Ujungpandang Ekspres, Kamis, 5 Juli 2007 |
Perda yang Diskriminatif |
MAKASSAR, Upeks — Untuk menghindari lahirnya sebuah peraturan daerah (Perda) yang diskriminatif, idealnya harus ada naskah akademik yang komprehensif. Kemudian dalam proses penyusunannya juga ada partisipasi masyarakat sebagai uji publik. Demikian dikatakan Ketua LSM Arus Pelangi Rido Triawan, saat tampil sebagai pembicara dalam dialog publik dengan tema 'Hak Publik untuk Perda Anti Diskriminatif yang digelar Mercurius Top FM, Rabu (4/7). Lanjut menurut Rido, kepada anggota legislatif juga perlu ada pemahaman bagaimana tata perundang-undangan, masalah hak azasi manusia. "Ini supaya anggota legislatif ada dasar dalam merancang sebuah Perda," katanya. Menjawab pertanyaan sejauh mana sebuah Perda dikatakan diskriminatif, Rido mengatakan sebuah Perda diskriminatif kalau melanggar hokum dan melanggar HAM kemudian pasal-pasalnya membatasi ruang gerak dan kreatifitas masyarakat. Ditambahkan anggota DPRD Sulsel, Arfandi Idris, bahwa kapan sebuah Perda dikatakan diskriminatif itu pasti tidak melalui kajian naskah akademik. Kemudian untuk pelibatan masyarakat dalam penyusunan Perda, ada forum dengar pendapat. "Forum itu sebagai wadah untuk mengetahui sejauh mana masyarakat menerima sebuah produk Perda," terangnya. Prof Aminuddin Ilmar, dalam dialog itu mengatakan idealnya sebuah Perda lahir dari usulan masyarakat yang disalurkan melalui legislatif maupun eksekutif. Kemudian sebuah Perda kalau ada pembatasan jangan hanya pada satu pihak saja. Dia memberi contoh Perda yang mengharuskan perempuan memakai jilbab, seharusnya juga mengatur bagaimana laki-laki berpakaian. (ril/jar/G) |