The Cross
Under the Cross

English
Indonesian
Search
Archives
Photos
Pattimura
Maps
Ambon Info
Help Ambon
Statistics
Links

HTML pages
designed &
maintained by
Alifuru67

Copyright ©
1999/2000 -
1364283024
& 1367286044


Ambon Island 

 

AMBON Berdarah On-Line
About Us 

Refferal

References

 

 

 

  Want to Help?

Kasus Kasui Menunjukan Syariat Islam Mulai Jalan

Ambon, Siwalima (06/12/00) - Tindakan penyerangan dan pengusiran para perusuh terhadap kantong-kantong pemukiman Kristen di daerah ini merupakan sebuah indikasi operasional terhadap pernyataan Panglima Laskar Jihad Forum Ahlussunah Wal Jamaah, Jaffar Umar Thalib, bahwa dalam waktu dekat akan diberlakukan Syariat Islam di Maluku.

"Ya, kita lihat kasus Kasui, Seram Timur, sudah sangat jelas, ada tindakan pemaksaan terhadap minoritas Kristen untuk beralih ke agama Islam dengan ancaman bila tidak menerima akan dibantai habis," ujar Josy Polnaya, SE menjawab Siwalima Senin (2/11) di Ambon.

Menurut Polnaya, tindakan tersebut sudah bertentangan dengan kewajiban negara dalam menjamin hak-hak kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai ketentuan pasal 29 UUD 1945. Mereka (warga Kesui-Red) terpaksa mengikuti kemauan para perusuh lantaran mereka terancam dibunuh. Ini menunjukan secara jelas bahwa para pemimpin di negara ini tidak lagi berdiri atas pondasi negara yaitu Pancasila dan UUD 1945.

Dia khawatir, tindakan penyerangan dan pengusiran ini bila terus dilanjutkan, maka suatu ketika tidak ada lagi tempat untuk minoritas Kristen ini berteduh atau diungsikan lantaran semua pulau atau daerah telah dikuasai secara paksa oleh kelompok Muslim. Negara, menurut Polnaya punya kewajiban untuk memberi perlindungan keamanan kepada setiap warga negara atau warga masyarakat di mana saja berada dan apa yang merupakan hak milik turun temurun tetap menjadi haknya dan tidak bisa dikuasai begitu saja oleh orang lain yang secara hukum tidak berhak.

Lebih lanjut, Polnaya memberi contoh bahwa kasus Kesui di Seram Timur, pemerintah sudah harus secepatnya mengirimkan pasukan keamanan kelokasi kejadian setelah mendapat informasi tentang hal itu, tanpa mengevakuasi penduduk yang ada di Kesui dan sekitarnya. Namun ternyata bantuan aparat keamanan yang dikirim kesana pun sudah telat.

Masih kata Polnaya, relokasi bukan baru pertama kali dioperasikan. Lihatlah Pulau Buru (Buru Selatan) yang merupakan daerah mayoritas Kristen, kini hanya tingal sekitar 60 hingga 70 persen saja, karena sisanya telah direbut oleh kelompok perusuh Muslim. Begitupun keseluruhan daerah Seram Timur, sebagian daerah Seram selatan, sebagian daerah Kecamatan Piru Seram Barat, penduduk Kristen telah diusir keluar secara paksa dengan mortir, senjata organik. Belum lagi di pulau Ambon, jasirah Leihitu, dan teluk Ambon bagian utara, telah direbut pula.

Dia mengharapkan kepada penguasa darurat sipil dan para pembantunya di daerah untuk tidak membiarkan hal ini terus berlarutlarut, karena kalau dibiarkan maka impian untuk menuju sebuah dialog bersama menuju perdamaian yang abadi tak bakalan terjadi. Kalau mau berdamai dengan cara-cara seperti ini, nonsens.

Selama ini umat Kristen tak pernah menyerang saudara-saudaranya umat Islam. Lihat saja, selama hampir dua tahun, tiga desa Islam yang terapit di antara 15 desa Kristen di Saparua tidak pernah diserang. Kalaupun desa Iha akhirnya diserang, justru karena umat Kristen di Saparua sudah tak sabar lagi melihat saudaranya Sirisori Amalatu (Kristen) dibombardir di mata aparat keamanan.

Polnaya menambahkan, bila pemerintah membiarkan kondisi ini berlarut-larut, maka biaya negara untuk mengembalikan umat Kristen ke daerah-daerah asalnya cukup besar dan ini merupakan suatu beban bagi negara yang harus dibayar untuk Maluku.

"Sekarang perlu kita pertanyakan kepada pemerintah, sampai kapan masyarakat Kristen akan dikembalikan ke lokasi desa adatnya dan bagaimana dengan hak-hak adat yang kini sedang dinikmati bahkan dirusak oleh para perusuh itu. Ini tanggung jawab pemerintah yang harus dibayar kepada daerah ini terutama umat Kristen yang rata-rata lebih dari 50 persen wilayahnya telah dikuasai paksa oleh umat Muslim," tandas Polnaya.

Menurut dia, ada satu kekuatan yang bermain di Maluku dan kekuatan itu bukanlah kekuatan lokal tapi kekuatan dari atas. Namun semua umat Kristen dan Muslim lokal telah terjebak dalam permainan ini. Kalau mau jujur konflik Maluku adalah konflik vertikal yang disetor menjadi konflik horisontal dengan menjadikan agama sebagai kendaraan politik.

Dicontohkan kasus pembakaran kampus Universitas Pattimura, merupakan sebuah skenario besar. Karena orang Maluku tetap melihat kampus Unpatti sebagai sebuah aset negara yang ada di Maluku untuk menggodok para intelektual di daerah ini. (fan)


Received via e-mail from : Masariku Network by way of PJS

Copyright © 1999-2000  - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/ambon67
Send your comments to alifuru67@egroups.com