Memilih atau Tidak Memilih

Dengan segala kerendahan hati, disini aku mencoba menjelaskan pengalaman pribadi ku dalam hal hubungan antara Memilih atau Tidak Memilih menjadi seorang homoseksual (Lesbian/L). Aku seorang wanita dewasa, mandiri, dan sudah dapat memilih jalan hidup sendiri untuk menentukan pilihan menjadi L atau tidaknya. Bertahun-tahun aku menyadari bahwa aku mempunyai orientasi seksual yang agak berbeda dengan teman-temanku kebanyakan. Ketika aku masih remaja sekitar umur 12 tahunan, aku merasakan mempunyai rasa ketertarikan pada perempuan dan juga laki-laki. Tapi satu hal yang kuingat dengan pasti bahwa aku merasakan adanya perasaan yang sangat mendalam dengan seorang teman perempuanku.

Aku diliputi keinginan untuk selalu berada di dekatnya, untuk sekadar berbicara, bercanda atau hanya memandang wajahnya dari kejauhan. Seringkali aku berusaha mencari segala macam cara untuk mendapatkan perhatiannya, dari mulai ikut kegiatan olahraga sampai aktif di organisasi sekolah dengan tujuan semata-mata biar bisa diperhatiin dan biar bisa dekat sama dia. Semakin lama aku dekat dengannya membuat hatiku makin nggak karuan2, makin tidak menentu. Terus terang perasaan ini amat sangat menggangguku. Aku dididik dalam keluarga yang harmonis dan cukup religius. Saat itu aku belum tau persis apa artinya lesbian, cuma satu hal yang kutau bahwa ini merupakan suatu hal yang keliru dan janggal.

Bertahun-tahun aku mencoba melawan semua perasaan-perasaan itu, perang batin berkecambuk dalam hatiku, sakit benar-benar sakit, dan aku nggak tau musti ngomong sama siapa. Selalu ada keinginan untuk mengutarakan isi hatiku ke padanya, tapi keinginan itu selalu saja kuurungkan. Aku takut dia malah marah dan menjauhiku. Jadi hal ini hanya kusimpan dalam hati saja, meski seringkali aku memperlihatkan sikap yang begitu perhatian padanya, entah ia sadari atau tidak. Tidak pernah lisanku mengatakan perasaanku yang sebenarnya, tapi rasa-rasanya semua perlakuanku sudah dapat menunjukan ke dia bahwa aku sayang padanya.

Di sisi lain, aku juga tertarik dengan Co dan beberapa Co sengaja mendekatiku. Bahkan semasa SMP aku sudah mulai pacaran dengan seorang kakak kelasku, tapi bisa dibilang hanya kepada teman Ce ku itu saja yang membuat hatiku bergetar demikian kuat. Dia adalah orang pertama yang membuatku jatuh cinta. Untuk sebagian besar orang mungkin menganggap ini sungguh aneh, mempunyai firstlove dengan teman sesama jenis.

Tapi bagiku tidak, karena apa yang kurasakan adalah perasaan yang sungguh-sungguh nyata, sungguh-sungguh kurasakan, natural dengan sendirinya terjadi, mengalir begitu saja, tanpa bisa dijelaskan kenapa bisa sampai seperti itu. Ketika perasaan-perasaan itu melanda, hatiku semakin gelisah, bingung tak menentu. Di antara rasa takut, sayang, senang, sedih semua berbaur menjadi satu hingga sampai perasaan cemburu yang sangat-sangat menyiksaku kala dia akrab dengan temanku yang lain, terutama bila dia dekat dengan Co.

Berjalannya waktu dan jauhnya jarak secara geografis merupakan keadaan yang seringkali memisahkan aku dengannya, tapi itu semua belum mampu membuat hatiku bisa sepenuhnya melupakan bayangan dirinya. Tahun demi tahun mulai terlewat aku pun mulai mempunyai cerita kehidupanku sendiri. Jalan hidupku mulai bergulir tanpa kehadirannya. Aku beberapa kali berpacaran dengan Co, dan seperti layaknya orang yang berpacaran aku juga mengalami perasaan-perasaan sayang, kesel, cemburu, berantem, sampai akhirnya putus.

Aku merasa aku tergolong biseksual yang mempunyai ketertarikan baik dengan laki-laki maupun perempuan. Dalam keseharian, aku bisa tertarik dengan seseorang lebih disebabkan karena faktor physically dan personality orang itu sendiri. Biasanya aku mudah sekali jatuh hati pada orang lebih karena sifatnya (dalam hal ini karena prilaku/akhlaknya yang baik) juga karena faktor fisiknya (ganteng/cantik).

Bagiku jatuh hati/ bersimpati pada seorang manusia tidak memandang jenis kelamin, baik dia itu perempuan atau laki-laki. Kita bisa tertarik, bisa suka, bahkan bisa sampai jatuh cinta. Karena memang setiap manusia adalah unik dengan membawa karakter beserta segala kekurangan dan kelebihannya masing-masing.

Singkat cerita aku mengalami cerita hidup yang beraneka ragam. Sudah berpacaran beberapakali dengan Co, walau begitu perasaan cintaku yang mendalam dengan teman Ce-ku itu belum juga bisa benar-benar kulenyapkan. Seringkali ada masa-masa tertentu aku dihantui dengan perasaan bingung, gelisah, bergelut dengan kesedihanku sendiri karena memikirkannya.

Masa Pencarian

Lelah dibayang-bayangi perasaan itu, perlahan aku mulai mencari tau dan berusaha menemukan solusi dari permasalahanku ini. Tahun demi tahun kuhabiskan dengan membaca segala macam buku-buku psikologi, sempat juga curhat sama orang yang kupercaya, dan akhirnya sampai pada kepasrahan dan keinginan yang kuat untuk mencari Tuhan.

Sengaja aku sisihkan waktu dengan mencari berbagai buku-buku agama yang berkaitan dengan masalah cinta sejenis, mendengarkan ceramah-ceramah keagamaan untuk membantu mengisi kebimbangan hati dan mengisi kekosongan jiwaku.

Pada masa pencarianku itu aku menemukan sebuah buku yang menarik dan cukup membantuku. Buku yang berjudul Terapi Penyakit dengan Al Qur’an dan Sunnah (Ibnu Qayyim) di situ ada beberapa ulasan tersendiri tentang hubungan sejenis. Mulai dari pembahasan mengenai homoseksual dan lesbianisme, hukum homoseksual hingga obat homoseksual. Dari tulisan-tulisan itu, ada hal yang berkesan yang kurasa dapat menjadi solusi permasalahanku ini. Yaitu adanya anjuran untuk Menjaga pandangan mata (d isitu dijelaskan bahwa dengan menjaga pandangan mata/ menundukkan mata dapat mencegah sampainya pandangan mata ke dalam hati, yang mana hal itu dapat menyebabkan kematian hati).

Menundukkan mata dapat mempengaruhi hati menjadi cinta dan dekat pada Allah. Sebaliknya, melepaskan pandangan mata dapat memporakporandakan dan menceraiberaikan hati serta menjauhkan diri dari Allah. Perlahan aku mencoba merenungkanya, meresapinya dalam-dalam, yang utamanya lagi meskipun aku selalu diselimuti perasaan-perasaan kebingungan seperti itu tapi hati kecilku terus berbisik bahwa perasan yang berlebihan pada teman Ce ku itu adalah hal yang salah dan bukan jalan yang diridhoi Allah. Lalu aku mencoba berpikir bijak meski sulit sekali dan teramat berat untuk bisa menerima kenyataan itu dengan lapang dada.

Sebuah Ujian Hidup

Beberapa kali aku menangis, mengapa Tuhan memberikanku perasaan cinta kepada sesama perempuan. Perasaan cinta kepada seorang manusia yang jelas-jelas tak boleh kumiliki. Walaupun dalam tatanan manusia tidak ada yang tidak mungkin, tapi aku tau bahwa untuk tatanan hukum Tuhan/ Agama, hubungan sejenis dilarang/diharamkan. Menerima kenyataan ini tentu saja sangat-sangat menyakitkan. Pertanyaan yang selalu timbul dalam hatiku adalah: mengapa, mengapa dan mengapa ini bisa terjadi padaku???

Tak hentinya aku selalu bertanya pada-Nya. Dalam sholatku aku menangis, sampai akhirnya aku menyadari ini adalah suatu cobaan hidup, ujian hidup bagiku. Setiap manusia selama ia hidup di dunia akan selalu diberikan cobaandan ujian-ujian tersendiri. Perlahan aku menyadari bahwa ini merupakan salah satu ujian saat aku hidup di dunia. Bisa kah aku tetap berjalan di rel yang benar, sesuai dengan aturan yang telah digariskan oleh-Nya (menjalankan perintah dan menjauhkan larangan-Nya) atau aku tetap bersikukuh dengan menerus-neruskan semua perasaanku ini hingga ke tindakan nyata demi mementingkan ego manusia semata lalu mengorbankan hak Allah?

Terus terang itu merupakan sebuah pilihan berat. Meski akhirnya itu semua yang mengantarkan aku untuk memilih mengorbankan perasaan dan ego manusiaku demi hak Allah. Dengan menyadari takdirku dan mengedepankan hak Allah, bukan mencari pembenaran-pembenaran dari dalil-dalil manusia yang bisa membenarkan perasaanku ini. Aku sadar sepenuhnya bahwa ini cobaan, ujian dari-Nya dan Insya Allah bila ikhlas menjalani itu semua, maka akan membuahkan hasil yang baik pula nantinya, khusnul khotimah (baik akhirnya).

Kesadaran ini tidak tiba-tiba saja terjadi padaku tapi melalui proses perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan. Semoga ini adalah ujungnya, yaitu adanya keyakinan yang menetap di hati dan pikiranku untuk selalu berpegang teguh pada jalan-Nya.

Titik Balik: Keputusan untuk Menentukan

Salah satu hal yang mengantarkan aku hingga sampai di sini adalah dimana aku mendapatkan suatu kejadian yang menjadi titik balik dari itu semua. Beberapa tahun yang lalu aku mengalami suatu peristiwa dimana aku dihadapi oleh suatu kenyataan di depan mataku, untuk memilih meneruskan perasaanku ini atau memilih mengorbankannya.

Keaadaan itu terjadi saat aku mendapatkan teman Ce ku itu menunjukan rasa “tertarik” padaku, seperti gayung bersambut. Kesempatan dan jalan seolah terbuka lebar di depanku, tapi entah mengapa justru saat itu malah membuatku gundah dan berpikir bahwa aku harus menghapus perasaan-perasaan yang berlebihan padanya. Yang ada diotakku cuma satu: Meninggalkannya! Mencoba melepaskan perasaanku padanya. Bukan karena dia, bukan karena siapa-siapa, tapi lebih pada kesadaran untuk memilih mengedepankan ketaatan pada Tuhanku. Meskipun itu hal yang berat....berat sekali....

Sejujurnya sampai detik ini hingga umurku sudah seperempat abad aku belum pernah memasukin dunia L dalam artian pacaran ataupun berhubungan fisik secara L dengan perempuan mana pun. Meski keinginan dan rasa penasaranku besar sekali, bahkan godaan dan kesempatan selalu hadir hilir mudik di depanku.

Pilihan dan Bukan Pilihan

Di sini aku hanya ingin berbagi dengan teman-teman tentang perngalaman dan perasaan yang pernah kualami, yang kini menjadi bagian dalam cerita hidupku. Bahwa mendapatkan diri mempunyai rasa ketertarikan dengan sesama jenis hingga bisa sampai jatuh cinta memang bukan pilihan, sepertinya natural saja terjadi, tanpa dapat dijelaskan oleh logika yang pasti. Tapi bila kemudian menentukan untuk berpasangan secara homo/hetero berdasarkan alasan masing-masing orang maka itu baru merupakan pilihan.

Menyikapi permasalahan seperti ini rasanya tidak ada yang bisa disalahkan mengapa keadaan itu bisa terjadi. Setiap manusia mempunyai background berbeda-beda yang melatarbelakanginya hingga bisa timbul rasa ketertarikan dengan teman sejenis. Sekadar pemberitahuan aja, mungkin untukku pribadi lebih disebabkan pola asuh dan pengaruh psikologis sejak masih kecil. Aku terbiasa dididik jadi perempuan yang mandiri dan tidak cengeng, hingga membuat karakterku menjadi perempuan yang “tangguh” seolah tidak membutuhkan orang lain di sampingku.

Dulu aku agak tomboy tapi perlahan itu mulai pudar dan aku terus belajar untuk menerima diriku apa adanya, menjadi selayaknya seorang perempuan biasa. Hal ini sangat-sangat membantu diriku hingga mengantarkan aku pada cinta keduaku pada seorang Co yang sempat menjadi kekasihku.

Aku sangat-sangat menyadari bahwa aku seorang manusia biasa, yang juga rentan dengan segala macam godaan duniawi, tapi kini perlahan aku mencoba menyingkirkan sedikit demi sedikit segala hal/perbuatan yang dapat menjauhkan aku dari jalan-Nya. Sekarang aku dititik ini, dimana telah bias, blur sama cinta untuk manusia. Jalan ke depan bukan hanya cinta-cintaan untuk manusia saja, tapi lebih jauh dari itu semua, yaitu adanya kesadaran akan hidup setelah di dunia. Cinta yang tertinggi tingkatannya hanya cinta pada Illahi. Mencoba mengasihi manusia hanya karena-Nya dan hanya berharap untuk mendapatkan ridho dari-Nya. Bahwa manusia, uang, kedudukan adalah jalan untuk mendekatkan diri pada-Nya bukan sebaliknya.

Mengagungkan cinta untuk manusia, mempertahankan ego semata dengan memaksakan diri menuruti keinginan pribadi adalah godaan dan hawa nafsu semata. Ujung dari kehidupan manusia adalah mati. Akan datang suatu masa dimana kita akan ditinggalkan ataupun meninggalkan. Saat itu yang dibawa hanya keimanan dan ketaqwaan kita pada-Nya.

Aku sadar sepenuhnya bahwa aku manusia biasa yang hina dan lemah di hadapan-Nya, penuh oleh segala macam godaan dan hawa nafsu. Tapi aku berdoa agar DIA senantiasa terus mengukuhkan hati dan pikiranku ini.

Kembali menjadi straight, memegang teguh pilihan untuk tetap menjadi str8 merupakan hak pribadi manusia yang juga harus dihargai dan dihormati. Sesungguhnya kembali dan tetap menjadi straight bisa dilakukan oleh setiap manusia yang juga mengalami permasalahan serupa, kuncinya hanya satu "keikhlasan untuk mengorbankan perasaan dan ego manusia demi memilih jalan kebenaran hakiki".

Tidak ada yang mustahil untuk dilakukan, yang diperlukan hanya adanya tekad dan kemauan yang kuat untuk dapat berubah. Rela dan ikhlas untuk mau mengorbankan ego manusia untuk kembali pada fitrahnya. Kembali memapaki jalan kebenaran Illahi, sebuah jalan yang abadi untuk digenggam. Berupa kepatuhan akan perintah dan mengedepankan hak-Nya.

Sungguh mendapatkan diri dalam keadaan ini jauh lebih tenang dan damai. Menyadari sepenuhnya bahwa apapun yang kita rasakan, apapun yang kita alamin, apapun yang kita peroleh selama hidup di dunia adalah sebuah ujian keimanan dari-Nya. Mengedepankan hak-Nya dan mendahulukan Cinta untuk-Nya, jauh lebih indah rasanya dari perasaan-perasaan apa pun.

Semoga ceritaku ini dapat bermanfaat dan membantu teman-teman yang ingin kembali ke jalan Tuhan. Diperlukan ketulusan dan keikhlasan hati untuk bisa menerima kebaikan dan kebenaran, semoga kita termasuk golongan orang-orang yang diberi Petunjuk oleh-Nya. Amien.

(M_justagirl)

 

<< Sebelumnya | Indeks Kisah | Selanjutnya >>