Tobat
Sambal
Pribadoss:
Saya
pria 22 th , terjerumus atau mungkin lebih tepatnya menjerumuskan
diri ke dalam dunia g sudah 3 tahun. sebenarnya aku merasakan
tertarik sesama jenis sejak usia baligh, namun merasakan hubungan
sesama jenis yang sebenarnya sejak smt 2 kuliah.sekali terjerumus
tidak mudah untuk keluar dari jurang kenistaaan itu, aku tidak
bisa membendung hasratku yang selalu menggebu untuk melakukannya,
dan itu terjadi karena partnerku adalah temenku sendiri yang
sehari-harinya dekat dan selalu ada kesempatan untuk melakukannnya.
Upayaku untuk keluar dari jurang semua sia-sia. SELAIN sholat
puasa sunah kadang saya jalankan, begitu juga pengajian2 dan
muhasabah sering saya ikuti. Namun penyesalan hanya saat kegiatan
ritual saja dan bertahan hanya beberapa hari bahkan dalam hitungan
jam. Begitu hasrat datang dan ada kesempatan perbuatan laknatullah
itu lagi-lagi saya lakukan.
Komitment demi komitment telah berpuluh2 kali aku nyatakan dengan
partnerku namun selalu aku langgar, dan akulah yang tersering
melanggarnya. karena memang temenku agak pasif namun tdk bisa
menolak ajakannu dan kadang2 aku memaksanya. So... komplit sudah
dosa2 ku, menggunung....
TOBATKU HANYA TOBAT SAMBAL, SETIAP PENYESALAN SELALU KUIRINGI
DENGAN PENGULANGAN DOSA. HARUS BAGAIMANAKAH SAYAAA???? I wanna
to be a normal. Saya tidak mau jadi kaum nabi Luth yang dilaknat
Allah SWT, AKU PINGIN BAHAGIA DUNIA WAL AKHIRAT. ADAKAH YANG
BISA MENOLONG SAYA?????
Semperfy:
Selamat datang
dan selamat bergabung bagi akhi. Membaca suratmu, mungkin saya
terpaksa harus mengecewakan anda dengan mengatakan bahwa saya
tidak punya power untuk mengharuskan orang lain begini dan begitu,
terutama karena segala kekurangan dan kelemahan di diri saya
sendiri. Bukankah menasehati harus dari diri sendiri?
Namun kita semua tentunya juga berusaha sebisanya untuk tidak
membiarkan semua anggota melongok group ini dan memutuskan koneksi
dengan tangan hampa. Ijinkanlah saya, untuk mengomeli kita semua,
terutama diri saya sendiri (Ceile, kayak khutbah Jumat beneran,
ya?). Meskipun jauh dari sempurna, namun hendaknya tidak menghambat
amar maruf nahi munkar yang sudah diwajibkan atas hamba-Nya.
Sebelum melangkah lebih jauh, apakah menurut anda saya terlalu
berlebihan dan klise apabila saya mengatakan kepada akhi bahwa
saya juga bisa merasakan jatuh bangun dalam menghadapi godaan?
Para akhi di sini tentu juga pernah mengalami godaan, dan banyak
juga yang berhasil survive. Dari mereka --eh, kita-- tentu ada
beberapa hal yang bisa dipelajari.
'Kambuh' setelah tobat merupakan dosa yang memerlukan tobat
tersendiri, selain faahisyah itu sendiri, tentu saja. Saya melihat
bahwa akhi masih memiliki nurani. Bukankah akhi masih mampu
mencela diri sendiri? Bisa membedakan baik dan buruk (terutama
pada saat tidak horny)? Ibadah juga jalan (soal ritualitas atau
khusyu', itu rahasia akhi dengan Allah Swt. Saya tentu saja
tidak tahu yang sebenarnya), bahkan lebih baik dari saya, lho.
Sayangnya, saya belum tahu bagaimana perasaan akhi yang sebenarnya
terhadap partner akhi ini. Persahabatan? Sekedar butuh? Sayang?
Ijinkan saya bercerita mengenai apa yang saya baca hari ini
di sebuah toko buku ternama di kota saya (Nah, ketahuan 'kan,
pelitnya. Mau baca doank, beli kagak mau). Alkisah, Isa bin
Maryam as. melihat ada seorang pria disertai api. Isa as. mengambil
air dan menyiramkannya, namun api berubah menjadi seorang anak,
dan pria itu menjadi api. Isa as. yang takjub dengan kejadian
itu, memohon kepada Allah Swt. agar menghidupkan keduanya sehingga
bisa ditanyai. Setelah dibangkitkan, pria itu berkata bahwa
semasa hidupnya ia memiliki syahwat terhadap anak itu sehingga
timbullah hubungan liwath di antara mereka berdua, dan sebagai
hukumannya adalah keduanya bergantian membakar satu sama lain.
Ini bukan menakut-nakuti, kok. Seandainya ada perasaan mengasihi
(entah sebagai sahabat atau kekasih), tentu akhi akan memberikan
yang terbaik bagi orang yang dikasihi itu; meskipun harus berkorban
cukup banyak, namun itu semua tak seberapa dibandingkan dengan
kebahagiaannya. Nah, akhi tentu tahu apa itu yang terbaik dan
membahagiakan. (Bicara soal bahagia, saya tidak membicarakan
soal ranjang, lho). Bukankah suatu hal yang sangat baik apabila
persahabatan bisa langgeng hingga hari kiamat, apalagi jika
dijalankan sesuai dengan syariat, tentu kelak akan mendapatkan
naungan di hari kiamat, insya Allah. Inilah yang pernah disebut
oleh Rasulullah saw. --shalawat dan salam selalu tercurah baginya--
sebagai perang yang lebih dahsyat, yaitu perang melawan hawa
nafsu. Sementara para gay menyibukkan diri untuk berperang melawan
norma di luar sana, kita punya medan perang tersendiri: Hati
dan jiwa kita, dengan cinta-Nya dan kabahagiaan di dunia dan
akhirat sebagai taruhan. Bersediakah kita mengorbankan kehagaiaan
dunia untuk mendapatkan akhirat?
Bicara soal perang, ada artikel bagus di http://www.leaderu.com/orgs/narth/reparativetherapy-ch01.html
.
Perang masih jauh dari selesai. Tidak hanya di diri anda, namun
diri kita semua, terutama saya. Jadi, kalau anda berkata ingin
keluar dan harus bagaimana, dengan sedih saya berkata kalau
jalan instan itu tidak ada. Namun perasaan berdosa janganlah
menjadikan kita putus asa dari rahmat-Nya. Bukankah sebaik-baik
pembuat kesalahan adalah yang mau bertobat? Bukankah anda masih
mau bertobat? Berusaha dan berdoa, itu saja yang tetap bisa
kita lakukan. Semoga Allah berkenan menunjuki kita jalan keluar,
amin. Salam juga buat rekan anda.
|