Radar Banyumas - Selasa, 7 November 2006 |
Akan Picu Kontroversi |
DIKUKUHKANNYA organisasi, Arus Pelangi Banyumas yang mewadahi LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual dan Trangender/Transeksual) di Purwokerto Minggu kemarin menunjukkan kaum itu mulai berani muncul di depan umum. Hal ini dikemukakan oleh Ketua Jurusan Sosiologi FISIP Unsoed Drs Joko Santoso MSi kepada Radarmas Senin (6/11) kemarin. Joko menuturkan sampai saat ini masyarakat masih menganggap perilaku LGBT adalah perilaku yang menyimpang. Ia memandang setiap organisasi dianggap sah-sah saja untuk didirikan, hanya saja anggota dan kegiatan seperti Arus Pclangi masih menuai kontroversi dalam masyarakat. "Saya pikir setiap ada organisasi sah-sah saja didirikan, tapi bila organisasi ini beranggotakan orang-orang yang sampai saat ini masih temasuk dalam berperilaku menyimpang tentu saja kegiatannya pun bisa saja menuai kontroversi di masyarakat," ujarnya saat ditemui Radarmas di kantornya. Menurutnya, keberanian pengurus dan anggota Arus Pelangi Banyumas mendeklarasikan organisasinya kemungkinan karena adanya pengaruh dari negara lain yang sudah memberikan pengakuan terhadap kaum LGBT. "Sebenarnya sudah lama perkumpulan kaum ini ada di Banyumas, hanya saja sebelumnya mereka masih sembunyi-sembunyi. Karena adanya pengaruh dari beberapa negara lain yang sudah memberikan pengakuan terhadap kaum seperti mereka, maka di Banyumas pun mulai berani membuka diri pada masyarakat dengan mendeklarasikan organisasinya itu," tuturnya. Joko menyatakan sebenarnya masyarakat sudah menyadari adanya fenomena LGBT. Dari dulu masyarakat masih memberikan stigma yang negatif terhadap kaum LGBT, bahkan sampai sekarang pun bisa dikatakan masyarakat masih belum bisa menerimanya. "Sebenarnya masyarakat udah menyadari adanya fenomena seperti ini. Sampai saat inipun perilaku yang demikian masih dianggap menyimpang, karena yang namanya perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakat. Dan keadaan mereka masih dianggap belum sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakat," katanya lagi. Penuntutan hak-hak dasar kaum LGBT menurut Joko adalah hak mereka. Tapi, lanjutnya, di Kabupaten Banyumas pemerintah dan masyarakat masih belum bisa menerimanya. "Dalam programnya mereka menuntut hak dasar mereka, itu memang hak mereka untuk memperolehnya, tetapi menurut saya di Kabupaten Banyumas masyarakat dan pemerintah masih belum bisa menerimanya," ucapnya. Positif atau negatifnya pengaruh yang diterima masyarakat terhadap perilaku tersebut tergantung pada dampak yang diakibatkan adanya fenomena itu. "Reaksi dari masyarakat tergantung pada kegiatan yang ditimbulkan dari organisasi tersebut. Bila belum terlalu besar paling hanya sebuah gunjingan di kalangan masyarakat. Adanya perilaku menyimpang, kerugian yang dialami masyarakat tidak terlalu kuat. Karena positif atau negatifnya tegantung pada dampak yang diakibatkan fenomena itu," katanya. Dengan adanya pengukuhan organisasi tersebut, kaum LGBT menjadi lebih terbuka dan sudah berani menampakkan diri ke pada publik. Sebelumnya mereka masih selalu sembunyi-sembunyi dalam melakukan aktifitasnya. "Setelah adanya organisasi yang menaunginya mereka menjadi lebih bebas dan terbuka untuk tampak di depan umum. Hal yang menarik perhatian ke depan bisa saja mereka lebih berani menampakan diri untuk bersikap mesra di hadapan publik. Tetapi diharapkan meskipun sudah berani mendeklasarasikan organisasinya mereka tidak terlalu menampakan aktifitas yang bisa membuat masyarakat risih atau tidak perlu terlalu menonjolkan aktifitasnya di depan umum," pungkasnya. (ap12) |