Anak-anak, sering dianggap warga kelas dua
dalam Gereja. Mungkin karena masih kecil dan
dianggap belum bisa berpartisipasi secara
nyata dalam kehidupan menggereja. Padahal,
anak-anak merupakan subjek penting dalam pembangunan
Gereja karena di tangan merekalah masa depan
Gereja. Setidaknya, demikian pendapat Pastor
Terry Th. Panombon, Pr, Direktur Nasional
Karya Kepausan Indonesia (KKI). Untuk itulah
pastoral untuk anak-anak merupakan kebutuhan
penting yang tidak boleh diabaikan oleh gembala
umat. Kenyataannya, pastoral untuk anak-anak
masih belum banyak diberikan, khususnya oleh
para pastor yang bertugas di paroki.
Disinggung mengenai kurangnya pastoral bagi
anak-anak oleh pastor paroki, Rm. Terry mengungkapkan
beberapa kendala yang dihadapi para imam.
Di antaranya banyak pastor yang mengeluh kurang
waktu sehingga tidak bisa meluangkan waktu
khusus untuk mendampingi anak-anak. Perhatian,
waktu, dan tenaga mereka sudah habis untuk
berbagai kegiatan pendampingan umat, lembaga
pendidikan, yayasan, dan lain sebagainya.
Kendala lainnya, para pastor sendiri kurang
memiliki kemampuan untuk berpastoral dengan
anak, bagi anak, dan bersama anak. Memang
untuk dapat bergaul bersama anak diperlukan
strategi dan metode khusus. Romo Terry sendiri
mengakui, selama pendidikannya di Seminari,
ia tidak pernah mendapat pendidikan khusus
untuk berpastoral dengan anak. Materi-materi
yang diperlukan untuk pendampingan anak seperti
psikologi perkembangan anak, cara berkotbah
buat anak-anak, cara bermain drama untuk anak-anak,
tidak didapatkan selama pendidikan. Jadi dari
segi pembekalan pribadi imam itu sendiri tidak
cukup materi untuk pendampingan anak. Ada
kekurangan teknis sehingga mempengaruhi perhatian
imam terhadap pastoral anak.
Minimnya pendampingan untuk anak-anak bisa
jadi juga karena imam kurang minat dan kurang
perhatian pada anak-anak karena masih menganggap
anak-anak warga kelas dua, masih kecil, dan
belum penting. “Imam masih melihat kelompok
lain seperti kaum muda, kaum pelajar, cendikiawan,
kaum politis, kelompok basis sebagai yang
paling penting dalam berpastoral di parokinya
sehingga kurang melihat bahwa anak-anak juga
adalah salah satu bentuk komunitas basis,”
papar Rm. Terry.
Menanggapi keprihatinan ini, KKI menawarkan
bantuan bagi para pastor yang merasa kurang
memiliki kemampuan untuk berpastoral anak-anak.
Bantuan secara teoritis ditawarkan melalui
buku-buku panduan yang disediakan dengan sangat
memadai, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Secara praktis, KKI juga menawarkan SOMA
(School of Misionary Animator), suatu kursus
kilat yang membahas motivasi, spiritualitas,
psikologi anak, tanggung jawab pendamping
anak, dan metode-metode mutakhir dalam berpastoral
dengan anak. Dalam kursus selama 3 hari ini,
pendamping anak dilatih untuk bercerita, berbagai
bentuk kreativitas, membuat alat peraga, dan
lain sebagainya.
Menurut Rm. Terry, SOMA sudah dilaksanakan
hampir di setiap keuskupan. Ia memandang para
pastor perlu mengikuti SOMA ini agar tahu
apa artinya berpastoral anak, urgensinya,
juga cara-cara yang tepat berpastoral bagi
anak-anak. Selama ini KKI juga berusaha mengundang
dan melibatkan sebanyak mungkin imam dalam
pelaksanaan SOMA.
Selain itu, selama 2 tahun terakhir ini KKI
juga telah mengunjungi beberapa Seminari Tinggi
untuk mengadakan SOMA. Diharapkan dengan kegiatan
ini, para frater sebelum menjadi imam pernah
mengikuti pelatihan khusus untuk berkatekese
bagi anak-anak.
Rm. Terry berharap akan lebih banyak keuskupan
atau dekenat-dekenat yang imamnya belum memberikan
perhatian yang memadai terhadap pastoral anak
memanfaatkan tawaran-tawaran Biro Nasional
KKI maupun KKI tingkat keuskupan untuk membantu
mereka meningkatkan kemampuan dalam pendampingan
anak-anak.