Indo Pos, Jumat, 1 Desember 2006

Keluarga Perisai, Ulama Ujung Tombak 

Peringatan Jangan Cuma Ritual Tahunan 

LONJAKAN pengidap HIV/AIDS di Jakarta sudah sangat mengkhawatirkan. Apalagi, peningkatan tersebut terbilang sangat drastis. Sebab, sebelumnya kawasan ibu koja itu masih menduduki peringkat kedua setelah Papua. Dalam rentang satu tahun, DKI Jakarta mampu mengungguli kota yang terletak di Indonesia Timur itu.

Dari data yang berhasil dirilis dari Komisi Pencegahan HIV/AIDS Daerah (KPAD) Jakarta, jumlah total penderita sekitar 889.992 orang. Dari jumlah tersebut, penderita dari kaum pria sebanyak 581.100 orang. Sementara pengidap dari kalangan wanita sebanyak 308.891 orang.

Praktis, pada peringatan hari AIDS yang jatuh pada hari ini, ribuan warga Jakarta berharap, upaya penanganan HIV/AIDS mampu ditangani secara serius. Salah satunya tidak memandang para pengidap serta para pecandu sebagai subjek kriminalitas. Sebab, dari data yang berhasil dihimpun dari Family Health International (FHI), sedikitnya 200 ribu pecandu menggunakan jarum suntik. Sementara, penularan virus yang menyerang pada kekebalan manusia itu terbesar disebabkan faktor tersebut.

Menurut Ketua Gerakan Umat Islam Indonesia (GUII) Assegaf, kunci pencegahan HIV/AJJDS berada dalam keluarga. Apalagi, penularan virus yang belum ditemukan obatnya tersebut saat ini proses penularannya kian canggih. Yakni di antara anggota keluarga. Seperti suami yang berisiko menularkan kepada istrinya yang tidak, atau ibu yang berisiko menularkan kepada anak saat melahirkan.

Praktis, menurut dia, keluarga mempunyai peran signifikan dalam mencegah penyebaran virus tersebut. Di antaranya membentengi keluarga dari pengaruh luar yang cukup deras. Terutama, melakukan pendampingan kepada anak-anak terkait pendidikan moral.

Dia menjelaskan, tingginya angka pengidap HIV/AIDS saat ini mayoritas disebabkan penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Hal itu tidak akan terjadi jika keluarga menjadi benteng utama bagi anak-anaknya. "Sementara kondisi di kota-kota besar kan tidak seperti itu. Orangtua sibuk dengan kegiatannya masing-masing tanpa peduli kepada anak-anaknya," katanya prihatin.

Menurut dia, peran tokoh agama dalam menciptakan keluarga yang kondusif sangat besar. Artinya, dengan pemberian pencerahan kerohanian setiap keluarga, anak-anak dalam keluarga bisa dilibatkan. Padahal kebanyakan ulama sekarang hanya orang tua yang menerima gemblengan moral tersebut. Anak-anaknya sama sekali tidak dilibatkan.

Assegaf sangat berharap dalam memerangi penyebaran HIV/ AIDS tersebut, para tokoh agama harus terjun langsung ke masyarakat. Sebab, dengan kondisi kultur bangsa Indonesia yang masih menganut patronase, ulama diharapkan menjadi ujung tombak dalam upaya membentengi dan penyadaran kepada mesyarakat. Sehingga, dalam memeringati hari AIDS tahun ini, bukan saja dilaksanakan secara ritual, tapi kelanjutan dari upaya mencegah penyebaran virus HIV/AIDS.

Salah satunya memikirkan konsep advokasi bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA). "Seperti berjuang agar Negara memenuhi hak dasar ODHA," ujar Rido Triawan, ketua Arus Pelangi. Dia mencontohkan, dalam memasuki dunia pendidikan, kerja ataupun pelayanan kesehatan, kelompok tersebut masih mendapat perlakuan diskriminatif. "Yang dinyatakan positif pasti ditolak. Ini kan semakin membuat sarang baru," katanya prihatin. (aak)

back