasi dan kontemplasi ini juga bisa menjadi cara ampuh untuk
aktivasi otak kanan bila didisain sedemikian rupa dan tidak seperti
meditasi yang dilakukan para orang "sakti" di Jakarta sekarang ini.
Cerita itu memperlihatkan bahwa para mbah kita sebetulnya
juga melakukan meditasi dengan cara yang sudah dimodifikasi
sedemikian rupa sehingga klop dan nglaras. Para penikmat
ritual medang tadi sebenarnya melakukan suatu kontemplasi/perenungan
dan refleksi bahkan meditasi yang dibarengi berhenti
sejenak, istirahat dari kehidupan. Ini sangat penting, dengan
berhenti sejenak dari kehidupan kita bisa sempat melakukan reparasi
dan perbaikan-perbaikan fisik maupun psikis yang mungkin rada koklok
(rusak).
Para mbah kita sangat tahu tentang hal itu, bahwa
untuk berbicara dengan Gusti Allah tidaklah mungkin pakai
basa apalan, sesuatu yang dihapalkan. Bicara dengan Gusti
harus dengan hati dan bukan dengan otak/pikiran dan mulut
saja. Dan itu hanya bisa dilakukan lewat meditasi yang dalam, lewat
peleburan jiwa dengan sang semesta alam.
Itu juga tidak bisa dilakukan di tempat-tempat tertentu
yang sudah dilembagakan, bukan pula harus meninggalkan dunia dan
ngumpet di puncak gunung atau mblesek di dalam gua.
Di dalam bermeditasi yang harus bekerja adalah suksma dan
bukan sekedar fisik.
Ini harusnya bisa diikuti oleh kita yang beragama
apa pun, impor atau bukan tidak jadi soal lagi, yang penting pemahamannya
betul. Contoh kecil ini rupanya memicu sebuah konflik batin yang
sudah lama terpendam dan tidak menemukan jalan keluar untuk meledak.
Teman saya yang berwajah arif dengan rambut putihnya dan setiap
berdoa tampak khusyuk dan bersungguh-sungguh membaca hapalannya
itu, tiba-tiba meledak:
"Kita di sini adalah untuk mengimani agama kita,
dan bukan mau mengudal-udal budaya dan kultur kuno Jawa yang sudah
tidak relevan dengan iman kita. Ini adalah suatu penyelewengan,
saya tidak setuju saudara mengajarkan di sini bahwa kita harus meniru
teladan kakek moyang kita yang animis dan berkepercayaan terhadap
hal-hal mistis itu. Saya adalah orang Jawa asli dan tahu betul mengenai
tradisi yang tidak ada gunanya itu, saya tidak setuju dan saya minta
forum ini dikembalikan kepada keimanan kita. Saya dulunya beragama....
dan menjadi.... setelah cukup tua. Jadi saya tahu betul mengenai
keimanan saya." Omelannya masih panjang dan saya diamkan sampai
dia puas. Saya tidak mau menjawab karena tidak ada gunanya bicara
dengan seseorang yang saya ketahui kemudian, berpindah agama, karena
alasan perkawinan dan kemudian menjadi membabi buta dengan agama
barunya khusus untuk membenarkan alasannya berganti frekuensi
itu.
Yang seperti ini sangat banyak terjadi di sekeliling
kita. Agama seperti sebuah baju atau bahkan piyama, tergantung kecocokan
dan situasi lalu bisa saja digonta-ganti demi kedudukan, posisi,
perkawinan, keselamatan, dan popularitas. Dan ketika saudara saya
yang naik pitam karena merasa diudal-udal (diaduk-aduk) tadi
berkata bahwa dia orang Jawa asli, terus terang saya meragukan.
Bukan meragukan silsilahnya, tapi justru meragukan keotentikan
ucapannya. Apakah ungkapannya itu betul keluar dari hatinya atau
sekedar luapan sakit hati dan konflik yang sekian tahun memang tidak
bisa meledak? Semoga teman saya itu membaca dan mampu meredam konflik
batinnya secara bijak, minta ampun sama kakek moyangnya supaya nggak
kualat.
Begitulah kekhasan otak kiri dan yang memahami agama
dengan konsep memorisasi serta memakai kadar mental terendah. Apakah
ini juga bukan produk yang ditujukan supaya kita bisa dijajah?
<< Mengubah
Pikiran - Mengembangkan Kemampuan Otak Kanan || Tidak
Ada Mi Instant >>
|