HARRY POTTER
and the Order of the Phoenix
-- BAB DUA --
Pasukan Burung Hantu
'Apa?' kata Harry dengan bingung.
'Dia pergi!' kata Mrs Figg, meremas-remas tangannya. 'Pergi untuk menemui
seseorang mengenai sejumlah kuali yang jatuh dari belakang sapu! Kuberitahu dia
akan kukuliti dia hidup-hidup jika dia pergi, dan sekarang lihat! Dementor!
Untung saja kusuruh Mr Tibbles berjaga-jaga! Tapi kita tidak punya waktu untuk
berdiri saja! Cepat, sekarang, kita harus memulangkan kalian! Oh, masalah yang
akan ditimbulkan hal ini! Aku akan membunuhnya!'
'Tapi --' Pengungkapan bahwa tetangganya yang agak
sinting dan terobsesi dengan kucing mengetahui apa itu Dementor hampir sebesar
rasa shock Harry ketika bertemu dengan dua di antaranya di gang itu. 'Anda --
Anda penyihir?'
'Aku Squib, seperti yang diketahui Mundungus dengan baik, jadi bagaimana mungkin
aku dapat menolongmu menghadapi Dementor? Dia meninggalkanmu sama sekali tanpa
perlindungan padahal sudah kuperingatkan dia --'
'Mundungus ini sudah mengikutiku? Tunggu dulu -- dia
orangnya! Dia ber-Disapparate dari depan rumah!'
'Ya, ya, ya, tapi untunglah aku menempatkan Mr Tibbles di
bawah sebuah mobil untuk jaga-jaga, dan Mr Tibbles datang dan memperingatkan
aku, tapi pada saat aku sampai ke rumahmu kau telah pergi -- dan sekarang -- oh,
apa yang akan dikatakan Dumbledore? Kau!' dia berteriak pada Dudley, yang
masih telentang di lantai gang. 'Pindahkan pantatmu yang besar dari tanah,
cepat!' 'Anda kenal
Dumbledore?' kata Harry, menatapnya.
'Tentu saja aku kenal Dumbledore, siapa yang tidak mengenal Dumbledore? Tapi ayolah
-- aku tidak akan bisa membantu kalau meereka kembali, aku bahkan belum pernah
men-Transfigurasi kantong teh.'
Dia membungkuk, meraih salah satu lengan Dudley yang besar ke dalam tangannya
yang keriput dan menyentak.
'Bangun, kau onggokan tak berguna, bangun!'
Tetapi Dudley tidak bisa atau tidak mau bergerak. Dia diam di atas tanah,
gemetar dan wajahnya kelabu, mulutnya tertutup sangat rapat.
'Akan kulakukan.' Harry memegang lengan Dudley dan
mengangkatnya. Dengan usaha kera dia mampu mengangkatnya berdiri. Dudley
kelihatannya hampir pingsan. Matanya yang kecil berputar-putar di rongga matanya dan keringat mengucur di wajahnya; saat Harry melepaskannya dia berayun-ayun
berbahaya. 'Cepatlah!'
kata Mrs Figg dengan histeris.
Harry menarik salah satu lengan Dudley yang besar melingkari bahunya dan
menyeret dia menuju jalan, sedikit terbungkuk akibat beratnya. Mrs Figg berjalan
terhuyung-huyung di depan mereka, sambil mengintai dengan cemas di sudut.
'Tetap keluarkan tongkatmu,' dia menyuruh Harry, ketika mereka memasuki Wisteria
Walk. 'Tidak usah pedulikan Undang-Undang Kerahasiaan sekarang, lagipula
resikonya sangat besar, sekalian saja kita digantung karena naga daripada karena
telur. Bicara mengenai Pembatasan Masuk Akal Penggunaan Sihir Di Bawah Umur ...
ini persis yang ditakutkan Dumbledore -- Apa itu di ujung jalan? Oh, itu
cuma Mr Prentice ... jangan simpan tongkatmu, nak, bukankah aku terus
memberitahumu aku tidak berguna?'
Tidaklah mudah memegang tongkat dengan mantap di satu tangan dan menarik Dudley
pada saat yang sama. Harry memberi sepupunya sebuah sikutan tidak sabar pada
tulang iga, tetapi Dudley tampaknya telah kehilangan semua hasrat untuk
pergerakan independen. Dia merosot ke bahu Harry, kaki-kakinya yang besar
terseret sepanjang jalan.
'Mengapa Anda tidak memberitahuku bahwa Anda seorang Squib, Mrs Figg? tanya
Harry, terengah-engah karena usaha untuk terus berjalan. 'Setiap kali saya
berkunjung ke rumah Anda -- mengapa Anda tidak mengatakan apa-apa?'
'Perintah Dumbledore. Aku harus mengawasimu tetapi tidak mengatakan apa-apa,
kamu terlalu muda. Maaf karena aku telah memberimu waktu yang tidak
menyenangkan, Harry, tetapi keluarga Dursley tidak akan pernah membiarkanmu
datang bila mereka mengira kamu menikmatinya. Tidak mudah, kau tahu ... tapi oh
kataku,' dia berkata dengan tragis, sambil meremas-remas tangannya sekali lagi,
'ketika Dumbledore mendengar hal ini -- bagaimana bisa Mundungus pergi, dia
seharusnya berjaga sampai tengah malam -- di mana dia? Bagaimana aku akan
memberitahu Dumbledore apa yang terjadi? Aku tidak bisa ber-Apparate.'
'Aku punya burung hantu, Anda bisa meminjamnya.' Harry mengerang, bertanya-tanya
apakah tulang belakangnya akan patah akibat berat Dudley.
'Harry, kamu tidak mengerti! Dumbledore perlu bertindak secepat mungkin,
Kementerian punya cara-cara mereka sendiri untuk mendeteksi sihir di bawah umur,
mereka pasti sudah tahu, camkan kata-kataku.'
'Tapi aku tadi mengenyahkan Dementor, aku harus menggunakan sihir -- mereka
pasti lebih khawatir tentang apa yang dilakukan Dementor melayang-layang di
sekitar Wisteria Walk?'
'Oh, sayang, kuharap begitu, tapi aku takut -- MUNDUNGUS FLETCHER, AKAN KUBUNUH KAMU!'
Ada letusan
keras dan bau menyengat minuman yang bercampur dengan tembakau apak memenuhi
udara ketika seorang lelaki gemuk pendek dan tidak bercukur dalam mantel luar
yang compang-camping muncul tepat di depan mereka. Dia memiliki kaki yang pendek
dan bengkok, rambut merah kekuningan yang panjang terurai dan mata merah
berkantung yang memberinya tampang muram seperti seekor anjing pemburu. Dia juga
sedang mencengkeram sebuah buntalan keperakan yang langsung dikenali Harry
sebagai Jubah Gaib.
''Da pa, Figgy?' katanya, menatap dari Mrs Figg ke Harry dan Dudley.
'Kenapa tidak tetap menyamar?'
'Kuberi kau samaran!' teriak Mrs Figg. 'Dementor, kau pencuri
pengecut tukang bolos tidak berguna!'
'Dementor?' ulang Mundungus, terperanjat. 'Dementor? Di sini?'
'Ya, di sini, kau kotoran kelelawar tidak berharga, di sini!' pekik Mrs Figg.
'Dementor menyerang bocah itu pada waktu jagamu!'
'Ya ampun,' kata Mundungus dengan lemah, melihat dari Mrs Figg ke Harry, dan
balik lagi. 'Ya ampun, aku --'
'Dan kau pergi membeli kuali curian! Tidakkah kusuruh kamu jangan pergi? Tidakkah?'
'Aku -- well, aku --' Mundungus tampak sangat tidak nyaman. 'Itu -- itu
adalah peluang bisnis yang sangat baik, kau tahu --'
Mrs Figg mengangkat lengan di mana tergantung tasnya dan menghantam Mundungus di
sekitar wajah dan leher dengannya; yang bila dinilai dari suara kelontang yang
ditimbulkannya penuh dengan makanan kucing.
'Aduh -- jauhkan -- jauhkan, kau kelelawar tua gila! Seseorang harus memberitahu
Dumbledore!' 'Ya
-- memang!' teriak Mrs Figg, mengayunkann tas makanan kucing itu pada setiap
potong Mundungus yang dapat dicapainya. 'Dan -- sebaiknya -- kamu -- saja -- dan
-- kamu -- bisa -- beritahu -- dia -- keenapa -- kau -- tak -- ada -- di sini --
untuk -- bantu!'
'Tetap pakai jala rambutmu!' kata Mundungus, lengannya di atas kepalanya,
gemetaran. 'Aku pergi. Aku pergi!'
Dan dengan letusan keras lainnya, dia menghilang.
'Kuharap Dumbledore membunuhnya!' kata Mrs Figg dengan marah. 'Sekarang ayo,
Harry, apa yang kautunggu?'
Harry memutuskan untuk tidak membuang sisa-sisa napasnya menunjukkan bahwa dia
hampir tidak bisa berjalan di bawah beban Dudley. Dia memberi Dudley yang
setengah sadar sebuah helaan dan maju terhuyung-huyung.
'Kuantar kau sampai ke pintu,' kata Mrs Figg, ketika mereka membelok ke Privet
Drive. 'Hanya untuk berjaga-jaga seandainya ada lagi di sekitar ... oh kataku,
benar-benar bencana ... dan kamu harus menghadapi mereka sendiri ... dan
Dumbledore berkata kami harus menjagamu dari penggunaan sihir dengan segala cara
... well, tak ada gunanya menangisi ramuan yang telah tumpah, kurasa ...
tapi si kucing sudah berada di tengah para pixy sekarang.'
'Jadi,' Harry terengah-engah, 'Dumbledore ... menyuruh orang ... mengikutiku?'
'Tentu saja,' kata Mrs Figg tidak sabaran. 'Apakah kau berharap dia akan
membiarkanmu berkeliaran sendirian setelah apa yang terjadi di bulan Juni? Demi
Tuhan, nak, mereka bilang padaku kau pintar ... benar ... masuk ke dalam dan
tetap di sana,' dia berkata, ketika mereka mencapai nomor empat. 'Kuharap
seseorang akan segera berhubungan denganmu.'
'Apa yang akan Anda lakukan?' tanya Harry dengan cepat.
'Aku akan langsung pulang ke rumah,' kata Mrs Figg, menatap sekeliling jalan
yang gelap dan tampak jijik. 'Aku perlu menunggu instruksi lebih lanjut. Tetap
saja di dalam rumah. Selamat malam.'
'Tunggu, jangan pergi dulu! Aku ingin tahu --'
Tetapi Mrs Figg telah pergi sambil berderap, selop-selop karpetnya berayun-ayun,
tasnya berkelontang.
'Tunggu!' Harry berteriak kepadanya. Dia mempunyai jutaan pertanyaan untuk
ditanya kepada siapapun yang memiliki kontak dengan Dumbledore; tapi dalam
sekian detik Mrs Figg telah ditelan oleh kegelapan. Sambil merengut, Harry
mengatur Dudley pada bahunya dan mengikuti jalan setapak di kebun nomor empat
dengan pelan dan menyakitkan.
Lampu aula menyala. Harry memasukkan tongkatnya kembali ke dalam ban pinggang
celana jinsnya, membunyikan bel dan menyaksikan garis bentuk Bibi Petunia
bertambah besar dan besar, terdistorsi dengan aneh oleh kaca beriak di pintu depan.
'Diddy!
Sudah waktunya juga, aku sudah -- sudah -- Diddy, ada apa?'
Harry melihat ke samping kepada Diddy dan menghindar dari bawah lengannya tepat
waktu. Dudley berayun di tempat sejenak, wajahnya pucat kehijauan ... lalu dia
membuka mulut dan muntah di atas keset pintu.
'DIDDY! Diddy, apa yang terjadi denganmu? Vernon? VERNON!'
Paman Harry datang tergopoh-gopoh keluar dari ruang tamu, kumis tebalnya
melambai ke sana ke mari seperti yang selalu terjadi setiap kali dia gelisah. Dia
bergegas ke depan untuk membantu Bibi Petunia mengatasi Dudley yang lemah-lutut
melewati ambang pintu selagi menghindar agar tidak menginjak genangan
muntahan. 'Dia
sakit, Vernon!'
'Ada apa, nak? Apa yang terjadi? Apakah Mrs Polkiss memberimu sesuatu yang asing
sewaktu minum teh?
'Mengapa kamu penuh debu, sayang? Apakah kamu tadi berbaring di atas tanah?'
'Tunggu dulu -- kamu tidak dirampok, 'kan, nak?'
Bibi Petunia berteriak.
'Telepon polisi, Vernon! Telepon polisi! Diddy, sayang, bicaralah pada Mummy!
Apa yang mereka lakukan padamu?'
Dalam semua keributan itu tak seorangpun tampaknya memperhatikan Harry, yang
memang diinginkannya. Dia berhasil menyelinap ke dalam tepat sebelum Paman
Vernon membanting pintu dan, selagi keluarga Dursley maju dengan ribut menyusuri
aula menuju dapur, Harry bergerak dengan hati-hati dan diam-diam menuju tangga.
'Siapa yang melakukannya, 'nak? Berikan nama-namanya pada kami. Kami akan balas,
jangan takut.'
'Shh! Dia sedang berusaha mengatakan sesuatu, Vernon! Apa itu, Diddy? Beritahu
Mummy!' Kaki
Harry berada di anak tangga paling bawah ketika Dudleyl menemukan suaranya
kembali. 'Dia.'
Harry membeku, dengan kaki di tangga, wajah ditegangkan, menguatkan diri untuk
menghadapi ledakannya.
'NAK! KE MARI!'
Dengan perasaan takut dan marah yang bercampur, Harry memindahkan kakinya
pelan-pelan dari tangga dan berbalik untuk mengikuti keluarga Dursley.
Dapur yang sangat bersih itu terlihat berkilau tidak nyata dan aneh setelah
kegelapan di luar. Bibi Petunia sedang menghantar Dudley ke sebuah kursi; dia
masih sangat hijau dan penuh keringat. Paman Vernon sedang berdiri di depan
papan pengering, membelalak pada Harry melalui mata yang kecil dan disipitkan.
'Apa yang telah kau lakukan pada anakku?' dia berkata dengan geraman mengancam.
'Tidak ada,' kata Harry, tahu persis bahwa Paman Vernon tidak akan
mempercayainya.
'Apa yang dia lakukan padamu, Diddy?' Bibi Petunia berkata dengan suara
bergemetar, sekarang memakai spon untuk menggosok muntahan dari bagian depan
jaket kulit Dudley. 'Apakah -- apakah kau-tahu-apa, sayang? Apakah dia
menggunakan -- itunya?'
Pelan-pelan, sambil gemetaran, Dudley mengangguk.
'Aku tidak melakukannya!' Harry berkata dengan tajam, sementara Bibi Petunia
mengeluarkan ratapan dan Paman Vernon mengangkat kepalannya. 'Aku tidak
melakukan apapun padanya, bukan aku, tapi --'
Tetapi tepat pada saat itu seekor burung hantu menukik masuk melalui jendela
dapur. Hampir menabrak puncak kepala Paman Vernon, dia meluncur menyeberangi
dapur, menjatuhkan amplop perkamen besar yang sedang dibawanya di paruhnya pada
kaki Harry, berbalik dengan anggun, ujung-ujung sayapnya menyentuh bagian atas
lemari es, lalu meluncur ke luar lagi dan menyeberangi kebun.
'BURUNG HANTU!' teriak Paman Vernon, nadi yang sering terlihat di pelipisnya
berdenyut dengan marah ketika dia membanting jendela dapur hingga tertutup.
'BURUNG HANTU LAGI! AKU TIDAK AKAN MENERIMA BURUNG HANTU LAGI DI RUMAHKU!'
Tetapi Harry telah merobek amplop itu dan menarik keluar surat di dalamnya,
jantungnya berdebar keras di suatu tempat di sekitar jakunnya.
Yth Mr Potter,
Kami telah menerima kabar bahwa Anda menyihir Mantera Patronus pada pukul
sembilan lewat dua puluh tiga
menit malam ini di daerah
tempat tinggal Muggle dan dengan kehadiran seorang Muggle.
Pelanggaran keras dari Dekrit Pembatasan Masuk Akal untuk Penggunaan Sihir di
Bawah Umur telah
mengakibatkan pengeluaran Anda dari Sekolah Sihir Hogwarts.
Perwakilan Kementerian akan berkunjung ke
tempat kediaman Anda dalam waktu dekat untuk memusnahkan tongkat Anda.
Karena Anda telah menerima peringatan resmi untuk pelanggaran sebelumnya di
bawah Seksi 13
Undang-Undang Kerahasiaan Konfederasi Penyihir Internasional,
kami menyesal harus memberitahu Anda bahwa
kehadiran Anda diperlukan pada sebuah
sidang pemeriksaan kedisiplinan di Kementerian Sihir pada pukul 9 pagi
tanggal
dua belas Agustus.
Kami harap Anda sehat,
Salam,
Mafalda Hopkirk
Kantor Penggunaan Sihir Tidak Pada Tempatnya
Kementerian Sihir
Harry membaca surat itu dua kali. Dia hanya menyadari
samar-samar Paman Vernon dan Bibi Petunia berbicara. Di dalam kepalanya, semua
terasa sedingin es dan mati rasa. Satu fakta telah memasuki kesadarannya seperti
anak panah yang melumpuhkan. Dia dikeluarkan dari Hogwarts. Semuanya sudah
berakhir. Dia tidak akan kembali lagi.
Dia melihat ke atas kepada keluarga Dursley.
Paman Vernon yang berwajah ungu sedang berteriak, kepalan tangannya masih
terangkat; Bibi Petunia melingkarkan tangannya pada Dudley, yang muntah lagi.
Otak Harry yang terbius sementara seperti terbangun. Perwakilan Kementerian
akan berkunjung ke tempat kediaman Anda dalam waktu dekat untuk memusnahkan
tongkat Anda. Hanya ada satu jalan. Dia harus kabur -- sekarang. Ke mana dia
akan pergi, Harry tidak tahu, tetapi dia yakin akan saru hal: di Hogwarts atau
di luarnya, dia perlu tongkatnya. Dalam keadaan seperti bermimpi, dia menarik
tongkatnya keluar dan berbalik untuk meninggalkan dapur.
'Kau pikir ke mana kau akan pergi?' teriak Paman Vernon. Ketika Harry tidak
menjawab, dia berlari menyeberangi dapur untuk menghalangi pintu ke aula. 'Aku
belum selesai denganmu, nak!' 'Minggir,' kata
Harry dengan pelan. 'Kamu akan tetap di sini
dan menjelaskan bagaimana anakku --' 'Kalau
Paman tidak minggir aku akan mengutukmu,' kata Harry sambil mengangkat tongkat.
'Kamu tidak bisa membodohiku dengan itu!' geram Paman Vernon. 'Aku tahu kamu
tidak diizinkan menggunakannya di luar rumah gila yang kamu sebut sekolah!'
'Rumah gila itu sudah mendepakku,' kata Harry. 'Jadi aku bisa berbuat sesuka
hati. Kamu punya tiga detik. Satu -- dua --'
Suara CRACK yang menggema memenuhi dapur. Bibi Petunia menjerit, Paman Vernon
memekik dan menunduk, tetapi untuk ketiga kalinya malam itu Harry mencari-cari
sumber gangguan yang tidak dibuatnya. Dia langsung melihatnya: seekor burung
hantu yang tampak acak-acakan dan kebingungan sedang duduk di luar di ambang
dapur, baru saja bertabrakan dengan jendela yang tertutup.
Sambil mengabaikan teriakan menderita Paman Vernon 'BURUNG HANTU!' Harry
menyeberangi ruangan dengan sekali lari dan mengungkit jendela hingga terbuka.
Burung hantu itu menjulurkan kakinya, di mana terikat sebuah perkamen,
mengguncangkan bulunya, dan terbang pergi begitu Harry telah mengambil suratnya.
Dengan tangan bergetar, Harry membuka gulungan pesan kedua, yang ditulis dengan
sangat terburu-buru dan penuh tetesan tinta hitam.
Harry --
Dumbleldore baru saja tiba di Kementerian dan dia sedang berusaha mengatasi
semuanya. JANGAN
MENINGGALKAN RUMAH BIBI DAN PAMANMU. JANGAN MELAKUKAN SIHIR LAGI.
JANGAN MENYERAHKAN TONGKATMU.
Arthur Weasley
Dumbledore sedang berusaha mengatasi semuanya ... apa artinya itu? Seberapa besar kekuatan
yang dimiliki Dumbledore untuk melawan Kementerian Sihir? Kalau begitu spakah
ada peluang dia akan diperbolehkan kembali ke Hogwarts? Secercah harapan
berkembang di dada Harry, hampir segera tertahan oleh rasa panik -- bagaimana
dia bisa menolak menyerahkan tongkatnya tanpa melakukan sihir? Dia harus berduel
dengan perwakilan Kementerian, dan jika dia melakukan hal itu, dia harus
beruntung untuk bisa lepas dari Azkaban, belum lagi pengeluaran dari sekolah.
Pikirannya berlomba ... dia bisa kabur dan
beresiko tertangkap oleh Kementerian, atau diam di tempat dan menunggu mereka
menemukannya di sini. Dia jauh lebih tergoda oleh pilihan pertama, tetapi dia
tahu Mr Weasley memikirkan yang terbaik baginya ... dan lagipula, Dumbledore
telah mengatasi hal-hal yang jauh lebih buruk dari ini sebelumnya.
'Benar,' Harry berkata, 'Aku berubah pikiran.
Aku akan tinggal.'
Dia melempar dirinya ke meja dapur dan
menghadap Dudley dan Bibi Petunia. Keluarga Dursley kelihatan terkejut akan
perubahan pikirannya yang mendadak. Bibi Petunia melirik Paman Vernon dengan
putus asa. Nadi di pelipisnya yang ungu sedang berdenyut lebih parah dari yang
pernah terjadi.
'Dari siapa burung-burung hantu sialan itu
berasal?' dia menggeram.
'Yang pertama dari Kementerian Sihir,
mengeluarkan aku dari sekolah,' kata Harry dengan tenang. Dia sedang menajamkan
telinganya untuk menangkap bunyi-bunyi di luar, kalau-kalau perwakilan
Kementerian sedang mendekat, dan lebih mudah dan lebih tenang untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan Paman Vernon daripada membuatnya mulai marah-marah dan
berteriak lagi. 'Yang kedua dari ayah temanku Ron, yang bekerja di Kementerian.'
'Kementerian Sihir?' teriak Paman Vernon. 'Orang-orang sepertimu di pemerintahan?
Oh, ini menjelaskan semuanya, semuanya, tidak heran negeri ini jatuh ke tangan
anjing-anjing.' Ketika Harry tidak menanggapi,
Paman Vernon membelalak kepadanya, lalu bertanya, 'Dan kenapa kamu dikeluarkan?'
'Karena aku melakukan sihir.' 'AHA!' raung
Paman Vernon, sambil menghantamkan kepalannya ke puncak lemari es, yang terbuka;
beberapa makanan ringan rendah lemak Dudley berjatuhan ke lantai. 'Jadi kau
mengakuinya! Apa yang kamu lakukan pada Dudley?'
'Tidak ada,' kata Harry, sedikit kehilangan ketenangannya. 'Itu bukan aku --'
'Benar kau,' gumam Dudley tanpa diduga, dan Paman Vernon dan Bibi Petunia
segera membuat gerakan menggelepak pada Harry supaya dia diam sementara keduanya
membungkuk rendah kepada Dudley. 'Teruskan,
nak,' kata Paman Vernon, 'apa yang dia lakukan?'
'Beritahu kami, sayang,' bisik Bibi Petunia.
'Menunjukkan tongkatnya ke arahku,' Dudley mengomel.
'Yeah, memang, tapi aku tidak menggunakan --' Harry mulai dengan marah, tetapi
-- 'DIAM!' raung Paaman Vernon dan Bibi Petunia
serentak. 'Teruskan, nak,' ulang Paman Vernon,
dengan kumis melambai-lambai dengan marah.
'Semua jadi gelap,' Dudley berkata dengan serak, sambil gemetar. 'Semuanya
gelap. Dan kemudian aku men-mendengar ... hal-hal. Di dalam kepalaku.'
Paman Vernon dan Bibi Petunia saling berpandangan dengan tatapan kengerian yang
teramat sangat. Jika hal yang paling tidak mereka sukai di dunia adalah sihir --
segera diikuti dengan para tetangga yang lebih banyak menipu larangan pipa air
daripada mereka -- orang-orang yang mendengar suara-suara di kepala mereka
pastilah berada di nomor sepuluh. Mereka jelas berpikir Dudley telah kehilangan
akal. 'Hal-hal seperti apa yang kamu dengar,
Popkin?' sebut Bibi Petunia, dengan wajah sangat putih dan air mata di matanya.
Tetapi Dudley kelihatannya tidak mampu berkata-kata. Dia gemetaran lagi
dan menggelengkan kepala pirangnya yang besar, dan walaupun ada rasa takut dan
mati rasa yang telah timbul pada diri Harry sejak kemunculan burung hantu
pertama, dia merasakan keingintahuan tertentu. Apa yang terpaksa didengar oleh
Dudley yang manja dan suka menggertak?
'Bagaiamana kamu sampai jatuh, nak?' kata Paman Vernon, dengan suara yang tidak
biasanya tenang, jenis suara yang mungkin dipakainya di sisi ranjang orang yang
sakit parah. 'Ter-tersandung,' kata Dudley
gemetaran. 'Dan lalu --' Dia menunjuk dadanya
yang besar. Harry mengerti. Dudley sedang mengingat rasa dingin lembab yang
mengisi paru-paru ketika harapan dan kebahagiaan dihisap keluar dari dirimu.
'Mengerikan,' Dudley berkata dengan parau. 'Dingin. Sangat dingin.'
'OK,' kata Paman Vernon, dengan suara tenang yang dipaksakan, sedangkan Bibi
Petunia meletakkan tangan cemas ke dahi Dudley untuk merasakan suhunya. 'Apa
yang terjadi kemudian, Dudders?' 'Rasanya ...
rasanya ... seperti ... seperti ...' 'Seperti
kamu tidak akan pernah bahagia lagi,' Harry melanjutkan tanpa semangat.
'Ya,' Dudley berbisik, masih gemetar.
'Jadi!'
kata Paman Vernon, suaranya kembali ke volume penuh sekali ketika dia bangkit.
'Kamu memberi mantera aneh pada anakku sehingga dia mendengar suara-suara dan
yakin bahwa dia -- dikutuk untuk menderita, atau apapun, 'kan?
'Berapa kali harus kuberitahu kalian?' kata Harry, amarah dan suaranya
meningkat. 'Bukan aku! Tapi sepasang Dementor!'
'Sepasang -- omong kosong apa ini?' 'De -- men
-- tor,' kata Harry dengan pelan dan jellas. 'Dua.'
'Dan apa itu Dementor?' 'Mereka menjaga
penjara sihir, Azkaban,' kata Bibi Petunia.
Dua detik keheningan mencekam menyusuli kata-kata ini sebelum Bibi Petunia
mengatupkan tangannya ke mulut seakan-akan dia telah salah bicara kata-kata
kotor yang menjijikkan. Paman Vernon sedang terpana menatapnya. Otak Harry
berputar. Mrs Figg adalah satu hal -- tapi Bibi Petunia?
'Bagaimana kau tahu itu?' dia bertanya kepadanya dengan terkejut.
Bibi Petunia tampak sedikit terkejut pada dirinya sendiri. Dia melirik Paman
Vernon sekilas dengan pandangan menyesal takut-takut, lalu menurunkan tangannya
sedikit untuk memperlihatkan gigi-giginya yang mirip gigi kuda.
'Aku dengar -- anak sialan itu -- memberitahu adikku mengenai mereka --
bertahun-tahun yang lalu,' dia berkata sambil merengut.
'Jika maksud Bibi ibu dan ayahku, mengapa Bibi tidak menggunakan nama-nama
mereka?' kata Harry keras-keras, tetapi Bibi Petunia tidak mengacuhkan dia. Dia
tampak sangat bingung. Harry terpana. Kecuali
satu ledakan bertahun-tahun lalu, ketika Bibi Petunia meneriakkan bahwa ibu
Harry adalah orang aneh, dia belum pernah mendengarnya menyebut-nyebut adiknya.
Dia heran bahwa bibinya ingat secarik informasi mengenai dunia sihir untuk waktu
yang begitu lama, sementara dia biasanya menghabiskan semua energinya
berpura-pura dunia itu tidak ada.
Paman Vernon
membuka mulutnya, menutupnya lagi, membukanya sekali lagi, menutupnya, lalu,
kelihatannya berjuang untuk mengingat cara berbicara, membukanya untuk ketiga
kali dan berkata dengan parau, 'Jadi -- jadi -- mereka -- er -- mereka -- er --
benar-benar ada, mereka -- er -- Dementy-apa-itu?
Bibi Petunia mengangguk. Paman Vernon
memandang dari Bibi Petunia ke Dudley ke Harry seakan-akan berharap seseorang
akan berteriak, 'April Fool!' Ketika tidak ada yang melakukannya, dia
membuka mulutnya sekali lagi, tetapi diselamatkan dari perjuangan menemukan
lebih banyak kata oleh kedatangan burung hantu ketiga pada malam itu. Burung itu
meluncur melalui jendela yang masih terbuka seperti sebuah bola meriam yang
berbulu dan mendarat dengan berisik di meja dapur, menyebabkan ketiga anggota
keluarga Dursley melompat karena takut. Harry menarik amplop kedua yang terlihat
resmi dari paruh si burung hantu dan merobeknya hingga terbuka selagi si burung
hantu menukik kembali ke langit malam. 'Sudah
cukup -- burung hantu -- menyebalkan,' gumam Paman Vernon dengan pikiran
kacau, sambil mengentakkan kaki menuju jendela dan membantingnya hingga tertutup
lagi.
Yth Mr Potter,
Melanjutkan surat kami kira-kira dua puluh dua menit yang lalu, Kementerian
Sihir telah meninjau kembali
keputusannya untuk memusnahkan tongkat Anda seketika. Anda boleh menyimpan
tongkat Anda hingga sidang
dengar pendapat kedisiplinan Anda pada tanggal dua belas Agustus, saat keputusan
resmi akan diambil.
Menyusul diskusi dengan Kepala Sekolah Sekolah Sihir Hogwarts, Kementerian telah
menyetujui bahwa masalah
pengeluaran Anda dari sekolah juga akan diputuskan pada saat itu. Oleh karena
itu Anda harus menganggap diri
Anda diskors dari sekolah sambil menunggu
penyelidikan lebih lanjut.
Dengan harapan terbaik,
Salam,
Mafalda Hopkirk
Kantor Penggunaan Sihir Tidak Pada Tempatnya
Kementerian Sihir
Harry membaca surat ini tiga kali berturut-turut dengan
cepat. Simpul yang menyakitkan di dadanya sedikit mengendur karena lega
mengetahui bahwa dia belum pasti dikeluarkan, walaupun rasa takutnya masih belum
hilang. Segalanya tampak tergantung pada dengar pendapat pada tanggal dua belas
Agustus ini. 'Well?' kata Paman Vernon,
mengembalikan Harry ke sekitarnya. 'Sekarang apa? Apakah mereka telah
menghukummu? Apakah kelompokmu punya hukuman mati?' dia menambahkan sebagai
harapan yang timbul belakangan. 'Aku harus
pergi ke dengar pendapat,' kata Harry. 'Dan
mereka akan menvonismu di sana?' 'Kurasa
begitu.' 'Aku tidak akan putus harapan, kalau
begitu,' kata Paman Vernon dengan kejam. 'Well,
kalau itu saja,' kata Harry, bangkit berdiri. Dia sangat ingin sendirian, untuk
berpikir, mungkin untuk mengirim sepucuk surat kepada Ron, Hermione atau Sirius.
'TIDAK, TIDAK HANYA ITU!' teriak Paman Vernon. 'DUDUK KEMBALI!'
'Apa lagi sekarang?' kata Harry tidak sabaran.
'DUDLEY!' raung Paman Vernon. 'Aku ingin tahu persis apa yang terjadi pada
anakku!' 'BAIK!' teriak Harry, dan dalam
kemarahannya, percikan merah dan emas muncrat keluar dari ujung tongkatnya, yang
masih digenggamnya. Ketiga anggota keluarga Dursley semuanya berjengit,
kelihatan takut.
'Dudley dan aku berada di
gang antara Magnolia Crescent dan Wisteria Walk,' kata Harry, berbicara
cepat-cepat, berjuang mengendalikan amarahnya. 'Dudley mengira dia akan sok
pintar denganku, aku mengeluarkan tongkatku tetapi tidak menggunakannya. Lalu
dua Dementor muncul --' 'Tapi apa ITU
Dementoid?' tanya Paman Vernon dengan geram. 'Apa yang mereka LAKUKAN?'
'Aku sudah bilang -- mereka mengisap kebahagiaan keluar dari dirimu,' kata
Harry, 'dan jika mereka punya kesempatan, mereka menciummu --'
'Menciummu?' kata Paman Vernon, matanya sedikit melotot. 'Menciummu?'
'Begitulah sebutannya waktu mereka mengisap jiwamu keluar dari mulut.'
Bibi Petunia mengeluarkan sebuah jeritan pelan.
'Jiwanya? Mereka tidak mengambil -- dia masih punya --'
Dia mencengkeram bahu Dudley dan mengguncang-guncangnya, seakan-akan menguji
apakah dia bisa mendengar jiwanya berderak-derak di dalam tubuhnya.
'Tentu saja mereka tidak mengambil jiwanya, kalau iya kalian pasti sudah tahu,'
kata Harry dengan putus asa. 'Berkelahi dengan
mereka, ya 'kan, nak? kata Paman Vernon keras-keras, dengan penampilan seorang
lelaki yang berjuang mengalihkan percakapan kembali ke bidang yang
dimengertinya. 'Beri mereka satu-dua pukulan,ya 'kan?'
'Paman tidak bisa memberi Dementor satu-dua pukulan,' kata Harry melalui
gigi yang dirapatkan. 'Kalau begitu, kenapa
dia tidak apa-apa?' gertak Paman Vernon. 'Mengapa dia tidak jadi kosong?'
'Karena aku menggunakan Patronus --' WHOOSH.
Dengan suara berisik, deru sayap dan rontoknya sedikit debu, burung hantu
keempat meluncur keluar dari perapian dapur.
'DEMI TUHAN!' raung Paman Vernon, sambil menarik segumpal besar rambut dari
kumisnya, sesuatau yang sudah lama tidak dia lakukan. 'AKU TIDAK TERIMA
ADA BURUNG HANTU DI SINI, AKU TIDAK AKAN MENTOLERANSINYA, KUBERITAHU KAU!'
Tapi Harry sudah menarik sebuah gulungan perkamen dari kaki burung hantu itu.
Dia sangat yakin bahwa surat ini pasti dari Dumbledore, menjelaskan semuanya --
Dementor, Mrs Figg, apa yang sedang diperbuat Kementerian, bagaimana dia,
Dumbledore, bermaksud mengatasi semuanya -- sehingga untuk pertama kalinya dalam
hidupnya dia merasa kecewa melihat tulisan tangan Sirius. Sambil mengabaikan
omelan Paman Vernon yang berkepanjangan mengenai burung hantu, dan menyipitkan
matanya terhadap awan debu kedua ketika burung hantu terakhir itu lepas landas
balik ke cerobong asap, Harry membaca pesan Sirius.
Arthur baru saja memberitahu kami apa yang telah terjadi. Jangan meninggalkan
rumah lagi, apapun yang kau lakukan.
Harry
merasa ini merupakan tanggapan yang sangat tidak memadai terhadap segala yang
telah terjadi malam ini sehingga dia membalikkan potongan perkamen itu, mencari
sisa suratnya, tetapi tidak ada lagi yang lain.
Dan sekarang amarahnya menaik lagi. Tidakkah ada seorangpun yang akan
mengatakan 'bagus' karena menghalau dua Dementor seorang diri? Baik Mr Weasley
maupun Sirius bertingkah seolah-olah dia berlaku tidak pantas, dan menyimpan
petuah-petuah mereka sampai mereka bisa meyakini seberapa banyak kerusakan yang
telah diperbuatnya. '... patukan, maksudku,
pasukan burung hantu meluncur keluar masuk rumahku. Aku tidak terima, nak, aku
tidak akan --' 'Aku tidak bisa menghentikan
burung-burung itu datang,' Harry membalas, melumat surat Sirius dalam
kepalannya. 'Aku ingin yang sebenarnya
mengenai apa yang terjadi malam ini!' hardik Paman Vernon. 'Jika Demender yang
melukai Dudley, kenapa kau sampai dikeluarkan? Kau melakukan kau-tahu-apa, akui
saja!' Harry mengambil napas panjang
menenangkan. Kepalanya mulai sakit lagi. Dia ingin keluar dari dapur lebih dari
apapun juga, dan jauh dari keluarga Dursley.
'Aku menyihir Mantera Patronus untuk menghalau Dementor,' dia berkata sambil
memaksa dirinya tetap tenang. 'Itu satu-satunya cara yang manjur mengatasi
mereka.' 'Tapi apa yang dilakukan
Dementoid di Little Whinging?' kata Paman Vernon dengan nada sangat marah.
'Tidak bisa bilang,' kata Harry dengan letih. 'Tak punya gambaran.'
Kepalanya sekarang berdenyut-denyut dalam cahaya lampu yang menyilaukan.
Amarahnya telah surut. Dia merasa terkuras, kelelahan. Keluarga Dursley semuanya
menatap dia.
'Kamu penyebabnya,' kata Paman
Vernon penuh semangat. 'Pasti ada hubungannya dengan kamu, nak, aku tahu itu.
Kenapa lagi mereka muncul di sini? Kenapa lagi mereka ada di gang itu? Kamu
pastilah satu-satunya -- satu-satunya --' Tampak jelas dia tidak mampu menguasai
diri untuk menyebutkan kata 'penyihir'. 'Satu-satunya kau-tahu-apa sejauh
bermil-mil.' 'Aku tidak tahu kenapa mereka di
sini.' Tetapi mendengar kata-kata Paman
Vernon, otak Harry yang kelelahan beraksi lagi. Kenapa Dementor datang ke
Little Whinging? Bagaimana bisa kebetulan mereka tiba di gang tempat
Harry berada? Apakah mereka dikirim? Apakah Kementerian Sihir sudah kehilangan
kendali atas Dementor? Apakah mereka telah meninggalkan Azkaban dan bergabung
dengan Voldermort, seperti yang telah diramalkan Dumbledore?
'Demember ini menjaga penjara aneh?' tanya Paman Vernon, susah payah menyela
rentetan pikiran Harry. 'Ya,' kata Harry.
Kalau saja kepalanya bisa berhenti berdenyut, kalau saja dia bisa meninggalkan
dapur dan masuk ke kamar tidurnya yang gelap dan berpikir ...
'Oho! Mereka datang untuk menangkapmu!' kata Paman Vernon, dengan hawa
kemenangan seseorang yang mencapai kesimpulan tak terbantah. 'Begitu 'kan, nak?
Kau buron dari hukum!' 'Tentu saja tidak,'
kata Harry, menggelengkan kepalanya seolah-olah untuk menakuti lalat, pikirannya
sekarang berpacu. 'Lalu kenapa --'
'Dia pasti yang mengirim mereka,' kata Harry pelan, lebih kepada dirinya sendiri
daripada kepada Paman Vernon. 'Apa itu? Siapa
yang pasti mengirim mereka?' 'Lord
Voldermort,' kata Harry. Dia mencatat dengan
suram betapa anehnya bahwa keluarga Dursley, yang berjengit, berkedip dan
berkuak kalau mereka mendengar kata-kata seperti 'penyihir', 'sihir' atau
'tongkat sihir', bisa mendengar nama penyihir terjahat sepanjang masa tanpa rasa
takut sedikitpun. 'Lord -- tunggu dulu,' kata
Paman Vernon, wajahnya tegang, timbul pandangan pengertian ke dalam mata
babinya. 'Aku sudah pernah mendengar nama itu ... dia yang ...'
'Membunuh orang tuaku, ya,' kata Harry tanpa minat.
'Tapi dia sudah hilang,' kata Paman Vernon tidak sabar, tanpa tanda terkecilpun
bahwa pembunuhan orang tua Harry bisa jadi topik yang menyakitkan. 'Si raksasan
itu yang bilang. Dia hilang.' 'Dia sudah
kembali,' kata Harry dengan berat.
Terasa
sangat aneh berdiri di sini di dalam dapur Bibi Petunia yang sebersih ruang
operasi, di samping kulkas paling berkelas dan televisi layar lebar, berbicara
dengan tenang mengenai Lord Voldermort kepada Paman Vernon. Kedatangan Dementor
ke Little Whinging tampaknya telah melanggar dinding besar yang tidak tampak
yang membagi dunia non-sihir Privet Drive dan dunia di luarnya. Kedua hidup
Harry entah bagaimana telah menyatu dan segalanya telah dibuat terbalik;
keluarga Dursley sedang meminta detil mengenai dunia sihir, dan Mrs Figg kenal
Albus Dumbledore; Dementor melayang di sekitar Little Whinging, dan dia mungkin
tidak akan pernah kembali ke Hogwarts. Kepala Harry berdenyut dengan lebih
menyakitkan. 'Kembali?' bisik Bibi Petunia.
Dia sedang memandang Harry seolah-olah dia belum pernah berjumpa dengannya
sebelumnya. Dan tiba-tiba, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Harry
benar-benar menyadari bahwa Bibi Petunia adalah kakak ibunya. Dia tidak dapat
menjelaskan mengapa ini menghantamnya dengan begitu kuat pada saat ini. Yang dia
tahu hanyalah bahwa dia bukan satu-satunya orang di ruangan itu yang punya
firasat apa artinya dengan kembalinya Lord Voldermort. Bibi Petunia seumur hidup
belum pernah memandangnya seperti itu sebelumnya. Matanya yang pucat dan besar
(begitu lain dengan mata adiknya) tidak menyipit oleh ketidaksukaan atau amarah,
mereka terbuka lebar dan tampak takut. Kepura-puraan hebat yang telah
dipertahankan Bibi Petunia seumur hidup Harry -- bahwa sihir itu tidak ada dan
tidak ada dunia lain selain dunia yang ditinggalinya bersama Paman Vernon --
kelihatannya telah hilang. 'Ya,' Harry
berkata, berbicara langsung kepada Bibi Petunia sekarang. 'Dia kembali
sebulan lalu. Aku melihatnya.' Tangannya
menemukan bahu Dudley yang besar yang berbalut kulit dan mencengkeramnya.
'Tunggu dulu,' kata Paman Vernon, melihat dari istrinya ke Harry dan balik lagi,
tampak linglung dan dibingungkan oleh pengertian yang tak disangka yang
kelihatannya telah timbul di antara mereka. 'Tunggu dulu. Lord Voldything ini
sudah kembali, katamu.' 'Ya.'
'Yang membunuh orang tuamu itu.' 'Ya.'
'Dan sekarang dia mengirimkan Demember untuk mengejarmu?'
'Kelihatannya begitu,' kata Harry. 'Aku
mengerti,' kata Paman Vernon, memandang dari istrinya yang berwajah pucat pasi
ke Harry dan menarik celananya. Dia terlihat menggelembung, wajahnya yang ungu
dan besar terentang di depan mata Harry. 'Well, beres sudah,' dis
berkata, bagian depan kemejanya merenggang ketika dia menggembungkan tubuhnya, 'kau
bisa pergi dari rumah ini, nak!' 'Apa?'
kata Harry. 'Kau dengar aku -- KELUAR!' Paman
Vernon berteriak, dan bahkan Bibi Petunia dan Dudley terlompat. 'KELUAR! KELUAR!
Aku seharusnya sudah melakukan ini bertahun-tahun yang lalu! Burung-burung hantu
memperlakukan tempat ini ssperti rumah singgah, puding-puding meledak, setengah
ruang duduk hancur, ekor Dudley, Marge menggelembung di sekitar langit-langit
dan Ford Anglia terbang itu -- KELUAR! KELUAR! Sudah cukup! Kau tinggal sejarah!
Kau tidak akan tinggal di sini jika ada orang sinting yang mengejar-ngejarmu,
kau tidak akan membahayakan istri dan anakku, kau tidak akan membawa masalah
pada kami. Kalau kau akan mengambil jalan yang sama dengan orang tuamu yang
tidak berguna, aku sudah muak! KELUAR!' Harry
berdiri terpancang di tempat. Surat-surat dari Kementerian, Mr Weasley dan
SIrius semuanya terlumat di tangan kirinya. Jangan tinggalkan rumah lagi,
apapun yang kamu lakukan. JANGAN TINGGALKAN RUMAH BIBI DAN PAMANMU.
'Kau dengar aku!' kata Paman Vernon, membungkuk ke depan sekarang, wajah ungunya
yang besar begitu dekat dengan wajah Harry sehingga dia bahkan merasakan
semburan ludah mengenai wajahnya. 'Ayo pergi! Kau sangat ingin pergi setengah
jam yang lalu! Aku mendukungmu! Keluar dan jangan pernah lagi menginjak ambang
pintu rumah kami! Kenapa kami merawatmu sejak awal, aku tidak tahu, Marge benar,
seharusnya panti asuhan saja. Kami terlalu berhati lembut demi kebaikan kami
sendiri, berpikir kami bisa menekannya keluar dari dirimu, berpikir kami bisa
membuatmu normal, tapi kami sudah busuk dari awal dan aku sudah muak -- burung
hantu!' Burung hantu kelima meluncur turun
dari cerobong asap demikian cepatnya ia sampai menghantam lantai sebelum
meluncur ke udara lagi dengan pekik keras. Harry mengangkat tangannya untuk
meraih surat, yang berada dalam amplop merah, tetapi burung itu menukik langsung
melewati kepalanya, terbang lurus ke arah Bibi Petunia, yang mengeluarkan
jeritan dan menunduk, lengannya menutupi wajah. Burung hantu itu menjatuhkan
amplop merah itu ke kepalanya, berbalik, dan terbang lurus naik ke cerobong.
Harry berlari cepat ke depan untuk memungut surat itu, tetapi Bibi Petunia
mengalahkannya. 'Bibi bisa membukanya kalau
Bibi mau,' kata Harry, 'tapi bagaimanapun aku akan mendengar apa isinya. Itu
sebuah Howler.' 'Lepaskan benda itu, Petunia!'
raung Paman Vernon. 'Jangan menyentuhnya, mungkin berbahaya!'
'Dialamatkan kepadaku,' kata Bibi Petunia dengan suara bergetar. 'Dialamatkan
kepadaku, Vernon, lihat! Mrs Petunia Dursley, Dapur, Nomor Empat,
Privet Drive --' Dia bernapas cepat,
ketakutan. Amplop merah itu sudah mulai berasap.
'Bukalah!' Harry mendorongnya. 'Hadapi saja! Lagipula pasti terjadi.'
'Jangan.' Tangan Bibi Petunia gemetaran. Dia
melihat dengan sembarangan ke sekitar dapur seakan-akan sedang mencari jalan
keluar, tapi terlambat -- amplop itu menyala. Bibi Petunia menjerit dan
menjatuhkannya. Sebuah suara yang mengerikan
memenuhi dapur, menggema di ruang tertutup itu, berasal dari surat yang sedang
terbakar di atas meja. 'Ingat yang terakhir
dariku, Petunia.' Bibi Petunia terlihat
seolah-olah dia akan pingsan. Dia terhenyak ke kursi di sebelah Dudley ,
wajahnya ditutupi tangan. Sisa-sisa amplop terbakar jadi abu dalam keheningan.
'Apa ini?' kata Paman Vernon dengan parau. 'Apa -- aku tidak -- Petunia?
Bibi Petunia tidak berkata apa-apa. Dudley sedang menatap ibunya dengan tolol,
mulutnya terbuka. Keheningan berpilin dengan mengerikan. Harry sedang mengamati
bibinya, benar-benar bingung, kepalanya berdenyut-denyut seperti akan meledak.
'Petunia, sayang?' kata Paman Vernon takut-takut. 'P-Petunia?'
Bibinya mengangkat kepalanya. Dia masih gemetar. Dia menelan ludah.
'Anak itu -- anak itu harus tinggal, Vernon,' dia berkata dengan lemah.
'A-apa?' 'Dia tinggal,' katanya. Dia tidak
memandang Harry. Dia berdiri lagi. 'Dia ...
tapi Petunia ...' 'Kalau kita mengusirnya,
para tetangga akan menggosipkan,' katanya. Dia telah mendapatkan kembali gayanya
yang biasa dingin dan tajam dengan cepat, walaupun dia masih sangat pucat.
'Mereka akan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang janggal, mereka pasti ingin
tahu ke mana dia pergi. Kita harus menahannya.'
Paman Vernon sedang mengempiskan badan seperti sebuah ban lama.
'Tapi Petunia, sayang --' Bibi Petunia tidak
mengacuhkannya. Dia berpaling kepada Harry.
'Kamu harus tinggal di kamarmu,' katanya. 'Kamu tidak boleh meninggalkan rumah.
Sekarang pergi tidur.' Harry tidak bergerak.
'Dari siapa Howler tadi berasal?' 'Jangan
tanya-tanya,' Bibi Petunia berkata tajam.
'Apakah Bibi berhubungan dengan para penyihir?'
'Kubilang pergi tidur!' 'Apa artinya itu?
Ingat apa yang terakhir?' 'Pergi tidur!'
'Kenapa --' 'KAU DENGAR BIBIMU, SEKARANG NAIK
KE TEMPAT TIDUR!'
Previous | Home | Next |