Realita, Edisi 12, 19 Februari - 04 Maret 2007 |
|
Irfan Fahmi El-Kindy, SH |
|
Masih Banyak Peraturan |
|
![]() |
Keberanian Merlyn. menjadi Calon Walikota Malang dan dua orang waria, Nancy Iskandar (Ketua Forum Waria se-DKI Jakarta) dan Yulianus Rettoblaut (Ketua Forum Waria se-Indonesia), dalam bursa pencalonan anggota komisioner Komnas HAM sepatutnya mendapat apresiasi. Sebab, pencalonan mereka adalah wujud berjuangan warganegara mendapatkan hak atas keadilan. Selama ini, masyarakat dan institusi sosial, seringkali memperlakukan waria secara diskriminatif dan tidak manusiawi. Padahal konstitusi kita telah memberikan perlindungan. Sementara pemerintah, seakan masa bodoh. Bahkan cenderung turut serta mendiskriminasi melalui berbagai peraturan dan tindakan-tindakan kurang bersahabat. |
Misalnya, kaum waria kerap menjadi korban praktik kekerasan dan pelecehan dalam operasi yang dilakukan aparat Tramtib. Pelecehan dan pengucilan juga dilakukan oleh masyarakat, akibat cap negatif yang sudah kuat melekat di benak masyarakat. Waria seringkali didiskriminasi dalam mengakses lapangan kerja di sektor formal. Baik swasta, maupun pemerintahan (pegawai negeri). "Padahal sebenarnya waria juga sama. Mereka bekerja dengan otak dan tenaganya, dan bukan dengan (maaf) kelaminnya," tandasnya. Setidaknya kini terdapat 37 Peraturan Daerah (Perda) di seluruh Indonesia yang mendiskriminasi waria. Di antaranya adalah Perda Nomor 13 Tahun 2002 Provinsi Sumatera Selatan, dan Perda Nomor 2 Tahun 2004 di Kota Palembang. Dua Perda ini mendefinisikan waria sebagai bentuk pelacuran. Padahal dalam UUD 45, terdapat beberapa hak warga negara terkait dengan hak asasi manusia. Pasal 28D ayat (1) UUD 45 amandemen kedua: "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum". Kedua: pasal 28D ayat (2) UUD 45 amandemen kedua: "Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja." Ketiga. Pasal 28D ayat (3) UUD 45 amandemen kedua: "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan." Namun demikian, belum saatnya membuat regulasi khusus bagi kaum waria. Karena peraturan khusus nantinya sama dengan mendiskriminasi waria. Yang terpenting, ada peraturan yang mengatur sanksi hukum bagi siapa saja yang memperlakukan hak warga negara secara diskriminatif. Di dalamnya termasuk kelompok waria. Karena di luar waria juga terdapat kelompok perempuan, penyandang cacat, ras dan etnis yang seringkali rentan mendapat perlakuan diskriminatif dan pelecehan. "Keberadaan waria adalah sebuah fakta. Sudah saatnya kita belajar menerima mereka sebagai realita. Pekerjaan rumah kita adalah bagaimana agar realitas itu tak menjadi problem sosial di masyarakat," ujarnya.* Mustolih |
|