Saya sangat mencintai dia

Ahmad :

Saya sangat senang senang sekali bisa bergabung di sini. Ternyata banyak juga yang mengalami keadaan spt. saya. Terus terang saya adalah seorang mu'alaf, masuk Islam pada tgl. 7 September 2002.

Sebenarnya sdh lama saya tahu bahwa saya lebih tertarik dgn sesama jenis daripada lawan jenis. Namun alhamdulillah sampai skrg saya blm pernah melakukan hubungan spt yg dilakukan oleh gay lainnya meskipun keinginan itu ada dan membuat saya sangat bingung. Di satu sisi saya takut akan dosa, di sisi lain hasrat untuk menyalurkan hasrat juga kuat. Sebenarnya berbagai cara telah saya coba utk. menghilangkan rasa suka thdp sesama jenis. Mulai dari mencoba mencintai wanita bahkan konsultasi dgn. seorang psikiater. Namun semuanya sia2. Apakah ini takdir bagi diri saya? Lalu apa yg hrs lakukan utk. menghadapi semua ini?

Saat ini saya juga sedang jatuh cinta pada seorang pria. Dia adlh laki2 normal punya istri dan 2 org anak. Hubungan kami sangat dekat namun sebatas persaudaraan krn memang dia tdk tahu kalau saya seorg gay. Utk menunjukkan rasa cinta saya, saya tlh banyak memberikan sesuatu (berupa brg) kpd dia. Dan anehnya setiap kali saya memberi sesuatu, saya merasa bahagia. Dia sebenarnya bukan laki2 yang istimewa, tdk kaya, tdk ganteng bahkan usianya 12 th lebih tua dari saya. Yg membuat saya jatuh cinta pdnya adalah karena dia baik, taat beribadah dan tdk suka macam2. Itulah kira2 keadaan yg saya hadapi saat ini.

Tolong bantu saya, krn saya sngt mencintai dia. Terima kasih sebelumnya

Semperfy:

Terus terang saya pernah membayangkan, betapa sulitnya seandainya saya seorang gay yang dihadapkan pada pilihan untuk masuk Islam. Tentu kita semua sudah tahu bahwa Islam mengharamkan hs, masuk Islam berarti berhadapan langsung dengan ayat-ayat suci tersebut. Ini tentunya menarik untuk dikaji, itu juga kalau akhi tak keberatan...

Saya bisa merasakan peperangan yang terjadi dalam batin anda. Satu sisi menawarkan kepuasan segera dengan potensi ancaman, satunya lagi penderitaan namun dgn janji bahwa kelak pengorbanan akan dihargai setimpal. Dalam konflik ini anda merasa tidak berdaya dan merasa jadi korban dari situasi ini, dengan sedikit pilihan yang tersedia. Ketika berusaha sendiri dan mencari bantuan, kadang-kadang melintas pikiran, 'Apakah saya sudah di jalan yang benar? Kok sulit, ya? Kapan berhasilnya? Sampai kapan harus bertarung?' Bahkan terselip rasa capek, jenuh, mungkin juga putus asa.

Akhi fendy, ketidakberdayaan dalam menghadapi situasi seringkali membuat orang dengan SSA marah, kemudian menyalahkan takdir atas ketidakberdayaannya itu. Namun, saya pernah membaca sebuah nasihat mengenai sifat-sifat Allah swt, "Jika Allah menghendaki sesuatu, maka Ia berkuasa untuk menjadikan atau tidak menjadikan sesuatu." Jika kita bisa memahami hal ini, maka kita tidak akan heran atas merajalelanya keburukan di muka bumi, sementara Tuhan itu katanya Maha Baik. Bukan karena Allah menghendaki keburukan, justru Ia memberi rahmat-Nya berupa kebebasan (yang terbatas) bagi manusia untuk memilih langkahnya, sekaligus mempertanggungjawabkannya. Jika kebebasan itu tak terbatas, manusia tidak akan mampu mempertanggungjawabkan akibatnya. Jika kita semua semata-mata hanya bergerak sebagaimana boneka dikendalikan oleh banang-2 takdir, maka apa gunanya pengadilan, surga, dan neraka? Bahkan, sifat-2 Allah swt berupa Maha Penyantun (menunda hukuman bagi hamba-Nya yang berdosa), Maha Pengampun (bagi hamba-Nya yang sungguh-2 bertobat), dan Maha Adil (dalam menilai erjuangan dan pengorbanan hamba-2Nya mengatasi godaan) tak akan pernah kita kenal. Lantas, bagaimana kita bisa memuja-Nya dalam nama-nama yang agung, dan menjadikan nama-nama itu sebagai bagian dari sifat-sifat kita?

Yakinlah bahwa segala sesuatu memiliki hikmah. Sebuah analogi, ketika seorang hamba diuji dengan sakit fisik, kemudian menghadapinya dengan sabar, maka Allah akan menghapus sebagian dosa-dosanya. Namun itu 'kan tidak menjadikannya tidak berusaha mengobati penyakitnya? Demikian pula dengan cobaan yang tengah kita alami ini; Kecenderungan ini hendaknya dihadapi dengan sabar dan tidak tergesa-gesa berkata, "Aku sudah lama berupaya dan berdoa, tapi Allah belum mengabulkannya." Allah menyukai seorang hamba yang terus-menerus berdoa kepada-Nya, terlepas dari doanya itu dikabulkan atau tidak, karena sesungguhnya jika Ia suka mendengar panggilan hamba-Nya, maka Ia akan menunda keterkabulan doanya. (Tentu saja ada kemungkinan lain, misalnya doa kita tidak memenuhi syarat).

Mengenai apa yang harus dilakukan secara teknis, kita di sini juga tengah merintisnya. Namun sebagiannya telah terjawab dengan uraian di atas. Ada baiknya untuk membaca artikel-2 kisah sejati bagaimana mengatasi dorongan hs ini, atau artikel ilmiah. informasi selanjutnya bisa dibaca di web kita.

Soal cinta, ya? Terus terang saya juga pernah mengalaminya. Ada baiknya juga membaca konsultasi akhi pribadoss, meskipun tidak jelas ada cinta yang terlibat atau tidak... Cinta itu berkonotasi positif, meskipun derivatnya juga ada yang negatif. Masalahnya adalah bagaimana agar cinta kita pada tempatnya sehingga tidak merugikan diri sendiri, lebih-2 orang lain. Saya perenah membaca artikel di Narth (judulnya saya agak lupa) mengenai seorang pemuda yang cenderung tertarik pada pria alim. Setelah digali, ternyata ia merasa kurang PD, kurang berharga. Kalaupun dihargai, paling secara seksual doank dan ini membuatnya merasa rendah dan dilecehkan. Maka ia menyukai pria alim karena menurut pandangannya, pria alim tidak punya ketertarikan seksual. Jadi, kalau ada pria alim tertarik padanya, pastilah bukan karena masalah seks melainkan karena dirinya seutuhnya. Nah, ini belum tentu terjadi pada diri anda, karena itu ada baiknya introspeksi diri: Apa yang membuat saya jatuh cinta padanya? Saya agak sulit membantu dengan data yang minim, terutama berbincang di internet memang tidak leluasa. (Sebenarnya saya juga ingin mengetahui secara detil apa yang telah disarankan oleh psikiater anda, itu juga kalo anda tak keberatan...)

Sementara belum bisa mengatasinya, berikanlah yang terbaik demi cinta anda. Bukan, bukan memberikan seks karena itu bukan yang terbaik dari kita (terlepas dari anggapan bahwa 'seks itu serpihan kenikmatan surgawi'), namun kebaikan sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah SWT menciptakan mahluk-Nya sebagai cermin diri-Nya untuk melihat sifat-sifat-Nya pada mahluk-mahluk-Nya, terutama manusia. Kebaikan itu bisa berupa doa yang tulus, ucapan salam, kesediaan untuk menjaga kehormatan dan kesuciannya, keutuhan dan kebahagiaan rumah tangganya, dan masih banyak lagi. Intinya, seorang sahabat ikut berbahagia ketika sahabatnya juga bahagia (dunia- akhirat). Mulailah dari niat, karena jika anda berniat agar ia juga jatuh cinta kepada anda sebagaimana anda mencintainya, berarti niat anda belum benar.

Tulus kami doakan, semoga anda (dan kita semuanya) bisa bertahan menghadapinya. Faith manages.

<< Sebelumnya | Indeks Konsultasi | Selanjutnya >>