HARRY POTTER
and the Order of the Phoenix
-- BAB TIGA --
Pengawal Perpindahan
Aku baru saja diserang Dementor dan aku mungkin
dikeluarkan dari Hogwarts. Aku ingin tahu apa yang sedang terjadi dan kapan aku
akan pergi dari sini.
Harry menyalin kata-kata ini ke atas tiga potong perkamen
sesampainya dia pada meja tulisnya di kamar tidurnya yang gelap. Dia
mengalamatkan yang pertama kepada Sirius, yang kedua kepada Ron dan yang ketiga
kepada Hermione. Burung hantunya, Hedwig, sedang pergi berburu; sangkarnya
tergeletak kosong di atas meja tulis. Harry berjalan bolak-balik di dalam
ruangan itu, otaknya terlalu sibuk untuk tidur walaupun matanya menyengat dan
gatal karena lelah. Punggungnya sakit akibat menyeret Dudley pulang, dan kedua
benjolan di kepalanya yang terhantam jendela dan Dudley berdenyut-denyut dengan
menyakitkan.
Dia berjalan bolak-balik, termakan oleh rasa marah dan
frustrasi, sambil menggertakan gigi-giginya dan mengepalkan tinjunya,
mengalihkan pandangan-pandangan marah ke langit bertabur bintang yang kosong
setiap kali dia melewati jendela. Dementor dikirim untuk menyerangnya, Mrs Figg
dan Mundungus Fletcher mengikutinya secara rahasia, lalu penskorsan dari
Hogwarts dan sebuah sidang dengar pendapat di Kementerian Sihir -- dan masih
belum ada orang yang memberitahunya apa yang sedang terjadi
Dan apa, apa, arti Howler tadi? Suara siapa yang telah
menggema dengan begitu mengerikan, mengancam, ke seluruh dapur?
Mengapa dia masih terperangkap di sini tanpa informasi? Mengapa semua orang
memperlakukannya seperti anak nakal saja? Jangan menyihir lagi, tetaplah di
dalam rumah ... Dia menendang koper sekolahnya ketika
melewatinya, tetapi jauh dari meredakan amarahnya dia merasa lebih buruk, karena
sekarang dia punya rasa sakit menusuk pada jari kakinya untuk diatasi sebagai
tambahan kepada rasa sakit di sekujur tubuhnya yang tersisa.
Persis ketika dia terpincang-pincang melewati jendela, Hedwig membumbung
melaluinya dengan kepakan sayap lembut seperti hantu kecil.
'Sudah waktunya!' Harry membentak, ketika dia mendarat dengan ringan ke puncak
sangkarnya. 'Kamu bisa meletakkan itu, aku punya tugas bagimu!'
Mata Hedwig yang besar, bundar, kekuningan menatapnya dengan mencela melewati
kodok mati yang terjepit di paruhnya. 'Kemarilah,' kata
Harry, sambil memungut ketiga gulungan kecil perkamen dan sebuah tali kulit dan
mengikatkan gulungan-gulungan itu ke kakinya yang bersisik. 'Bawa ini langsung
ke Sirius, Ron dan Hermione dan jangan pulang ke sini tanpa jawaban yang panjang
dan bagus. Terus patuk mereka sampai mereka sudah menuliskan jawaban-jawaban
yang panjangnya layak kalau harus. Mengerti?' Hedwig
mengeluarkan suara uhu teredam, paruhnya masih penuh kodok.
'Kalau begitu, berangkatlah,' kata Harry. Dia langsung
lepas landas.Saat dia pergi, Harry melemparkan dirinya ke tempat tidur tanpa
berganti pakaian dan menatap langit-langit yang gelap. Sebagai tambahan kepada
semua perasaan tidak keruan lainnya, dia sekarang merasa bersalah dia telah
marah-marah kepada Hedwig; dia satu-satunya teman yang dimilikinya di nomor
empat, Privet Drive. Tetapi dia akan berbaikan dengannya pada saat dia kembali
dengan jawaban-jawaban dari Sirius, Ron dan Hermione.
Mereka pasti menulis balik dengan cepat; mereka tidak akan mungkin mengabaikan
serangan Dementor. Dia mungkin akan terbangun besok menemukan tiga surat tebal
yang penuh dengan simpati dan rencana-rencana pemindahannya dengan segera ke The
Burrow. Dan dengan ide menentramkan itu, tidur meliputinya, melumpuhkan pikiran
lebih lanjut. * Tapi Hedwig tidak kembali keesokan harinya.
Harry menghabiskan sepanjang hari di kamar tidurnya, hanya meninggalkannya untuk
pergi ke kamar mandi. Tiga kali pada hari itu Bibi Petunia mendorong makanan ke
dalam kamarnya melalui pintu kucing yang telah dipasang Paman Vernon tiga musim
panas lalu. Setiap kali Harry mendengarnya mendekat dia mencoba menanyainya
mengenai Howler itu, tetapi sekalian saja dia menginterogasi kenop pintu untuk
mendapatkan semua jawaban yang diperolehnya. Di lain itu, keluarga Dursley
menghindari kamar tidurnya. Harry tidak melihat keuntungan memaksakan
kehadirannya ke tengah-tengah mereka; keributan lain tidak akan mencapai apapun
kecuali mungkin membuatnya begitu marah sehingga dia akan melakukan lebih banyak
sihir ilegal. Begitulah yang terjadi selama tiga hari
penuh. Harry bergantian dipenuhi dengan energi tak kenal lelah yang membuatnya
tidak dapat diam, selama waktu itu dia berjalan bolak-balik di kamarnya, merasa
sangat marah kepada mereka semua karena meninggalkan dirinya untuk bersusah hati
dalam kekacauan ini; dan dengan kelesuan yang sangat sempurna sehingga dia bisa
berbaring di atas tempat tidurnya selama satu jam setiap kali, sambil menatap
ruang kosong dengan bingung, sakit akibat rasa takut saat memikirkan tentang
dengar pendapat Kementerian. Bagaimana kalau mereka membuat
keputusan melawannya? Bagaimana kalau dia memang dikeluarkan dan
tongkatnya dipatahkan menjadi dua? Apa yang akan dia lakukan, di mana dia akan
pergi? Dia tidak bisa kembali tinggal penuh-waktu dengan keluarga Dursley, tidak
sekarang setelah dia mengenal dunia yang lain. Mungkin dia bisa pindah ke rumah
Sirius, seperti yang telah disarankan Sirius setahun yang lalu, sebelum dia
terpaksa kabur dari Kementerian? Apakah Harry akan diizinkan tinggal di sana
sendiri, mengingat dia masih di bawah umur? Atau apakah masalah ke mana dia akan
pergi seterusnya ditentukan baginya? Apakah pelanggaran Undang-Undang
Kerahasiaan Internasional olehnya cukup parah untuk mendaratkannya ke sebuah sel
di Azkaban? Kapanpun pikiran ini muncul, Harry tanpa kecuali meluncur turun dari
tempat tidurnya dan mulai berjalan bolah-balik lagi. Pada
malam keempat setelah kepergian Hedwig Harry sedang berbaring dalam salah satu
fase tidak acuhnya, sambil menatap langit-langit, pikirannya yang kelelahan agak
kosong, ketika pamannya memasuki kamar tidurnya. Harry melihat pelan-pelan ke
arahnya. Paman Vernon sedang mengenakan setelan terbaiknya dan sebuah ekspresi
sangat puas diri. 'Kami akan keluar,' katanya.
'Maaf?' 'Kami -- maksudnya, bibimu, Dudley dan aku -- akan
keluar.' 'Baik,' kata Harry tanpa minat, sambil menatap
balik ke langit-langit. 'Kau tidak boleh meninggalkan kamar
tidurmu selagi kami pergi.' 'OK.' 'Kau
tidak boleh menyentuh televisi, stereo, atau milik kami yang mana saja.'
'Benar.' 'Kau tidak boleh mencuri makanan dari kulkas.'
'OK.' 'Aku akan mengunci pintumu.'
'Lakukanlah.' Paman Vernon melotot kepada Harry, jelas
curiga akan kurangnya argumen ini, lalu mengentakkan kaki keluar ruangan dan
menutup pintu di belakangnya. Harry mendengar kunci diputar dan langkah-langkah
kaki Paman Vernon berjalan dengan berat menuruni tangga. Beberapa menit kemudian
dia mendengar pintu-pintu mobil dibanting, deru mesin, dan tak salah lagi suara
mobil bergerak keluar jalan mobil. Harry tidak punya
perasaan khusus mengenai kepergian keluarga Dursley. Tidak membuat perbedaan
baginya apakah mereka ada di rumah atau tidak. Dia bahkan tidak bisa
mengumpulkan tenaga untuk bangkit dan menyalakan lampu kamar tidurnya. Ruangan
itu semakin gelap di sekitarnya sementara dia berbaring sambil mendengarkan
suara-suara malam melalui jendela yang dibiarkannya terbuka sepanjang waktu,
menunggu saat menyenangkan ketika Hedwig kembali. Rumah
kosong itu berdenyit di sekitarnya. Pipa-pipa menggelegak. Harry berbaring di
ssana dalam keadaan seperti pingsan, tidak memikirkan apapun, terbenam dalam
kesengsaraan. Lalu, dengan cukup jelas, dia mendengar
sebuah tabrakan di dapur di bawah. Dia terduduk tegak,
mendengarkan lekat-lekat. Keluarga Dursley tidak mungkin sudah kembali, terlalu
cepat, dan kalaupun begitu dia tidak mendengar mobil mereka.
Ada keheningan selama beberapa detik, lalu suara-suara. Perampok,
pikirnya, sambil meluncur turun dari tempat tidur ke atas kakinya -- tetapi
sepersekian detik berikutnya terpikir olehnya bahwa perampok akan merendahkan
suaranya, dan siapapun yang sedang bergerak di sekitar dapur jelas tidak
repot-repot melakukan hal itu. Dia menyambar tongkatnya
dari meja di samping tempat tidur dan berdiri menghadap pintu kamar tidurnya,
sambil mendengarkan sekuat yang dia mampu. Saat berikutnya, dia terlompat ketika
kunci mengeluarkan bunyi klik keras dan pintunya mengayun terbuka.
Harry berdiri tidak bergerak, menatap melalui ambang pintu yang terbuka ke
kegelapan di bordes atas, sambil menegangkan telinganya untuk mencari
bunyi-bunyi lain, tetapi tidak ada yang datang. Dia bimbang sejenak, lalu
bergerak dengan cepat dan diam-diam keluar dari kamarnya menuju kepala tangga.
Jantungnya melonjak ke atas ke tenggorokannya. Ada orang-orang yang sedang
berdiri di aula seperti bayangan di bawah, membentuk siluet terhadap lampu jalan
yang terpancar melalui pintu kaca; delapan atau sembilan orang, semuanya, sejauh
yang dapat dilihatnya, sedang melihat kepadanya. 'Turunkan
tongkatmu, nak, sebelum kamu menyodok mata seseorang,' kata sebuah suara rendah
menggeram. Jantung Harry berdebar tanpa terkendali. Dia
mengenal suara itu, tetapi dia tidak menurunkan tongkatnya.
'Profesor Moody?' dia berkata dengan tidak yakin. 'Aku
tidak tahu banyak tentang "Profesor"' geram suara itu, 'belum pernah
mengajar banyak, ya 'kan? Turun ke sini, kami ingin melihatmu dengan jelas.'
Harry menurunkan tongkatnya sedikit tetapi tidak mengendurkan pegangannya, juga
dia tidak bergerak. Dia punya alasan yang sangat bagus untuk merasa curiga. Dia
baru-baru ini menghabiskan sembilan bulan bersama Moody hanya untuk mendapati
bahwa itu sama sekali bukan Moody, tetapi seorang peniru; terlebih lagi, seorang
peniru yang telah mencoba membunuh Harry sebelum kedoknya terbuka. Tetapi
sebelum dia bisa memutuskan apa yang akan dilakukannya, sebuah suara kedua yang
agak serak melayang naik. 'Tidak apa-apa, Harry. Kami telah
datang untuk membawamu pergi.' Jantung Harry melonjak. Dia
juga mengenal suara itu, walaupun dia sudah tidak mendengarnya selama lebih dari
setahun. 'P-Profesor Lupin?' dia berkata dengan tidak
percaya. 'Andakah itu?' 'Mengapa kita semua berdiri dalam
kegelapan?' kata suara ketiga, yang satu ini benar-benar tidak dikenal, suara
seorang wanita. 'Lumos.' Ujung sebuah tongkat
menyala, menerangi aula itu dengan cahaya sihir. Harry berkedip. Orang-orang di
bawah berkerumun di sekitar kaki tangga, menatap kepadanya lekat-lekat, beberapa
menjulurkan kepala-kepala mereka untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik.
Remus Lupin berdiri paling dekat dengannya. Walaupun masih lumayan muda, Lupin
terlihat lelah dan agak sakit; dia punya lebih banyak rambut kelabu daripada
ketika Harry mengucapkan selamat berpisah kepadanya terakhir kali dan jubahnya
lebih banyak tambalan dan lebih kusam daripada dulu. Walaupun begitu, dia
tersenyum lebar kepada Harry, yang mencoba tersenyum balik walau sedang dalam
keadaan terguncang. 'Oooh, dia terlihat persis seperti yang
kuduga,' kata penyihir wanita yang sedang memegang tongkatnya yang menyala
tinggi-tinggi. Dia terlihat yang paling muda di sana; dia memiliki wajah pucat
berbentuk hati, mata gelap bersinar, dan rambut jigrak pendek yang berwarna
violet berat. 'Pakabar, Harry!' 'Yeah, aku tahu maksudmu,
Remus,' kata seorang penyihir hitam botak yang berdiri paling belakang -- dia
memiliki suara dalam yang pelan dan mengenakan sebuah anting emas tunggal di
telinganya -- 'dia tampak persis seperti James.' 'Kecuali
matanya,' kata seorang penyihir pria berambut perak dengan suara mencicit di
belakang. 'Mata Lily.' Mad-Eye Moody, yang mempunyai rambut
kelabu beruban yang panjang dan sepotong daging yang hilang dari hidungnya,
sedang mengedipkan mata dengan curiga kepada Harry melalui matanya yang tidak
sepadan. Salah satu matanya kecil, gelap dan seperti manik-manik, mata yang lain
besar, bundar dan berwarna biru elektrik -- mata ajaib yang bisa menembus
dinding, pintu dan bagian belakang kepala Moody sendiri.
'Apakah kamu cukup yakin itu dia, Lupin?' dia menggeram. 'Pasti jadi pengintai
yang bagus kalau kita membawa pulang Pelahap Maut yang menyamar sebagai dia.
Kita harus menanyainya sesuatu yang hanya akan diketahui Potter asli. Kecuali
ada yang bawa Veritaserum?' 'Harry, bentuk apa yang diambil
Patronusmu?' Lupin bertanya. 'Seekor kijang jantan,' kata
Harry dengan gugup. 'Itu dia, Mad-Eye,' kata Lupin.
Sangat sadar bahwa semua orang masih menatapnya, Harry menuruni tangga sambil
menyimpan tongkatnya di kantong belakang celana jinsnya ketika dia tiba.
'Jangan taruh tongkatmu di sana, nak!' raung Moody. 'Bagaimana kalau menyala?
Penyihir yang lebih baik darimu sudah kehilangan pantat, kau tahu!'
'Siapa yang kamu kenal yang sudah kehilangan pantat?' wanita berambut violet itu
bertanya kepada Moody dengan tertarik. 'Tidak usah tahu,
kau cukup jauhkan tongkatmu dari kantong belakangmu!' geram Mad-Eye. 'Keamanan
tongkat tingkat dasar, tidak ada lagi yang mau repot mematuhinya.' Dia tertatih
menuju dapur. 'Dan aku melihat itu,' dia menambahkan dengan agak marah, ketika
wanita itu menggulirkan matanya ke langit-langit. Lupin
mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Harry. 'Bagaimana
kabarmu?' dia bertanya sambil melihat Harry dengan seksama.
'B-baik ...' Harry hampir tidak dapat mempercayai bahwa ini
nyata. Empat minggu tanpa apapun, tidak secuilpun petunjuk mengenai rencana
memindahkan dia dari Privet Drive, dan tiba-tiba sekelompok besar penyihir
berdiri bukan khayalan di rumah itu seoleh-olah ini adalah pengaturan yang telah
lama disepakati. Dia melirik sekilas kepada orang-orang yang mengelilingi Lupin;
mereka masih menatapnya dengan tertarik. Dia merasa sangat sadar akan fakta
bahwa dia belum menyisir rambut selama empat hari. 'Aku --
kalian sangat beruntung keluarga Dursley sedang keluar ...' dia bergumam.
'Beruntung, ha!' kata wanita berambut violet. 'Aku yang memikat mereka agar
tidak jadi penghalang. Mengirim sepucuk surat dengan pos Muggle memberitahu
mereka telah diikutkan dalam Kompetisi Halaman Suburban Yang Terawat Paling Rapi
Seluruh Inggris. Mereka sedang menuju ke acara pemberian hadiah sekarang ...
atau itu yang mereka pikir.' Harry mendapat bayangan
sekilas dari wajah Paman Vernon ketika dia menyadari tidak ada Kompetisi Halaman
Suburban Yang Terawat Paling Rapi Seluruh Inggris. 'Kita
akan berangkat, bukan?' dia bertanya. 'Segera?' 'Hampir
seketika,' kata Lupin, 'kita hanya menunggu tanda aman.'
'Ke mana kita akan pergi? The Burrow?' Harry bertanya dengan penuh harapan.
'Bukan The Burrow, bukan,' kata Lupin, sambil memberi isyarat kepada Harry
menuju dapur; kelompok kecil penyihir itu mengikuti, semuanya masih memandang
Harry dengan rasa ingin tahu. 'Terlalu beresiko. Kami sudah mendirikan Markas
Besar di suatu tempat yang tidak terdeteksi. Sudah beberapa lama ...'
Mad-Eye Moody sekarang sedang duduk di meja dapur sambil minum dari botolnya,
mata sihirnya berputar ke segala arah, mengamati banyak peralatan penghemat
tenaga keluarga Dursley. 'Ini Alastor Moody, Harry,' Lupin
melanjutkan, sambil menunjuk kepada Moody. 'Yeah, aku
tahu,' kata Harry tidak nyaman. Rasanya aneh diperkenalkan kepada seseorang yang
dikiranya sudah dikenalnya selama setahun. 'Dan ini
Nymphadora --' 'Jangan panggil aku Nymphadora,
Remus,' kata penyihir wanita muda itu dengan rasa jijik, 'namaku Tonks.'
'Nymphadora Tonks, yang lebih suka dikenal dengan nama keluarganya saja,' Lupin
menyudahi. 'Kau juga akan begitu kalau ibumu yang bodoh
memberimu nama Nymphadora,' gumam Tonks. 'Dan ini
Kingsley Shacklebolt,' Dia menunjuk kepada penyihir pria tinggi hitam, yang
membungkuk. 'Elphias Doge.' Penyihir pria bersuara mencicit mengangguk. 'Dedalus
Diggle --' 'Kita sudah pernah berjumpa,' ciut Diggle yang
bersemangat, sambil menjatuhkan topinya yang berwarna violet.
'Emmeline Vance.' Seorang peyihir wanita yang tampak agung dengan syal hijau
jamrud mencondongkan kepalanya. 'Sturgis Podmore.' Seorang penyihir pria
berahang persegi dengan rambut tebal berwarna jerami mengedipkan matanya. 'Dan
Hestia Jones.' Seorang penyihir wanita berpipi merah dan berambut hitam melambai
dari sebelah pemanggang roti. Harry mencondongkan kepalanya
dengan canggung kepada setiap orang ketika mereka sedang diperkenalkan. Dia berharap
mereka bisa melihat ke benda lain selain dirinya; rasanya seolah dia mendadak
dibawa ke atas panggung. Dia juga bertanya-tanya mengapa mereka begitu banyak
yang berada di sini. 'Sejumlah orang dalam jumlah
mengejutkan mengajukan diri untuk datang dan menjemputmu,' kata Lupin,
seoleh-oleh dia telah membaca pikiran Harry; sudut mulutnya berkedut sedikit.
'Yeah, well, semakin banyak semakin baik,' kata Moody dengan suram. 'Kami
adalah pengawalmu, Potter.' 'Kita hanya menunggu pertanda
untuk memberitahu kita sudah aman untuk berangkat,' kata Lupin sambil melirik ke
luar jendela dapur. 'Kita punya waktu sekitar lima belas menit.'
'Sangat bersih, para Muggle ini, bukan begitu?' kata penyihir wanita yang
dipanggil Tonks, yang sedang melihat-lihat sekeliling dapur dengan minat besar.
'Ayahku seorang yang terlahir dari Muggle dan dia sangat pemalas. Kukira mereka
bermacam-macam juga seperti penyihir?' 'Er -- yeah,' kata
Harry. 'Lihat --' dia berpaling kembali kepada Lupin, 'apa yang sedang terjadi,
aku belum mendengar apapun dari siapapun, apa yang Vol--?'
Beberapa penyihir membuat bunyi mendesis aneh; Dedalus Diggle menjatuhkan
topinya lagi dan Moody menggeram, 'Diam!' 'Apa?'
kata Harry. 'Kita tidak akan membahas apapun di sini,
terlalu beresiko,' kata Moody, sambil memalingkan mata normalnya kepada Harry.
Mata sihirnya tetap berfokus ke langit-langit. 'Sialan,' dia menambahkan
dengan marah, sambil meletakkan sebuah tangan ke tangan mata sihirnya, 'terus
macet -- sejak dipakai bajingan itu.' Dan dengan suara
mengisap mengerikan seperti alat penyedot yang ditarik dari bak cuci, dia
menarik keluar matanya. 'Mad-Eye, kamu tahu itu menjijikan,
'kan?' kata Tonks memulai percakapan. 'Ambilkan aku segelas
air, maukah kau, Harry,' pinta Moody. Harry menyeberang ke
alat pencuci piring, mengeluarkan sebuah gelas bersih dan mengisinya dengan air
di bak cuci, masih dipandangi dengan penuh minat oleh kelompok penyihir itu.
Pandangan mereka yang tidak berhenti mulai membuatnya jengkel.
'Sulang,' kata Moody, ketika Harry mengulurkan kepadanya gelas itu. Dia
menjatuhkan bola mata sihir itu ke dalam air dan mendorongnya naik turun; mata
ini berputar-putar, menatap mereka bergantian. 'Aku mau daya pandang tiga ratus
enam puluh derajat pada perjalanan pulang.' 'Bagaimana kita
akan pergi -- kemanapun kita akan pergi?' Harry bertanya.
'Dengan sapu,' kata Lupin. 'Satu-satunya cara. Kau terlalu muda untuk
ber-Apparate, mereka akan mengawasi Jaringan Floo dan lebih dari nilai hidup
kita untuk merangkai Portkey tidak sah.' 'Remus bilang kau
penerbang yang andal,' kata Kingsley Shaklebolt dengan suara dalamnya.
'Dia sangat pandai,' kata Lupin, yang sedang memeriksa jam tangannya. 'Walau
begitu, kamu sebaiknya pergi dan berkemas, Harry, kita ingin siap pergi ketika
tandanya sampai.' 'Aku akan ikut dan membantumu,' kata
Tonks dengan riang. Dia mengikuti Harry kembali ke aula dan
naik tangga, melihat sekeliling dengan rasa ingin tahu dan minat yang besar.
'Tempat aneh,' katanya. 'Agak terlalu bersih, kau tahu maksudku? Agak
kurang alami. Oh, ini lebih baik,' dia menambahkan, ketika mereka memasuki kamar
tidur Harry dan dia menyalakan lampunya. Kamarnya jelas
jauh lebih berantakan daripada bagian rumah yang lain. Terkurung di dalamnya
selama empat hari dengan perasaan murung, Harry tidak repot merapikan tempat
itu. Kebanyakan buku yang dimilikinya terserak di lantai di tempat dia mencoba
mengalihkan perhatian dengan cara membacanya bergantian dan melemparnya ke
samping; sangkar Hedwig perlu dibersihkan dan mulai berbau; dan kopernya
tergeletak terbuka, menyingkapkan gabungan baju Muggle dan jubah penyihir yang
campur aduk yang telah berjatuhan ke lantai di sekitarnya.
Harry mulai memunguti buku-buku dan melemparkannya dengan terburu-buru ke dalam
kopernya. Tonks berhenti sejenak di depan lemari pakaiannya yang terbuka untuk
melihat pantulannya pada kaca di bagian dalam pintu secara kritis.
'Kau tahu, aku tidak merasa violet warna yang cocok denganku,' dia berkata
sambil termenung, sambil menarik-narik seikat rambut jigraknya. 'Apa menurutmu
ini membuatku terlihat agak bertanduk?' 'Er --' kata Harry,
sambil menatapnya dari balik Tim-Tim Quidditch Britania dan Irlandia.
'Yeah, benar,' kata Tonks memutuskan. Dia menegangkan matanya dengan
ekspresi dipaksakan seakan-akan dia sedang berjuang mengingat sesuatu. Sedetik
kemudian, rambutnya berubah menjadi merah muda permen karet.
'Bagaimana caramu melakukan itu?' kata Harry, sambil menganga kepadanya ketika
dia membuka mata lagi. 'Aku seorang Metamorphmagus,'
katanya sambil melihat balik ke bayangannya dan memalingkan kepalanya sehingga
dia bisa melihat rambutnya dari segala arah. Maksudnya aku bisa mengubah
penampilanku sekehendak hati,' dia menambahkan, ketika melihat ekspresi
kebingungan Harry pada cermin di belakangnya. 'Aku terlahir begitu. Aku mendapat
nilai tertinggi dalam Persembunyian dan Penyamaran selama pelatihan Auror tanpa
belajar sama sekali, hebat sekali.' 'Kau seorang Auror?'
kata Harry, terkesan. Menjadi penangkap Penyihir Gelap adalah satu-satunya karir
yang pernah dipertimbangkannya setelah Hogwarts. 'Yeah,'
kata Tonks, terlihat bangga. 'Kingsley juga, walau dia sedikit lebih tinggi
dariku. Aku baru memenuhi syarat setahun yang lalu. Hampir gagal di Masuk
Diam-Diam dan Mencari Jejak. Aku sangat kagok, apakah kau mendengarku memecahkan
piring itu ketika kami tiba di bawah?' 'Dapatkah kau
belajar jadi seorang Metamorphmagus?' Harry bertanya kepadanya, sambil
meluruskan diri, sepenuhnya lupa berkemas. Tonks tertawa
kecil. 'Aku bertaruh kamu pasti tidak keberatan
menyembunyikan bekas luka itu kadang-kadang, eh?' Matanya
menemukan bekas luka berbentuk kilat di dahi Harry. 'Tidak,
aku takkan keberatan,' Harry bergumam, sambil memalingkan muka. Dia tidak suka
orang-orang menatap bekas lukanya. 'Well, kutakut
kamu harus belajar cara yang susah,' kata Tonks. 'Para Metamorphmagus sangat
langka, mereka terlahir begitu, bukan dibuat. Kebanyakan penyihir menggunakan
tongkat, atau ramuan, untuk mengubah penampilan mereka. Tetapi kita harus
bergegas, Harry, kita seharusnya berkemas,' dia menambahkan dengan rasa
bersalah, sambil melihat berkeliling pada semua kekacauan di lantai.
'Oh -- yeah,' kata Harry sambil mengambil beberapa buku lagi.
'Jangan bodoh, jauh lebih cepat kalau aku yang -- berkemas!' teriak
Tonks, sambil melambaikan tongkatnya dengan gerakan menyapu yang panjang ke
lantai. Buku-buku, pakaian, teleskop dan timbangan semuanya
membumbung ke udara dan terbang kacau balau ke dalam koper.
'Tidak terlalu rapi,' kata Tonks sambil berjalan ke koper dan melihat ke
tumpukan di dalamnya. 'Ibuku punya ketangkasan untuk membuat benda-benda masuk
dengan rapi -- dia bahkan membuat kaus kaki terlipat sendiri -- tapi aku belum
menguasai bagaimana dia melakukannya -- mirip jentikan seperti ini --' Dia
menjentikkan tongkatnya dengan penuh harapan. Salah satu
kaus kaki Harry bergeliut dengan lemah dan tergeletak kembali ke puncak tumpukan
kacau di dalam koper. 'Ah, well,' kata Tonks, sambil
membanting tutup koper hingga tertutup, 'setidaknya semua sudah masuk. Itu juga
perlu sedikit pembersihan.' Dia menunjukkan tongkatnya ke sangkar Hedwig. 'Scurgify.'
Beberapa bulu dan kotoran menghilang. 'Well, itu agak lebih baik
-- aku tidak pernah benar-benar bisa semmua mantera jenis pekerjaan rumah ini.
Benar -- sudah semuanya? Kuali? Sapu? Wow! -- Sebuah Firebolt?'
Matanya melebar ketika memandang sapu terbang di tangan kanan Harry. Itu adalah
kebanggaan dan kesayangannya, sebuah kado dari Sirius, sebuah sapu terbang
berstandar internasional. 'Dan aku masih naik Komet Dua
Enam Puluh,' kata Tonks dengan iri. 'Ah well ... tongkatmu masih di
celana jinsmu? Kedua pantat masih ada? OK, ayo pergi. Locomotor koper.'
Koper Harry naik beberapa inci ke udara. Sambil memegang tongkatnya seperti
tongkat dirigen, Tonks membuat koper itu melayang menyeberangi ruangan dan
keluar dari pintu di hadapan mereka, dengan sangkar Hedwig di tangan kirinya.
Harry mengikutinya menuruni tangga sambil membawa sapu terbangnya.
Kembali ke dapur Moody telah memakai kembali matanya, yang sedang berputar
dengan amat cepat setelah pembersihannya sehingga membuat Harry merasa mual
melihatnya. Kingsley Shacklebolt dan Sturgis Podmore sedang memeriksa microwave
dan Hestia Jones sedang menertawakan pengiris kulit kentang yang dijumpainya
ketika menggeledah laci-laci. Lupin sedang menyegel amplop yang dialamatkan
kepada keluarga Dursley. 'Bagus sekali,' kata Lupin, sambil
melihat ke atas ketika Tonks dan Harry masuk. 'Kita punya sekitar satu menit,
kukira. Kita mungkin harus keluar ke kebun sehingga kita akan siap. Harry, aku
telah meninggalkan sepucuk surat yang memberitahu bibi dan pamanmu agar tidak
khawatir --' 'Mereka tidak akan,' kata Harry.
'-- bahwa kamu aman --' 'Itu hanya akan membuat mereka
tertekan.' '-- dan kamu akan bertemu mereka lagi musim
panas mendatang.' 'Apakah aku harus?'
Lupin tersenyum tetapi tidak menjawab. 'Kemarilah, nak,'
kata Moody dengan keras sambil memberi isyarat kepada Harry dengan tongkatnya.
'Aku perlu memberimu Penghilang-Ilusi.' 'Anda perlu apa?'
kata Harry dengan gugup. 'Mantera Penghilang Ilusi,' kata
Moody sambil mengangkat tongkatnya. 'Lupin bilang kamu punya
Jubah Gaib, tapi itu tidak akan bertahan sewaktu kita terbang; ini akan
menyamarkanmu lebih baik. Ini dia --' Dia
mengetuk-ngetuknya dengan keras di bagian puncak kepala dan Harry merasakan
sebuah sensasi aneh seakan-akan Moody baru saja membanting sebuah telur di sana;
tetesan-tetesan dingin terasa mengalir menuruni tubuhnya dari titik yang
tersentuh tongkat. 'Bagus, Mad-Eye,' kata Tonks penuh
penghargaan, sambil menatap pada bagian tengah tubuh Harry.
Harry melihat ke bawah ke tubuhnya, atau lebih tepatnya, apa yang dulu tubuhnya,
karena sama sekali tidak terlihat mirip tubuhnya lagi. Tubuh itu tidak kasat
mata; hanya mengambil warna dan tekstur yang persis dengan unit dapur di
belakangnya. Dia tampaknya sudah menjadi bunglon manusia.
'Ayolah,' kata Moody sambil membuka kunci pintu belakang dengan tongkatnya.
Mereka semua melangkah keluar ke halaman Paman Vernon yang terawat indah.
'Malam yang cerah,' gerutu Moody, mata sihirnya memindai langit. 'Lebih baik
kalau ada sedikit awan. Benar, kau,' dia menghardik pada Harry, 'kita akan
terbang dengan formasi berdekatan. Tonks akan berada tepat di depanmu, terus
ikuti dari dekat. Lupin akan melindungimu dari bawah. Aku akan berada di
belakangmu. Yang lain akan mengelilingi kita. Kita tidak berpisah dari barisan
demi apapun, mengerti? Kalau salah satu dari kami terbunuh --'
'Apakah itu mungkin?' kata Harry khawatir, tetapi Moody mengabaikan dia.
'-- yang lain akan tetap terbang, jangan berhenti, jangan berpisah dari barisan.
Kalau mereka menghabisi kami semua dan kau selamat, Harry, pengawal garis
belakang telah bersiap sedia untuk mengambil alih; terus terbang ke timur dan
mereka akan bergabung denganmu.' 'Berhenti bersikap begitu
ceria, Mad-Eye, dia akan mengira kita tidak menganggap ini serius,' kata Tonks
selagi dia mengikatkan koper Harry dan sangkar Hedwig ke pelana yang bergantung
dari sapunya. 'Aku hanya memberitahu anak itu rencananya,'
geram Moody. 'Tugas kita adalah mengantarkan dia dengan selamat ke Markas Besar
dan kalau kita mati dalam usaha --' 'Tidak ada yang akan
mati,' kata Kingsley Shacklebolt dengan suaranya yang dalam dan menenangkan.
'Naiki sapumu, itu tanda pertama!' kata Lupin dengan tajam, sambil menunjuk ke
langit. Jauh, jauh di atas mereka, hujan bunga api merah
terang telah menyala di antara bintang-bintang. Harry mengenalinya seketika
sebagai bunga api tongkat. Dia mengayunkan kaki kanannya melewati Fireboltnya,
menggenggam pegangannya erat-erat dan merasakannya bergetar sedikit, seakan-akan
sama inginnya dengan dirinya untuk naik ke udara sekali lagi.
'Tanda kedua, ayo pergi!' kata Lupin dengan keras ketika lebih banyak lagi bunga
api, kali ini hijau, meledak jauh di atas mereka. Harry
menjejak keras ke tanah. Udara malam yang sejuk menderu melalui rambutnya ketika
petak-petak kebun rapi di Privet Drive tertinggal jauh, mengerut dengan cepat
menjadi potongan-potongan hijau tua dan hitam, dan semua pikiran tentang dengar
pendapat Kementerian tersapu daari pikirannya seolah-olah deru udara itu telah
meniupnya keluar dari kepalanya. Dia merasa seakan-akan jantungnya akan meledak
karena senang; dia terbang lagi, terbang menjauh dari Privet Drive seperti yang
telah diimpikannya sepanjang musim panas, dia akan pulang ... selama beberapa
saat yang menyenangkan, semua masalahnya sepertinya menyusut menjadi hilang,
tidak penting lagi di dalam langit luas yang berbintang.
'Kiri jauh, kiri jauh, ada Muggle yang melihat ke atas!' teriak Moody dari
belakangnya. Tonks membelok dan Harry mengikutinya dambil memperhatikan kopernya
berayun dengan liar di bawah sapunya. 'Kita perlu ketinggian lebih ... beri lagi
seperempat mil!' Mata Harry berair karena kedinginan ketika
mereka membumbung ke atas; dia tidak bisa melihat apapun di bawah sekarang
kecuali titik-titik kecil cahaya yang mungkin berasal dari mobil Paman Vernon
... keluarga Dursley pastsi sedang menuju kembali ke rumah mereka yang kosong
sekarang, penuh amarah mengenai Kompetisi Halaman yang tak pernah ada ... dan
Harry tertawa keras-keras ketika memikirkannya, walaupun suaranya ditenggelamkan
oleh kibasan jubah-jubah yang lainnya, keriut pelana yang menggantung kopernya
dan sangkar itu, dan suara deru angin di telinga mereka selagi mereka menambah
kecepatan di udara. Dia belum merasa sehidup ini dalam sebulan, atau sesenang
ini. 'Belok ke selatan!' teriak Mad-Eye. 'Ada kota di
depan!' Mereka membumbung ke kanan untuk menghindari lewat
langsung di atas jaring cahaya yang berkilauan di bawah.
'Belok ke tenggara dan terus mendaki, ada awan rendah di depan yang bisa
menutupi kita!' seru Moody. 'Kita tidak akan lewat di dalam
awan!' teriak Tonks dengan marah, 'kita akan basah kuyup, Mad-Eye!'
Harry lega mendengarnya berkata demikian; tangannya sudah mulai mati rasa pada
pegangan Firebolt. Dia berharap dia telah berpikir untuk memakai mantel; dia
sudah mulai gemetar. Mereka mengganti arah mereka beberapa
waktu sekali menuruti perintah-perintah Mad-Eye. Mata Harry tegang melawan
serbuan angin yang sedingin es yang mulai membuat telinganya sakit. Dia hanya
bisa mengingat sekali saja kedinginan seperti ini di atas sapu, selama pertandingan
Quidditch melawan Hufflepuff pada tahun ketiganya, yang terjadi pada saat badai.
Para pengawal di sekitarnya sedang berkeliling terus-menerus seperti
burung-burung pemangsa raksasa. Harry lupa waktu. Dia ingin tahu sudah berapa
lama mereka terbang, terasa setidaknya sudah satu jam.
'Membelok ke barat daya!' teriak Moody 'Kita mau menghindari jalur kereta
bermotor!" Harry sekarang sangat kedinginan sehingga
dia memikirkan dengan penuh pengharapan bagian dalam yang nyaman dan kering dari
mobil-mobil yang mengalir di bawah, lalu, bahkan lebih mengharapkan, bepergian
dengan bubuk Floo; mungkin rasanya tidak nyaman berputar-putar di dalam perapian
tetapi setidaknya di dalam nyala api terasa hangat ... Kingsley Shacklebolt
melewatinya, kepalanya yang botak dan antingnya berkilau sedikit dalam cahaya
bulan ... sekarang Emmeline Vance berada di sisi kanannya, dengan tongkat di
luar, kepalanya menoleh ke kiri dan kanan ... lalu dia juga melewatinya, untuk
digantikan oleh Sturgis Podmore ... 'Kita harus berbalik
sedikit, hanya untuk memastikan kita tidak diikuti!' Moody berteriak.
'APAKAH KAMU SINTING, MAD-EYE?' Tonks berteriak dari depan. 'Kita semua membeku
pada sapu kita! Kalau kita terus melenceng dari jalur kita tidak akan tiba di
sana sampai minggu depan! Selain itu, kita sudah hampir sampai!'
'Waktunya mulai menurun!' datang suara Lupin. 'Ikuti Tonks, Harry!'
Harry mengikuti Tonks menukik. Mereka sedang menuju kumpulan lampu terbesar yang
pernah dilihatnya, kumpulan yang besar dan malang melintang, berkilauan
membentuk garis dan kisi, saling berselang-seling dengan potongan-potongan hitam
paling kelam. Mereka terbang semakin rendah, sampai Harry dapat melihat
satu-satu lampu besar dan lampu jalan, cerobong asap dan antena televisi. Dia
sangat ingin mencapai tanah, walaupun dia merasa yakin seseorang akan harus
melelehkannya dari sapunya. 'Ayo kita mulai!' seru Tonks,
dan beberapa detik kemudian dia telah mendarat. Harry
mendarat tepat di belakangnya dan turun ke sepotong rumput tak terawat di tengah
sebuah alun-alun kecil. Tonks sudah melepaskan koper Harry. Sambil gemetar,
Harry melihat berkeliling. Bagian depan yang suram dari rumah-rumah yang ada di
sekitar tidak menunjukkan penyambutan; beberapa di antaranya memiliki jendela
yang pecah, berkilau suram dalam cahaya lampu jalan, cat mulai mengelupas dari
banyak pintu dan tumpukan sampah tergeletak di luar beberapa tangga depan.
'Di mana kita?' Harry bertanya, tetapi Lupin berkata dengan pelan, 'Sebentar.'
Moody sedang menggeledah mantelnya, tangannya yang berbonggol-bonggol kagok
karena kedinginan. 'Dapat,' gumamnya, sambil mengangkat apa
yang tampak seperti sebuah pemantik rokok perak ke udara dan menjentikkannya.
Lampu jalan terdekat padam dengan bunyi pop. Dia menjentikkan pemadam itu lagi;
lampu berikutnya padam; dia terus menjentik sampai semua lampu di alun-alun itu
padam dan cahaya yang tersisa hanya berasal dari jendela-jendela bergorden dan
bulan sabit di atas. 'Pinjam dari Dumbledore,' geram Moody
sambil mengantongi Pemadam-Lampu. 'Itu akan mengatasi Muggle-Muggle manapun yang
melongok keluar dari jendela, ngerti kan? Sekarang ayo, cepat.'
Dia memegang lengan Harry dan menuntunnya dari potongan rumput tadi,
menyeberangi jalan dan naik ke trotoar; Lupin dan Tonks mengikuti sambil membawa
koper Harry bersama-sama, para pengawal yang lain mengapit mereka, semuanya
dengan tongkat di luar. Suara hentakan teredam dari sebuah
stereo datang dari sebuah jendela atas rumah terdekat. Bau tajam dari sampah
yang membusuk datang dari tumpukan kantong sampah yang menggembung persis di
dalam pagar yang terbuka. 'Di sini,' Moody menggumam,
sambil menyodorkan sepotong perkamen ke tangan Harry yang terkena
Penghilang-Ilusi dan memegang tongkatnya yang menyala dekat ke perkamen itu,
untuk menerangi tulisannya. 'Bacalah cepat-cepat dan hafalkan.'
Harry melihat ke potongan kertas itu. Tulisan tangan rapat-rapat itu samar-samar
tampak dikenalnya. Isinya: Markas Besar Order of
the Phoenix bisa dijumpai di nomor dua belas, Grimmauld Place, London.
Previous | Home | Next |