Salam! Halaman ini ditambahkan karena saya prihatin. Sejak nilai Peso Mexico berantakan (Nop 94) saya khawatir akan hal yang sama terjadi disini. Biar agak lebih jelas, saya terangkan dulu bahwa uang di suatu negara resminya dinyatakan dalam 3 kelompok yakni M0, M1 dan M2. Perbandingan antara nilai kelompok tadi dengan cadangan devisa (foreign exchange reserves, FX) selama ini saya jadikan indikator. Sebelum Peso jatuh, nilai M2/FX untuk Peso adalah 9,1. Pada saat yang sama, nilai untuk Brazil dan Argentina adalah 3,6. Dua negara ini paling terpukul oleh dampak jatuhnya Peso.
Saya katakan saya prihatin karena nilai M2/FX menjelang akhir 96 untuk Korsel adalah 6 dan untuk Cina diperkirakan sekitar 8 sedangkan untuk indonesia terus naik semenjak 90 dan nilainya sudah mencapai 6,5 di akhir tahun 95 (nilai untuk akhir 96 belum masuk). Kalau ada goncangan di salah satu negara ini, tentunya yang lain juga terkena dampaknya.
Semoga rasa prihatin ini juga menjadi perhatian bagi semua saudara setanah-air. Untuk menjaga agar masalah ini hanya kita yang tahu, maka halaman ini saya buat hanya dalam bahasa Indonesia. Semoga semua ucapan saya diatas tidak merusak akhir tahun anda. Selamat natal dan tahun baru 97, Wassalam.
Nopember tahun lalu, pendiri kelompok Hanbo dan produsen baja terbesar kedua di Korsel (Hanbo Steel Industry Co.), diam-diam bertemu dengan Pembantu Presiden urusan ekonomi, Wakil PM urusan keuangan dan ekonomi dan Pimpinan Lembaga Pengawas Bank, untuk mencari bantuan keuangan bagi chaebol (konglomerat) ke-14 terbesar di Korsel itu. Pertemuan tersebut gagal. Kelompok yang berdiri tahun 88 serta terbukti berkembang melalui suap dan penggelapan tanah negara (pimpinannya sempat divonis 5 tahun penjara), akhirnya kalang-kabut. Januari ini mereka juga gagal mengusahakan kredit baru sebesar 352 juta dollar AS. Beberapa hari kemudian secara mengejutkan Hanbo Steel resmi dinyatakan pailit oleh pengadilan. Sindikasi 61 kreditur Hanbo akhirnya terpaksa menyalurkan kredit baru sebesar 1,8 milyar dollar.
Kemudian diketahui bahwa Hanbo yang pada tahun 93 mencapai keuntungan 120 milyar won, beberapa tahun terakhir ini terus merugi (20 milyar won di tahun 95; 70 milyar tahun 96; 100 milyar won tahun 96). Total kredit yang sudah mereka terima sekitar 5 triliun won (6 milyar dollar, sekitar 15 triliun rupiah), berarti 25 kali asset yang ada. Dengan kredit yang baru ini mereka berharap menyelesaikan pabrik baja baru meskipun estimasi kerugian tahun 97 ini masih mendekati 200 milyar won.
Perlu diingat bahwa para kreditur Hanbo menyalurkan dana mancanegara. Setelah terlena dengan Korsel, mereka tentunya merasa ragu dan akan memeriksa ulang semua investasi mereka di wilayah Asia. Insya Allah goncangan ini tidak memicu gempa moneter seperti di Mexico. Namun demikian saya harap rekan-rekan eksekutif mulai berhati-hati, menahan diri, dan introspeksi saat memasuki bulan suci Ramadhan ini. Selamat melatih prihatin diri! Selamat berpuasa!
Wah, nggak terasa tiba-tiba bulan puasa sudah hampir habis lagi. Menjalani bulan prihatin ini, saya semakin prihatin karena nilai-nilai indikator yang saya peroleh untuk tahun 96 lalu. Coba saja lihat berikut ini:
Nilai M2/FX Cina 8,5; Korsel 6,7(?); Indonesia 6,5 (?);
Filipina 4,5; Hongkong 4,2; Muangthai 3,9; Malaysia 3,3; Singapura 1,01;
Nilai M1/FX Cina 3,4; Korsel 1,4; Indonesia 1,2 (?);
Filipina 0,88; Hongkong 0,35; Muangthai 0,44; Malaysia 1,08; Singapura
0,24;
Mengingat goncangan kecil Hanbo, terus terang angka-angka diatas bikin saya lebih bersungguh-sungguh dalam doa dan sholat. Semoga kita semua, juga para ulama dan para aulia (pemimpin) ,terus dibimbing oleh Yang Maha Kuasa di jalan yang benar.
Oh ya, ada goncangan satu lagi, kali ini di Muangthai. Sejak Nopember yang lalu bisnis properti disana mulai berantakan, bahkan 2 developer terbesar (Bangkok Land dan Somprasong Land) juga mulai digugat karena tidak membangun rumah-rumah yang DP-nya sudah lunas sejak 2 tahun sebelumnya. Harga saham dari sejumlah developer lainnya (Ban Chang Group, Eastern Star, Golden Land Property, Monterey Asia, Rattana Real Estate, Univest Land) jatuh dibawah nilai par. Menurut Bank Perumahan Negara ada sekitar 130,000 unit kondominium Bangkok tidak laku. Dengan kacaunya cash-flow maka cicilan kredit juga sulit terbayarkan, sehingga industri perbankan juga mulai terpengaruh. Bahkan Bank of Thailand (BOT) memperkirakan masa suram sektor properti akan berlangsung sampai 4 tahun lagi. Sayangnya, pemerintah setempat enggan untuk membantu dan hanya menawarkan bantuan non-finansial seperti membantu renegosiasi hutang. Mereka juga hanya menaikan batas atas kredit pemilikan rumah dari 750 ribu baht (sekitar 75 juta rupiah) menjadi 1 juta baht (40 ribu dollar AS atau 100 juta rupiah) sedangkan yang diharapkan adalah 2 juta baht. Permohonan asosiasi real-estate setempat agar suku bunga kredit diturunkan (saat ini sekitar 13,5%) juga ditolak mentah-mentah. Akibatnya mudah diduga. Tanggal 5 Februari kemarin Somprasong Land secara resmi tak mampu membayar bunga Eurobond mereka. Bursa saham langsung kejang-kejang. Bank-bank segera menghentikan semua pendanaan. Semua diam, saling tunggu. Mengerikan!
Hal ini ironis karena pada pertemuan tahunan ke-27 World Economic Forum di Davos, Swiss, tanggal 1 Februari, IIF (Institute of International Finance) memperkirakan 8 negara di Asia (Cina, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Korsel, Muangthai, Vietnam) akan menyerap 136,2 milyar dollar AS investasi swasta global tahun ini, yakni 59% dari dana global bagi 30 negara berkembang di dunia. Dari jumlah itu 61 milyar dollar (44,8%) berupa investasi langsung dan portepel (separuhnya untuk Cina), 47 milyar dollar AS berupa pinjaman komersial, sisanya dalam bentuk lain.
Neraca transaksi berjalan Cina dari surplus diramalkan menjadi defisit, sedangkan defisit India, Indonesia dan Filipina akan terus membengkak. Total defisit transaksi berjalan 8 negara itu tahun ini akan mencapai 82 milyar dollar (naik 26,2 % dari 65 milyar dollar tahun lalu). IIF menganggap pembengkakan defisit transaksi berjalan itu tidak menghalangi minat investor asing. Mudah-mudahan IIF tidak keliru. Akhir kata, Selamat Lebaran buat anda-anda semua!
Tanggal 13 Februari kemarin di Bangkok ada pertemuan tahunan ke-32 Gubernur Bank Sentral dari 10 negara-negara Asteng (SEACEN-Southeast Asian Central: Myanmar, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Korsel, Sri Lanka, Taiwan, Muangthai & Nepal). Mereka membahas strategi moneter Asia menghadapi lambannya pertumbuhan ekonomi dunia. Konon, tahun lalu anggota SEACEN rata-rata mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 7% dan berhasil mengumpulkan cadangan terbesar kelima di dunia (250 milyar dollar). "Jauh di atas pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya sekitar 3,8 %". Namun demikian yang secara informal ramai dibahas para gubernur itu adalah menguatnya dollar dari 1,6788 mark pada Selasa (11 Feb) , naik menjadi 1,6890 hari Rabu. Begitu pula dari 123,45 yen menjadi 124,3 yen.
Mungkin yang paling berpengaruh bagi kita adalah naiknya dollar terhadap yen. Bayangkan saja, pada puncaknya Yendaka (April 1995) sedollar cuma 80 yen, jadi sampai saat ini melemah sekitar 55 persen. Ini berarti hutang RI jika dalam dollar "berkurang" 385 milyar dollar AS. Namun dilain pihak, kita juga rugi karena waktu Yendaka dulu BI melakukan "hedging" sehingga 40% devisa kita ada dalam bentuk yen dan nilainya berkurang. Akibatnya, Indonesia tidak mengalami keringanan utang sebanyak itu.
Patutkah kita bergembira? Menurut saya nanti dulu! Rupiah kita dipatok (peg) ke sejumlah mata uang (basket). Hanya ada 3 mata uang yang sungguh-sungguh internasional yakni DM (dominan di eropa), yen (dominan bagi penerima pinjaman dari jepang), dan dollar (de fakto digunakan dalam berbagai perjanjian dagang antar bangsa). Dalam basket tersebut, bobot dollar sangat besar sehingga dapat dikatakan bahwa rupiah kita praktis dipatok ke dollar. Pada saat dipatok, kurs berkisar dalam "range" tertentu (spread) sehingga disebut mengambang (float). BI harus melakukan intervensi bila kurs melampaui nilai tertentu (batas spread) dengan menggunakan cadangan devisa yang ada. Selama BI mampu (dan mau) melakukan intervensi, maka para peminjam duit boleh berbahagia.dengan keringanan tadi. Tapi apabila dollar menguat terus maka kita akan terancam bahaya. Suatu saat BI akan berhenti intervensi. Pada saat itu rupiah tidak dipercaya lagi dan nilai dollar akan menanjak dengan cepat. Saat itu pula para peminjam akan menjerit kesakitan. Dan mengingat kemakmuran kita saat ini masih "kreditan", saat itu kita semua akan menjerit. Jika anda tidak mengerti semua ini, cukup amati nilai kurs jual dollar dan tentukan sendiri apakah anda akan "beralih" ke dolar. Atau lebih baik lagi jika anda menjual BMW anda untuk dapat "melunasi" sesegera mungkin hutang dollar anda (kalau perlu dengan pinjam won atau yuen atau dollar Hongkong. Heh..heh..heh..)
Kurs Jual BI untuk satu dollar AS:
Plot paling laris di film TV adalah keserakahan dan cinta. Jadi wajar kalau saya tertarik mengikuti perkembangan Busang. Sama seperti di TV, plot-nya penuh liku dan selalu semakin seru. Sampai suatu saat saya sadar bahwa semua film seru di TV tidak rieel. Lalu saya jadi berpikir bahwa semua maneuver Busang juga tidak rieel. Lalu menjadi jelas bahwa trik-trik yang selama ini mengagumkan justru tidak mencerminkan praktek bisnis yang sehat. Lalu seperti biasa saya jadi prihatin. Prihatin karena keserakahan yang ditunjukkan oleh semua pihak. Saya prihatin walau nantinya Busang menjadi sumber devisa yang cukup besar. Come to think about it, saya akan jadi lebih prihatin bila ternyata Busang nantinya mengecewakan karena pengelolaannya mengada-ada. Mudah-mudahan semua berjalan lancar. Taruhannya adalah kepercayaan investor pada Indonesia. Dalam posisi ini, sangat riskan bila kita kehilangan kepercayaan mereka.
Menkeu kita baru pulang dari pertemuan para Menkeu ASEAN di Phuket, Muangthai, membawa oleh-oleh berupa 2 kesepakatan "sebagai bagian dari upaya liberalisasi perdagangan dan sistem keuangan di kawasan ASEAN". Kesepakatan mengenai kepabeanan untuk membantu mempercepat realisasi AFTA (lagi-lagi pemberian fasilitas bagi investor dan pedagang di kawasan ASEAN) dan kesepakatan untuk memperkuat hubungan antara para menteri di bidang perbankan dan keuangan (maksudnya proyek "latihan bersama" bidang-bidang asuransi, kepabeanan dan perpajakan). Mungkinkah mereka juga membahas keprihatinan yang saya rasakan? Atau mungkin disaat santai/informal? Ah, jangan berharap yang muluk-muluk! Yang jelas beliau bikin statement yang menggembirakan "Pemerintah sedang mempersiapkan kebijakan lanjutan dalam meningkatkan daya saing perbankan nasional, termasuk melikuidasi bank yang keadaannya memang sudah sakit". Hanya saja saya masih prihatin. Kalau lihat M2/FX maka rasanya semua bank kita sudah "sakit" berat.
Anyway, meskipun agak terlambat, ucapan bapak itu merupakan bingkisan lebaran yang tak terhingga buat saya. Saya jadi punya waktu untuk bersiap. Saya harus bikin daftar "sakitnya" bank, jadi nggak terjebak oleh likwidasi. Waktu bank Summa pailit dulu, saya sempat kena sakitnya (dikit! Cuma meringis koq, nggak sampai nggerung-nggerung). Lagipula, kalau ada statement seperti ini paling-paling realisasinya baru tahun depan. Atau paling cepat ya akhir tahun ini. Setidaknya masih ada waktu sekitar 9 bulan (waktu "alami" untuk mengandung anak manusia dan juga segala gagasan-gagasannya). Makasih pak Menkeu!
Muangthai akhirnya terkena krisis moneter. Awalnya Bank of Thailand atas "anjuran" IMF mengumumkan 10 lembaga keuangan yang terkena krisis likuiditas. Mereka lupa bahwa di dunia timur berlaku pepatah "sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya" (atau setidaknya untuk waktu yang panjang). Lembaga yang diumumkan akan ditinggalkan orang selamanya. Sayangnya BOT tidak mengumumkan daftar peringkat "kesehatan" dari seluruh lembaga keuangan/bank, jadi masyarakat langsung tak percaya pada semuanya (pelajaran buat Menkeu kita kalau nanti mau likuidasi bank). Di hari pengumuman 10,4 milyar baht langsung ditarik oleh para nasabah. Keesokan harinya 4,4 milyar baht. Hari berikutnya 6 milyar baht. Dalam minggu itu sekitar 30 milyar baht (lebih dari Rp 4 trilyun) telah ditarik. Pasar saham mereka juga langsung jatuh.
Dengan penuh arogansi, BOT tetap tidak mau membuat daftar peringkat lengkap, bahkan terus memperpanjang daftar lembaga yang terkena krisis. Dengan alasan untuk memperbaiki kondisi perbankan, BOT bahkan menaikan jumlah yang harus disetor menjadi 24 milyar baht untuk bank dan 26 milyar untuk non-bank sebelum akhir 98. Kredit juga dibatasi dengan ketentuan LDR (Loan to Deposit Ratio) yang baru. BOT juga menyarankan merger bagi para lembaga keuangan itu.
Coba kita mundur sedikit. Waktu para pengusaha property berlomba membangun, mereka (dan bankirnya) tahu bahwa nantinya akan terjadi over-supply. Tapi semua optimis, para investor tetap menawarkan uangnya dan para pengusaha juga merasa siap bersaing. Over-supply membuat seluruh pengusaha itu kalah (tak ada yang menang) dan para investor/bankir tak mau menolong (paradox: bank hanya mau meminjamkan uang kepada yang berduit). Ketika para pengusaha gulung-tikar, bank terkena masalah kredit macet. Investor kemudian menarik sisa dananya. Lalu BOT membubarkan atau menyuruh merger bank-bank tersebut. Lalu masyarakat menarik dana mereka sedapat-mungkin. Semua saling tidak percaya. Nilai uang jatuh dan roda ekonomi terhenti. Ini namanya menyehatkan? Rasanya guncangan Muangthai mulai menjadi gempa. Satu pelajaran lagi untuk kita di bumi pertiwi tercinta.
Guncangan Korsel juga memburuk. Nilai M2/FX nya ternyata sudah 7. Sekarang perusahaan baja Sammi Steel Co. (SSC), chaebol (konglomerat) ke-26 terbesar, juga runyam dengan hutang 1,9 trilyun won (sekitar Rp 52,8 trilyun). Kerugian mereka adalah 39,5 milyar won di tahun 95 dan 119,98 milyar di tahun 96. Aset mereka hanya 1,53 trilyun won. Kepercayaan masyarakat terhadap bank semakin merosot. Semua ini bagi saya semakin memprihatinkan. Saya agak ngeri kalau ingat bahwa laporan keuangan Asia triwulan pertama 97 akan sangat buruk. Entah apa reaksi para investor asing di bulan April nanti. Wassalam!
Busang ternyata jadi kacau balau. Semua serba tertutup dan entah apa yang terjadi sesungguhnya. Kadang kala saya sangat merindukan transparansi keuangan di negeri ini. Coba seandainya semua lembaga negara mengumumkan catatan keuangan mereka di internet. Ah, mungkin itu terlalu mengada-ada. Yang jelas Indonesia juga menciptakan guncangannya sendiri.
Akhir Maret lalu, bank sentral Malaysia juga mulai membatasi peran bank di sektor properti. Pinjaman ke sektor ini dibatasi sebesar 20% dari seluruh kredit yang ada. Langkah itu diikuti bulan ini oleh Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) dengan menurunkan batasan dari 70% menjadi 60%, serta mengharuskan diadakannya cadangan kerugian sebesar 25% untuk menutup kredit macet di sektor properti. Sayangnya para investor sudah mulai menyingkirkan saham-saham properti karena takut terkena krisis properti, sehingga Indeks Gabungan Bursa Efek Filipina jatuh sampai 18%.
Langkah tadi tentunya untuk menunjukkan goodwill dan menumbuhkan kepercayaan karena sesungguhnya kredit ke properti hanya sekitar 9,2% dari seluruh kredit. Harus diingat bahwa Muangthai sempat berantakan padahal kredit propertinya "hanya" 9,4% dari total (bandingkan dengan Singapura 16%, AS 45%, Australia 45%, dan Jepang 11,8%). Langkah yang lebih kongkrit dalam menumbuhkan kepercayaan seharusnya dengan memperkecil rasio M2/FX. Sejauh ini langkah semacam itu belum ada.
Secara keseluruhan bulan ini keprihatinan saya memudar. Laporan triwulan pertama sudah masuk dan nampaknya semua tenang-tenang saja. Mungkin saya terlalu trauma atas kejadian Mexico dan takut hal yang sama terjadi di Indonesia. Atau mungkin indikator yang saya pakai (M2/FX dan M1/FX) tidak berlaku di Asia. Cina nampaknya tenang-tenang saja. Mulanya saya duga karena disana serba represif. Tapi setelah melihat bahwa guncangan Muangthai dan Korea tidak merembet kelain tempat, saya jadi ragu akan keprihatinan saya. Lagipula pimpinan IMF Michel Camdessus sudah mengomentari krisis Muangthai dengan: "I don't see any reason for this crisis to develop further". Disamping itu, sebagai ketua RT saya sudah mulai disibukkan oleh kegiatan menjelang pemilu terutama yang menyangkut keamanan lingkungan. Jadi saya putuskan bahwa alinea ini merupakan penutup dari halaman prihatin ini. Wassalam!
Busyet dah! Bulan ini tiba-tiba keprihatinan saya memuncak lagi, jadi halaman ini saya teruskan lagi. Rupa-rupanya para investor perlu waktu untuk mencerna laporan triwulan pertama 97 dan mengambil keputusan. Mula-mula Jepang yang terpukul oleh naiknya dollar menyiapkan rencana untuk menaikkan suku bunga. Ini berarti para penerima kredit Jepang, terutama Asteng, akan bertambah bebannya. Mendengar rencana itu, para investor mulai menjual investasi mereka di Asteng, disertai dengan penjualan mata-uang Asteng. Wajar saja bila Muangthai yang paling menderita. Pada tanggal 15 Mei penjualan Baht mencapai titik ambang dan mulailah rush besar-besaran sehingga nilainya mencapai 26,330 - 26,430 baht per dollar AS. Dengan coordinated intervention oleh 9 negara Asteng plus Australia (bedasarkan perjanjian repro agreement atau currency security agreement/CSA) maka rush itu berhasil diredam. Walaupun berhasil bertahan, rupiah dan ringgit sempat ikut melemah. Filipina ternyata agak terpukul sehingga BSP menaikan overnight-rate(OR) sampai 13% dan harus melepas dollar yang dimilikinya.
Patut dicatat bahwa rush kali ini dilakukan oleh para spekulan, yakni investor yang hanya "ikut-ikutan" menanam uang tanpa terikat hubungan dagang dengan Asteng. Mereka biasa memindahkan investasinya ke mata uang yang dinilai paling menguntungkan berdasarkan "informasi" kabar-burung. Sebagai fund-manager, mereka menginvestasikan dana yang dikelolanya ke sejumlah negara di suatu kawasan (hedging). Akibatnya bila mereka menarik dananya maka sejumlah mata uang akan langsung terpengaruh. Meskipun riskan, jumlah investasi dari para spekulan sangat besar (banyak yang berasal dari tabungan pensiun) dan sangat penting artinya bagi negara tujuan. Saat ini jumlah dana para spekulan sangat tinggi di kawasan ini karena pemberitaan positif mengenai para "naga kecil Asia" beberapa tahun terakhir ini.
Seorang fund-manager akan "dipecat" kalau merugi tapi jarang dapat bonus kalau menghasilkan laba. Oleh karena itu, dia akan mati-matian berusaha menghindari kerugian dan tidak terlalu mengejar laba bila ada resiko rugi. Kalau para fund manager yang takut karena adanya berita negatif mulai mundur, ia akan segera diikuti oleh mayoritas fund manager yang tidak memiliki info apapun, kemudian para fund manager yang memiliki info positif juga akan mundur karena harga sudah pasti akan jatuh. Inilah yang disebut rush. Sangat cepat prosesnya. Sebaliknya untuk mengajak mereka investasi memerlukan waktu tahunan agar mereka percaya. Rupa-rupanya banyak fund manager yang membaca kondisi Asteng dari mass media (laporan triwulan). Itu sebabnya reaksi mereka telat sebulan. Ditambah lagi dengan pers yang semakin "demokratis" dan cenderung lebih banyak memuat pemberitaan yang negatif (terutama berita kolusi dan ketidak-stabilan politik Muangthai).
Meskipun berhasil mengatasi krisis, upaya intervensi sangat melemahkan kemampuan anggota CSA. Entah sampai berapa krisis lagi bisa diatasi dengan cara ini. Yang jelas BOT menjadi begitu lemah sehingga kemudian gagal menyelamatkan "Finance One", lembaga pendanaan yang terbesar di Muangthai. Sampai dimana kekuatan BSP atau BI saat ini saya juga ragu. Ditambah dengan kondisi pers dan masyarakat muda kita yang semakin "demokratis", serta posisi M2/FX saat ini, wajar rasanya bila rasa prihatin saya memuncak tinggi sekali. Untung saja pemilu sudah berlalu dengan lancar, Alhamdulillah (thank God!), satu tantangan sudah lewat. Di akhir bulan "May" ini, May the Good Lord save, bless, and keep you ! (Assalamu’alaikum wa rakhmatullahi wa barokatuh!)
Sesudah krisis baht, konon semua melakukan "pembenahan". Disamping kesibukan saya menyusun proposal software oil lifting & inventory untuk Caltex, saya juga melakukan pembenahan di grup saya sendiri. Saya juga melengkapi daftar "kesehatan" bank. Bapindo, Bumi Daya (BBD), Utama, BHS, Amex, Societe Generale Indonesia, Susila Bakti, Jakarta, Kosa, Dwipa Semesta, dan Mitraniaga saya pindahkan ke urutan bawah bersama bank sakit lainya (Pacific, Arta Prima, dll). Citibank dan Bali saya naikkan tepat dibawah BCA dan diatas Lippo. Sesungguhnya saya masih meragukan kemampuan anak-anak Djaja Ramli (alm.) yang konon tidak pernah bosan bercerita mengenai kehebatan diri mereka sendiri. Tapi kalangan Asia menilai Bali cukup baik. Oh well!
Di musim panas ini, jalan beton di dekat rumah terlihat pecah-pecah dan banyak lobangnya. Dinding saluran air disebelah jalan itu juga banyak yang sudah pecah. Belum lagi tingkat endapan kotorannya sangat tinggi. Di musim hujan, kadang air menggenangi jalan. Saat itu semua warga ribut, lalu diadakan "perbaikan". Tapi kondisinya tetap serupa dari tahun ke tahun. Mungkin ini bagian dari sikap kita yang mendasar, karena hal yang serupa juga terjadi di perbankan kita.
BI mulai divestasi (melepas saham) bank yang dimilikinya, kali ini bank Papan. Menurut gubernur BI, J Soedradjad Djiwandono, langkah itu untuk mengembalikan fungsinya sebagai pengawas bank. Rasanya koq agak telat. Bisa-bisa malah makin banyak yang tak percaya bank lokal. BI masih memegang saham bank Uppindo (55%), bank Ficorinvest (35,42%), bank Papan (13,11), bank Pacifik (38,25%), bank PDFCI (11,62%) dan bank Utama (4,0%). Saham BI pada Indover Bank (NV De Indonesische Overzeese Bank) Amsterdam, Belanda, juga mau dioper ke BNI.
Sementara itu merger menjadi topik utama bulan ini. 7 bank pemerintah mungkin akan menjadi 4 setelah merger (BTN-BNI, Exim-Bapindo, BBD-BDN, dan BRI). Setahu saya merger yang baik adalah antara dua badan yang sehat. Di alam ini, kalau digabung sehat-sakit hasilnya jadi sakit dua-duanya. Mengenai ini Miranda Goeltom, Deputi Asisten Menko Ekuin-Wasbang, menyarankan untuk memisahkan kredit yang sehat dan yang sakit (di bank yang sakitpun ada kredit yang sehat). Kredit yang tidak sehat bisa dihapus atau "… dimasukkan ke anak perusahaan tersendiri yang akan mengupayakan ditariknya kembali pinjaman, atau dikontrakkan ke perusahaan yang khusus mengurusi bad debt problems …". Nice to know, bahwa masih ada yang berpikiran "sensible". Miranda juga mengharapkan BI akan bersikap lebih tegas di masa mendatang.
Dollar masih bertarung dengan yen. Sesudah krisis baht, dollar turun sampai 111,98 yen, kemudian menguat di atas 116 yen, lalu bulan ini sempat jatuh sampai 111,80 karena mengecilnya beda suku-bunga di AS dan di Jepang. Sementara itu BOT mengumumkan bahwa George Soros, yang menguasai 12 milyar dollar quantum fund, memulai rush dengan menjual baht murah senilai 4 milyar dollar sehingga nilainya turun pesat dari 26 ke 26,7 baht per dollar. Langkah ini mengejutkan para investor. Soros kemudian mulai menjual dollar sehingga kursnya menjadi 26,3 baht per dollar. Pada nilai ini investor lain mulai ikut berlomba menjual baht karena takut nilainya keburu jatuh lagi. Intervensi CSA kemudian berhasil membendung rush dengan memborong baht yang dilepas oleh investor. Saat ini Soros masih cukup banyak memegang baht. BOT masih berusaha menekan dengan memaksa nilai baht menguat sampai 24,5 baht per dollar. Sayangnya upaya memborong baht terus menguras devisa Muangthai.
Sementara itu Menkeu Muangthai mengundurkan diri. Langkah ini menggoyahkan kepercayaan investor pada kawasan Asteng. Nilai OR di Filipina langsung naik menjadi 15%. Satu contoh lagi bagi kita semua bahwa pertikaian politik sekecil apapun dapat merusak kepercayaan investor.
Secara keseluruhan bulan ini cukup tenang. Namun saya curiga berat bahwa ini yang disebut "The calm before the storm" karena posisi ekonomi yang kritis (M2/FX) dan posisi para bank sentral di kawasan ini masih lemah setelah bertarung bulan lalu. Ditambah lagi laporan triwulan kedua akan segera terbit. Kali ini para investor yang sudah was-was tidak akan menunggu berita dari majalah. Kondisi yang memprihatinkan ini mendorong saya untuk bersiap-siap. Semua account grup sudah saya pindahkan ke BCA, Danamon dan Standard-Chartered. Semua deposito sudah didollarkan dan dipindah ke BNI dan Standard-Chartered. Semua aggreement dan hutang dollar sudah ditutup atau dirupiahkan. Semua saudara, teman, kerabat dan bahkan anak-buah sudah saya ajak bersiap (meski mereka tidak terlalu serius menanggapi saya). Namun saya masih tetap saja merasa berdebar-debar.
BOT akhirnya nyerah! Mereka menerapkan managed float sehingga nilai tukar baht jatuh sampai 28,8 per USD dan investor berlomba membuang baht (dan uang asia lainnya karena satu basket). Akibatnya OR di Manila naik lagi sampai 24%, sementara Bank Negara (BN) terpaksa intervensi menyelamatkan ringgit yang jatuh sampai 2,525 per US$. BSP kemudian memperbesar spread dengan restu IMF melalui extended fund (EFF). Dalam kondisi runyam gini BI ikutan memperbesar spread jadi 12% (dulunya 3%, Juni 96 jadi 5%, September 96 jadi 8%). Akhirnya BN dan Monetary Authority (Singapura) juga nyerah. Di Korsel, pabrik mobil ketiga terbesar KIA (pemasok mobil Timor) goyah karena dililit hutang. Hebatnya, HK$ yang juga diserang terlihat stabil saja.
Saya masih nggak habis pikir mengenai pelebaran spread BI. Semoga saja para investor tidak melihat hal ini sebagai keengganan membela rupiah atau keengganan membelanjakan devisa. Secara pribadi saya pikir pak menkeu keliru melangkah. Ada dugaan bahwa beliau menganggap cadangan devisa sebagai lambang prestasi (seperti halnya jumlah pajak terkumpul waktu beliau masih jadi pimpinan tukang pajak). Dugaan ini diperkuat setelah saya dapat info bahwa BI nyaris tidak membantu waktu baht diserang Mei kemarin. Jadi sudah dua kali BI (dan menkeu) salah langkah. Anyway, langkah kedua ini dibela oleh Mensesneg. Menurutnya "Siapa pun yang berani spekulasi rupiah pasti rugi, karena fundamental ekonomi kita kuat dan spread intervensi rupiah cukup lebar". Wow! That must be THE understatement of the year! Dengan nilai M1/FX dan M2/FX kita saat ini, who are they kidding?
Herannya, para "pakar" justru setuju. Kwik Kian Gie menilai pelebaran spread merupakan suatu LANGKAH MAJU, mencerminkan sikap BI yang makin liberal dan keyakinan kuat terhadap kekuatan rupiah. Soal serbuan spekulan asing menurut penilaian Kwik Kian Gie, hanya pengaruh psikologis para spekulan. Busyet dah! Saya makin prihatin mendengarnya. Satu-satunya yang turut prihatin cuma pak Nyoman Moena. Ia minta agar BI melakukan langkah untuk menghentikan penarikan dana kredit yang tak jelas tujuannya. Dia takut dana itu dipakai untuk spekulasi. Kata beliau di jaman pak Sumarlin (menkeu) juga pernah ada serangan tetapi akarnya dibabat melalui penghentian penarikan dana yang dibawah BUMN.
Maksudnya begini. Kredit itu sesungguhnya tiga tahap. Tahap awal adalah kesepakatan kredit. Tahap kedua adalah penyediaan dana. Tahap ketiga adalah pencairan dana. Saat dana tersedia "argonya" sudah jalan walaupun pelan. Setelah dicairkan maka argonya berjalan cepat. Karena itu, biasanya pengusaha nggak buru-buru mencairkan. Tapi saat rupiah goyang, mereka buru-buru mencairkan dana itu lalu ditukar ke dollar dan disimpan atas nama sendiri. Nanti kalau rupiah ternyata jatuh maka mereka bisa tukar lagi ke rupiah dan mengantongi laba yang lumayan. Yang mengendalikan pencairan hanya bank dan BUMN. Keduanya bisa diajak kompromi. Oleh karena itu pak Moena mohon agar BI (dan menkeu) bertindak cepat sebelum hutang "beneran" kita membengkak. Saya angkat topi (tepatnya peci) buat pak Moena.
Ada satu lagi perkembangan aneh bulan ini. Waktu Ringgit jatuh ke 2,653 pak Mahathir mencaci-maki para "spekulan". Soros diberi cap "Bahlul" (goblog!). Manusia memang aneh. Waktu para fund manager menanam modal mereka disebut investor, tapi waktu mereka menarik modalnya mereka disebut spekulan dan bahlul. Mari kita semua istighfar agar tetap mawas diri dan tidak ikutan mencaci. Setahu saya, caci-maki justru akan membuat para investor hengkang dari negeri ini.
Ini bulannya IMF. Semua minta duit ke IMF. Muangthai dapat pinjaman 17,2 milyar USD tapi mereka terpaksa nurut disuruh bongkar sistem keuangannya. Mereka juga membekukan 48 LKNB (lembaga keuangan non bank). Hanya Hongkong yang tidak ke IMF. RRC sesumbar menyiapkan 50 milyar US$ untuk mendukung HK$. Ternyata bulan kemarin Hongkong tenang karena ada intervensi diam-diam sebesar 1 milyar US$. Biar begitu, dalam serangan bulan ini di Hongkong overnight rate (OR) naik sampai 8%. Setahu saya menkeu sudah berkonsultasi terus dengan IMF tapi di media justru tidak terdengar kabar. Bahkan direktur Bank Dunia untuk Indonesia, Dennis de Tray, menyatakan heran kalau sampai Indonesia memerlukan IMF. Mungkin saja saya yang keliru.
Sementara itu BI salah langkah lagi dengan tidak menggubris himbauan pak Moena. Beberapa rekan saya berhasil mencairkan dana kredit yang semula dijadwalkan untuk awal tahun depan. Bahkan ada yang berhasil mencairkan dana yang seharusnya dijadwalkan untuk awal 1999. Entah berapa "kick-back"-nya. Kalau semua usahawan begini, entah berapa hutang "beneran" kita nantinya. BI justru mengetatkan uang dengan membekukan SBPU dan menaikan suku bunga SBI menjadi 15%. Konon dengan supply yang terbatas maka nilai rupiah akan naik. Mereka berpikir bahwa semua ini hanya permainan "spekulan". Sepertinya mereka tidak menyadari bahwa para investor sedang mengamati kita dan pengetatan uang justru akan membuat ekonomi kita terlihat sangat tersendat. Jadi menurut saya ini adalah salah langkah yang keempat. Anehnya, IMF mendukung (dan memuji) langkah tersebut. Sekali lagi, mungkin saja saya yang keliru.
Akibat itu semua, kondisi semakin buruk dan akhirnya pada tanggal 13 rupiah jatuh sampai 2682 per US$. BI mencoba intervensi, tapi besoknya menkeu justru membuang sistem pita dan rupiah dibiarkan mengambang tanpa kendali. Semakin keras dugaan bahwa beliau tidak mau nilai devisa berkurang. Salah langkah yang kelima. Hasilnya, rupiah jatuh sampai 2755 per US$. Dengan kondisi ekonomi seperti ini, nilai ini akan jatuh terus. Hmm … mungkin masih stabil untuk sementara, sampai laporan triwulan ketiga beredar (awal Oktober). Pak Mahathir masih maki-maki Soros. Yang lain maki-maki para spekulan. Saya istighfar terus dan susah payah menahan diri untuk tidak mencaci-maki BI dan menkeu. Saya masih terus prihatin. Semoga saja saya yang keliru.
Bulan ini informasi terlihat simpang-siur. Masyarakat kelihatannya tak mengerti apa yang terjadi. Ada yang minta pengetatan keuangan dihentikan, ada yang bilang nanti dulu karena masih diperlukan. Ada yang menyambut hangat berita akan dikuranginya monopoli bulog. Di seminar yang diadakan BI, sempat para peserta bertanya mengenai kabar bahwa ada 16 bank yang sedang dalam kesulitan. Saya sendiri mencium bau IMF yang sangat kuat dalam kabar-kabar tersebut. "Tak usah terlalu cemas, gejolak ini hanya sementara, jangan emosional melihat kejadian seperti ini " begitu kata boss besar Sinar Mas waktu ditanya soal ekonomi. Heran! Masih saja ada yang memberikan kesan santai disaat keadaan sudah sangat genting. Peso sudah jatuh sampai 32,4 per US$. Ringgit sudah melampaui 3 per US$. Rasanya musuh sudah di ambang gapura kota.
Sementara itu, pemerintah "akan" menunda beberapa proyek senilai 39 trilyun. Kenapa "akan"? Kenapa tidak langsung saja? Pernyataan seperti ini justru memacu pencairan kredit yang terkait ke proyek pemerintah. Makin susah saja kita nantinya. Cuma pak Sofyan Wanandi yang kelihatannya juga sangat prihatin. Dia cemas karena hutang swasta yang jatuh tempo Desember dan Januari mendatang mencapai belasan milyar US$. Dia juga mulai melancarkan berbagai kritik halus dan yang tak begitu halus. Saya masih belum seberani itu. Mungkin juga karena dia itu barisan 66. Tapi gimanapun juga sebaiknya hati-hati pak. Kita boleh prihatin tapi jangan sampai menyinggung, apalagi melukai hati orang. Kita kan orang timur!
Menurut laporan Morgan Trust, hutang kita tahun ini 120,5 milyar (65 milyar swasta), 34,3 milyar jatuh tempo tahun ini dan baru separuh yang sudah dibayar. Separuh yang belum terbayar itu tidak memakai hedging (cara agar penukaran rupiah ke US$ menggunakan kurs sebelum terjadinya depresiasi). Di kancah pertempuran (bursa) keadaan terlihat cukup tenang. Seperti biasa, the calm before the storm. Maklum, sebentar lagi akan terbit laporan triwulan ketiga 1997. Seperti biasa, saya prihatin. Seperti biasa, nggak ada yang peduli.
Mulai beredarnya laporan triwulan ketiga membuat bulan ini dipenuhi berita memburuknya kurs dan index saham. Di awal bulan, perusahaan fund pimpinan Soros memperdagangkan ribuan kontrak futures berdasarkan indeks saham Taiwan di SIMEX (Singapore International Monetary Exchange). Akibatnya muncul tekanan psikologis hebat di bursa Taiwan, meskipun nilai transaksi Soros kali ini hanya sekitar satu milyar dollar Taiwan (33,9 juta US$). Taiwan sendiri akhirnya harus melakukan devaluasi. Bursa Hongkong langsung terpengaruh. Index Hang Seng langsung jatuh 23,34% (lebih drastis dari crash 97) Di akhir bulan,nilai index tinggal 10498,2. Kejatuhan ini langsung membahana. Dow Jones industrial average jatuh 7,2%, S&P 500 index jatuh 64,65 point, Nasdaq jatuh 115,43 point, sampai-sampai trading terpaksa dihentikan. Demikian pula semua bursa Amerika Selatan juga turut jatuh, terutama Brazil, Argentina dan Mexico. Hampir di seluruh dunia para investor melepas investasinya. Sementara itu ringgit turun sampai 3,408 per US$, dollar Taiwan menjadi 30,23 per US$, dollar Hong Kong dollar berada pada 7,5 per US$ dan rupiah sempat turun sampai 3845 per US$, meskipun BI melakukan intervensi agresif untuk menahannya di sekitar 3650.
Sesungguhnya di awal bulan pembahasan mengenai krisis sudah mencapai tingkat sidang MU PBB. Ditengah pro-kontra yang seru Indonesia menyatakan "akan" meminta bantuan IMF. Anehnya pada pertemuan ASEAN economic ministers (AEM) para menteri dengan tegas menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak membahas bagaimana mengontrol pasar finansial, karena itu wewenang Menteri Keuangan. Geez!
Bulan ini juga ada trend baru yang menguat. Pimpinan Federal Reserve, Alan Greenspan, menyalahkan para pemerintah Asia Tenggara. Keputusan investasi yang buruk, penyaluran pinjaman yang sembrono pada "spekulan" real estate, tatanan usaha yang tidak terbuka dan upaya pengendalian investasi lintas batas, disebutkan sebagai penyebab krisis mata uang. Waduh! Kalau sapi sakit, obati dulu! Apalagi kalau sakitnya menular ! Jangan gembalanya yang dimarahi dan digurui! Nanti saja kalau sapinya sudah sembuh! Mungkin disaat itu gembalanya juga sudah sadar sendiri!
Tapi namanya juga trend. Menkeu AS Robert Rubin ikutan usul ke IMF untuk memasukkan keterbukaan (disclosure) ini sebagai syarat keanggotaan. Maksudnya semua negara di dunia harus mengikuti cara Amerika. Pada East Asia Economic Summit di Hongkong, PM Singapura Goh Chok Tong menegaskan, bahwa negara Asteng harus meliberalisasi pasar finansial dan harus lebih transparan. Aneh! Bagian besar investasi di Indonesia, disusunnya di Singapura. Termasuk segala seluk-beluk rekayasanya. Ini sih maling teriak maling. Forum LSM Internasional untuk Pembangunan Indonesia (INFID) malah membuat memorandum ke IMF, bank dunia dan ADB, yang menyebutkan bahwa krisis bukanlah efek "domino" regional ataupun tanggapan psikologis terhadap fluktuasi pasar, tapi lebih merefleksikan manajemen ekonomi Indonesia yang "sakit". Lucunya, banyak kawan saya yang tiba-tiba menjadi "pakar" dalam menganalisa kesalahan "manajemen" negara. Weleh, weleh, weleh! Untuk memperbaiki hidup bangsa, mungkin lebih baik berkarya, berbakti, berkorban (hidup prihatin), dan beri contoh yang nyata. Apa faedahnya menjelekkan bangsa sendiri, apalagi di mata dunia? Semakin buruk citra bangsa ini, semakin buruk pula nasib rakyat nantinya! Kita harusnya mohon bimbingan Allah bagi para pimpinan kita, bagi para saudara kita dan bagi kita sendiri.
Sementara itu di dalam negeri berbagai kebutuhan mulai jadi langka. Pengusaha sawit swasta dan PTP Nusantara terus mengejar ekspor (karena menguntungkan). Pasokan dalam negeri tiba-tiba terkuras dan harga minyak sawit (olein) melonjak dari Rp 1350 menjadi Rp 2000 per kg. Saya pikir hal ini akan juga meluas ke kebutuhan pokok lainnya. Jadi, di rumah harus lebih banyak menyimpan mie, gula, beras, dll. Minimal untuk 6 bulan (sampai akhir SU-MPR). Oh iya, untuk teman-teman yang juga punya balita, saya anjurkan untuk stok susu dan obat-obatan (minta resepnya dari dokter keluarga). Wassalam!
Berita besar! Indonesia terima bantuan 23 milyar dollar dari IMF. Bau menusuk yang ada selama ini ternyata benar. Harap waspada dan jangan tergiur bunga deposito tinggi. Mengingat perilaku IMF di Muangthai, sangat mungkin bakalan ada "penataan" dunia keuangan kita. Biar bagaimana juga, saya tetap bersyukur karena bantuan ini sifatnya fleksibel. Nggak seperti "bantuan" biasa yang harus digunakan untuk "belanja" produk dan jasa dari negara pemberi, itupun harus dengan persetujuan negara pemberi. Karena itu saya duga bantuan IMF akan lebih banyak digunakan untuk menolong moneter kita. Jadi setidaknya untuk bulan depan kurs kita akan cukup stabil. Dunia perbankan akan dapat agak bernafas. Tentu saja nantinya pasti ada yang iri dan ada yang protes. Kalau almarhum pak Sutan Sjahrir pasti akan tersenyum dan geleng-geleng, sambil bergumam "Bangsaku!".
Kejutan! Hanya satu hari sesudah pengumuman pinjaman IMF, pemerintah melikuidasi 16 bank. Sayangnya mereka tidak mengumumkan daftar lengkap kesehatan bank. Sama seperti Muangthai, langsung terjadi ketidak percayaan terhadap semua bank lokal. Dalam dua hari saja 4 trilyun rupiah ditarik dari perbankan. Salah langkah lagi, padahal kejadian serupa menimpa Muangthai beberapa bulan lalu.
Di awal bulan kondisi kurs dunia stabil. Tapi menguatnya US$ terhadap yen, ditambah dengan media AS yang cenderung menjelekan Asia, menurunkan kurs won ke 973,65 per US$ sehingga Bank of Korea (BOK) harus intervensi. IMF berharap bantuan yang telah disalurkan dapat menghentikan lingkaran setan krisis Asia, namun bantuan untuk Muangthai tak berhasil memulihkan kondisi karena pertarungan politik dalam negeri itu. Sementara itu di Hongkong harga properti jatuh dan index saham turun melewati nilai 10000 point. Pers AS akhirnya berhasil meyakinkan para investor untuk menarik diri dari Korsel, didukung oleh adanya 8 chaebol yang menyatakan pailit. Kondisi memburuk sejak KIA pailit Juli lalu (mungkin mobnas Timor juga terpaksa ikut gagal). Kurs won jatuh sampai 999,90/US$, bursa saham juga jatuh. Kondisi ini merembet ke Taiwan dan Hongkong dimana index Hang Seng sempat turun sampai 9967,42.
Kalau won jatuh maka Jepang harus melemahkan yen untuk dapat tetap bersaing dengan Korsel (50% produksi Korsel adalah saingan Jepang). Untuk melemahkan yen, Jepang tidak mau intervensi pasar, bahkan mereka membiarkan salah satu bank besarnya (Hokkaido Takushoku) serta perusahaan broker terbesar ke-4 Jepang (Yamaichi Securities) jatuh bangkrut. Pada akhirnya BOK menyerah dan terpaksa membiarkan won bergulir bebas. Kini kelihatannya Korsel, ekonomi terbesar ke-11 dunia, membutuhkan IMF. Mereka minta bantuan 20 milyar US$. Kejatuhan Korsel menurunkan kurs asia lainnya. Semua panik karena bila won turun 15% lagi maka produk Korsel menjadi sangat murah sehingga memusnahkan ekspor Taiwan dan Asteng. Hal ini akan melenyapkan harapan untuk dapat memulihkan ekonomi mereka. Bahkan Jepang dan AS ikut gemetar karena Korsel juga memproduksi semi-konduktor, kapal, dan teknologi tinggi lainnya. Ringgit jatuh sampai 3,52/US$. Index saham turun drastis di Taiwan, Filipina, Muangthai, Indonesia dan Singapura.
Jatuhnya won menguntungkan AS yang juga saingan Jepang. Wajar kalau mereka tidak ingin buru-buru menolong. AS bahkan berusaha keras agar Jepang tidak menolong negara lainnya. Dengan berbagai langkah politis, AS berhasil membuat IMF menjadi satu-satunya penolong para anggota APEC. Padahal bantuan IMF merupakan bantuan yang tidak bisa cepat, penuh persyaratan, dan selalu tersendat-sendat. Coba kita pikir sejenak! Kalau semua modal ditarik dari seluruh penjuru dunia, kemana larinya modal itu? Saham blue chip di AS langsung "inflasi". Begitu banyak uang dan begitu terbatasnya saham. Sementara kondisi dunia memburuk, kondisi Wall Street cemerlang. Apakah ini bukti bahwa kapitalisme dan liberalisme adalah yang terbaik di dunia? Bahwa semua harus mengikuti cara Amerika yang liberal dan terbuka dan konon tanpa cacat itu? Menyedihkan sekali! Saya prihatin!
Saya lebih prihatin lagi karena pada saat ini saudara-saudara kita di Irja diterjang kekeringan. Ancaman kelaparan menghantui 65% penduduk sana. Konon jumlah kematian dapat mencapai 18000 orang. Keprihatinan semakin mendalam karena hanya sedikit yang peduli. Di koran, TV, radio, dan bahkan di sekolah-sekolah sudah dijelaskan kemana kita harus menyumbang. Bahkan koin 50 rupiah saja akan bermanfaat. Entah mengapa masyarakat nyaris tidak menggubris. Ayolah! Apakah kita tega membiarkan mereka mati merana?. Disana para balita akan menjadi korban pertama. Prihatinlah, walau hanya sedikit saja. (Kulihat Ibu Pertiwi, sedang bersusah hati. Air matanya berlinang … )
Awal negosiasi bantuan untuk Korsel yang mencapai 60 milyar US$ (20 milyar dari IMF langsung) berjalan lamban karena syarat IMF mencakup merger, penutupan 12 bank, batas pemilikan asing sampai 50%, keterbukaan manajemen, penurunan pertumbuhan ekonomi ke 3% dan pembukaan pasar dalam negeri bagi Jepang dan AS. Rakyat sudah gelisah karena 8 dari 30 chaebol sudah pailit, akan ada pemilihan presiden, dan serikat buruh siap untuk menentang PHK. Ketidak-pastian juga terjadi di Asteng karena pak Mahathir masih memaki "spekulan", sementara Pak Harto harus istirahat 10 hari setelah perjalanannya ke Namibia, Afrika Selatan, Meksiko, Vancouver dan Arab Saudi. Namun banyak investor yang salah mengartikan lalu meragukan kemampuan beliau untuk terus memimpin. Investor juga bingung karena dari sejumlah proyek yang ditangguhkan, 15 diantaranya dilanjutkan lagi. Sementara pernyataan pak Aburizal mengenai bantuan Singapura untuk perbankan dibantah oleh Mensesneg. Kebakaran gedung BI juga membuat kalut suasana. Ringgit jatuh sampai 3,865/US$, dollar Singapura turun ke 1,625/US$, won turun ke 1465,7/US$, rupiah mula-mula jatuh ke 4020/US$ dan esok harinya jatuh sampai 4625/US$. Berita kemudian bahwa pak Harto akan menghadiri pertemuan di Kuala Lumpur menaikkan rupiah ke 4395/US$.
Kegagalan Korsel untuk melunasi hutang menjatuh kan won sampai 1891,4/US$, namun Korsel masih tetap memilih negosiasi dengan para pemberi pinjaman (mengenai jadwal ulang ataupun roll-over) ketimbang tunduk penuh pada IMF. Berita bahwa pak Harto tidak jadi ke Kuala Lumpur juga membuat rupiah jatuh ke 5150/US$. Ini melenyapkan harapan untuk pelunasan hutang Indonesia. Pengusaha mulai berharap agar hutangnya dapat dijawal ulang atau di roll-over.
Jepang akhirnya memutuskan untuk membantu sektor keuangannya dan aktif melakukan intervensi sehingga menaikkan nilai yen. Sementara itu rakyat Korsel memilih tokoh oposisi Kim Dae Jung sebagai presiden. Tokoh ini justru yang paling vokal menentang IMF. IMF langsung buru-buru mempercepat proses pencairan bantuan, karena stabilitas Korsel sangat penting artinya bagi AS. Akhirnya dicapai kompromi antara pak Kim dan IMF. Dana langsung mengalir deras ke negeri itu (lebih dari 11 trilyun direalisasi bulan ini). Hal ini tentunya mengurangi likuiditas dan memperkecil kemungkinan pencairan bantuan ke negara lainnya.
Dalam kancah politik banyak hal yang terjadi. Mula-mula mbak Tutut mengutarakan bahwa keluarganya lebih menginginkan agar pak Harto tidak menjadi presiden lagi. "Seandainya saya diizinkan untuk menggunakan hak saya dan mengatakan sejujurnya apa adanya, saya memohon kalau bisa Bapak jangan dipilih lagi, tapi kalau masih mau dipilih lagi, apa boleh buat, itu permintaan dan perintah rakyat …". Kalimat ini cantik sekali! Betul-betul kaliber tinggi (Nggak percuma lama mendalami politik dan jadi ketua DPP). I think, given the chance, she’ll make a very good diplomat one day! Anyway, kalimat sederhana itu berhasil melecut "debat" pencalonan pres dan wapres, baik yang resmi maupun yang klandestin (lihat saja di internet). Menjelang natal, ketua ICMI (pak Habibie) menjawab "…masih dikehendaki rakyat". That should settle any question!
Mengenai wapres, sampai pertengahan bulan wakil ketua MPR merangkap Ketua BP MPR sudah menerima delapan nama (yang disampaikan melalui delegasi maupun tertulis) yakni Try Sutrisno, Harmoko, BJ Habibie, Ginandjar Kartasasmita, Feisal Tanjung, Wiranto (KSAD), Hartono, dan Edi Sudradjat. Nama lain mungkin akan muncul, tapi delapan yang muncul awal tentunya yang terkuat. Dalam kondisi krisis begini mungkin citra kita di mata dunia menjadi sangat penting. Apakah kita akan memberikan citra militer atau sipil? Apakah kita akan memberikan citra pemikir strategis atau pelaksana taktis? That should also settle any question!
"Debat" pencalonan semakin membingungkan investor asing. Sejauh ini mereka belum melihat perkembangan positif di Indonesia. Rapat kabinet dianggap hanya menghasilkan himbauan agar tidak membeli barang impor. Mereka heran karena Indonesia justru sibuk mengurus rakyat kecil menjelang natal, puasa dan lebaran (untuk itu pak Harto, menurut Mensesneg, sempat memanggil pak Biakto, pak Haryono Suyono, pak Akbar dan pak Latief). Kebingungan itu menyebabkan para investor praktis tidak berubah posisi terhadap Indonesia. Jadi seharusnya bulan ini "the calm before the storm" karena menunggu laporan triwulan terakhir. Sayangnya ada faktor lain yang muncul di dalam negeri.
Laporan Indosuez W.I.Carr Securities bahwa hutang total Indonesia adalah sekitar 200 milyar US$ (nilai resmi 117 milyar) serta penurunan rating investasi Indonesia menjadi Ba1 (junk/sampah) oleh Moody's Investor Service menyulitkan roll-over hutang Indonesia. Ditambah lagi dengan pernyataan Mensesneg bahwa tidak akan ada penjadwalan kembali ataupun penundaan pembayaran utang LN. Para pengusaha langsung ramai mencari dollar untuk pelunasan. Rupiah bergerak disekitar 5000/US$ dan sempat jatuh sampai 6300/US$. Kali ini rupiah jatuh sendirian saja (tidak bersamaan dengan mata uang lainnya). Kondisi ini bertahan sampai akhir bulan.
Tanpa terasa kita sudah di akhir tahun. Tahun depan kita mulai PELITA baru yang menurut beberapa orang PELITA yang tersulit karena menghadapi perubahan millenium. Tahun depan juga dimulai dengan bulan suci Ramadhan yang penuh hikmah namun juga penuh cobaan. Tahun depan juga diawali dengan masalah hutang yang jatuh tempo (di tengah krisis moneter!). Penyakitnya uang riba. Sampai seberapa berat cobaan yang bakal dihadapi? Entahlah! Semoga kita kuat menerimanya. Oh ya, sebelum lupa, ada banyak e-mail yang menanyakan sampai seberapa jauh rupiah bisa jatuh dan kapan krisis ini berakhir. Well, dengan nilai M2/FX sebesar 6,5 dan kurs semula sekitar 2500/US$ maka nilai maksimal secara kasar bisa diperkirakan sebesar 6,5 x 2500 yakni sekitar 16250/US$. Itu kalau benar nilai M2/FX adalah 6,5 (bisa saja nilainya 7 atau 7,5 atau lebih). Saya pikir Indonesia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Namun untuk amannya, mari kita berdoa agar hal itu tidak terjadi.
Mengenai lamanya krisis agak lebih sulit menjawabnya. Pertama-tama, kondisi kita saat ini rawan karena ada banyak pihak yang ingin melakukan "take-over" baik di bidang politik maupun di bidang ekonomi. Dalam bisnis, salah satu cara mengelak dari take-over adalah dengan "poison pill". Maksudnya perusahaan harus membuat berbagai komitmen dan hutang, bahkan kalau perlu kondisi intern perusahaan diperburuk, sehingga pihak yang ingin take-over kehilangan minat. Nah, krisis saat ini membuat indonesia tanpa sengaja seolah telah menelan "poison pill". Jadi setidaknya krisis ini diperkirakan masih berlangsung sampai kabinet baru terbentuk yakni sekitar bulan April (SU-MPR baru akan diselenggarakan bulan Maret). Pada saat itu sudah sulit untuk melakukan take-over.
Hal kedua adalah kesesuaian antara strategi, taktik, dan logistik. Krisis ini menunjukkan perubahan peta dan susunan logistik, sehingga tidak sesuai dengan strategi dan taktik kerja yang selama ini digunakan. Karena itu harus secepat mungkin dilakukan penyesuaian strategi dan taktik, diantaranya ialah meminimalkan penggunaan bahan baku impor, menghapus "impor" jasa (non-barang), mempertinggi ekspor jasa (layanan, desain, software, karya tulis, iklan, musik, dll), dan meminimalkan ekspor bahan mentah, barang setengah jadi, ataupun barang berteknologi rendah. Oleh karena itu, kita harus lebih waspada dan "rewel" dalam menerima "bantuan". Penyesuaian strategi dan taktik ini menuntut disiplin tempur yang tinggi karena banyaknya perubahan cara kerja dan banyak hal baru yang harus dipelajari. Sesungguhnya masyarakat kita sangat tahan banting dan sangat patuh pada "atasan" asalkan arif, tegas dan konsisten. Sifat ini merupakan bentuk halus dari disiplin tempur yang tinggi dan harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Krisis ada selama strategi dan taktik belum sesuai dengan logistik yang baru. Kalau penyesuaian dilakukan serius maka dalam sembilan bulan krisis ini sudah selesai, dan kalau penyesuaian disempurnakan terus maka krisis tidak akan terjadi lagi. By the way, penyesuaian semacam ini berarti kita masuk sepenuhnya ke era tinggal landas yang sesungguhnya.
Hal ketiga adalah kenyataan bahwa sesungguhnya nilai kurs bisa dipatok setiap saat dan krisis akan langsung selesai. Tentu saja ada syaratnya yakni penyesuaian strategi dan taktis tadi harus tetap dilaksanakan sepenuhnya. Jangan sampai kita kembali ke pola lama karena devisa akan terkuras habis. Pada saat penyesuaian selesai dilakukan maka patok bisa dicabut lagi tanpa mengakibatkan krisis baru. Jadi penggunaan patok hanya cara mempercepat selesainya krisis (untuk mengurangi beban rakyat) sedangkan penyesuaian merupakan solusi yang sesungguhnya.
Kesimpulannya, krisis dapat selesai setelah tiga bulan dan sebelum satu tahun, Insya Allah (God willing), tergantung dari kesungguhan kita sebagai bangsa dalam melakukan penyesuaian. Mungkin ada baiknya bila penyesuaian dicanangkan resmi dan diberlakukan secara ketat dan cepat. Dalam hal ini yang harus banyak berperan adalah kabinet yang baru nanti.
Memasuki PELITA VII, gerbang ke millenium baru, tahap lepas landas dalam PJPT II bangsa ini, mungkin pantas apabila awal tahun diisi dengan tirakat dan puasa. Ramadhan ini rasanya jauh lebih berat dari tahun-tahun yang lalu. Melihat begitu banyaknya dana mengalir ke Korsel akibat rekayasa AS, seperti kasus Mexico dulu, mungkin akan sulit mencairkan pinjaman bantuan internasional apapun di negara lainnya. Jadi mungkin akan lama pencairan dana IMF untuk kita. Oh ya, kedua negara itu harus mengalami pergantian pimpinan pada saat "dibantu" AS. Semoga kita dapat bertahan terhadap tekanan seperti itu.
Tekanan ekonomi yang sudah terasa adalah pergeseran dari krisis moneter menjadi krisis ekonomi yang terjadi karena keserakahan manusia (Survival instinct yang berlebihan). Maksud saya begini, kalau kita punya toko dan harga barang naik, maka wajar kalau kita juga menaikkan harga, tul kan? Kalau tidak maka isi toko saya tinggal separuh, sepertiga, seperempat, atau bahkan lebih kecil lagi. Pabrik juga begitu. Kalau bahan baku naik maka mereka akan "rekalkulasi" lagi. Jadi "kekayaan" mereka tidak terpengaruh oleh perubahan kurs. Wajar kan?
Nanti dulu! Kalau harga naik dua kali lipat dan para pemilik toko mengikuti harga baru, maka kekayaan toko yang kemarin hanya 100 juta, hari ini menjadi 200 juta. Ngerampok darimana kenaikan kekayaan sebesar 100 juta itu? Ya dari pembeli tentunya! Kalau semua pedagang dan pabrikan di negeri ini melakukan hal yang sama maka pembeli di negeri ini dirampok besar-besaran (trilyun). Perampokan ini terjadi cepat dan sifatnya legal sehingga nggak bisa dibawa ke meja hijau. Runyam! Harusnya perubahan harga apapun, tetap saja stok lama dijual harga lama dan stok baru dijual harga baru, meskipun isi toko tinggal separuh. Sayangnya mayoritas tidak melakukan hal ini. Wajar kalau ekonomi kita langsung bergejolak. Gimana nggak prihatin melihat bangsa seperti ini.
Saya sedang di Garut untuk acara mengenang 40 hari wafatnya ibu mertua ketika RAPBN dibacakan dan kurs langsung melonjak. Rupanya para investor menganggap RAPBN tidak realistis karena memakai kurs 4000 per US$. Heh! Nilai berapapun akan tidak realistis kalau lagi kacau begini. Mestinya pakai nilai yang besar sekalian, meskipun sama ngawurnya tetapi para investor tidak akan jadi ribut. Toh nantinya bisa "disesuaikan". Apakah ini salah langkah lagi dari pak Menkeu? Entahlah.
Anyway, gejolak kurs dan krisis moneter yang beralih menjadi krisis ekonomi dimanfaatkan oleh sesama pengusaha. Mereka mengendus kesempatan untuk mengganti tenaga kerja lama dengan yang lebih sesuai untuk lepas landas. Saya kebanjiran permintaan untuk "komputerisasi" dan "konsultasi" manajemen. PHK mulai terjadi besar-besaran dan Depnaker (serta serikat pekerja) hanya bisa "maklum". Orang terlihat marah dan pasrah sekaligus. Para oportunis memanfaatkan hal ini untuk memulai protes dan mencalonkan diri jadi pemimpin. Seperti biasa, memanfaatkan penderitaan orang lain. Sayangnya, diantara sekian banyak masyarakat, hanya segelintir yang memahami apa yang terjadi, apalagi yang punya program kerja yang jelas. Mayoritas hanya bisa berteori ngepop, dan yang lebih parah lagi, justru banyak teori gombal mereka yang masuk ke media massa.
Dua orang penting datang ke Indonesia bulan ini, Summers dan Camdesus. Keduanya memaksa agar Bapak tercinta kita mematuhi semua perintah AS melalui IMF. Konon menurut Menkeu, kondisi yang memburuk menyulitkan untuk mematuhi kesepakatan semula (Oktober). Sesudah semua tersenyum lebar dan berjabatan tangan, para "ekonom" mengharap bahwa kurs akan membaik. Kenyataan menunjukkan sebaliknya. Rupiah sempat turun sampai diatas 16000/US$. Entah berapa nilai M2/FX kita yang sesungguhnya. Sesudah itupun masih ada yang menyarankan agar kita melakukan reformasi sesuai IMF. Saya trenyuh dan heran sekaligus. Apa mereka semua buta? Mereka menolak kenyataan bahwa reformasi justru makin menghancurkan rupiah. Mereka bermimpi bahwa kalau Pancasila diganti dengan liberalisme (keterbukaan dan pasar bebas) dan kapitalisme (perluasan kesempatan kepemilikan asing) maka Indonesia akan semakmur AS. Betul-betul gila! Berapa besar sih manfaat keterbukaan, pasar bebas dan pemilikan asing bagi para petani, nelayan, pekerja, pegawai, guru, ulama, pemilik warung, dan penduduk desa. Wake up man! Itu semua strategi dagang AS yang sedang bangkit setelah hancur saat reaganomics. Semua krisis ini terjadi dengan restu AS. Mereka yang membabat kita, lalu kita mau terima ramuan "obat" dari mereka? Bodoh betul!
Oh ya, mulai muncul selentingan mengenai penerapan currency board (suatu cara mematok kurs). Hal ini pasti akan ditentang IMF dan AS, jadi hanya bisa diterapkan kalau kita cukup kuat untuk bertarung frontal dengan mereka. Lagipula, pematokan hanya diperlukan untuk mempercepat tercapainya keadaan tunak (steady-state). Yang lebih penting adalah kesesuaian strategi, taktik dan logistik (silahkan lihat catatan bulan lalu). Disamping itu pematokan seyogyanya dilakukan tiba-tiba, seperti penerjunan pasukan komando, tidak boleh ada selentingan sebelumnya. Jadi kelihatannya selentingan ini adalah perang urat-syaraf yang dilancarkan oleh pihak kita untuk memaksa realisasi dana IMF. Salam hormat (salute) saya untuk Bapak tercinta kita!
Akhir kata, menyambut datangnya Imlek dan Idul Fitri, mari kita menyadari betapa kita semua sesungguhnya satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa, dalam bimbingan Tuhan YME. Pukulan lawan kali ini cukup berat. Jangan sampai kita tercerai-berai. Khusus bagi sesama pengusaha, hiduplah lebih prihatin sedikit, sadari mana yang lebih penting di dunia ini. Bila perlu, jual saja BMW dan villanya, uangnya untuk melatih karyawan agar lebih produktif dan terhindar dari PHK. Saya sendiri dan adik saya baru mulai membiasakan diri naik espass-espass yang beli bekas (BMW untuk sementara belum dijual, heh-heh-heh! Tapi villanya sudah!). Guncangannya agak keras, tapi kami puas, karena Alhamdulillah (thank God) tidak ada karyawan yang harus dilepas. Insya Allah (God willing) semua keprihatinan kita akan dapat mengurangi keprihatinan hidup orang lain. Selamat tahun baru Imlek dan selamat hari raya Idul Fitri!
Bulan ini kita beruntung dapat kesempatan langka untuk mengamati Jenderal Besar beraksi. Beliau rupanya sudah kesal karena anak buahnya nggak becus, sementara rakyat sudah sangat menderita (kurs rupiah sudah terus diatas 10000/US$). Jadi, begitu lebaran selesai beliau langsung turun tangan. Bila ada selentingan bahwa suatu bank akan pailit, orang akan berlomba menarik simpanannya walau selentingan itu belum tentu benar. Hal yang serupa juga terjadi bila ada selentingan bahwa rupiah akan naik, alias dollar akan turun. Oleh karena itu, disamping menurunkan dua guru sakti, pak Widjojo dan pak Radius, untuk menangani IMF, selentingan currency board juga semakin diperkuat melalui Steve Hanke. Dengan satu sapuan saja nilai kurs turun sampai 6000/US$ tanpa harus menguras devisa. Untuk lebih meyakinkan lagi, maka pada pertengahan bulan dilakukan penggantian gubernur BI, dilengkapi dengan selentingan bahwa gubernur lama tidak setuju adanya currency board. Wow!
Tentu saja IMF dan AS mengajukan keberatan. Mereka minta agar reformasi dilakukan sebelum ada pematokan kurs, dan mengancam tidak akan mencairkan dana bantuan. Mereka tahu bila dana itu dicairkan dalam kondisi seperti ini maka kurs bisa turun ke kondisi semula atau bahkan lebih baik lagi. Hal ini akan kembali memperkuat perdagangan Jepang, sehingga AS akan gagal merobohkan dominasi Jepang. AS sesungguhnya tidak peduli soal reformasi perbankan RI. Mereka hanya ingin membeli waktu untuk menjatuhkan Jepang (reformasi akan memakan waktu tahunan).
Seperti biasa, adanya kontroversi langsung disambut media massa dengan memuat berbagai polemik ngawur. Mulai dari pejabat, guru, usahawan, sampai awam turut buka pendapat. Sebelum kita terseret oleh analisa mereka, jangan lupa bahwa mereka dulu tidak melihat bahwa bisa terjadi krisis moneter. Ada juga oportunis yang memulai aksi "prihatin". Ini bukan prihatin sungguhan melainkan demo dan caci-maki, sangat jauh dari sikap prihatin yang sifatnya mulia itu. Bahkan astronom wanita kita yang terkemuka ikutan demo. Lagian, pada masa tenang sebelum SU-MPR. Koq berani dia ya? Apa nggak takut kambuh sakitnya? Saya ingat dulu waktu masih di ITB kakaknya meminta tolong kawan-kawannya mencari dia. Rupa-rupanya karena kambuh dia berjalan tanpa ingat apapun lalu duduk kebingungan di rumah orang yang tak dia kenal. Semua sempat bingung mencari kemana larinya ceweq cakep yang satu itu. Kembali ke soal demo, akhirnya dia kena ciduk. Malang sekali nasibnya. Secara pribadi saya menyesalkan suaminya yang membiarkan istrinya tertimpa kemalangan seperti itu. Kayak orang barat saja.
Sementara itu pak Habibie mengkokohkan posisi sebagai calon terkuat wapres. Sesungguhnya beliau sudah calon kuat pada pemilihan 93 dulu setelah berhasil membangun ICMI, sehingga melompati struktur formal DPP GolKar yang waktu itu dipimpin oleh pak Wahono. Kelemahan itu dilihat oleh pak Harsudiono Hartas yang langsung memukul keras dengan mencalonkan pak Try Sutrisno secara tiba-tiba dan tanpa permisi dulu. Kali ini pak Habibie melengkapi kekurangannya itu dengan juga masuk melalui struktur formal. Media barat langsung menyerang karena konon beliau dianggap boros. Well, di satu pihak ada posisi-posisi strategis yang harus dikuasai betapapun besarnya jumlah korban. RI tidak bisa terus-menerus ekspor bahan baku dan impor teknologi tinggi seperti yang dikehendaki pihak barat. Untuk melenyapkan simbiose parasitis itu harus ada upaya khusus yang sepintas memang terlihat lebih boros.
Namun di lain pihak ada tiga kesalahan besar pak Habibie. Pertama, beliau lupa bahwa bunga mawar mekar akan dikelilingi lebah yang hanya ingin menghisap madunya. Seperti anak gadis yang dirayu oleh berbagai pemuda tampan tapi gombal. Beliau dikelilingi oleh kaum parasit yang sama sekali tidak peduli akan konsep beliau. Batam, IPTN, PAL, BPPT, dsb, hanya mampu mewujudkan bagian yang sangat kecil dari keseluruhan konsep. Hasil yang dicapai selalu saja "crippled" dan selalu telat jadwal. Bagaimana saya tidak prihatin mendengar cerita dari sekretaris di IPTN dulu bahwa tanpa pelicin yang cukup maka map apapun tidak akan sampai ke meja atasannya dan bahwa atasannya itu tidak tahu apa yang sedang terjadi di kantornya. Parahnya, atasan tersebut sekarang sudah naik ke BPPT dan menjadi orang kedua dari pak Habibie.
Kesalahan kedua, beliau lupa "Those who can, do! Those who cannot, teach!". Beliau terlalu percaya pada gelar dan bukti diatas kertas. Nyatanya kinerja (performance) para akademisi yang dihimpunnya jauh dari harapan. Di Nurtanio dulu dipajang sebuah blok logam yang sangat halus dan rata. Saya kagum dan bertanya membuatnya dengan mesin apa. Ternyata blok itu dikikir tangan oleh anak-anak STM. Meskipun sangat mampu, dalam karirnya anak-anak itu tetap saja kalah bersaing dengan para doktor dan professor yang begitu piawai dalam membuat "paper". Tidak ada satupun usulan kalangan pelaksana bawah yang bisa sampai ke beliau. Paper "ilmiah" yang mereka buat juga seringkali mnegecewakan. Kalau kata pak Samaun Samadikun "No mathematics and no physics!". Kalau kata saya "No logics!". Seolah mereka tidak menjiwai semua ilmu mereka. Saya jadi ingat mengenai soal ujian persamaan Bessel yang tidak selesai dikerjakan dan ternyata dapat nilai A. Rupanya pak mahaguru menyadari bahwa siswa yang satu ini sudah benar jalannya, tapi karena sudah bekerja (sering bolos) tidak tahu bahwa ada kesepakatan untuk mengambil sejumlah asumsi agar persamaan tersebut mudah diselesaikan. Lucunya, kerja susah payah seperti itu justru merekatkan segala persamaan itu dalam benak pikiran. Andaikan pak Habibie iseng menguji anak buahnya dengan persamaan Laplace, saya pikir akan banyak yang bergelimpangan. Banyak yang sudah melupakan Poisson, Lagrange, Cauchy, Riemann, dan bahkan persamaan integro-diferensial sederhana. Lupa bahwa itu semua adalah disiplin berpikir dalam menyelesaikan masalah engineering. Lalu apa artinya gelar engineer? Bagaimana mereka bisa menerapkan ilmu itu dalam perilaku bisnis dan industri sehari-harinya? Jadinya ya "Those who cannot, do! (and teach!)". Lha kan malah runyam!
Kesalahan ketiga, beliau tidak memiliki Public Relations Officers (PRO). Memang umumnya cendekiawan tidak punya PRO. Namun sebagai pelopor beliau ini langkahnya sangat cepat. Hampir semua orang tertinggal jauh. Akibatnya banyak sekali salah persepsi mengenai langkah beliau, dan ini menyebabkan hambatan yang sangat besar. Voorloper (yang berjalan di depan) harusnya lebih voorlopig (hati-hati melangkah). Bayangkan kalau 100 tahun lalu beliau datang ke AS dan bilang bahwa akan ada industrialisasi sehingga jumlah peternak dan petani cukup 5% saja dari seluruh populasi. Pasti akan ada tentangan keras dari seluruh masyarakat yang waktu itu hampir 95% hidup dari bertani dan beternak (termasuk cowboys). Apalagi kalau disebutkan biaya yang dibutuhkan. Saat ini begitulah peran beliau di RI, sendirian, tanpa PRO. Jelas saja beliau kesulitan untuk menjelaskan pada masyarakat kita yang sifatnya sudah sangat heterogen ini.
Ketiga kesalahan ini sudah lama terlihat. Dulu di tengku umar (kediaman eyang habibie putri) kami berkelakar antara lain mencalonkan Ade Avianto atau adiknya yang cakep itu, Tami, sebagai PRO. Tapi kayaknya mereka sudah lupa itu. Bisa juga karena takut nepotisme jadinya repotisme. Saya kadang trenyuh melihat sulitnya jalan yang dihadapi pak Habibie ini. Padahal sejauh ini hanya beliau yang sungguh-sungguh membimbing kita ke teknologi tinggi.
Anyway, bulan depan akan ada SU-MPR, dan saat ini sudah minggu tenang. Insya Allah (god willing) kami bisa nyekar (ziarah) ke makam leluhur kami. Biasanya kami ziarah sebelum bulan puasa, tapi puasa kemarin ini tidak bisa karena repot setelah meninggalnya mertua saya. Jadi libur sekolah saat sidang akan kami gunakan keliling ke kota-kota di Jawa. Ironis ya, sementara seluruh bangsa sedang melihat ke masa depan, kami justru menengok ke belakang ke masa silam. Tapi yah begitulah alam Timur. Tak pernah lepas dari masa silam. Wassalam!
Bulan ini diawali dengan SU-MPR yang saya ikuti melalui koran, radio mobil dan TV hotel, sambil ziarah antar kota menggunakan Espass yang pegasnya sudah dilunakkan. Agar tetap dapat berbisnis via telepon, saya gonta-ganti kartu SIM (GSM-XL dan Simpati). Saya juga menyempatkan diri mengambil dan mengirim E-mail di berbagai internet café. SU ini menarik karena digelar diatas pentas nasional, disorot oleh seluruh dunia, dan diwarnai oleh berbagai gangguan dari kalangan G-7. Ada Walter Mondale utusan Clinton, ada Derek Fatchett utusan European Union sekaligus membawa surat khusus dari Tony Blair, juga ada Yoshiro Hayashi utusan Ryutaro Hashimoto, semuanya meminta agar RI menepati kesepakatan IMF. Clinton juga sempat menelpon langsung ke bapak presiden. Semua itu karena Pak Harto sebelumnya menyatakan untuk tidak begitu saja menerapkan rencana IMF yang agak bertentangan dengan UUD45. Gagasan baru IMF-plus ini memperkuat dugaan akan diterapkannya currency board dan membuat para investor kelabakan menebak perubahan apa yang akan dilakukan pada rencana bantuan IMF. Hal ini menguatkan posisi rupiah sampai 8800/US$.
Selentingan currency board makin menguat dengan digantinya direktur BI yang dikabarkan menentang CBS. Oleh karena itu kurs bertahan di 9000/US$ pada minggu pertama. Namun kedatangan para utusan, meski mereka pulang tanpa kejelasan, akhirnya sempat menjatuhkan rupiah sampai 12250/US$ pada awal minggu kedua. Rupanya pak Harto sudah mengantisipasi hal tersebut. Dalam pidato "Pertanggung-jawaban Presiden" beliau menyebutkan akan taat pada kesepakatan IMF. Hal ini memancing reaksi ketidak-puasan di kalangan MPR, mahasiswa, serta masyarakat, sehingga diberitakan luas oleh media massa. Beberapa negara, diawali oleh Australia yang takut akan pergolakan di RI, mendesak IMF untuk melunakkan sikapnya. Wakil ketua IMF, Stanley Fischer, akhirnya mengakui bahwa kesepakatan harus diubah dan IMF akan mengijinkan subsidi import sembako dan obat-obatan. Bahkan ketua IMF, Camdesus, konon menyebutkan bahwa currency board boleh diterapkan asalkan sudah ada perbaikan perbankan dan penyelesaian masalah hutang. Perubahan sikap ini mengangkat rupiah ke tingkat 10000/US$.
Langkah pak Harto berikutnya betul-betul masterpiece dari seorang grandmaster negarawan. Mula-mula beliau menerima PM Jepang Ryutaro Hashimoto, kemudian beliau bersiap untuk menerima sejumlah pejabat IMF. Justru pada saat persiapan itu beliau mengumumkan susunan kabinet baru yang membuat saya tercengang, bingung, baru kemudian kagum. Susunannya betul-betul berimbang. Saya pikir susunan baru itu cukup kuat untuk menghadapi pelita mendatang yang penuh kesulitan ini.
Dua musuh IMF disertakan dalam kabinet. "Oom Bob" Hasan diserahi memegang InDag. Beliau dulu pernah mencanangkan "Indonesia Incorporated" untuk dapat mematahkan belenggu dagang dunia barat. Beliau ini tahu betul kecurangan mereka. Oleh karena itu akhir-akhir ini beliau termasuk yang digempur oleh IMF dengan alasan dianggap mendominasi bisnis kayu. Selain beliau ada mbak Tutut yang jadi MenSos. Disamping keberhasilannya menghimpun dana sebagai bendahara GolKar, ibu yang satu ini menggulati bisnis infrastruktur sehingga dimusuhi dunia barat. Penyebabnya begini: dunia barat menolak hasil bumi RI dengan alasan adanya subsidi bibit, pupuk dan obat pembasmi hama. Memang mereka tidak memberi subsidi ini, tapi infrastruktur transportasi dan komunikasi mereka bagus sekali (subsidi tak terlihat) sehingga pengiriman cepat (sayur dan buah tidak keburu busuk) dan biayanya rendah. Mereka takut dominasi dagang mereka dapat dipatahkan kalau kita juga punya infrastruktur yang baik. Oleh karena itu, salah satu tuntutan IMF adalah dibatalkannya proyek infrastruktur dengan alasan nilai proyeknya terlalu besar dan tidak cepat kembali modal. Kedua tokoh tadi dilengkapi oleh pak Tanri Abeng yang kebagian merapikan BUMN. Ditambah lagi dengan pak Latief, maka kabinet baru ini cukup terwakili (well represented) untuk menangani kerumitan sektor bisnis.
Kecuali itu, disamping pak Harto dan pak Habibie, ada sejumlah visionary yang menjadi komandan dalam pemerintahan baru ini. Ada pak Hartarto yang punya gambaran jelas bagaimana industri harus dibangun untuk melengkapi loncatan-loncatan besar pak Habibie. Ada pak Ginanjar yang telah terbukti sangat lihai mematahkan strategi dagang barat serta berani terang-terangan menentang liberalisasi pasar dan kepemilikan asing, terutama untuk hal-hal yang menyangkut hayat hidup orang banyak. Saat ini IMF dan dunia barat sangat mendesak agar diadakan liberalisasi pasar dan perluasan peluang kepemilikan asing. Juga ada pak Haryono Suyono yang memahami betul lapisan bawah bangsa kita. Contohnya waktu masyarakat umum baru mulai kenal kondom, spiral dan obat, beliau sudah menggunakan semen sebagai alat KB yang ampuh. Dengan program ‘Semenisasi" lantai, beliau berhasil menekan kematian balita (dan ibunya) di desa-desa sehingga masyarakat mau ikut KB. Dulu mereka perlu banyak anak karena kematian balita sangat tinggi. Dengan demikian tingkat kehidupan dan kemakmuran di desa semakin membaik.
Tentu saja masih ada yang masih bikin saya bingung. Entah kenapa pak Dhanutirto masih dipakai. Selain beliau juga ada pak Muluk, yang waktu itu ngamuk berat karena gagal terpilih menjadi direktur RSUP Cipto Mangunkusumo (konon karena kurang bisa perform)
Yang lucu pada bulan ini adalah blunder pak Fuad Bawazier sebagai MenKeu baru yang memberlakukan pajak pada transaksi penukaran mata uang asing. Maklum sajalah, tukang pajak. Untungnya MenKeu baru ini tidak keras-kepala dan tidak sesombong MenKeu lama. Waktu semua protes bahwa pajak harus ditetapkan dengan undang-undang, beliau segera minta maaf dan mencabut keputusannya. Semoga saja beliau juga bisa cepat memahami bahwa landasan keuangan negara akan paling kokoh kalau pajak diminimalkan dan APBN dibiayai oleh hasil keuntungan pengelolaan sumber daya. Pajak apapun akan ditanggung oleh rakyat kecil. Kita tidak bisa memajak kalangan bisnis karena mereka hanya akan meneruskan pajak tersebut ke pembeli (customer). Semakin tinggi pajak dan pungutan, semakin berat pula beban rakyat. Juga semoga saja beliau dapat menghayati gebrakan baru sistem ekonomi Pancasila dalam GBHN baru, dimana ada kerjasama antara Negara sebagai bohir (bouw heer), koperasi sebagai penerima konsesi, swasta sebagai pelaksana akhir yang dipilih (dan dipecat) oleh penerima konsesi, dan bank sebagai penghimpun dana bagi koperasi (sekaligus juga sebagai konsultan keuangan). Oh ya, saya jadi ingat, saat ini hampir seluruh pemda sedang berusaha membuat pungutan baru untuk mengatasi dihapuskannya pungutan lama. Waktu saya keliling pulau Jawa, saya lihat pungutan angkutan hasil bumi (yang sekarang sudah dicabut) berubah menjadi pungutan truk tanpa peduli isinya. Astaghfirullah! (God please forgive us!). Di bumi yang subur ini ternyata banyak yang pikirannya kerdil dan bersikeras memungut upeti resmi dari rakyat. Sikap tuan tanah (feodalisme) rupanya masih merajalela. Saya sangat prihatin (distraught, concerned) karena sedikit sekali yang mau bersikap hidup prihatin (prudent, self control).
E-mail yang masuk paling banyak bertanya sampai kapan kita kacau begini. Well, dengan segala upaya saat ini, sampai Juni nanti kurs akan berkisar pada 7000/US$ sehingga Indonesia berada dalam posisi bangkrut. Berbeda dengan Korsel yang telah berhasil melakukan roll-over 95% hutangnya (bahkan 80% untuk 2-3 tahun), Indonesia belum punya titik terang untuk masalah hutang. Kalau citra kita sebagai konco Jepang tidak segera dilenyapkan maka masyarakat AS akan membenamkan kita terus di lumpur moneter sampai bisnis Jepang bertekuk lutut. Kondisi kita akan semakin berat nanti setelah BBM naik di bulan Mei atau Juni (sesudah urusan IMF tuntas). Disamping itu, bisnis yang lesu akan menyebabkan orang jatuh pailit, sehingga bank-bank juga akan melemah dan ditutup, serta tingkat bunga membubung. Pengangguran semakin banyak dan proyek "sementara" padat karya juga akan selesai. Para mahasiswa, terutama yang nilainya jelek di sekolah, akan mulai berteriak dan akan disambut oleh mereka yang hobinya mencerca (kaum anti establishment). Oleh karena itu, kalau pak Harto tidak segera meresmikan peralihan ke kondisi lepas-landas maka pada paruh kedua tahun ini kurs bisa memburuk lagi sampai 10000/US$. Jangan lupa bahwa dana IMF merupakan tambahan beban hutang yang masuk dalam perhitungan para investor.
Namun demikian, sekarang ini sudah ada BPPN yang merupakan cikal bakal currency board, entah nantinya mau dipakai atau tidak. Dengan BPPN dunia perbankan akan lebih terpadu dalam menghadapi krediturnya. Adanya kesadaran bahwa kita harus beralih ke kondisi lepas-landas akan mendorong penggunaan jasa lokal (konsultan, arsitek, software, transportasi, ekspedisi, riset, dll) sehingga mendorong bangkitnya dunia usaha baru yang lebih ditekankan ke penjualan jasa. Oleh karena itu, kalau pemerintah dan masyarakat bersedia untuk cepat beradaptasi terhadap kondisi baru ini, maka ekonomi akan membaik dan kurs di akhir tahun bisa membaik sampai 5500/US$.
Saat ini kalangan pemerintahan masih belum memahami langkah pak Harto dan pak Habibie. Masih banyak keliru terap dan bahkan ada upaya resmi yang bertentangan dengan strategi utama. Semua ini memperbesar gejolak di masyarakat. Sementara itu MenDagRi baru adalah orang yang waktu di militer banyak menggunakan wejangan dan tangan besi. Beliau masih harus banyak belajar bahwa yang sekarang dibawahinya adalah sipil sehingga harus lebih banyak tutup mulut (nggak ditafsirkan aneh-aneh), lebih banyak hasil nyata (sedikit bicara banyak bekerja), dan lebih lebih lebih banyak pengertian plus kesabaran. Dengan semua pertimbangan tersebut saya cenderung mengatakan bahwa kondisi berat masih akan bertahan untuk enam bulan mendatang (September) dan setelah itu baru akan membaik.
Wassalam! (May you be saved!)
Salam!
Saya diberi-tahu bahwa tulisan ini disalah-artikan dan disalah-gunakan. Disamping itu ada pergerakan militer dan pertukaran tokoh-tokoh kunci ABRI yang mulai terjadi dengan cepat dan tanpa ribut-ribut. Semua mulai serba aneh. Oleh karena itu saya akan berhenti menulis disini dan memendam keprihatinan saya sendiri saja.
Wassalam! (And may you be saved!)
Bulan ini semua hitam! Untuk kesekian-kalinya bangsa kita mencampakkan pemimpinnya. Saya sangat sangat perih-hati-n.
No Comment!
No Comment!