Bab 2
Memahami Otak dan Pemancar Pikiran

Seperti sebuah pesawat radio, otak merupakan pesawat penerima dengan multi frekuensi yang ditempatkan di bagian kiri dan kanan belahan cerebral hemisphere. Tiap-tiap belahan cerebral hemisphere kanan maupun kiri ini memiliki frekuensi tersendiri, keduanya mampu menangkap siaran alam semesta dengan spesifikasinya yang khas. Kita sebagai pesawat radio sebaliknya harus pandai-pandai menyelaraskan frekuensi kita setiap saat dengan jenis siaran yang sesuai untuk mengisi kehidupan kita. Pusat siaran alam semesta memberikan seluruh siarannya secara bebas. Kita diberi kebebasan untuk mendengarkan siaran apa saja, dari mulai musik pop sampai dangdut, dari siaran berita sampai iklan, dari sinetron yang melankolis sampai film-film Hollywood yang penuh adegan berdarah. Semuanya telah disediakan untuk melengkapi seluruh aspek kehidupan kita. Itulah arus informasi alam semesta yang diberikan kepada kita. Bila kita hanya menyerap sebagian, sepotong demi sepotong, sequential, dan tidak mendengarkan seluruh siaran yang ada, akhirnya kita hanya memiliki sebagian saja dari seluruh pengetahuan tentang kehidupan ini.

Hal itu akan melemahkan kita, kita tidak mampu bereaksi terhadap bentuk-bentuk lain intervensi lingkungan karena memang kita tidak memiliki informasinya secara lengkap.

Dengan mengakses seluruh frekuensi yang disediakan dan menyelaraskan diri kita dengan frekuensi yang ada di alam semesta secara optimal, kita akan mendapatkan seluruh informasi secara lengkap. Dengan modal itu kita dimampukan untuk menjadi pemancar yang juga lengkap dan berkualitas bagi lingkungan kita.

Secara biologis otak terbagi dalam tiga bagian besar yang terdiri dari bagian otak kiri, bagian otak kanan, dan bagian otak kecil atau otak bawah sadar. Masing-masing bagian ini memiliki karakteristik dan tugas yang spesifik.

Pada otak terdapat 30 milyar sel yang membentuk tiga bagian di atas. Setiap bagian sel ini juga membentuk jaringan kerjasama rumit melalui bagian-bagian kecil lainnya yang disebut neuron. Dan secara keseluruhan jaringan kerjasama sel dan neuron ini tidak pernah berhenti bekerja seumur hidup manusia. Ini adalah suatu jaringan kerja canggih yang berlangsung terus-menerus sepanjang hidup dan tidak mungkin ditandingi oleh teknologi apa pun yang pernah diciptakan manusia.

Otak bagian kiri atau left cerebral hemisphere, merupakan bagian otak yang bertugas berpikir secara kognitif atau rasional. Bagian ini memiliki karakteristik khas yang bersifat logis, matematis, analitis, realistis, vertikal, kuantitatif, intelektual, obyektif, dan mengontrol sistem motorik bagian tubuh kanan.

Sebaliknya bagian otak kanan atau right cerebral hemisphere, adalah bagian otak yang berpikir secara afektif dan relasional, memiliki karakter kualitatif, impulsif, spiritual, holistik, emosional, artistik, kreatif, subyektif, simbolis, imajinatif, simultan, intuitif, dan mengontrol gerak motorik bagian tubuh sebelah kiri.

Lalu di bagian agak ke bawah, terdapat otak kecil atau otak bawah sadar yang bertugas sebagai mesin perekam seluruh kejadian yang berlangsung di kehidupan kita. Otak kecil yang bernama cerebellum ini sering kali mengagetkan kita dengan memberikan informasi secara tiba-tiba mengenai sesuatu yang tidak kita sadari sebelumnya, padahal sudah terekam di dalam bagian bawah sadar kita. Otak bawah sadar ini juga sering kali merekam sesuatu hal yang tidak kita sadari sebagai sebuah masalah dan kemudian dari waktu ke waktu mengingatkan kita kepada hal tersebut sebagai sebuah obsesi. Dari sisi baiknya, bagian otak ini juga akan merekam ilmu pengetahuan yang kita terima tanpa sadar dan berarti tidak terekam di bagian otak rasional kita, kemudian memberi kita kemampuan yang terkadang agak mengejutkan karena kehebatannya dalam menanggulangi masalah hal-hal mendadak. Misalkan saja kekuatan dan kecepatan yang ekstra dan muncul secara tiba-tiba pada saat kita terancam oleh sebuah mobil yang akan menabrak. Pada saat kritis tersebut tiba-tiba seperti ada tenaga dahsyat yang menarik kita menghindar atau meloncat, yang pada saat normal pasti tidak mungkin kita lakukan.

Demikianlah otak menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan dan bahkan menentukan status mati atau hidupnya seseorang. Seseorang yang hancur tubuhnya dan sekarat, koma, belum akan dinyatakan mati secara klinis bila dalam pendataan electroencephalograph ternyata otaknya masih berfungsi. Bila otaknya sudah tidak lagi menampilkan getaran frekuensi pada beberapa waktu tertentu, yang berarti frekuensi otak dan pikirannya sudah berada di titik 0 dan hanya menampilkan garis datar saja di layar alat EEG, saat itulah seseorang dinyatakan mati secara klinis.

Otak adalah organ yang sangat dahsyat dalam kehidupan. Kehadiran otak sebagai organ vital di tubuh manusia merupakan anugerah besar yang tidak mungkin ditandingi oleh apa pun buatan manusia. Meskipun manusia dari waktu ke waktu berusaha sepenuh tenaga untuk menyaingi teknologi otak dan kecanggihannya, sampai detik ini keberhasilannya mungkin belum sampai 1% dari seluruh kecanggihan yang dimiliki otak.

Kehebatan otak sendiri sebagian besar juga masih misterius dan belum ditemukan seluruhnya oleh penelitian. Sementara penelitian mendapatkan hasil analisa yang menyatakan bahwa manusia selama kehidupannya mungkin hanya memanfaatkan paling banyak 10% dari total kemampuan otak yang didukung 30 milyar sel dan neuron itu.

Dalam mengurusi kecerdasan dan pendidikan, banyak orang yang bersikap seolah mengetahui sedalam-dalamnya tentang otak, padahal yang dilakukan hanyalah memanipulasi ketidaktahuan orang terhadap organ vital yang sulit dimengerti ini.

Beberapa metode menyatakan mengetahui tentang peningkatan kemampuan otak pada kecerdasan emosional. Padahal yang dilakukan dengan metode tersebut tetap saja merupakan unsur pembelajaran kognitif yang dimodifikasi dan tetap berkonsep matematis. Metode lainnya juga berbicara tentang masalah otak kanan, tapi pembicaraannya hanya di sekitar masalah karakteristik dan tidak pernah beranjak ke arah suatu pelatihan atau pemahaman yang mampu menggerakkan atau mengaktifkan bagian otak kanan tersebut.

Sebagai sebuah bagian otak yang dikatakan seperti sebuah pesawat radio atau bahkan pemancar, sudah dikatakan bahwa otak memiliki frekuensi atau gelombang/brain-waves. Ini adalah suatu gelombang dalam hitungan hertzt per-cycle yang bekerja di antara angka hertzt per-cycle sampai sekitar 25 dan 30 hertzt per-cycle dalam kondisi yang masih dikategorikan normal. Manusia tidak akan sanggup bertahan bila frekuensi otaknya bergerak di atas 35 hertzt per-cycle atau 35 putaran per detik.

Bila manusia ingin memahami otaknya dan kemudian lebih lanjut mengoptimalkan kemampuan otaknya, dia harus berangkat dari pemahaman tentang frekuensi otak ini. Frekuensi adalah sesuatu yang sangat mendasar dalam pembicaraan mengenai otak. Otak juga tidak mungkin begitu saja dipotong atau diperbaiki sebagaimana halnya sebuah jari yang putus. Di dalam otak terdapat milyaran sel dan neuron yang bergabung secara rumit dan kemudian keseluruhannya dihubungkan lewat batang otak ke bagian tulang punggung manusia untuk memberi komando kehidupan dari saat ke saat.

Kerja pikiran adalah suatu kerja rumit yang membutuhkan energi pendukung untuk memancarkan maupun menangkap gelombang informasi. Tetapi ada bagian-bagian otak dengan karakter tertentu yang bersifat musikal dan akustik. Pemberdayaan bagian otak tertentu bisa dengan mudah melalui pengenalan terhadap karakter dan sifat-sifat otak ini. Hal yang sangat menguntungkan setelah kita mengetahui karakter dan sifat-sifat otak adalah bahwa kita bisa memanfaatkan beberapa metode yang sepintas tidak berhubungan tetapi ternyata mempunyai manfaat bagi perkembangan pemikiran dan pemahaman tentang otak. Misalkan saja sebuah afirmasi, sebuah kalimat yang yang berisi penegasan tentang sesuatu. Afirmasi yang dibuat sedemikian rupa akan berfungsi sebagai mantra penyembuh hanya karena dia memiliki vibrasi tertentu yang menggetarkan dan mempengaruhi sel otak dan syaraf yang berhubungan dengan bagian tubuh yang sakit. Ini juga terjadi dalam beberapa mantra yang dipakai pada ritual agama-agama tertentu. Yang penting di dalam mantra tersebut bukanlah artinya, tetapi justru getaran suara dari vokal yang disuarakan saat membaca mantra. Getaran suara huruf tertentu akan masuk ke dalam syaraf melalui sistem pendengaran dan menggerakkan beberapa syaraf untuk menstimuli syaraf lainnya, dan kemudian menghasilkan sesuatu yang memang dikehendaki si pembaca mantra.

Cara kerja otak yang sedemikian rumit pada akhirnya justru bisa dipelajari dengan cara-cara sederhana dan mudah dilakukan. Ini tidak disadari oleh para ilmuwan yang cenderung melihat dari sisi rasional dan matematis saja, sehingga mereka tidak mendapatkan metode untuk pelatihan-pelatihan yang bersifat memberdaya bagian otak tertentu.

Hal lain yang berhubungan dengan otak dan frekuensi adalah posisi tubuh atau posturing. Di dalam senam, posisi dan gerakan tubuh semata-mata ditujukan untuk membangun otot dan melatihnya menjadi liat dan keras. Agar otot keras dan liat (membentuk tubuh) yang dilakukan adalah gerakan berulang yang bertujuan melatih dan membuat otot di bagian tersebut liat serta kuat.

Tapi ternyata gerakan tubuh pada postur tertentu yang dipertahankan sedemikian rupa tanpa digerak-gerakkan berulang seperti senam, karena posisinya yang unik, mampu menstimuli beberapa syaraf di otak yang berhubungan dengan karakter tertentu lainnya. Karakter ini secara tidak langsung akan berhubungan dengan frekuensi otak dan kemudian karena adanya stimuli, otak akan memancarkan atau menyerap frekuensi persis seperti dikehendaki oleh rangsangan postur tersebut.

Jadi dalam hal ini, postur tubuh juga dapat digunakan untuk mempengaruhi kerja otak dan mengubah gelombang frekuensi otak dan pikiran yang dibutuhkan untuk pemberdayaan diri.

Hal ini sebenarnya telah dilakukan orang zaman dahulu untuk mendapatkan pencerahan. Di Indonesia maupun di dunia lainnya, orang melakukan suatu teknik berdiam diri dengan posisi bermacam-macam dengan tujuan untuk menghasilkan stimuli tertentu pada tubuh, teristimewa di bagian organ otak. Teknik-teknik itu berkembang dari waktu ke waktu yang sebetulnya dimulai sejak 3000 tahun S.M., dan bersumber dari dunia Timur yang saat itu memang sudah mengenal peradaban lebih dahulu dibanding belahan bumi di bagian barat yang primitif. Beberapa dari pelaku teknik pengembangan diri tersebut kini dikenal sebagai guru dan master dalam ilmu yang kemudian di zaman modern dikenal sebagai Yoga, Rei Ki, Qi Gong, Xing Chi, Tai Chi, Prana, dan lain-lainnya.

Sementara pada masa sekarang, dunia Barat banyak sekali mengadaptasi ilmu-ilmu dan teknik kuno tentang otak yang dimanfaatkan untuk pengetahuan modern, kita di Timur yang menjadi asal usul teknik dan ilmu-ilmu tersebut justru terperangkap kepada persepsi salah tentang hal tersebut. Kita lebih banyak menganggap bahwa ilmu yang tidak berdasar kepada sesuatu yang nyata (kasat mata) adalah bukan ilmu pengetahuan dan tidak layak untuk diperdebatkan apalagi dipelajari dan dipakai di dalam kehidupan modern.

Memikirkan masalah frekuensi otak dan gelombang pikiran dianggap sebagai sesuatu yang sia-sia. Frekuensi dan gelombang pikiran tidak bisa dilihat, diraba apalagi dihitung secara matematis. Jadi ini bukanlah ilmu pengetahuan yang layak untuk dipelajari dan dianggap berguna untuk masa depan kita. Kita merasa tidak perlu memahami cara kerja otak, pikiran, dan bagaimana membuatnya menjadi optimal. Kita malas untuk belajar memahami kerja otak karena hal itu akan memperlihatkan bagaimana diri kita sebenarnya. Frekuensi otak dan gelombang pikiran memancarkan kita apa adanya sesuai dengan pola perbuatan-perbuatan yang pernah kita lakukan. Kecenderungan kita adalah selalu menyembunyikan apa-apa yang pernah kita lakukan apabila itu membutuhkan tanggung jawab yang kurang enak bagi kita. Jadi memahami dan mempelajari pikiran serta otak sama saja membuka aib diri sendiri.

Salah satu cara memahami frekuensi otak adalah dengan cara merasakan dan mengatur jalannya napas. Napas sebagai sumber masukan energi utama yang memungkinkan manusia melangsungkan kehidupan, pasti akan behubungan secara langsung dengan bagian otak yang membutuhkan oksigen dari waktu ke waktu. Kita sering kali tidak menyadari bahwa napas adalah hal utama dalam hidup ini. Kehidupan bisa berlangsung antara lain karena adanya napas yang masuk dan keluar terus menerus. Bila napas hanya masuk terus tanpa dikeluarkan, kehidupan akan berhenti. Begitu pula bila sebaliknya napas hanya dikeluarkan terus menerus maka kehidupan juga akan mogok. Napas yang ditarik akan membawa oksigen dan komponen lain di dalam udara yang berfungsi sebagai energi dan pembangkit kehidupan, setelah itu napas yang keluar akan membawa racun dan komponen lainnya yang tidak diperlukan untuk dibuang keluar agar kehidupan dapat berlangsung tanpa terganggu.

Otak tidak mungkin bekerja tanpa oksigen yang dibawa oleh darah ke dalam sistemnya. Udara dan oksigen adalah bahan bakar otak untuk terus berdenyut dan memancarkan frekuensi. Bila suatu saat kita berada di tempat yang tingkat polusinya tinggi dan kita sulit bernapas, yang pertama kita rasakan adalah suatu tingkat pikiran yang menekan. Otak kekurangan oksigen dan energi, karena udara yang kita sedot penuh polutan. Bila kejadian ini tidak mampu kita hindari, kerja otak akan melambat dan melemah. Ini akan mempengaruhi seluruh gerakan motorik tubuh. Kemampuan motorik, mengangkat tangan, kaki bahkan membuka mata akan berkurang dan menurun drastis. Dalam kondisi yang ekstrem, seluruh fungsi motorik akan lumpuh dan tidak berfungsi. Ini juga akan disusul sistem berpikir yang macet dan lumpuh secara total.

Peniadaan masukan oksigen secara mendadak dan total akan menampilkan akibat yang lebih fatal dibanding dengan pencampuran oksigen dengan polutan. Bila secara mendadak jalan napas ditutup dan fungsi penyedotan napas dihambat, yang langsung terjadi adalah tingkat tekanan berwujud kepanikan pada pola pikiran. Pola pikiran kita akan berontak dan berusaha mengenyahkan si penutup jalan masuk oksigen tadi. Bila ini tidak berhasil, seluruh kekuatan fisik yang ada akan dikerahkan dan fungsi kesadaran akan hilang tertutup oleh kepanikan dan tekanan yang mendadak itu.

Sepintar-pintarnya otak, bila masukan oksigen dihambat secara tiba-tiba dan otak hanya memiliki kemampuan berpikir secara vertikal, dia akan menyerah dan tidak mampu berusaha mengenyahkan si penghambat pasokan oksigen itu.

Dari pengalaman itu, kita mengetahui bahwa oksigen dan fungsi pernapasan sangat penting bagi kelangsungan kerja otak. Dengan memahami hal ini, kita bisa mengatur sedemikian rupa sehingga pengaturan napas atau pemasukan oksigen dengan ritme tertentu bisa mempengaruhi otak serta menuntun otak belajar tentang sesuatu.

Ritme napas ini juga telah dimanfaatkan ribuan tahun yang lalu oleh para Yogi untuk mendapatkan keseimbangan kehidupan mental dan spiritual.

Dalam teknik pemberdayaan diri untuk penyeimbangan otak ini, ritme napas juga menjadi salah satu metode yang diadaptasi untuk kepentingan tersebut. Fungsi anatomis bagian-bagian otak yang sudah diteliti sejak dahulu menunjukkan bahwa sebetulnya otak merupakan suatu organ multifungsi dan multi-dimensional yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan seseorang. Fungsi anatomis otak seseorang juga sangat berpengaruh secara fisik, kesehatan, perilaku, hubungan, sikap, cara berpikir, keberhasilan, dan mental spiritual. Selain dari bagian-bagian yang terungkap secara anatomis, otak memiliki bagian-bagian metaforis yang juga langsung berpengaruh pada kehidupan. Bagian-bagian metaforis ini adalah kesadaran, selain kesadaran normal yang biasa kita pakai sehari-hari dalam kehidupan, bekerja, makan, minum, berhubungan dengan orang lain maupun lingkungan, ada bagian bawah sadar yang berhubungan dengan masalah memori dan perekaman peristiwa.

Pada memori bawah sadar itu tersimpan rekaman kehidupan sepanjang hidup kita, dan pada saatnya digunakan untuk keseimbangan ataupun pemberian informasi awal. Pada beberapa orang, memori bawah sadar ini bisa berubah menjadi obsesi yang tidak mampu dikendalikan dan menjerumuskannya ke suatu situasi buruk. Dan pada beberapa orang orang lain justru sebaliknya, memori bawah sadar dimanfaatkan untuk memberi informasi awal tentang segala sesuatu yang akan berlangsung di kehidupannya. Unsur lain dalam kesadaran ini adalah kesadaran supra, ini adalah tipe kesadaran tertinggi dan merupakan kesadaran di dalam intensitasnya yang terbaik.

Membicarakan otak dan frekuensi otak adalah membicarakan suatu kerja jaringan yang rumit. Berbagai ilmu bersumber dari bagian organ rumit ini, dari ilmu-ilmu yang dianggap eksak, logis dan matematis sampai kepada ilmu-ilmu yang dianggap magis, paranormal, metafisik, parapsikologi, santet, teluh, telekinesis, psikokinesis, dan sebagainya. Rata-rata ilmu yang dianggap non-formal tersebut memanfaatkan kekuatan otak, frekuensi otak, dan energi diri manusia yang diolah secara optimal dengan teknik tertentu, guna menghasilkan suatu fenomena yang kita lihat sebagai ajaib.

Salah satu gejala yang sering kita lihat dalam pemanfaatan otak secara lebih dari biasa, baik disengaja maupun tidak, adalah yang tergabung dalam bidang Parapsikologi. Dalam bidang ini kita kenal gejala-gejala keparanormalan seperti melihat sesuatu kejadian yang belum terjadi, mengetahui sesuatu di tempat lain tanpa melakukan perjalanan fisik, berada di dua tempat sekaligus dalam waktu yang bersamaan, menggerakkan benda-benda tanpa menyentuh, menghasilkan suara dan gerakan tanpa berbuat secara fisik, dan macam-macam gejala lainnya.

Seluruh gejala yang ada di atas adalah suatu pemanfaatan frekuensi otak yang disertai energi dalam tubuh yang telah diolah sebelumnya sebagai pengantar frekuensi untuk menembus frekuensi otak manusia lainnya. Pengalihan frekuensi dan gambaran lewat kekuatan otak ini lebih dikenal sebagai suatu kerja magis ketimbang pengenalan dari sisi ilmiah. Hal ini tidak terlepas dari pola berpikir kita yang memang didominasi otak kiri, di mana bagian otak ini memang punya karakter berpikir secara rasional, sequential, dan verbal. Dalam hal ini terlihat bahwa kita menyia-nyiakan potensi otak untuk bekerja secara maksimal. Hal-hal yang sepintas terlihat "ajaib" oleh kita saat ini, sebenarnya suatu hal "biasa" bila kita mengoptimalkan kemampuan otak bagian kiri maupun kanan secara bersamaan. Begitu pula kerapuhan tubuh fisik dan minimnya energi yang kita miliki tidak terlepas dari kerja otak yang tidak optimal itu.

Jadi sekarang lebih jelas lagi bahwa kemampuan manusia dan kehidupan manusia, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, hampir secara keseluruhan ditentukan dan dipengaruhi oleh organ yang bernama otak.

Bila otak digunakan secara tidak optimal, kehidupan juga akan berjalan tidak optimal. Kebiasaan manusia hanya menggunakan bagian otak kiri saja jelas merugikan kita sendiri karena tidak mampu menampilkan kualitas dan kuantitas kehidupan secara optimal.

Kebiasaan ini bisa diubah, sistem pendidikan seharusnya juga bisa diubah. Tetapi yang pertama kali harus berubah terlebih dulu adalah kesadaran manusianya, dalam arti mampu dan bersedia menyadari bahwa ada sesuatu yang kurang atau salah di dalam memahami kehidupan dan seluruh aspeknya. Bila kita tetap pada prinsip yang sudah ditanamkan cukup lama tentang konsep otak kiri, dan kita hanya mau berpikir rasional tanpa mempertimbangkan hal-hal lain lagi, kita akan tetap berhenti pada posisi semula meski dilatih dengan beberapa latihan untuk otak kanan.

Intinya, latihan memberdaya otak kanan tidak mungkin hanya dengan gerak, permainan, perhitungan, kuesioner, memorisasi atau pemaksaan kehendak. Pelatihan pemberdayaan otak kanan harus dimulai dan terus-menerus diiringi dengan pemahaman tersebut.

Cara-cara sederhana yang sudah dikenal sejak dahulu, yang terkadang sudah menjadi bagian dari norma masyarakat, boleh jadi merupakan cara pembelajaran atau pendidikan informal yang ditujukan agar masyarakat tertentu pola pikirnya dominan kiri atau kanan sesuai keperluan si pemberi pemahaman. Misalnya saja pengertian atau norma masyarakat yang sederhana dan sangat umum, bahwa tangan kiri adalah tangan kotor dan tangan kanan adalah tangan manis. Dogma semacam ini diturunkan dari generasi ke generasi tanpa boleh dan bisa dibantah. Dan orang juga tidak mau berpikir tentang alasan pembedaan tersebut. Masyarakat kita yang sudah dibekali pola pikir kognitif akan menurut terhadap norma tersebut tanpa menanyakan alasannya. Padahal kita tahu bahwa baik tangan kanan maupun tangan kiri kita sama-sama diciptakan oleh Tuhan dengan kemampuan yang sama.

Di dalam keseharian kita yang tidak atau belum pernah hidup di negara Barat, mempunyai pola makan yang khas dan spesifik: nasi. Karena dianggap sebagai makanan pokok, nasi menjadi urutan pertama dengan porsi terbesar bahkan terkadang satu-satunya makanan. Lauk-pauk, entah daging, ikan, ayam, atau sayuran dijadikan atau dianggap sebagai unsur pendorong untuk memasukkan makanan utama ke dalam mulut dan perut. Jadi lauk pauk di sini dianggap hanya sebagai perasa atau faktor pembantu distribusi saja. Nasi adalah segala-galanya bagi kita. Seolah tanpa nasi kita akan kelaparan meskipun tetap makan makanan lain. Sering kali kita mendengar ungkapan, "Yang penting ada nasinya. Meskipun makan steak dan kentang plus roti, kalau belum makan nasi rasanya ya belum makan." Karena pola utamanya adalah dominan nasi, jatah terbesar yang kita dapat adalah karbohidrat, terkadang bahkan berlebihan. Di sisi lain kita sangat miskin masukan protein dan zat-zat lainnya yang diperlukan tubuh. Pakar gizi dan kuliner bergembar-gembor soal gizi, tapi tidak pernah menjelaskan soal ini secara mudah dan bisa dimengerti oleh kaum awam. Hasilnya gaya makan khas Indonesia ini terus berlangsung dan merugikan kehidupan kita dari generasi ke generasi.

Dan kita selama ini memiliki kecenderungan belajar segala sesuatu dengan cara memorisasi atau menghapal. Segala sesuatu kita hapalkan dan kita masukkan ke dalam sistem memori di otak kita. Tanpa sadar dengan sistem tersebut berarti kita hanya mempergunakan kadar mental yang terbawah dan primitif. Dari waktu ke waktu sistem tersebut yang kita pakai, dan bila ada seseorang secara kebetulan mencoba memakai sistem lain maka segera akan mendapatkan benturan dan halangan. Sistem memorisasi tersebut kita bangga-banggakan sebagai sistem yang sangat berpengaruh dalam menentukan keberhasilan seseorang di masa depan.

Yang paling parah adalah saat kita berusaha memahami agama dan spiritual dengan konsep belajar memorisasi tadi. Lalu atas dasar pememorisasian kita mengklaim diri kita seorang beragama, seorang yang religius, dan sebagainya. Ternyata realitas sehari-hari menunjukkan bahwa para manusia religius tersebut bunuh membunuh dan saling menyebarkan kebencian. Makna agama dan spiritual menjadi kabur, hilang, dan tidak jelas lagi. Sebabnya jelas, agama dan spiritualitas yang merupakan jalan dan pintu untuk berkomunikasi dengan Tuhan kita pelajari dengan kadar mental terendah, yaitu memorisasi. Doa kita hapalkan, kitab suci kita hapalkan, dan dengan itu kita berharap mampu mengerti Tuhan. Bukankah tindakan itu seperti halnya tindakan khas penjajah terhadap jajahannya? Setiap penjajah wajar mengharapkan jajahannya hanya memiliki pendidikan dengan kadar yang terendah, karena dengan itu si terjajah akan tetap menjadi jajahan meskipun secara hukum di atas kertas telah merdeka.

Suatu ungkapan di dalam bahasa Belanda yang tercetus dalam masa penjajahan bisa menjadi pengakuan jujur tentang masalah pengajaran dengan kadar mental terendah itu. Begini ungkapannya, "een volk van koelis en een koeli onder de volken", artinya "satu bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa", ini ungkapan yang sangat menyakitkan dan sekaligus menjadi pernyataan tentang tujuan si penjajah terhadap jajahannya.

Kalau kita mau dan mampu melihat, membaca tentang nenek moyang kita dengan segala sisa kearifan yang masih kita miliki. Sebenarnya ungkapan seperti di atas tidak perlu terjadi, kebudayaan dan ilmu nenek moyang kita sebenarnya cukup tinggi untuk tidak membuat kita hanya menjadi koeli. Tapi kita memang sombong tatkala mengenal segala sesuatu yang dari luar dan mencampakkan karya nenek moyang dan orang tua kita sendiri karena lokalan. Pendidikan otak kiri membuat kita lebih tertarik segala sesuatu yang datang dari luar, impor, baru, dan verbal.

Saya punya cerita tentang seorang teman, yang cukup menarik dan bisa mewakili gaya kita melupakan orangtua kita seperti yang saya singgung di atas. Suatu saat dalam sebuah bimbingan dan pelatihan tentang Mengembangkan Kemampuan Otak Kanan dalam sebuah komunitas kecil, di mana saya diminta untuk berbicara dan membimbing, saya mengawalinya dengan cerita dari sebuah tradisi atau kebiasaan di kalangan orang-orang tua zaman lalu yang sangat sederhana dan mendasar yaitu, medang.

Ini adalah sebuah kata kerja yang berasal dari kata wedang atau minuman yang hangat. Jadi medang berarti mengerjakan sesuatu dengan wedang atau minuman hangat, yakni meminumnya. Tapi minum di sini artinya bisa lain dibandingkan dengan minumnya kita sehari-hari. Minum yang dilakukan orang tua zaman dulu itu adalah mat-matan dan angler -- minum dengan santai, menikmati betul, dan dengan segenap rasa. Minum yang dilakukan bukanlah minum untuk menghilangkan rasa haus. Medang adalah minum yang mempunyai arti sangat khusus. Waktunya bisa pagi atau biasanya yang paling populer adalah sore atau petang sebelum maghrib. Lokasinya juga sangat diperhitungkan, tempat yang dipilih untuk melakukan ritual medang ini biasanya suatu tempat terbuka tapi masih di dalam rumah, teras kurang lebihnya, yang menghadap ke jalan atau kebun dan angin sore bisa bertiup secara bebas.

Posisi tubuh saat medang juga penting. Posisi tubuh haruslah santai sesantai-santainya, tetapi tidak tiduran, duduk di suatu kursi yang biasanya khusus untuk ritual tersebut, kursi beriwayat yang sudah mengabdi puluhan tahun, didampingi meja kecil yang satu setel dengan sang kursi. Pendamping lain adalah penganan kecil, bisa gorengan singkong, ketela, atau pisang untuk ritual medang sore; atau getuk, ciwel, jongkong untuk ritual medang pagi. Wedang-nya sendiri juga bisa variatif, boleh kopi tubruk yang kental atau teh nasgitel (panas, legi, kentel - panas, manis, kental).

Lalu satelah lengkap begitu, mulailah ritual ini dilakukan mat-matan tanpa batas waktu -- selesainya tergantung intuisi dan mood si pelaku. Lalu apa yang dilakukan sepanjang ritual medang itu? Ya hanya begitu, kepala manggut-manggut setengah mengantuk sengah melamun. Kadang-kadang diselingi dengan menyeruput wedangnya secicip dua cicip. Mengunyah sedikit pisang goreng atau getuk, mengunyahnya mungkin 36 kali kunyahan perlahan penuh kenikmatan. Dan prosesi medang itu bisa jadi baru selesai 1 sampai 2 jam kemudian dengan akhiran ngorok (tertidur sambil mendengkur) atau mandi pagi yang rada kesiangan.

Saya tuturkan kisah di atas dalam acara Mengembangkan Kemampuan Otak Kanan dengan tujuan memberikan contoh segar tentang sebuah meditasi atau kontemplasi tradisional dan konvensional. Meditasi dan kontemplasi ini juga bisa menjadi cara ampuh untuk aktivasi otak kanan bila didisain sedemikian rupa dan tidak seperti meditasi yang dilakukan para orang "sakti" di Jakarta sekarang ini.

Cerita itu memperlihatkan bahwa para mbah kita sebetulnya juga melakukan meditasi dengan cara yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga klop dan nglaras. Para penikmat ritual medang tadi sebenarnya melakukan suatu kontemplasi/perenungan dan refleksi bahkan meditasi yang dibarengi berhenti sejenak, istirahat dari kehidupan. Ini sangat penting, dengan berhenti sejenak dari kehidupan kita bisa sempat melakukan reparasi dan perbaikan-perbaikan fisik maupun psikis yang mungkin rada koklok (rusak).

Para mbah kita sangat tahu tentang hal itu, bahwa untuk berbicara dengan Gusti Allah tidaklah mungkin pakai basa apalan, sesuatu yang dihapalkan. Bicara dengan Gusti harus dengan hati dan bukan dengan otak/pikiran dan mulut saja. Dan itu hanya bisa dilakukan lewat meditasi yang dalam, lewat peleburan jiwa dengan sang semesta alam.

Itu juga tidak bisa dilakukan di tempat-tempat tertentu yang sudah dilembagakan, bukan pula harus meninggalkan dunia dan ngumpet di puncak gunung atau mblesek di dalam gua. Di dalam bermeditasi yang harus bekerja adalah suksma dan bukan sekedar fisik.

Ini harusnya bisa diikuti oleh kita yang beragama apa pun, impor atau bukan tidak jadi soal lagi, yang penting pemahamannya betul. Contoh kecil ini rupanya memicu sebuah konflik batin yang sudah lama terpendam dan tidak menemukan jalan keluar untuk meledak. Teman saya yang berwajah arif dengan rambut putihnya dan setiap berdoa tampak khusyuk dan bersungguh-sungguh membaca hapalannya itu, tiba-tiba meledak:

"Kita di sini adalah untuk mengimani agama kita, dan bukan mau mengudal-udal budaya dan kultur kuno Jawa yang sudah tidak relevan dengan iman kita. Ini adalah suatu penyelewengan, saya tidak setuju saudara mengajarkan di sini bahwa kita harus meniru teladan kakek moyang kita yang animis dan berkepercayaan terhadap hal-hal mistis itu. Saya adalah orang Jawa asli dan tahu betul mengenai tradisi yang tidak ada gunanya itu, saya tidak setuju dan saya minta forum ini dikembalikan kepada keimanan kita. Saya dulunya beragama.... dan menjadi.... setelah cukup tua. Jadi saya tahu betul mengenai keimanan saya." Omelannya masih panjang dan saya diamkan sampai dia puas. Saya tidak mau menjawab karena tidak ada gunanya bicara dengan seseorang yang saya ketahui kemudian, berpindah agama, karena alasan perkawinan dan kemudian menjadi membabi buta dengan agama barunya khusus untuk membenarkan alasannya berganti frekuensi itu.

Yang seperti ini sangat banyak terjadi di sekeliling kita. Agama seperti sebuah baju atau bahkan piyama, tergantung kecocokan dan situasi lalu bisa saja digonta-ganti demi kedudukan, posisi, perkawinan, keselamatan, dan popularitas. Dan ketika saudara saya yang naik pitam karena merasa diudal-udal (diaduk-aduk) tadi berkata bahwa dia orang Jawa asli, terus terang saya meragukan. Bukan meragukan silsilahnya, tapi justru meragukan keotentikan ucapannya. Apakah ungkapannya itu betul keluar dari hatinya atau sekedar luapan sakit hati dan konflik yang sekian tahun memang tidak bisa meledak? Semoga teman saya itu membaca dan mampu meredam konflik batinnya secara bijak, minta ampun sama kakek moyangnya supaya nggak kualat.

Begitulah kekhasan otak kiri dan yang memahami agama dengan konsep memorisasi serta memakai kadar mental terendah. Apakah ini juga bukan produk yang ditujukan supaya kita bisa dijajah?

<< Mengubah Pikiran - Mengembangkan Kemampuan Otak Kanan || Tidak Ada Mi Instant >>

 
Pertanyaan atau pernyataan dapat disampaikan melalui e-mail.
Kritik tanpa solusi sangat tidak diharapkan karena hanya akan menambah masalah saja.
Dimohon maklum dan maafnya apabila terdapat sesuatu yang tidak berkenan.
Di mana ada kemauan, di situ ada jalan.