Pos Kota, Minggu, 17 Juni 2007 

Yulie R, calon anggota Komnas HAM

Waria terkesan sampah masyarakat

Cilandak (Pos Kota) - Keprihatinan mendalam akan perlakuan terhadap kaum waria yang hingga kini terkesan menjadi sampah masyarakat karena dianggap tidak berguna, mendorong Yulie Rettoblaut, 46, terterik menjadi anggota Kamnas HAM.

Belum lagi perlakuan semena-mena terhadap waria baik dari anggota masyarakat maupun aparat yang berbuntut pelanggaran HAM tapi sayang hingga kini tidak pernah tuntas. Toh, waria asal Papua, Irian, ini sangat menyadari betul pencalonannya itu bakal mengundang pro kontra di masyarakat.

"Saya tidak peduli andaikan ada yang menolak saya untuk menjadi anggota Komnas HAM. Yang penting saya bisa mengabdikan kemampuan yang saya miliki untuk bisa memperjuangkan HAM bagi kaum waria maupun wong cilik lainnya yang selama ini menjadi kelas dua di masyarakat," tandas Yulie saat ditemui sedang melayani seorang pelanggan di salon yang juga tempat tinggalnya di kawasan Terogong, Kel. Cilandak Barat, Cilandak, kemarin.

Anak ketujuh dari 11 bersaudara yang seluruhnya menjalani kehidupan nor mal kecuali dirinya, hatinya sangat miris dan menjerit manakala ada perlakuan tidak sepatutnya yang diterima kaumnya, termasuk juga kaum lesbi, gay maupun transeksual.

SEDIH DAN PRIHATIN

"Terus terang saya sangat sedih dan prihatin sampai sekarang di saat pemerintah begitu gencar dengan penegakan HAM, tapi justru perlakuan yang kami terima sangat menyakitkan. Kami ibarat momok oleh masyarakat," lirihnya yang mengaku mulai mengetahui ada kelainan dengan menyukai sesama jenis sejak kelas 5 SD saat masih di Papua.

Padahal sudah jelas disebutkan di UUD 1945 pasal 27 ayat 2 intinya menjamin setiap WN berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yan| layak. "Tapi apa yang kami terima? Padahal sebetulnya kami mempunyai kemampuan yang bisa dioptimalkan seperti halnya anggota masyarakat lainnya," cetus orangtua asuh dari tiga anak yang salah satunya sudah menginjak dewasa dan bersekolah di SMA.

Waria yang mengaku tidak akan pernah menghilangkan jati diri sebagai kaum adam sehingga tidak melakukan operasi payudara apalagi mengganti kelamin, tertarik untuk mempelajari masalah hukum dengan kuliah di PTS di Jaksel. Kebetulan ia mendapat beasiswa dari Dirjen HAM hingga tamat sarjana.

"Saya akan berjuang mati-matian jika terpilih menjadi anggota Komnas HAM untuk membela kaum waria maupun masyarakat umum lainnya. Siapa lagi yang memperjuangkan kaum waria, kalau bukan waria itu yang harus aktif dan duduk di Komnas HAM?" tuturnya bersemangat seraya menambahkan berkaitan pencalonannya itu ia mendapat dukungan moral baik dari kaum waria, anggota masyarakat hingga tingkat international. (rachmi)

back