. Musik Kami
Musik GSS adalah musik paduan suara. Tapi banyak yang bilang
GSS beda dengan paduan suara lainnya. Penonton kami mengatakan bahwa penampilan GSS selalu terkesan akrab dan tak berjarak dengan penonton. Penampilan GSS ekspresif, menghanyutkan perasaan penontonDi sisi lain, banyak penonton maupun pakar yang menganalisa bahwa materi suara
anak-anak GSS masih belum berkembang dibandingkan paduan suara lainnya. Cara bernyanyinya masih 'polos'. "Suaranya biasa-biasa saja", begitu penilaian yang sering kami dengar.Dengan dua fakta yang saling bertolak belakang itu, mengapa GSS bisa mencapai hasil seperti sekarang? Mungkin ada
dua faktor utama yang bisa dijadikan jawaban.Pertama
, pendekatan para penyanyi 'amatir' kami dalam bermusik, yang penuh diwarnai dengan rasa kekeluargaan dan kejujuran. Hubungan antar anggota yang akrab (hampir seperti saudara sendiri) membuat kami bernyanyi dengan perasaan dekat satu sama lain. Tercipta satu kesatuan rasa yang merupakan jiwa utama penampilan paduan suara GSS. Kejujuran GSS tampak dalam pilihan repertoir yang akan dinyanyikan, serta cara menyanyikannya. Baik untuk lomba maupun pementasan, GSS berusaha memilih lagu-lagu yang mudah kami mengerti makna dan perasaan yang terkandung di dalamnya. Falsafah yang tampaknya sederhana, namun bukan berarti tak punya daya (power). Dalam bernyanyi pun GSS tidak berpretensi melebih-lebihkan perasaan yang ingin diungkap. Apa adanya, seperti yang kami pahami, kami rasakan, dan yang mampu kami ungkapkan.Kedua
, bicara tentang GSS mau tak mau harus bicara tentang koleksi lagu-lagu yang diaransemen oleh Feri Dewobroto untuk dinyanyikan oleh GSS. FD (singkatannya) sudah mengaransemen lagu untuk GSS sejak paduan suara ini masih berupa cikal bakal di SMAN 70. Adanya arranger khusus ini memberikan warna yang unik bagi GSS, menjadikannya berbeda dengan paduan suara lain, yang kebanyakan hanya bisa membawakan lagu orang lain. GSS seolah berada selangkah di depan: Menjadi "pencipta" lagu-lagunya sendiri.Dalam perkembangan ke masa depan, GSS memiliki visi untuk tetap mempertahankan ciri-ciri di atas, sambil meningkatkan skill yang diperlukan untuk menghasilkan paduan suara yang baik. Antara lain memperbaiki kualitas vokal melalui latihan teknik vokal yang dibantu oleh ahli-ahlinya, seperti Aning Katamsi. Regenerasi di bidang aransemen paduan suara pun mulai dikembangkan, sebab menurut pendirian GSS, masa depan sebuah kultur paduan suara banyak ditentukan oleh komponis/ arranger paduan suara itu sendiri. Indonesia tidak akan banyak mampu mengembangkan kultur paduan suara "Indonesia" apabila kita menggantungkan diri pada hasil karya komponis luar.
. Seni Paduan Suara di Mata GSS
Sepanjang
sejarah perkembangan seni paduan suara di Indonesia, sebagaimana kami alami, perdebatan tentang "apakah" seni paduan suara itu sendiri tidak pernah surut.Dua "aliran" yang cukup mewarnai seni PS di Indonesia saat ini adalah
aliran klasik vs. aliran pop. Masing-masing memiliki argumentasi yang sama kuatnya, dan masing-masing diwakili oleh tokoh maupun paduan suara yang baik pula reputasinya di dunia seni. Sayang, perdebatan itu sendiri mengarah kepada arus dikotomi yang kadang-kala diterjemahkan secara dangkal. Terus terang GSS prihatin dengan keadaan ini, sebab GSS berpendapat keberadaan kedua aliran tersebut seharusnya bisa menyumbangkan dialog yang produktif bagi dunia seni PS di negeri kita.Perkenankan GSS menjelaskan
"posisi" kami di antara dikotomi ini. GSS menganggap dirinya sebagai sesosok pelaku seni paduan suara, yang merasakan keindahan paduan suara sebagai medium yang tepat untuk berekspresi. Ketika berekspresi, GSS tidak semata-mata memandang sebuah partitur sebagai kumpulan not yang bersambung satu-sama lain. Di dalam partitur tersebut tersimpan pula gagasan, perasaan, dan pengungkapan dari penciptanya. Ketika GSS memilih sebuah lagu, sesunguhnya bukan cuma melodi atau nama pencipta yang jadi pertimbangan, melainkan seberapa jauh kami bisa 'jujur' dalam mengungkapkannya. Oleh karena itulah selama ini GSS memfokuskan pilihan repertoirnya pada lagu-lagu yang --minimal-- berbahasa yang dapat kami mengerti. Jadi, ketika kami tidak memilih repertoir Perancis, Italia, Jerman, dsb. semata-mata sedang kami menghindari ungkapan seni yang tidak kami mengerti. Kecuali untuk latihan, tentu itu soal lain.Dan kalau kemudian lagu pop(uler) menjadi salah satu pilihan kami, bukan pula karena GSS
ingin nge-pop sebagaimana disimpulkan secara tergesa-gesa oleh sementara orang (kalau "ingin nge-Top" sih iya aja!). Alasan kami sederhana. Lagu-lagu yang disebut pop itu adalah lagu-lagu ciptaan komponis yang berada dalam budaya yang kami pahami, sebab kami sama-sama hidup di dalamnya. Ekspresi yang terkandung di dalam lagu-lagu tersebut adalah ekspresi yang benar-benar kami rasakan relevansinya, kami dalami problematikanya dalam kehidupan sehari-hari, dan kami tahu betul keras/ lemahnya getar-getar perasaan yang terkandung dalam setiap larik lagunya. Adakah pilihan yang lebih logis selain ini?Kami yakin suatu waktu kelak pemilihan medium of expression akan dipandang sebagai salah satu cita rasa seni yang mengandung artistic choice, dan artistic feeling. Alasan pemilihannya pun menentukan kedalaman taraf kesenimanan seseorang. Semoga,
istilah Pop vs. Klasik akan semakin tenggelam ditelan sejarah, seiring dengan makin dewasanya pemikiran pelaku-pelaku seni paduan suara di negeri kita.
Kabar | Profil | Personil | Aktivitas | Partitur | Links | Members | Guest Book | E-mail
(c) 1998 GSS Homepage Team
All Rights Reserved
Contact the webmaster at:
cheppy@vision.net.idOur Motto
: "Keep things simple, let the fun begin ! "