Artikel Garda Era

Home
Perpustakaan
Artikel

 


 



Transaksi Jual-Beli Kredit dari Prespektif Sosial Ekonomi
Oleh Davy Hendri 

Secara sederhana, transaksi kredit adalah setiap transaksi pertukaran antar dua pihak atau lebih, di mana salah satu pihak bisa mendapatkan haknya (dalam hal ini memperoleh komoditi) pada saat itu dan menunda kewajibannya (dalam hal ini pembayaran/penukaran dengan uang) di masa yang akan datang. Hal ini terjadi secara umum, baik menyangkut komoditi (jual-beli) maupun keuangan. Oleh karenanya, merujuk kepada defenisi di atas transaksi kredit merupakan hal yang lumrah dalam suatu sistem perekonomian dan bisa jadi tidak seorangpun yang pernah lepas dari hubungan perkreditan ini.  

Namun demikian terkadang kita lupa mempertanyakan bagaimana transaksi  jual beli secara kredit ini menjadi sesuatu yang lumrah di dalam perekonomian ?.  Apa keuntungan yang diperoleh para pelaku ekonomi dari transaksi semacam ini ?. Dan pertanyaan menarik yang harus kita jawab juga adalah apakah hanya  keuntungan yang diperoleh oleh para pelaku ekonomi ?. Tidak adakah dampak buruk dari transaksi semacam ini ?. Kalau ada, apa pula faktor-faktor yang menyebabkannya ?.  Ulasan singkat ini ditujukan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang dikemukakan di atas. 

Keuntungan Jual Beli Kredit 

Secara konsep, transaksi komoditi secara kredit (selanjutnya disebut saja   hutang) menguntungkan berbagai pihak, baik bagi pihak konsumen maupun produsen.  Berikut akan diuraikan secara ringkas beberapa manfaat umum dari transaksi ini terhadap aktor-aktor ekonomi yang terlibat. 

Konsumen

Dalam konsep intertemporal consumption, maka kebutuhan konsumsi rumah tangga yang tidak dapat dibeli dengan pendapatan yang ada pada satu waktu harus dipenuhi dengan jalan berhutang.  

Dalam hal ini tentu konsumen juga harus memikirkan kegunaan dari hutang yang dibuatnya dan kemampuannya untuk membayar pada suatu waktu di masa datang. Seperti halnya kadar kolesterol, maka hutang yang terkategori pula kepada hutang baik (good debt) dan buruk (bad debt).  Disebut good debt, jika seseorang berhutang untuk tujuan-tujuan yang produktif, dalam artian menghasilkan suatu nilai tambah (value added) dan berkemampuan untuk membayarnya. Sementara itu yang dimaksud dengan bad debt, tentu sebaliknya.    

Produsen

Sementara itu dari sisi produsen, sistim jual beli kredit merupakan salah satu strategi untuk mendongkrak penjualan produk.  Hal ini dapat kita lihat dari penjualan produk (konsumsi) mulai dari kendaraan bermotor, alat elektronik samapi kepada produk alat produksi seperti mesin-mesin.   Dalam beberapa contoh komoditi, malah jumlah produk yang terjual secara kredit ini melebihi penjualannya secara tunai.   

Jika dianalisa lebih jauh, kita bisa membayangkan dampak buruk yang akan ditimbulkan akibat produk-produk mereka tidak terserap oleh pasar.  Selain efek lansung secara mikro (internal) pada cash flow dan keuntungan  perusahaan hal ini tentu akan berakumulasi pada indikator makroekonomi seperti pencapaian pertumbuhan  dan penggangguran.  

Lembaga Intermediary

Lebih lanjut, konsep jual beli kredit ini dalam beberapa dasawarsa terakhir telah berkembang menjadi sebuah industri (lembaga formal) tersendiri.  Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhannya baik secara kuantitas maupun kualitas. Secara kualitas, kita melihat perkembangan institusi lembaga pemberi kredit, baik  bank dan non-bank seperti lembaga pembiayaan konsumen (comsumer financing), leasing (financial lease) dan factoring (Perusahaan Anjak Piutang).    

Sebagaimana uraian di atas, untuk mencapai tujuannya para produsen bekerjasama dengan lembaga-lembaga di atas untuk memasarkan produk-produk mereka. Bahkan beberapa produsen menguasai sendiri sistim penjualan ini dengan mendirikan perusahaan-perusahaan pembiayaan konsumen (seperti PT. ASTRA INTERNATIONAL, yang memiliki anak perusahaan PT. ASTRA HONDA MOTOR, produsen sepeda motor merk HONDA  dan PT. FIF Federal International Finance perusahaan pembiayaan untuk sepeda motor HONDA).  

Instrumen

 

Yang dimaksud dengan instrumen di sini adalah berbagai sarana yang disediakan dan diterima secara umum oleh berbagai pihak tadi dalam sebuah transaksi jual beli kredit.  Hal ini sangat penting untuk dibicarakan, karena  variasi  instrumen ini secara tidak lansung telah menjadi determinan yang sangat dominan terhadap  variasi besaran hutang yang terjadi sepanjang sejarah. 

 

Tentu saja,  selain karena perkembangan waktu ke waktu dari lembaga intermediary tadi dan faktor-faktor  ekonomi lainnya, di awal penemuan uang yang serba terbatas penggunaannya maka transaksi kredit tidak sebesar seperti saat sekarang. Namun saat ini, ketika credit card sudah menjadi gaya hidup maka proses penciptaan hutang dapat terjadi dalam hitungan detik. Bayangkan betapa sangat mudahnya dan berapa  besar hutang yang dapat terakumulasi !.

 

Beberapa Prasyarat 

Dari uraian di atas, setidaknya kita bisa menggambarkan lebih jauh nantinya, berbagai manfaat dari hutang. Namun, satu hal yang pasti adalah semua manfaat tadi hanya akan berlaku jika saja beberapa prasyaratnya terpenuhi. Lantas, apa saja beberapa prasyarat itu ?. 

Nilai Tambah

Kembali kepada konsep good dan bad debt tadi, maka setiap hutang yang diciptakan haruslah memperhitungkan nilai tambah yang akan dihasilkannya. Hutang yang diciptakan harus ditujukan bagi upaya menghasilkan nilai tambah yang lebih besar.  Hal ini kemudian menarik untuk dikaji lebih jauh jika dikaitkan dengan fenomena makro seperti pertumbuhan kredit, PDB dan neraca perdagangan.  

Berdasarkan data BI, maka laju pertumbuhan kredit konsumsi oleh perbankan dalam beberapa waktu belakangan justru lebih besar dari pada kredit investasi dan modal kerja.  Hal ini secara lansung akan berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian yang didominasi oleh pergerakan jumlah konsumsi masyarakat. Sementara itu, sektor riil hidup senin-kamis akibat sangat seretnya kucuran kredit investasi dan modal kerja dari perbankan. Padahal, investasi oleh pihak swasta ini secara lansung akan turut mengurangi pengangguran sehingga bisa memberikan multiplier effect yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah bangsa.  

Yang lebih parah lagi, jor-joran kredit konsumsi melalui penerbitan kartu kredit ini digunakan sebagai sekedar demonstration effect. Kredit ini digunakan untuk membeli berbagai produk impor mewah demi pemenuhan standar gaya hidup (life style). Akibat lansungnya adalah tergerusnya devisa yang nanti akan menciptakan defisit transaksi berjalan.  Semakin besar gap antara ekspor dengan impor maka tentu potensi inflasi akan semakin besar pula. 

Sistem Pembayaran

Selain itu, kita juga mengetahui bahwa dalam sejarahnya, perputaran uang selalu didasarkan kepada pembayaran bunga.  Sistim bunga yang dimaksud di sini adalah bunga majemuk (compound interest), bukan bunga tunggal (single interest).  Apa kaitannya dengan hal ini ?.  

Tentu saja hal ini terkait erat sekali dengan kemampuan membayar para debitur.  Sistim bunga majemuk sebagai ruh dari konsep time value of  money  menjelaskan bahwa bunga berkembang menurut deret ukur, 1,  2,  4,  8, 16,…..dstnya.  Sebagai sebuah contoh, jika seseorang berhutang sebesar  Rp. 1.000, (seribu rupiah) sekarang kepada lembaga kredit  (bank maupun non-bank) dengan bunga pertahun 10 %,  maka dalam 2 tahun saja maka hutangnya sudah menjadi  : 

                        FV =     PV (1 + i) n

            FV =     1.000 (1+0,1) 2

                              =     1.210  

 

Apa artinya ini ?. Artinya, hanya dalam 2 tahun, nilai hutangnya sudah bertambah  Rp. 210 dari nilai semula. Dengan kata lain, mengalami kenaikan nilai sebesar 21 % = (1.210 – 1.000)/1.000. Nah, bagaimana dengan kemampuan membayar si penghutang ?.  Tentu untuk melunasi hutangnya, minimal dalam jangka waktu 2 tahun dia  juga harus mendapatkan tambahan penghasilan sebesar 21 % tadi.   

Jadi,  walaupun prasyarat pertama sudah terpenuhi, artinya hutang tadi memang digunakan untuk berproduksi namun apakah nilai tambahnya sebanding dengan nilai akhir  hutang tadi ?. Nah, kalau melihat contoh di atas, kira-kira apa jenis pekerjaan yang bisa memberi kenaikan gaji/penghasilan  sebesar  21 % dalam 2 tahun atau rata-rata 10,5 % per tahun.  

Jadi secara tegas, kita dapat menyimpulkan bahwa ketika kenaikan penghasilan  (X) debitur pertahun kecil dari bunga  (Y)  maka debitur akan gagal membayar hutang-hutangnya (X  < Y = GAGAL BAYAR). Untuk itu, maka prasyarat yang dibutuhkan supaya hutang tadi bermanfaat bagi semua pelaku yang terkait di dalam transaksinya adalah sebuah patokan suku bunga kredit yang telah memperhitungkan secara baik kemampuan bayar debitur. Kalau bisa,  malah mengeliminasi sistem bunga dan menggantinya dengan sistem margin  keuntungan (murabahah). 

Selain itu, setiap transaksi kredit dengan sistem bunga ini akan menciptakan uang-uang (semu) yang baru. Bertambah satu transaksi kredit bertambah uang sebesar bunga yang dikenakan sehingga jumlah uang yang beredar lebih besar dari barang yang ada di pasar. Hal inilah yang ditakuti oleh otoritas moneter.  Bila keseimbangan umum antara pasar uang dan pasar barang tidak tercapai maka hal ini akan memicu inflasi.  

Nilai Kurs

Variabel ini akan dibahas terkait dengan transaksi jual beli kredit antar aktor ekonomi pada sistem perekonomian terbuka.  Dunia yang tak berbatas ini semakin menjadi sebuah kampung kecil (Borderless world is a small village).  Globalisasi menuntut terbuka dan terintegrasikannya sektor-sektor ekonomi semua negara di dunia.   

Oleh karenanya, pergerakan arus ; orang, barang, bahkan modal antar negara merupakan sebuah keharusan.  Bagi para pelaku ekonomi pada level ini, yaitu eksportir atau importir maka kestabilan nilai kurs (perbandingan nilai mata uang suatu negara dengan negara lain)  akan sangat  berpengaruh besar  pada kelansungan usaha mereka.   

Salah satu instrumen dari otoritas moneter untuk menjaga nilai kurs adalah menerapkan kebijakan nilai tukar tetap (fixed exchange). Namun, hal ini membutuhkan sumber daya manusia, sistem dan devisa yang besar sekali. Sementara itu pada level aktor ekonomi lainnya, bila nilai kurs tidak stabil maka salah satu upaya menyiasati dampak volatilitasnya terhadap ekspor dan impor secara kredit adalah dengan melakukan hedging (perlindungan nilai).   

Kesimpulan 

Uraian di atas bisa menjelaskan bahwa secara konsep jual beli kredit menguntungkan semua aktor ekonomi yang terlibat di dalamnya. Masalahnya adalah  hal ini akan tercipta jika beberapa prasyaratnya telah terpeuhi.  Oleh karenanya kemudian menjadi kewajiban bagi kita untuk menaruh perhatian bagi upaya-upaya  penyediaan prasyarat-prasayarat tadi. Satu kata saja, PERANGI SISTIM BUNGA !!!!.  Allahu Akbar.

Pegiat pada Yayasan GARDA ERA,
Dosen  IAIN Imam  Bonjol Padang

 

Link
IMZ

Tazkia Institute

Domper Dhuafa

Muamalat Institute

Bank Syariah
Mandiri

Baitul Maal

BMT Link

Islamic Finance

Asuransi Takaful

OKI

Majalah Modal
Bank Muamalat