Indo Pos, 21 Juni 2007 

Kalau UU Perkawinan Langgar HAM, Bisa Direvisi

Dicecar Pertanyaan Kawin Sejenis

JAKARTA - Uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon anggota Komnas HAM 2007-2012 Yulianus Rettoblaut, 46, di ruang sidang Komisi III DPR RI tadi malam diwarnai pertanyaan seputar peraturan yang tidak mengakomodasi kaum waria.

Salah satunya, ketua Forum Waria se-Indonesia itu ditanya soal perkawinan sejenis. "Bagaimana Anda melihat perkawinan sejenis dalam konteks HAM. Sementara saat ini Undang-Undang kita hanya mengakui perkawinan antara laki-laki dan perempuan," tanya anggota Komisi III Yohana Laul.

Dengan lantang, Mami Yuli, sapaan akrab Yulianus Rettoblaut, langsung menjawab dengan lancar dan tegas. Menurut dia, dalam UU No 39 Tahun 1999, setiap orang berhak membentuk keluarga, termasuk kelompok waria. Sehingga, jika hak dasar tersebut dilanggar, berarti telah melanggar HAM.

"Lantas apa yang Anda akan lakukan terkait lokalisasi jika posisi Anda dalam posisi sebagai gubernur, bupati, atau walikota," tanya Eka Santo, anggota komisi III dari FPDIP.

Dengan tegas pula, Yulianus mengatakan, selama ini, dalam menertibkan lokalisasi dan para wanita tuna susila, kelompok waria sering mendapat perlakuan diskriminatif. Padahal, diakuinya, tidak semua waria melakukan kesalahan seperti apa yang kerap distigmakan para aparat penegak hukum, termasuk salah satunya aparat Tramtib. " Kalau mereka salah, silakan ditertibkan dan ditindak. Tapi kalau tidak salah, hargai juga mereka. Mereka juga punya hak sama. Setidaknya beri kesempatan mereka untuk bisa berbuat baik," tandas Yulianus dengan lantang.

Anggota Komisi III dari Partai Amanat Nasional Azlaini Agus juga tidak kalah cerdik untuk menguji calon anggota Komnas HAM itu dari sisi lain. Menurutnya, dengan UU No 1 Tahun 1974, yang disebut perkawinan yakni membentuk rumah tangga antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan melanjutkan keturunan. "Bagaimana Anda menafsirkan melanjutkan perkawinan ini," tanya perempuan yang malam itu mengenakan jilbab warna cokelat itu.

Mendapat pertanyaan tersebut, Yulianus tetap bersikukuh, perkawinan atau membentuk keluarga adalah hak setiap warga negara. Sehingga, harus diakui sebagai hak dasar. Sehingga, jika itu dilanggar, bisa dianggap melanggar HAM. "Kenapa Undang-Undang Perkawinan itu tidak mengadopsi kepentingan waria. Itu lantaran Undang-Undang Perkawinan muncul jauh sebelum Undang-Undang HAM dibuat," ungkapnya.

Kaum waria di Indonesia memang sudah selayaknya mendapat kesempatan sama. Apalagi, jumlah anggota Forum Waria se-Indonesia sudah mencapai 3 juta 878 ribu orang. Jadi, kepentingan waria ini harus mendapat prioritas sama. "Kalau undang-undang dianggap ada yang salah, bisa dilakukan revisi. Tapi selama undang-undang belum ada revisi dan menyatakan tidak ada perkawinan sejenis, tentu undang-undang tidak bisa dilanggar begitu saja," ungkap Azlaini Agus nya usai sidang.

back