Suara Pembaruan, Sabtu, 9 September 2006 |
Bedah Buku “Indahnya Kawin Sesama Jenis” |
Ketika Kalangan Homoseks Memperjuangkan Hak |
Ada kabar unik dari bedah buku Indahnya Kawin Sesama Jenis. Malam acara bedah buku tersebut mencuat kritik terhadap kalangan homoseksual (gay, waria, dan lesbian), yang telah mempunyai posisi penting di masyarakat dari kalangan mereka sendiri. Dengan lain perkataan, kalangan gay, waria dan lesbian tersebut mengingatkan teman-temannya yang mempunyai orientasi sama, agar lebih giat nemperjuangkan hak-hak mereka. "Yang kita butuhkan sekarang bukan bantuan dana atau simpati saja. Para senior itu harus membantu kita bergerak di arah politik. Masih terlalu banyak kendala hukum bagi kaum kami yang harus dihadapi" kata Widodo Budi Dharmo, aktivis gay di sela-sela diskusi. Bedah buku Indahnya Kawin sesama Jenis digelar komunitas Arus Pelangi di Pusat Kebudayaan Perancis di Jalan Salemba Raya, Jakarta, Jumat (8/9) malam. Menurut rencana, bedah buku tersebut akan dihadiri M Kholidul Adib, anggota tim penulis buku Indahnya Kawin Sesama Jenis dan Eva K Sundari, anggota Komisi III DPR. Namun dalam kenyataannya, hanya Widodo Budi Dharmo yang datang dalam acara tersebut. Untungnya, Ariyanto, Redaktur Harian Indo Pos yang menjadi moderator diskusi mampu menghidupkan suasana. Ariyanto malah mempersiapkan makalah berjudul Homoseksualitas dan Membongkar Ideologi Agama. Secara garis besar lulusan Program Pascasarjana Ilmu Filsafat, Universitas Indonesia, mengajak peserta diskusi untuk mengkaji ulang teks-teks dalam berbagai kitab suci yang berkaitan dengan larangan praktik cinta sejenis. "Kekerasan terhadap homoseksual dipicu doktrin-doktrin agama yang mengutuk praktik tersebut," tegasnya. Hak WargaBuku Indahnya Kawin Sesama Jenis diterbitkan oleh Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang. Buku yang berisi analisis beberapa penulis itu diberi tulisan pengantar oleh Sumanto Al Qurtuby. Sama seperti Ariyanto, Sumanto juga berpendapat bahwa agama merupakan salah satu problem bagi kaum homoseksual. Pembatasan aktivitas kaum homoseksual di seluruh dunia banyak yang dipicu oleh doktrin-doktrin agama. Dalam konteks tersebut, Sumanto memberikan contoh kasus Wali Kota San Francisco, Amerika Serikat, Gavin Newsom yang secara massal mengawinkan tidak kurang dari tiga ribu pasangan sejenis yakni kaum homo dan lesbian secara legal. Langkah hukum wali kota itu mengundang kecaman banyak kalangan termasuk di dalamnya kalangan rohaniwan Kristen. Menanggapi masalah tersebut Widodo menilai, langkah yang ditempuh Gavin merupakan keberanian yang seharusnya dijadikan pelajaran di Indonesia. “Gavin sama seperti saya adalah seorang gay yang berani mengakui orientasi seksualnya. Lalu mana langkah politik para gay di Indonesia mengatasi masalah kami? Saya tahu ada beberapa tokoh masyarakat kita yang punya orientasi seks sama dengan saya. Tapi begitu mendapat posisi penting di masyarakat dan bahkan pemerintahan, mereka semua seolah menutupi jati dirinya sendiri" katanya. Menjawab pertanyaan, Widodo menyebutkan bahwa, kaum gay, waria dan lesbian juga mempunyai keinginan sama seperti warga negara lainnya. Mereka ingin mendapat kesempatan untuk memperoleh hak-hak sebagai warga negara. “Tentu saja kami juga ingin menikah seperti warga negara lainnya. Tapi Anda sendiri tahu betapa hukum dan agama-agama di Indonesia masih menyisih kami. Kami butuh dukungan politik dari tokoh gay yang sekarang ada di pemerintahan dan punya kekuatan politik.” Tambahnya. [A-14] |