|
|
Berita di bawah ini memiliki beberapa signifikansi pengakuan Habib Husein Al-Habsyi dengan kerusuhan di Maluku, yaitu:
Antisipasi Laskar Pembela Gus Dur JIM Jadi Laskar Tandingan 17-4-2001 / 14:32 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta: Fatwa bughot (makar) dan jihad dalam membela Presiden Abdurrahman Wahid dianggap fatwa batil dan keblinger karenanya harus dilawan. Ini dikatakan Habib Husein Al-Habsyi, presiden Al Ikhwanul Muslimin Indonesia kepada pers di Hotel Wisata, Jakarta, Selasa (17/4). Menurut Habsyi, fatwa bughot hanya dapat difatwakan di dalam negara Islam yang sendi-sendi kehidupannya berdasarkan syariat Islam. Karena itu, tidak bisa diterapkan di Indonesia yang bukan negara Islam dan juga bukan negara sekuler. Jika ini difatwakan kepada pihak oposan, berarti tidak ada lagi penghormatan terhadap demokrasi. Mengenai jihad sendiri, Habsyi mengatakan, “Yang mau dijihad siapa? Dan yang mau dibunuh siapa?” Menurut dia, membela Presiden Wahid sama dengan memimpin pemimpin kebatilan, sembari memaparkan skandal-skandal presiden dengan perempuan (Aryanti dan Lis Farida), dan keadaan negara yang semakin memburuk selama era pemerintahannya. Karena itu, untuk menjawab fatwa bughot ini, Husein memfatwakan, “Wajib hukumnya berusaha menggulingkan pemimpin ‘keblinger’ seperti Gus Dur. Dan mati dalam usaha ini adalah mati syahid.” Menyikapi laskar-laskar berani mati yang disiapkan untuk membela Gus Dur, Husein mengatakan penyelidikan ‘intelijen’ Al-Ikhwanul Muslimin telah menemukan 3000-4000 orang sudah masuk Jakarta. Mereka tersebar di beberapa titik, seperti di Matraman dan Pulogadung. Pada 25 April nanti, kata Husein, puluhan ribu laskar berani mati akan masuk secara bergelombang. Massa ini berencana mengepung Gedung DPR, dan mencoba menggagalkan usaha Memorandum II. Karena itu, Ikhwanul Muslimin meminta TNI dan Polri dapat mengatasi keadaan itu. TNI dan Polri, harus tetap berpegang pada usaha mempertahankan integritas bangsa dan negara, daripada membela Gus Dur semata. Apabila TNI dan Polri tidak sanggup mengatasi laskar pembela Gus Dur ini, Husein Al-Habsyi, yang didampingi Sekjen Al-Ikhwanul Muslimin Muhammad Hadrawi Ilham, menegaskan bahwa pihaknya telah menyiapkan 150 ribu laskar untuk membantu Polri dan TNI menghadapi laskar pembela Gus Dur. Laskar ini, tutur Hadrawi, terdiri dari sekitar 20 ribu orang di Jakarta, 30 ribu di Jawa Barat, 10 ribu di Kalimantan Barat, 15 ribu di Kalimantan Selatan, 20 ribu Kalimantan Timur, 22 ribu di Maluku, 30 ribu di Sulawesi Selatan, dan 10 ribu di Sulawesi Tenggara. Selain itu, kata dia, masih ada beberapa anggotanya di daerah lain yang siap turun jika diperlukan dan terjadi kaos (kekacauan). Laskar yang diberi nama Jundullah Ikhwanul Muslimin (JIM) ini, dipersiapkan sejak dua tahun lalu. Sebelumnya JIM pernah diterjunkan di medan-medan kerusuhan seperti Ambon, Ternate dan Poso. Laskar ini, lanjut Hadrawi, dilatih mantan tentara perang Afghanistan dan Moro. Pelatihan untuk laskar ini diadakan di Kalimantan, Maluku, dan di tiga titik di Pulau Jawa. Namun, Hadrawi tidak menjelaskan lebih lanjut tepatnya lokasi yang dimaksud. Begitu juga dengan teknis latihan yang diterapkan pada laskar JIM. “Ini rahasia. Di ilmu perang, kita harus merahasiakan kemampuan kita, jika ingin memenangkan peperangan,” kilahnya. Selain itu, Habib Husein Al Habsyi juga menyebut istighotsah Nahdlatul Ulama (NU) 29 April mendatang sebagai Istighotsah politik. Menurut dia, dalam fikih Islam tidak ada yang namanya Istighotsah walau pun sebenarnya doa bersama tidak dilarang. Ia menilai, acara istighotsah NU itu hanya unjuk kekuatan NU, tanpa memikirkan bangsa dan negara. Kendati telah mempersiapkan laskar tandingan, Husein mengatakan bahwa untuk mencegah bentrokan besar, Ikhwanul Muslimin telah bernegosiasi dengan laskar berani mati itu. Selain dibekali dengan ilmu perang, laskar JIM juga dibekali dengan teknik negosiasi, sebab tujuan JIM bukan untuk memerangi pihak lain, tetapi mengendalikan suasana. Ikhwanul Muslimin juga mengimbau kepada TNI dan Polri untuk melarang laskar jihad datang ke Jakarta dan melarang istighotsah NU, demi keutuhan bangsa dan negara. (Dian Novita)
|