Apakah
Saya Berdosa?
Jawaban
Kami
Belakangan
ini saya mendengar interpretasi berbeda dari dalil-dalil ayat
suci yang menyatakan bahwa homoseksualitas itu tidak sepenuhnya
perbuatan berdosa...
Ayat-ayat
dalam Al-Quran secara eksplisit mengemukakan bahwa mendatangi
laki-laki (maksudnya: sesama jenis) untuk memuaskan nafsu (birahi)
adalah dosa. Ada indikasi bahwa saat ini penafsirannya dipersempit
hingga pada sodomi saja, perampokan terhadap kafilah, atau usaha
pemerkosaan terhadap malaikat Allah swt.
Kemungkinan bahwa kota Shadum dan Ghomorrah dipenuhi oleh pelaku
liwath pun diabaikan. Alasannya? Dianggap tidak mungkin terjadi.
Padahal di masa kini sudah ada contohnya. Kemungkinan lain,
penduduk kota yang tidak ikut melakukan liwath, tidak berbuat
apapun untuk mencegahnya. Lalu, apa bedanya dengan pelakunya?
Tanpa bermaksud untuk buruk sangka kepada yang bersusah payah
dalam membuat tafsiran alternatif, hendaknya kita melakukan
klarifikasi: Mengapa bisa sampai bisa muncul tafsiran sedemikian
rupa? Apa dampaknya seandainya tafsiran ini salah?
Kembali
ke Daftar Pertanyaan
Banyak
pernyataan dan artikel yang ditulis oleh para aktivis, pakar,
dan praktisi yang menyatakan bahwa homoseksualitas itu normal
dan bukan dosa. Saya jadi bingung.
Sayangnya,
para aktivis, pakar, dan praktisi tersebut tidak mendasarkan
pernyataannya pada agama, dan berbicara di luar konteks agama.
Bagaimana bisa menentukan bahwa suatu perbuatan itu bukan dosa,
jika tidak berbicara dalam konteks agama?
Kembali
ke Daftar Pertanyaan
Hingga
saat ini saya sukses mengendalikan dorongan homoseksual saya,
sehingga tidak muncul dalam bentuk hubungan seksual. Cuma, saya
masih suka berfantasi homoseksual. Apakah saya berdosa?
Sesungguhnya,
penglihatan, pendengaran, dan hati akan dimintai pertanggungjawaban
oleh Allah swt. Hukum positif biasanya mengatur hal-hal yang
nampak saja (perilaku nyata), sedangkan hati tidak bisa dibaca
gerakannya, kecuali oleh Allah swt. Karena itu, meskipun Allah
swt. telah menutupi aurat kita, hendaknya kita tidak merasa
aman dari perhitungannya. Bahkan dalam 1 riwayat, Isa as. pernah
berpesan untuk tidak membisikkan perzinahan dalam hati, karena
itu bagaikan menyalakan api dalam rumah. Meskipun tidak terbakar,
namun hiasannya dikotori oleh asap. Jika kita terus memainkannya
dalam pikiran kita, siapa yang bisa menjamin bahwa hal itu tidak
berkembang menjadi nyata?
Kembali
ke Daftar Pertanyaan
Bagaimanakah
cara menghentikan perilaku homoseksual ditinjau dari segi agama?
Sebenarnya
syaratnya mudah: Takut kepada Tuhan, ingat akan mati, tahu balas
budi kepada orang tua, dan cinta kepada sesama manusia. Kita
mesti takut akan menyebabkan murka Allah, ingat kepada kematian
yang akan memutuskan nikmat dunia, malu mengecewakan orang tua,
dan enggan menjerumuskan sesama ke dalam dosa.
Kembali
ke Daftar Pertanyaan
Ketika
mendengar ceramah agama yang mengutuk homoseksualitas, timbul
perasaan tersinggung dan berdosa pada diri saya...
Ada dua
hal yang bisa ditekankan di sini:
- Perasaan
berdosa menunjukkan bahwa hati nurani kita masih berfungsi.
Kita menyadari bahwa apa yang kita punyai berpotensi untuk
mendorong kita melakukan hal-hal yang dilarang agama, dan
ketika dipicu dengan kutukan terhadap homoseksualitas, maka
saat itu kita dihadapkan pada cermin yang menunjukkan hal-hal
yang tidak menyenangkan pada diri kita;
- Perasaan
tersinggung menunjukkan pembelaan diri kita terhadap isi dan
isyarat kotbah. Hujatan terhadap perilaku liwath, disertai
dengan intonasi tinggi dan raut muka sangar sang penceramah
nampak sebagai ancaman terhadap harga diri kita yang serta-merta
berseru, "Hai, anda 'kan tidak kenal saya. Saya tidak
sejelek itu, loh!"
Hukum amar
ma'ruf nahi munkar adalah fardhu 'ain bersekutu dalam fardhu
kifayah. Tugas ini dilakukan untuk menolong sesama, namun utamanya
sebagai alasan pelepas tanggung jawab dari pertanyaan, "Sudahkah
engkau mengingatkan hamba-Ku?"
Kembali
ke Daftar Pertanyaan
Saya
tidak ingin ada lagi yang menasihati saya. Perilaku homoseksual
yang saya lakukan adalah sepenuhnya urusan saya dan Tuhan.
Benar,
pertanggungjawaban antara Allah dan mahluk-Nya berlangsung secara
pribadi, namun Allah tidak selalu menegur hamba-Nya secara pribadi.
Jika ada orang yang memperingatkan anda, anggaplah Allah sendiri
yang memperingatkan.
Kembali
ke Daftar Pertanyaan
Jika
semua agama mengharamkan homoseksualitas, padahal Tuhan sendiri
menjadikan saya sebagai gay, maka lebih baik saya tidak beragama
saja!
Kami paham
maksud anda. 'Untuk apa menyembah Tuhan yang melaknat hamba-Nya
sendiri?' Kalau pikiran ini didasarkan pada anggapan bahwa semua
agama adalah buatan manusia, maka hal itu tak jadi soal. Namun
jika ada satu agama yang benar (Dan benar-benar ada Tuhan di
belakangnya), maka lari sejauh apapun tidak akan menjadi masalah
bagi-Nya. Bukankah Ia Maha Berkecukupan? Justru kita sebagai
hamba-Nya yang selalu membutuhkan-Nya, sudah sewajarnya kita
merendahkan diri di hadapan-Nya. Lagipula, jika menjadi gay
adalah hak asasi manusia, berarti itu juga adalah pilihan pribadi
manusia. Kenapa masih menyalahkan Tuhan?
Kembali
ke Daftar Pertanyaan
|