MANUSIA hidup dalam suatu rentang perjalanan yang sangat panjang yang diawali dengan kelahiran, masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, masa tua, masa lanjut usia, dan masuk rumah masa depan (meninggal dunia). Tidak semua orang dapat dan mampu mengarungi perjalanan hidupnya sepanjang itu. Bisa hanya sampai masa balita (di bawah lima tahun) bisa sampai lanjut usia. Adapun dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan perbaikan gizi semakin mendapatkan perhatian, sehingga keadaan kesehatan dan usia hidup manusia dapat lebih lama, lebih panjang bahkan sampai lanjut usia.

    Tahapan kehidupan manusia seperti di atas tidak bisa dihindari, atau dipungkiri oleh siapapun karena hal itu sudah merupakan tahapan dalam proses kehidupan manusia yang ditentukan oleh Hyang Widhi Wasa. Keberadaan setiap manusai tidak mungkin bisa luput dari proses lahir, hidup dan mati. Dalam mengarungi kehidupan tidak ada seorang manusiapun yang dapat hidup sendiri dan tidak pernah bergaul dengan orang lain.

    Dalam pergaulan sehari-hari setiap orang akan dapat saling mengoreksi karakter dan perilaku teman bergaulnya. Sifat dan karakter manusia itu bermacam-macam bentuk dan coraknya. Terdapat orang yang jujur, rajin, disiplin, lembut ramah dan sopan. Di balik itu ada orang yang curang, malas, angkuh, loba, kikir, kasa, dengki, pemarah dan sebagainya. Apabila diukur dari segi material akan dijumpai orang kaya dan miskin, orang yang hidup mewah dan banyak pula yang hidup miskin dan sengsara.

    Kecendrungan-kecendrungan sifat manusia seperti di atas sering dikatakan bisa muncul karena adanya pengaruh luar, adapula penyebabnya faktor dalam atau dari dua-duanya yaitu faktor dalam dan luar diri manusia.

    Dalam agama Hindu terdapat pula ajaran yang menyoroti sifat-sifat manusia. Namun ajaran Hindu lebih dominan menyoroti unsur kecendrungan sifat manusia yang muncul dari dalam diri manusia, sebagai pembawaan lahir setiap manusia. Menurut Hindu kecendrungan sifat manusia yang demikian dinamakan Triguna. Triguna atau tiga sifat yang meliputi Sattwam, Rajas dan Tamas. Triguna merupakan sifat dasar yang telah membelenggu unsur jasmani manusia sejak lahir, sebagaimana dipaparkan dalam Bhagawadgita Bab XIV pasal 5 yaitu :

                Sattvam rajas tama iti, gunah pra kriti
                sambhawah, nibanda hati maha baho, dehe
                dehinam avyayam.
    

    Artinya :

      'Ketiga sifat sattwam, rajas dan taman, terlahir dari pada prakriti membelenggu penghuni badan yang tidak termusnahkan dalam jasad ini, wahai mahabahu'.

    Demikian pula pada Waraspati tatwa sloka 15 diuraikan sebagai berikut :

                 Laghu prakasakam sattvam cancalam turajah
                 sthitam, tamo guru waranakam itye ta ccinta
                 laksanam.
    

    Artinya :

      'Pikiran yang ringan dan terang itu sattwa namanya, yang bergerak cepat itu rajah namanya, yang berat serta gelap itulah tamah namanya'.

    Berdasarkan sloka tersebut di atas dapat diketahui bahwa setiap manusia dipengaruhi oleh ketiga guna. Sifat tersebut secara terus menerus, hanya prosentase volumenya yang berbeda-beda dan berubah-ubah. Orang yang lebih banyak dan lebih sering dipengaruhi oleh sifat Sattwam akan menjadi orang baik, bijaksana dan tenang serta penuh kasih sayang. Apabila orang itu rajin, tangkas, keras dan penuh usaha, orang itu dikatakan lebih dominan dipengaruhi oleh sifat Rajas. Selanjutnya pengaruh sifat Tamas dikatakan sedang berperan apabila orang itu pemalas, lamban, bodoh, suka makan, rakus dan suka mengumbar hawa nafsu.

    Unsur Triguna itu saling berlomba mengambil simpati manusia yang dimasuki. Kekuatan itu mempengaruhi sifat-sifat manusia sehingga sifat manusia itu ada yang baik dan ada yang buruk. Dualisme sifat manusia itu dalam ajaran Hindu disebutkan dengan nama Daiwa Sampat (sifat kedewataan) dan Asuri Sampat (sifat keraksasaan). Kedua kutub kekuatan itu saling berjuang untuk berkuasa, menyelimuti atau menguasai diri seseorang. Apabila seseorang lengah, sifat raksasalah yang menang, maka akan hancurlah diri seseorang itu karena jiwa raksasa yang meraja lela. Oleh karenanya setiap orang harus meperkuat diri untuk dapat menahan, mengalahkan serangan raksasa-raksasa, musuh-musuh yang bersemayam dalam diri setiap orang.

    Musuh? Ya, raksasa adalah simbul nafsu-nafsu perbuatan jahat yang ada dalam setiap manusia oleh karena raksasa merupakan nafsu-nafsu perbuatan jahat dan perbuatan jahat adalah tidak baik maka perbuatan jahat merupakan musuh-musuh manusia yang tidak menjalankan dharma.

    Musuh-musuh itu bersemayam dalam pikiran yang menggerakkan ucapan dan perbuatan seseorang. Siapa saja musuh-musuh itu? Apa bahayanya musuh-musuh yang ada didalam diri manusia?

    Tentang apa dan siapa musuh-musuh manusia itu Agama Hindu telah mengaturnya dan menguraikan dalam beberapa kitab suci, antara lain :

            1.  Kitab Nitisastra sargah II pasal 5; yang
            menguraikan :
    
            Nora'na mitra manglewihana waraguna
            maruhur, nora'na catru manglewihana gelengana
            rihati, nora'na sih manglewihana sihikang atanaya,
            nora'na cakti daiwa juga cakti tan hana manahen.
    

    Artinya :

      'Tidak ada sahabat yang melebihi pengetahuan yang tinggi faedahnya; tidak ada musuh yang lebih bebahaya daripada nafsu jahat dalam diri sendiri. Tidak ada cinta yang melebihi cinta orang tua terhadap anaknya; tidak ada kekuatan yang menyamai nasib, karena kekuatan nasib itu tidak tertahan oleh siapapun'.

    Dari bunyi ajaran Nitisastra tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jauh lebih sulit atau lebih berbahaya musuh-musuh yang ada dalam diri sendiri. Tanpa adanya kekuatan kemauan dari manusia itu sendiri dalam menghadapi, mengatasi, dan mengusir atau menghancurkan musuh-musuh yang ada di dalam dirinya sendiri.

            2.  Kitab Nitisastra Sargah III, pasal 10
            menguraikan bahwa :
    
            Pandening kali murkaning jana wimoha matuker
            arebut kawiryawan, tan wring ratnya makol lawan
            Bhatara wandhewa, ripu kinayuh pakacrayan,
            Dewa-deanya winaca dharma rinurah 
            kabuyutaninilan pada sepi, wyarta ng capatsu.
            Pracacasti linebur kekaping adharma murka ring
            jagat.
    

    Artinya :

      'Karena pengaruh Zaman Kali, manusia menjadi kegila-gilaan suka berkelahi, berebut kedudukan yang tinggi, mereka tidak mengenal dirinya sendiri, bergumul melawan saudara-saudaranya dan mencari perlindungan kepada musuh'. 'Barang-barang suci dirusakkan, tempat-tempat suci dimusnhakan dan orang dilarang masuk ketempat suci, sehingga tempat itu menjadi sepi'.

             3.  Kitab Ramayana Sargah I, pasal 4
             menyebutkan :
    
             Ragadi musuh mapara, rihatya tong-gawanya
             tan madoh ring awak.
    

    Artinya :

      'Nafsu (kemarahan) iri, dengki, angkuh dan kegelapan pikiran adalah musuh terdekat dalam diri manusia, dihatilah tempatnya tiada jauh dari badan'.

              4.  Begitu pula dalam Vedanta disebutkan bahwa
              sebab musabab muncul dan datangnya serangan musuh
              adalah kelemahan.  Kelemahan adalah satu-satunya
              sebab penderitaan.  Orang menderita karena ia lemah.
              Orang mencuri, merampok, membunuh, berbohong dan 
              berbuat kejahatan lain karena lemah.
                   Orang meninggal sebagai akibat ia lemah. 
              Apabila tidak ada yang melemahkan maka penderitaan,  
              kejahatan, dan kematian tidak akan muncul.
              Orang menderita karena mempercayai adanya sesuatu
              yang palsu.  Oleh karena itu hentikan kepercayaan
              kepada kepalsuan itu.
    
              5.  Seorang cendekiawan Hindu yang kondang pada 
              abad XIX Swami Vivekananda, dalam sidang parlemen
              agung tanggal 19 September 1893 (seabad yang lalu)
              dalam makalahnya tentang Hindu menulis:
              "Tahayul adalah musuh besar manusia, tetapi
              kefanatikan adalah musuh yang lebih buruk lagi".
              (Percik Pemikiran Swami Vivekananda;
              terjemahan dan ulasan Nyoman S Pendit, hal 38).
    

    Itulah gambaran sepintas tetang musuh-musuh yang merupakan senjata ampuh sifat keraksasaan yang bersemayam dalam diri setiap manusia.

    Selanjutnya untuk mengetahui dan memahami secara rinci dan mendetail tentang musuh-musuh yang bersemayam dalam diri manusia yang selalu mengintai kelengahan dan keteledoran manusia, marilah bersama-sama memahami melalui uraian berikutnya.


         Bersambung...
    
    Kembali ke Atas