TEMPO, 26 Oct 2002
Abdullah Makhmud Hendropriyono Intel yang Suka Ngomong
[Baca: CV singkat]
Hendropriyono diminta mundur? Sebagai impak dari tragedi bom di Bali, sejumlah
pengacara menuntut mundur Hendro dari Kepala Badan Intelejen Nasional. Mereka
menganggap, Hendro sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap tragedi
yang menewaskan 182 orang tersebut.
Ini memang bukan tudingan sembarangan. Sebagai sebuah institusi yang menjadi
mata, hidung dan telinga informasi rahasia, seharusnya BIN bisa mengidentifikasi
adanya gerakan pengacau di Bali. Dan tentu saja, bom di Bali makin meneguhkan
adanya ketidakberesan di badan intelejen kita.
Tuduhan ini, makin menyudutkan peran BIN dalam perbincangan nasional.
Sebelumnya, Hendro juga dituding bertanggung jawab terhadap penangkapan
beberapa warga negara Indonesia di luar negeri. Tamsil Linrung dan Agus Dwikarna,
dua dari tiga warga negara yang ditangkap oleh kepolisian Filipina karena tuduhan
membawa bom, tegas-tegas menyebut nama Hendropriyono terlibat dalam
penangkapan mereka. “Ini perbuatan politisi dan intel busuk," kata Tamsil ketika itu
kepada Tempo News Room.
Tuduhan ini seolah menggenapi daftar miring orang nomor satu di badan intelijen ini.
Sebelumnya, Hendro banyak mengumbar pernyataan soal keterlibatan terorisme di
Indonesia. Ketika kerusuhan merebak di Poso, Hendro mengatakan, Poso menjadi
tempat tumbuhnya jaringan antara terorisme internasional dengan jaringan radikal
dalam negeri.
Letak Poso yang jauh dari kontrol Jakarta, menjadikannya tempat yang ideal bagi
pertemuan dua arus tersebut. "Kelompok radikal dalam negeri dengan teroris
internasional yang menempatkan basis di sana," kata Hendro waktu itu.
Hendro juga menjadi tokoh penting yang mengembar-gemborkan adanya jaringan Al
Qaeda di Indonesia. Tak aneh, jika banyak yang menduga Hendro bermain
kepentingan dengan Amerika, yang sedang gencar mencari kambing hitam pasca
tragedi 11 September.
Terlebih, Hendro juga pernah menyatakan bahwa pihaknya mempunyai dokumen
yang menyebut adanya gerakan menggulingkan pemerintah dengan aksi-aksi anti
Amerika.
Ini belum seberapa, masih ingat ketika pada Februari lalu, Ketua BPPN I Gede Putu
Ary Suta bersitegang dengan Kepala Bappenas Kwik Kian Gie. Asal Anda ketahui,
sumbernya adalah dokumen dari BIN. Dokumen itu sebenarnya dokumen rahasia
tentang perpanjangan penyelesaian kewajiban pemegang saham bagi pengutang
bank.
Dokumen yang diterima Kwik menyebut, adanya protes dan penolakan sebagian
besar masyarakat terhadap perpanjangan PKPS. Hal ini, menurut dokumen tersebut
dapat mengakibatkan instabilitas keadaan negara. Sementara, dokumen yang
diterima Ary Suta, isinya mendukung perpanjangan PKPS, dan meminta BPPN
menyiapkan aturan khusus yang menjamin kepastian hukum.
Namun demikian, segala tetek bengek yang menunjukkan adanya ketidakberesan di
badan intelejen ini seolah tidak membuat Hendropriyono bergeming. Mantan
Pangdam Jaya tahun 1993 dan Menteri Transmigrasi pada masa Habibie ini memang
dekat dengan Megawati. Bahkan sejak September 2000, Hendro sudah resmi menjadi
anggota Partai Banteng Bulat, yang dipimpin oleh Nyonya Taufik Kiemas.
Dan ternyata, catatan karier Hendropriyono masih diwarnai dengan gugatan. Kali ini
mengenai tragedi pengajian Imam Warsidi di Talangsari, Way Jepara, Lampung
Tengah yang menewaskan 31 orang. Tragedi ini terjadi ketika Hendro menjabat
Komandan Komande Resort Militer 0453 Garuda Hitam Lampung. Hendro yang waktu
berpangkat Letnan Kolonel, memerintahkan satu batalyon pasukan infanteri dan
beberapa kompi Brigade Mobil untuk menyerbu komunitas pengajian yang dianggap
sesat tersebut.
Tapi, lihatlah salah satu kamuflase Hendropriyono. Suatu hari di bulan September
1998. Hendropriyono, yang menjadi Menteri Transmigrasi pada masa Presiden
Habibie, menemui petani plasma di Lampung. Kepada mereka, Hendro bertingkah
lembut dan membanggakan hati. "Lupakan masa silam, mari membangun hidup baru.
Percayalah masyarakat menerima kalian apa adanya," kata Hendro sambil mengusap
kepala mereka.
Sebagai mantan Komandan Korem, Lampung bukan daerah baru bagi Hendropriyono.
Konon, pada masa-masa itu, Hendro dikenal sebagai orang sangar dan tegas
terhadap tindak pidana. Dan mereka, para petani itu, adalah bekas narapidana yang
dijebloskan ke penjara ketika Hendro memegang tampuk pimpinan di Garuda Hitam.
Kepada petani itu, Hendro berpesan agar para petani plasma bekerja keras guna
menjadi petambak yang baik dan menghasilkan banyak uang. Hendro berharap,
dengan uang tersebut, petani yang mantan napi itu bisa memulai kehidupan baru,
membangun keluarga lebih baik. Mendengar petuah itu, seorang petani berujar, "Dulu
menangkap, sekarang Bapak merangkul kami. Terima kasih." (Multazam/dari
pelbagai sumber)
CV singkat
Nama: Abdullah Makhmud Hendropriyono
Tempat/Tanggal Lahir: Yogyakarta/7 Mei 1945
Pekerjaan: Kepala Badan Intelijen Nasional
Pendidikan Militer:
- Akademi Militer Nasional Magelang (1967)
- Australian Intelligence Course Woodsiide (1971)
- United States Army General Staff Colllege Fort Leavenworth USA (1980)
- Sesko ABRI (1989)
Pendidikan Umum:
- Sarjana Administrasi Negara STIA LAN RI Jakarta (1985)
- Sarjana Hukum Sekolah Tinggi Hukum Miiliter Jakarta
- Sarjana Ekonomi Universitas Terbuka JJakarta (1995)
- Sarjana Teknik Industri Universitas AAchmad Yani Bandung
- Pasca Sarjana Administrasi Niaga Univversity of the City of Manila, Phillipina.
Riwayat Pekerjaan:
- Asisten Intelijen Kodam Jaya (1985)
- Danrem 043 Garuda Hitam (1987) di Lammpung
- Direktur Badan Intelijen Strategis (11990)
- Panglima Kodam Jakarta-Raya (1993)
- Komandan Kodiklat TNI AD (1994)
- Sekretaris Pengendalian Operasional PPembangunan RI (1996)
- Menteri Transmigrasi dan PPH RI (19977)
- Menteri Tenaga Kerja RI (1999).
Copyright @ tempointeraktif
|