MAJELIS PERMUSYAWARATAN  RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
--------------
 
KETETAPAN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR XVII /MPR/1998
 
TENTANG
HAK ASASI MANUSIA
 
 
I. PANDANGAN DAN SIKAP BANGSA INDONESIA TERHADAP
HAK ASASI MANUSIA
 
A.   PENDAHULUAN
 
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati dianugerahi hak dasar yang disebut hak asasi, tanpa perbedaan antara satu dengan lainnya.  Dengan hak asasi tersebut, manusia dapat mengembangkan diri pribadi, peranan, dan sumbangannya bagi kesejahteraan hidup manusia. 
Manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga negara, dalam mengembangkan diri, berperan dan memberikan sumbangan bagi kesejahteraan hidup manusia, ditentukan oleh pandangan hidup dan kepribadian bangsa. 

Pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia sebagai kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, menempatkan manusia pada keluhuran harkat dan martabat makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadaran mengemban kodratnya sebagai makhluk pribadi dan juga makhluk sosial, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. 

Bangsa Indonesia menghormati setiap upaya suatu bangsa untuk menjabarkan dan mengatur hak asasi manusia sesuai dengan sistem nilai dan pandangan hidup masing-masing.  Bangsa Indonesia menjunjung tinggi dan menerapkan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. 
Sejarah dunia mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial yang disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial lainnya.  Menyadari bahwa perdamaian dunia serta kesejahteraan merupakan dambaan umat manusia, maka hal-hal yang menimbulkan penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan serta yang dapat menurunkan harkat dan martabat manusia harus ditanggulangi oleh setiap bangsa. 

Bangsa Indonesia, dalam perjalanan sejarahnya mengalami kesengsaraan dan penderitaan yang disebabkan oleh penjajahan. Oleh sebab itu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.   Bangsa Indonesia bertekad ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial yang pada hakikatnya merupakan kewajiban setiap bangsa, sehingga bangsa Indonesia berpandangan bahwa hak asasi manusia tidak terpisahkan dengan kewajibannya. 
 

B. LANDASAN
  1. Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan sikap mengenai hak asasi manusia yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal,  dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. 
  2. Bangsa Indonesia sebagai anggota Peserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai tanggung jawab untuk menghormati Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dan berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia. 
 
C. SEJARAH, PENDEKATAN, DAN SUBSTANSI
1. Sejarah  

Dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia sejak awal perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia sudah menuntut dihormatinya hak asasi manusia.  Hal tersebut terlihat jelas dalam tonggak-tonggak sejarah perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia melawan penjajahan sebagai berikut  : 

  1. Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, yang diawali dengan lahirnya berbagai pergerakan kemerdekaan pada awal abad 20, menunjukkan kebangkitan bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari penjajahan bangsa lain. 
  2. Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, membuktikan bahwa bangsa Indonesia menyadari haknya sebagai satu bangsa yang bertanah air satu dan menjunjung satu bahasa persatuan Indonesia. 
  3. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia diikuti dengan penetapan Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 yang dalam Pembukaannya mengamanatkan :  “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa.  Oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.  Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan aturan dasar yang sangat pokok, termasuk hak asasi manusia. 
  4. Rumusan hak asasi manusia dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia secara eksplisit juga telah dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Kedua konstitusi tersebut mencantumkan secara rinci ketentuan-ketentuan mengenai hak asasi manusia. Dalam sidang Konstituante upaya untuk merumuskan naskah tentang hak asasi manusia juga telah dilakukan. 
  5. Dengan tekad melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, maka pada Sidang Umum MPRS tahun 1966 telah ditetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Sementara Nomor XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia Ad Hoc untuk menyiapkan Dokumen Rancangan Piagam Hak Asasi Manusia dan  Hak-hak serta Kewajiban Warga Negara.   Berdasarkan Keputusan Pimpinan MPRS tanggal 6 Maret 1967 Nomor 24/B/1967, hasil kerja Panitia Ad Hoc diterima untuk dibahas pada persidangan berikutnya.  Namun pada Sidang Umum MPRS tahun 1968 Rancangan Piagam tersebut tidak dibahas karena Sidang lebih mengutamakan membahas masalah mendesak yang berkaitan dengan rehabilitasi dan konsolidasi nasional setelah terjadi tragedi nasional berupa pemberontakan G-30-S/PKI pada tahun 1965, dan menata kembali kehidupan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 
  6. Terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993, yang mendapat tanggapan positif masyarakat menunjukkan besarnya perhatian bangsa Indonesia terhadap masalah penegakan hak asasi manusia, sehingga lebih mendorong bangsa Indonesia untuk segera merumuskan hak asasi manusia menurut sudut pandang bangsa Indonesia. 
  7. Kemajuan mengenai perumusan tentang hak asasi manusia tercapai ketika Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 1998 telah tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara secara lebih rinci. 
2. Pendekatan dan Substansi  

Perumusan substansi hak asasi manusia menggunakan pendekatan normatif, empirik, deskriptif, dan analitik sebagai berikut : 

  1. Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu-gugat oleh siapapun.
  2. Masyarakat Indonesia yang berkembang sejak masih sangat sederhana sampai modern, pada dasarnya merupakan masyarakat kekeluargaan.  Masyarakat kekeluargaan telah mengenal pranata sosial yang menyangkut hak dan kewajiban warga  masyarakat yang terdiri atas pranata religius yang mengakui bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dengan segala hak dan kewajibannya; pranata keluarga sebagai wadah manusia hidup bersama untuk mengembangkan keturunan dalam menjaga kelangsungan keberadaannya; pranata ekonomi yang merupakan upaya manusia untuk meningkatkan kesejahteraan; pranata pendidikan dan pengajaran untuk mengembangkan kecerdasan dan kepribadian manusia; pranata informasi dan komunikasi untuk memperluas wawasan dan keterbukaan; pranata hukum dan keadilan untuk menjamin ketertiban dan kerukunan hidup; pranata keamanan untuk menjamin keselamatan setiap manusia. Dengan demikian substansi hak asasi manusia meliputi : hak untuk hidup; hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan; hak mengembangkan diri; hak keadilan; hak kemerdekaan; hak berkomunikasi; hak keamanan; dan hak kesejahteraan.
  3. Bangsa Indonesia menyadari dan mengakui bahwa setiap individu adalah bagian dari masyarakat dan sebaliknya masyarakat terdiri dari individu-individu yang mempunyai hak asasi serta hidup di dalam lingkungan yang merupakan sumber daya bagi kehidupannya.  Oleh karena itu tiap individu di samping mempunyai hak asasi, juga mengemban kewajiban dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi individu lain, tata tertib masyarakat serta kelestarian fungsi, perbaikan tatanan dan peningkatan mutu lingkungan hidup.
 
D. PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA BAGI BANGSA INDONESIA
  1. Hak asasi merupakan hak dasar seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan.  Mengingat hak dasar merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, maka pengertian Hak asasi manusia adalah hak sebagai  anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia.
  2. Setiap manusia diakui dan dihormati mempunyai hak asasi yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, agama, usia, pandangan politik, status sosial, dan bahasa serta status lain.   Pengabaian atau perampasannya, mengakibatkan hilangnya harkat dan martabat sebagai manusia, sehingga kurang dapat mengembangkan diri dan peranannya secara utuh.
  3. Bangsa Indonesia menyadari bahwa hak asasi manusia bersifat historis dan dinamis yang pelaksanaannya berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
 
II.   PIAGAM HAK ASASI MANUSIA
 

Ditetapkan di Jakarta 
Pada tanggal 13 November 1998
                              
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
KETUA,
 
H. Harmoko 
 
WAKIL KETUA,
 
Hari Sabarno, S.IP, M.B.A, M.M.
 
 
 
WAKIL KETUA, 
 
dr. Abdul Gafur 
WAKIL KETUA, 
 
H. Ismail Hasan Metareum, S.H. 
WAKIL KETUA, 
WAKIL KETUA, 
 
Hj. Fatimah Achmad, S.H. 
 
Poedjono Pranyoto