PMKRI Cabang Denpasar Online Kririk dan Saran
 
PMKRI Cabang Denpasar
 
Tentang Kami
Buku Tamu
Foum Diskusi
Margasiswa
Struktur DPC
Alumni
Buletin Genta
Daftar Anggota Baru
  
   

 

 

Pokok-Pokok Pikiran Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP-PMKRI) St. Thomas Aquinas Periode 2000-2002

Disampaikan Pada Audensi Dengan Wakil Presiden RI 

Kamis, 24 Oktober 2002

Terkait dengan peristiwa, tanggapan, sikap dan tindakan yang sudah dan sedang diupayakan pemerintah maupun yang berkembang di tengah masyarakat warga setelah terjadinya teror Bom Bali pada Sabtu 12 Oktober 2002, Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) menyampaikan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:

  • Pasca peritiwa teror bom Bali ditingkat publik terlihat adanya perbedaan  pandangan dan sikap yang berkembang diantara pejabat pemerintahan.  Kondisi ini sungguh mengkwatirkan terkait dengan urgensi untuk mengambil langkah-langkah terarah, efektif dan terkoordinasikan secara baik diantara para pejabat pemerintahan guna penyelesaian tuntas peristiwa teror bom Bali dan memberi kepastian serta jaminan rasa aman kepada masyarakat baik lokal, nasional maupun internasional.  Peristiwa teror Bom Bali membutuhkan kesatuan pandangan dan sikap diantara para pejabat pemerintahan. Kebersamaan, kekompakan dan koordinasi yang sinergis antar para pejabat negara dalam mengambil sikap dan tindakan terhadap teror bom Bali berikut dampaknya menjadi variabel penting dan menentukan.

 

  • Teror bom Bali merupakan kejahatan kemanusiaan dan menimbulkan tragedi kemanusiaan yang sangat mengerikan. Peristiwa tersebut mencabik-cabik rasa kemanusiaan kita sebagai bangsa. Peristiwa ini seharusnya menjadi momentum untuk menkonsolidasikan komitmen kemanusiaan warga bangsa tanpa kecuali. Kebutuhan kita adalah merajut ulang kepedulian dan  solidaritas antar sesama warga bangsa untuk bangkit dari puing-puing kehancuran pasca teror bom Bali. Karenanya menjadikan peritiwa teror bom Bali sebagai komoditi politik untuk mendongkrak popularitas individu atau kelompok politik apalagi mengatasnamakan agama adalah merupakan langkah yang sungguh tidak dapat dibenarkan dan harus segera dihentikan.

 

  • Peristiwa teror Bom Bali menjadi indikator dan bukti penting tentang pendapat dan penilaian akan adanya jaringan terorisme yang menyebarkan teror, kekerasan dan mengancam rasa aman masyarakat, menggoncangkan sendi-sendi dasar kehidupan bersama masyarakat, merontokkan berbagai upaya membangun persaudaraan sejati antar warga bangsa, dan meluluhlantakkan berbagai upaya dan langkah pemerintah untuk membawa bangsa Indonesia keluar dari krisis multidimensi yang sedang dihadapi. 

 

  • Bangsa Indonesia punya pengalaman kelam ketika kekuasaan menggunakan perangkat aturan subversif untuk membungkam suara-suara kritis masayarakat dan menyingkirkan siapa pun yang berbeda pandangan bahkan hanya pada tingkat dicurigai atau dianggap berbeda pandangan politik. Pemberlakuan PERPU No. 1 dan 2 tahun 2002 tentang Terorisme tersebut rentan terhadap berbagai bentuk distorsi terutama atas nama kepentingan kelompok dan politik kekuasaan. Oleh karenanya pemberlakuan PERPU No. 1 dan 2 tahun 2002 tersebut perlu diikuti oleh perangkat aturan pengontrol yang jelas dan rinci sehingga ia tidak didistorsikan menjadi alat politik kekuasaan untuk memasung aspirasi demokrasi dan mengembangkan pola politik represi ala rezim Soeharto. 

 

  • Komitmen kuat pemerintah untuk mengungkap tuntas dan mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap jaringan terorisme penebar teror bom merupakan hal yang diperlukan dalam situasi bangsa Indonesia saat ini. Karenanya langkah pemerintah mengeluarkan PERPU sebagai landasan untuk mengambil tindakan yang tegas dan efektif terhadap pelaku teror Bom Bali  disisi yang lain merupakan langkah yang dapat dipahami. Hal ini terutama melihat situasi dan kondisi yang berkembang di tanah air dan terkait dengan keharusan untuk memiliki landasan hukum yang jelas dalam mengambil sikap tegas terhadap terorisme yang ada.

 

  • Terorisme tidak dapat didentikkan dengan agama apapun. Pandangan dan pendapat bahwa terorisme identik dengan Islam adalah merupakan pandangan yang distortif dan harus diluruskan. Ajaran Islam sebagaimana ajaran agama Kristiani memberikan petunjuk dan pegangan untuk membangun dan mewujudnyatakan nilai-nilai kemanusiaan, persaudaraan sejati, keadilan dan perdamaian. Karenanya Stigma Islam identik dengan terorisme merupakan penyederhanaan yang berlebihan dan cenderung menyesatkan.

 

  • Siapapun, sebagai pribadi atau pun kelompok dalam agama apa pun sering kali menggunakan agama sebagai alat untuk membentengi, melegitimasi, menjustifikasi diri  atau kelompok untuk melakukan tindakan kekerasan dan teror yang menyebakan hilangnya rasa aman masyarakat, bahkan korban jiwa dan harta benda. Tindak kekerasan dan teror yang menyebabkan hilangnya rasa aman masyarakat, nyawa, harta benda dan merusak hubungan dan solidaritas antar warga masyarakat inilah yang merupakan musuh semua umat beragama dan karenanya harus disikapi dan ditindak secara tegas tanpa pandang bulu.  

 

  • Peristiwa teror bom Bali yang menyebakan ratusan korban nyawa dan ratusan lainnya luka-luka, rusaknya fasilitas publik, dan merontokkan citra positif bangsa Indonesia di dunia Internasional harus diakui perlu mendapatkan porsi perhatian yang besar dari seluruh jajaran pemerintahan.  Namun demikian peristiwa ini hendaknya tidak dijadikan masker berbagai kasus-kasus penting di tanah air dan menyebabkan diabaikannya berbagai agenda penting lainnya seperti penataan perekonomian nasional, membangun tatanan politik demokratis dan penegakan hukum yang sesungguhnya. 

Demikian beberapa pokok pikiran yang dapat kami sampaikan, atas perhatian kami ucapkan terima kasih.

Pro Ecclesia Et Patria!!!

PENGURUS PUSAT

PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLIK REPUBLIK INDONESIA

SANCTUS THOMAS AQUINAS  PERIODE  2000 – 2002

 

Robert JE Nalenan Jim Lomen Sihombing
Ketua Presidium Sekretaris Jendral
 
 
© Copyright 2000-2003 PMKRI Denpasar. All Rights Reserved.