Indo Pos, Sabtu, 28 April 2007 |
|
Fasilitasi Pasangan Sejenis | |
IKLIM demokrasi pascareformasi 1998 yang telah digulirkan, ternyata belum sepenuhnya membuka kran bebas berpendapat dan berpendirian. Itu terlihat dengan masih banyaknya sikap diskriminasi yang dialami oleh komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender atau transeksual (LGBT). | |
Praktis, dalam kehidupan sehari-hari, kelompok tersebut hingga saat ini masih mendapat perlakuan khusus di tengah masyarakat. Bahkan, di tingkat keluarga, tidak sedikit yang menolak jika anggota keluarganya yang mengaku sebagai LGBT. Sebab, mereka menganggap komunitas tersebut sebagai individu yang menyimpang, sakit dan menyalahi kodrat. Eratnya stigma yang melekat dalam benak masyarakat itu membuat kelompok LGBT tidak mendapat pengakuan secara resmi. Sehingga, banyak di antara mereka yang mencoba tetap menyembunyikan status yang disandangnya tersebut. Padahal, status yang berbeda dari laki-laki dan perempuan itu tidak bisa ditolak dalam jiwa mereka. Akibatnya, dalarn soal asmara pun, komunitas yang di luar negeri telah mendapat pengakuan itu tidak bisa berbuat banyak. Apa, lagi, memikirkan untuk bisa berumahtangga sebagaimana pasangan biasa. "Itulah sebabnya kami mulai mencoba membuka hotline bebas pulsa di 08001401 045 dari pukul 16.00 hingga pukul 24.00 mulai Selasa hingga Minggu," ujar Kepala Program Jaringan dan Kampanye Arus Pelangi Ienes Angela, kemarin. Sebab, menurut dia, persoalan yang melingkupi kelompok LGBT seperti rasa takut yang berlebihan, gelisah dan tidak percaya diri serta putus asa kerap terjadi. Sementara tidak banyak di antara anggota keluarga, dan lingkungan di sekitarnya yang mendukung untuk memecahkan problem yang dialami individu LGBT itu. "Mereka lebih memilih diam dan memendam daripada bercerita kepada keluarga, teman atau orang-orang di sekitarnya," ungkap Ienes. Praktis, upaya membuka hotline itu dinilai sebagai salah satu usaha untuk membantu memecahkan persoalan yang melingkupi individu LGBT. Dua sistem konseling disediakan. Yakni one on one counselling dan group therapy. Dengan dipandu para konselor, individu LGBT diharapkan bisa membuka diri jika ditimpa sebuah persoalan. Mulai dari persoalan kebingungan orientasi seksual, perlakuan keluarga, hubungan pergaulan dan hubungan asmara. Bahkan, terkait urusan asmara, Arus Pelangi tidak sedikit mendapat kasus pasangan yang ingin menikah. Sayangnya, belum adanya sistem perundang-undangan yang mengakui keberadaan mereka, perkawinan sejenis pun juga belum diakui. Sehingga, upaya terakhir dengan merekomendasikan menikah di luar negeri. "Kasus yang kami tangani, kebetulan pasangannya dekat dengan Belanda. Jadi kami rekomendasikan untuk bisa menikah di sana," tambah Hartoyo, salah satu konselor. Menurut dia, bagi pasangan sejenis yang telah menikah di negeri Belanda itu bisa kembali ke dalam negeri dengan aman. Sebab, dengan berbekal surat resmi dari negeri Kincir Angin itu, pemerintah terpaksa mengakuinya. "Pengalaman yang sudah ada seperti itu," terangnya. (aak) |
|