Media Indonesia - Humaniora, Senin 20 November 2006 |
Hari Waria: Kekerasan atas 'Gay' Tanggung Jawab Negara |
JAKARTA (Media): Kelompok lesbian, gay, biseksual, transgender/ transseksual-waria (LGBT) Indonesia mendesak agar kekerasan yang dilakukan oleh anggota masyarakat terhadap mereka menjadi agenda negara. Hal ini didasarkan pada peningkatan kasus kekerasan dan kriminalitas terhadap kalangan LGBT yang hingga kini belum tertangani baik oleh negara. Demikian pernyataan kelompok masyarakat yang terdiri atas Arus Pelangi, Yayasan Srikandi Sejati, Forum Komunikasi Waria, dan Kontras dalam memperingati Hari Waria Internasional pada hari ini. "Banyak catatan kekerasan yang terjadi namun tidak ada penegakan hukum maupun tindak lanjut” kata Usman Hamid, Koordinator Kontras di Jakarta, kemarin. Korban pembunuhan dan kekerasan atas dasar kebencian dan prasangka buruk kini masih dilakukan masyarakat dan aparat keamanan setempat. Pelanggaran itu seolah dibenarkan ketika tidak ada tindakan secara hukum. Kini hukum masih bias terhadap kaum LGBT, padahal jaminan hukum merupakan hak setiap warga negara. Tercatat kasus kekerasan terhadap komunitas LGBT di Indonesia antara lain penyerangan terhadap 200 orang gay dan waria pada acara “Kerlap-kerlip Warna Kedaton” di Yogyakarta November 2000, penyerangan komunitas gay di sekitar Stadion Sriwedari Solo sepanjang 2000-2002, termasuk penyerangan komunitas waria selama Ramadan di Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan lain atas nama agama. Selain itu, pada 2003 juga terjadi penembakan terhadap tiga waria oleh aparat polisi di Kemanggisan, Jakarta Barat, penyerangan terhadap acara pemilihan ratu waria oleh kelompok yang mengatas-namakan suatu kelompok agama pada 26 Juni 2005, dan intimidasi aparat kepolisian terhadap komunitas waria di Aceh pada 2006. Ketua Forum Komunikasi Waria Nancy Iskandar mendesak pemerintah memberikan hak reparasi restitusi dan rehabilitasi. */QQ/S-3) |