The Cross
Under the Cross

English
Indonesian
Search
Archives
Photos
Pattimura
Maps
Ambon Info
Help Ambon
Statistics
Links
References
Referral

HTML pages
designed &
maintained by
Alifuru67

Copyright ©
1999/2000
1364283024
& 1367286044


Ambon Island 

 

AMBON Berdarah On-Line
About Us

 

 

   Ambon Island

   Ambon City

 

 

   Latupatti

  Want to Help?

Konflik Maluku, Civil War Terdahsyat di Dunia

Ambon, Siwalima (22/01/01) - Sosiolog Universitas Indonesia, Dr Thamrin Tomagola menandaskan konflik Maluku merupakan civil war terdahsyat di dunia. "Dibandingkan Bosnia saja, perang di sana lima tahun memakan korban 10.000 jiwa. Sementara, Maluku baru dua tahun saja, korbannya hampir 8.000 jiwa dan yang mengungsi lebih dari 350 ribu jiwa. Ini perang sipil terdasyat," kata Thamrin, yang dihubungi Siwalima di kediamannya di Jakarta, melalui telepon semalam.

Menurut Tomagola, limbah konflik Maluku bisa menjalar ke daerah lain di Indonesia. "Yang paling urgen yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Penguasa Darurat Sipil (PDS) perlu mengeluarkan laskar jihad yang masih berada di Ambon. Dulu ada 6.000 laskar jihad sekarang tinggal 2.000 orang. Itu harus dipulangkan dan perlu juga dilacak anggota militer baik itu TNI/Polri desersi yang masih berkeliaran di Maluku," saran Tomagola.

Menurut catatan sejumlah LSM-LSM peduli Maluku, ungkap Tomagola bahwa laskar jihad yang dikirim ke Ambon ada sekitar 6.000 tapi sekarang tinggal 2.000 orang. ''Sisanya pulang atas inisiatif mereka sendiri,'' tutur Tomagola. Padahal, cukup banyak jumlah aparat militer yang disersi pada saat Ambon bergejolak. "Data saya memiliki tercatat sekitar 70 persen personel Kostrad meninggalkan kesatuannya dalam jangka waktu cukup lama dan ikut main di Ambon," rincinya.

Dijelaskannya, bahwa 80 persen keadaan di Maluku Utara aman, 20 persennya masih menyimpan senjata. "Untuk Maluku Tenggara tergolong aman dan telah terjadi rehabilitasi fisik sosial. Untuk Maluku Tengah dan Kota Ambon keadaan memburuk," kata Tomagola. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi kinerja Penguasa Darurat Sipil (PDS) Daerah Maluku. "Sebab selama ini belum ada evaluasi kinerja PDS Daerah Maluku. Bahkan PDS tidak transparan dan hasilnya gelap semua," ujarnya.Bahkan disaat situasi yang memburuk akhirakhir ini, PDS Daerah Maluku beserta staf-stafnya yang dikatakan ahli tidak dapat berbuat yang optimal.

Tomagola juga mengharapkan Pemerintah Pusat dapat mencermati realita konflik di Maluku. "Sebab jika tidak dapat mendatangkan intervensi internasional jika pemerintah Indonesia tak mampu menyelesaikannya," tandasnya.Menyangkut hambatan yang dialami oleh DPR RI maupun KPP HAM Maluku untuk mencari solusi yang integratif konflik Maluku, Tomagola mengaku tak melihat hambatan yang berarti yang dialami kedua institusi tersebut. ''Kalau di DPR, hambatannya umum, yaitu komitmen anggota DPR tidak maksimal. Pada setiap kali rapat terkadang yang datang cuma ketua dan sekretaris Panja (panitia kerja),'' tuturnya. Sikap Panja DPR menunjukkan ketidak-konsistenan mereka untuk menuntaskan kasus ini, sehingga sampai sekarang tidak ada pertanggungjawaban kepada publik. Mungkin, lanjutnya, karena kemalasan anggota dewan atau juga kompromi-kompromi politik mereka yang lebih menonjol.

Sedangkan untuk KPP HAM Maluku, Tomagola mengaku tidak mengerti alasan Ketua KPP HAM Bambang W Soeharto kurang bisa bertindak. ''Saya pikir dia sudah punya dana yang cukup banyak. Tapi tindakan KPP HAM yang masih ditunggu-tunggu kenapa belum muncul juga. Saya kurang mengerti apa yang menghalangi dia,'' kata sosiolog dari Universitas Indonesia itu. Dia berpendapat, jika ada kekhawatiran penanganannya akan menimbulkan gejolak, akibat konfliknya begitu kental nuansa politiknya yang ditunggangi fanatisme agama, itu tidak beralasan. ''Kalau kita tegakkan keadilan, terutama keadilan hukum tanpa memandang bulu, saya kira orang akan melihat bahwa itu suatu kesungguhan. Berarti ketakutan ini sebetulnya bisa dienyahkan. Mudah-mudahan Bambang dan DPR tidak perlu takut,'' ucapnya. Tindakan KPP HAM dan DPR RI itu merupakan pola retorika lama tanpa satu titik yang cukup mendasar untuk memberikan jawaban atas kegagalan negara melindungi rakyatnya.

Sampai hari ini, inisiatif dari masyarakat tidak digunakan aparat negara sebagai energi untuk menyelesaikan konflik di Maluku. Saat ini ada dua kelompok masyarakat yang aktif mencari penyelesaian, yakni Baku Bae dan Komnas HAM.

Di pihak lain ada kecenderungan aparat negara menolak inisiatif yang begitu besar dari masyarakat untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dalam kaitan penyelesaian integratif, Tomagola menyerukan agar langkah yang harus segera diambil pemerintah adalah mengeliminasi alat-alat kekerasan sekaligus membangun kembali kepercayaan di antara masyarakat yang masih saling curiga. "Caranya, dengan melibatkan mereka dalam mencari solusi terbaik," ujarnya. (lai)  


Received via email from : Izaac Tulalessy Wartawan Harian Umum Siwalima

Copyright © 1999-2001  Ambon Berdarah OnLine * http://www.go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/maluku67
Send your comments to alifuru67@egroups.com