Tergoda Nafsu Lewat

 

Kecenderungan sejenis saya mulai saya rasakan ketika kelas 5-6 SD. Waktu itu saya pernah "jatuh cinta" dengan guru ngaji saya dan cemburu ketika dia menikah. Masa SMP pernah juga jatuh cinta dengan tetangga yang ganteng yang baru pindah di sebelah rumah. Tapi waktu itu tidak terpikir masalah seks. Baru waktu SMA dorongan itu berkembang. Tapi alhamdulillah hanya terbatas pada fantasi dan perlaku-perilaku yang mengarah ke sana. Misalnya suka berdesak-desakan di tempat ramai, seperti di bis kota atau habis nonton bioskop. Penyaluran saya lewat pemuasan dengan diri sendiri.

Di awal-awal kuliah di Surabaya keinginan untuk mencoba hubungan sejenis sangat besar, tapi tak ada keberanian dan tidak ada kesempatan (Alhamdulillah…) Hanya dalam mimpi semua itu tersalurkan, dan hampir semua mimpi itu adalah hubungan sejenis (Ada yang bilang mimpi salah skenario... siapa ya?) Alhamdulillah Allah masih melindungi. Tapi kecenderungan ini sangat menyiksa saya. Saya harus ekstra ketat mengendalikan diri. Pernah suatu saat ketika sholat jum'at, ada orang di sebelah saya sangat menarik hati saya. Saya tidak bisa mendengarkan khotbah. Ketika rukuk, bukannya ingat kepada Allah, tapi nafsu syahwat yang justru bergelora. Astaghfirulloh...

Godaan-2 kecil seperti itu tak terhitung jumlahnya. Hampir setiap hari selalu ada. Bahkan sampai saya punya anak-istri hal itu tidak pernah hilang. Saya masih sering deg-degan bertemu rekan kerja atau bahkan anak buah yang menarik hati. Bahkan beberapa hari lalu godaan itu masih muncul. Tapi ternyata setelah tidak diperdulikan, dorongan itu hilang. Jadi sekarang saya anggap saja itu dorongan terhadap sejenis itu adalah nafsu liwath alias nafsu yang cuma lewat sebentar dan pergi. Jadi gak usah dituruti. Mungkin bisa dibikin humor saja kalau nafsu ini muncul: "E..e... ada nafsu liwath yang lewat."

Tapi ada godaan yang saya anggap cukup "dahsyat". Pertama, ketika kuliah di Surabaya, saya tinggal sekamar dengan teman pria. Wajahnya cukup cakep, kehitaman dan badannya atletis. Saya tertarik dengan dia. Jadinya di malam-malam pertama tidur sekamar, meskipun ranjang terpisah, saya sering kelabakan sendiri. Suatu pagi saya bangun mau sholat subuh, tapi teman saya masih tidur lelap. Apa yang terjadi? teman saya itu tidur pakai sarung. Dan...sarungnya tersingkap!! Astaghfirulloh....Darah saya langsung naik ke kepala (Gak usah di bayangkan deh...). Terjadi perang batin dahsyat dalam diri saya. Mau keluar ambil air wudhu dan sholat atau....Ini betul-betul perang besar. Jihadul akbar! Hampir saja saya kalah, kalau saja tidak ada pertolongan Allah yang Maha Perkasa. Saya akhirnya berhasil melangkahkan kaki ke kamar mandi, wudhu dan sholat subuh. Untung teman saya itu tidak tahu. Setelah bergaul beberapa lama, untung dorongan itu menghilang. Allohu Akbar! Allohu Akbar! (Makanya saya pakai nama A.Akbar = Abdullah Akbar = Hamba Allah yang Maha Besar)

Perang besar kedua terjadi beberapa tahun setelah menikah. Waktu itu saya mendapat kesempatan mengikuti training di Jerman beberapa bulan (Saya kerja di sebuah BUMN). Sejak bertemu di Indonesia, saya merasakan bos bule sebagai partner perusahaan saya ini ada sesuatu yang tidak beres. Ketika jumpa di Jerman juga begitu. Dia merangkul-rangkul saya ketika bertemu di jalan. Lalu suatu saat saya diundang ke kantornya. Ketika memasuki ruangan, pandangan saya tertuju pada sebuah benda di atas mejanya. Apa itu? Astaghfirulloh...itu benda yang membikin orang laki-laki malu ketahuan orang. Untung waktu itu tak terjadi apa-apa. Dugaan saya benar, ternyata bos bule itu memang seorang G. Menurut beberapa informasi dia suka ngajak kencan tamu-tamunya. Waduh... saya jadi ketakutan jadi mangsanya. Tapi terus terang juga ada dorongan ingin merasakan, mumpung tak ada orang tahu. Akibatnya selama saya di Jerman terjadi pertarungan batin terus. Di satu sisi kesempatan ada, jauh dari rumah, tak ada yang tahu, sedang kesepian....Di sisi lain, saya berdoa terus, supaya diberi kekuatan iman. Bahkan saya sampai menangis di sajadah mohon supaya godaan ini bisa segera dilewati. Alhamdulillah...akhirnya bisa kembali dengan selamat. Sampai di rumah mejadi lebih romantis dengan istri.

Godaan nafsu lewat yang paling besar terjadi beberapa tahun lalu ketika saya mendapat tugas mengikuti sebuah konferensi di Los Angeles, USA. Waktu itu saya berkenalan dengan seorang peserta yang pernah mengadakan penelitian di Indonesia. Kami ngobrol lama sekali di lobi. Lalu dilanjutkan di kamar tempat menginap saya (saya nginap di hotel mewah tempat konferensi itu, sedang dia nginap di hotel agak jauh). Yang membuat darah saya berdesir-desir adalah ketika dia mengetahui kalau saya tidur sendirian di kamar yang besar dengan tempat tidur yang cukup untuk 2 orang. Lalu dia minta ijin kalau bisa mau menemani saya di situ, supaya kalau ikut konferensi lebih mudah. Mendengar itu tentu saja hati saya tidak karuan. Dan anehnya saya mengijinkannya...akhirnya jadilah dia satu kamar dengan saya dan satu tempat tidur! Fantasi saya berkecamuk tak karuan. Betul-betul kesempatan langka. Jauh dari anak istri, tidur ditemani seorang pria tinggi besar dan tampan. Wah…

Sekitar jam 8 malam dia ada keperluan keluar. Di situ terjadi pertarungan hebat dalam diri saya. Antara bayang-bayang kenikmatan sesaat dengan derita yang lama. Suasana kamar hotel yang indah dan romantis sangat mempengaruhi. Ah.... Saya merasakan betul-betul dahsayat dorongan itu. Tapi saya masih bisa berpikir. Daripad nanti terjadi yang lebih parah, akhirnya saya memilih melakukan pemuasan dengan diri sendiri. (Saya mohon ampun kepada Allah karena Ini perbuatan yang sudah 20 tahun saya hindari.)

Akhirnya setelah melakukan itu saya tidur lebih dulu. Selimut yang sebenarnya bisa jadi satu, lalu saya pisah sendiri. Tapi sekitar jam 2 malam saya terbangun. Si bule itu sudah tidur di sebelah saya. Tapi belum sempat hai saya deg-degan, ternyata dia juga terbangun.... Tapi saya langsung ke kamar mandi dan mandi junub. Setelah selesai, saya langsung menggelar sajadah, sholat tahajud mohon ampun kepada Allah.. sampai subuh. Si bule itu ngorok lagi... Untung dia bukan G. Kalau dia G dan mengajak saya, saya tidak bisa menjamin kalau saya tahan terhadap godaan ini. Alhamdulillah...akhirnya selamat juga. Sekali lagi kalau tidak ada perlindungan Tuhan, hal itu akan sangat mudah terjadi. Maka saya senantiasa berdoa semoga dijauhkan dari perbuatan yang tidak semestinya itu.

Begitu pengalaman selintas saya. Sampai sekarang saya tidak merasa sebagai G meskipun saya punya naluri besar terhadap sejenis. Naluri itu saya anggap sebagai bagian dari diri saya yang harus saya terima, yang tidak mungkin bisa dihilangkan. Bukannya untuk dituruti, tapi saya anggap ini sebagai cobaan yang harus diatasi selama hidup saya di dunia ini.

(A. Akbar)

 

<< Sebelumnya | Indeks Kisah | Selanjutnya >>