Indo Pos, 11 September 2007 |
|
Leona Lo, Transseksual Singapura, Terobsesi Menghapus Malu "Kaumnya” |
|
Rajin Kampanye dan Seminar
| |
![]() |
Sepuluh tahun lalu, seorang transseksual Singapura Leonard sukses melakukan operasi kelamin menjadi perempuan. Bagi Leona Lo – namanya setelah menjadi "perempuan" – sukses itu bukan tujuan akhirnya. Obsesinya menghapus rasa malu di kalangan mereka yang memiliki kasus psikologis yang sama dengannya. Mimpi abadi Leona adalah menjadi istri dan ibu. Sepuluh tahun, impian itu sepertinya tidak mungkin terwujud karena dia terlahir sebagai laki-laki. Meski kondisinya sulit, dia mencoba untuk tidak menutupi "jati dirinya" itu. Dia memberanikan diri tampil di depan publik dengan kondisi yang sebenarnya. Dengan kemampuannya berkomunikasi, dia mendirikan perusahaan public relation yang membawa misi mengubah image negatif kaum transseksual di Singapura dan kawasan sekitarnya. "Di luar sana, tak hanya di Singapura, tetapi juga seluruh Asia, banyak pemuda yang mengalami penderitaan yang sama seperti saya beberapa tahun lalu," kata Leona, yang kini berusia 32 tahun, dan mengubah jenis kelaminnya di Bangkok pada 1997 itu. |
Lewat perusahaannya, dia kerap membagi pengalaman kepada sesama transseksual yang tengah berjuang dalam kebingungan dan penolakan dari masyarakat. Menurut dia, diskriminasi adalah tantangan terbesar yang dihadapi transseksual. Seperti penolakan jabatan di perusahaan meski memiliki kualitas akademi yang tidak kalah dengan calon pekerja lainnya. "Singapura mungkin kota kosmopolitan, tetapi masih banyak hal yang disembunyikan." Selain itu, tidak adanya angka pasti jumlah lelaki dan perempuan yang merasa terjebak dalam jenis kelamin yang salah di Singapura atau di kawasan lain. Mereka, menurut Leona, memilih menyembunyikan masalah tersebut rapat-rapat dari keluarga dan lingkungan. Usaha Leona untuk tampil juga tidak mudah. Setelah kampanye dan persuasi di beberapa lembaga, salah satu universitas lokal mengizinkannya untuk menghelat seminar. Tetapi, itu menurut Leona masih belum maksimal. Demi memperkenalkan sisi lain dirinya, 14 September, Leona akan meluncurkan otobiografinya. Bertajuk From Leonard to Leona - A Singapore Transsexual's Journey to Womanhood, Leona berencana "melancong" ke beberapa negara Asia demi menyebarkan pesannya untuk mendapatkan toleransi yang lebih baik untuk kaum transseksual. Sebelum mendapatkan impiannya untuk mengubah jenis kelamin, Leona ikut wajib militer Singapura pada usia 19 tahun. Tekanan menjadi "macho" saat pelatihan militer sempat membuat dia depresi dan memutuskan untuk bunuh diri. Setelah wajib militer, pada 1996 dia pergi ke Inggris untuk belajar di salah satu universitas yang lebih toleran. Saat sekolah, dia nyambi sebagai pengajar. Uang yang dikumpulkan sebagai pengajar digunakan untuk terbang dari Inggris ke Bangkok demi mengubah jenis kelaminnya. "Saya sangat takut. Saya bisa masuk dan mati kemudian. Tetapi, saya tahu bahwa operasi itu akan mengubah hidup saya selamanya. Saya membawa hambatan itu (jenis kelamin laki-laki, Red) selama bertahun-tahun dan saya tidak bisa lagi membawanya," sambungnya. Diceritakan Leona bahwa nyeri selalu mengikuti selama 14 hari pascaoperasi. Tetapi, perasaan memiliki identitas yang baru sangat indah. Saat ini, keluarganya memberikan dukungan penuh. Ibu dan ayahnya sudah menerima apa adanya dirinya. "Saat itu, diputuskan bahwa mereka (orangtua, Red) lebih memilih saya sebagai perempuan daripada lelaki," cerita perempuan yang berniat menikah dan mengadopsi tiga anak itu. (afp/tia) |
|