Berita Kota, Kamis, 13 September 2007 |
Masyarakat Miskin Tolak Perda Tibum |
JAKARTA, BK - Gelombang protes menyusul disahkannya perda baru pengganti Perda No 11/1988 tentang Ketertiban Umum, terus mengalir. Kini nada protes itu datang dari belasan elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Miskin (ARM). Mereka meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) membatalkan Perda Ketertiban Umum (Tibum). Bila tidak diindahkan, ARM mengancam akan mengajukan judicial review. Elemen masyarakat yang mengeluarkan pernyataan bersama itu adalah Jakarta Centre for Street Children (JCSC), Serikat Rakyat Miskin Kota (SRMK), Urban Poor Consortium (UPC), Arus Pelangi, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Jakarta, LBH Apik Jakarta, Sebaja, LBH Jakarta, Fitra, KKJB, Somasi UNJ, FMN-R, FMN, KM-UIJ, DPRM-NAD, Institute for Ecosoc Rights, PRP, ABM, Kontras. Koordinator JCSC Heru Suprapto mengatakan, Perda Tibum harus dibatalkan karena bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 27 (2) yang menyatakan setiap warga negera berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kalau pernyataan ini tidak diindahkan Mendagri, ARM akan mengajukan judicial review kepada Mahkamah Agung (MA). "Karena itu kita meminta mendagri tidak mensahkan Perda Tibum, yang baru disahkan DPRD itu," katanya. Dikatakan, sejak jauh-jauh hari mereka telah melakukan berbagai aksi menentang Perda Tibum. Namun upaya tersebut gagal, pemerintah daerah tetap membuat peraturan baru yang isinya jauh lebih menyusahkan kaum miskin kota. Menurut Heru, Perda Tibum kian menunjukkan arogansi penguasa yang tak henti-hentinya memerangi warga miskin. Selain karena substansinya yang buruk, penyusunannya pun dinilai tidak partisipatif dan memberi peluang bagi masyarakat sipil untuk mengakses informasi. Perda Tibum juga dianggap memberi peluang bagi Pemprov DKI melakukan tindakan kekerasan dan penyiksaan, yang selama ini sering dipertontonkan aparat Satpol PP/Tramtib dalam operasi penggarukan dan penertiban. Kelompok rentan yang potensial menjadi korban dari pemberlakuan perda itu tidak hanya kaum miskin, namun semua kalangan baik kelas menengah maupun atas. Karena interaksi sosial dan ekonomi antara warga miskin dan kaya kini tidak hanya dibatasi namun juga dilarang. Jika melanggar, maka hukuman denda dan kurungan badan menanti. "Perda ini sama sekali menutup akses warga miskin untuk mengakses kota, sebagai ruang untuk berusaha dan meningkatkan taraf hidupnya,” imbuhnya. amh |