HARRY POTTER
and the Order of the Phoenix
-- BAB SEMBILAN --
Penderitaan Mrs Weasley
Kepergian Dumbledore yang mendadak benar-benar
mengejutkan Harry. Dia terus duduk di kursi berantai itu, sambil bergumul dengan
perasaan terguncang dan lega. Wizengamot semuanya sedang bangkit, sambil
berbincang-bincang, mengumpulkan kertas-kertas mereka dan mengemasinya. Harry
berdiri. Tak ada yang tampaknya memperhatikan dia sedikitpun, kecuali penyihir
wanita mirip katak di sebelah kanan Fudge, yang sekarang sedang memandanginya
bukannya memandangi Dumbledore. Sambil mengabaikan dia, Harry mencoba memandang
mata Fudge, atau Madam Bones, ingin bertanya apakah dia boleh pergi, tapi Fudge
tampaknya sangat berketetapan untuk tidak memperhatikan Harry, dan Madam Bones
sibuk dengan kopernya, jadi dia mengambil beberapa langkah coba-coba menuju
pintu keluar dan, ketika tak seorangpun memanggilnya kembali, berjalan dengan
cepat. Dia berlari pada beberapa langkah terakhirnya,
merenggut pintu hingga terbuka dan hampir menubruk Mr Weasley, yang sedang
berdiri tepat di luar, terlihat pucar dan gelisah.
'Dumbledore tidak bilang --' 'Dibebaskan,' Harry berkata
sambil menarik pintu menutup di belakangnya, 'dari semua tuntutan.'
Sambil tersenyum, Mr Weasley memegang bahu Harry.
'Harry, itu bagus sekali! Well, tentu saja, mereka
tidak akan bisa menetapkanmu bersalah, tidak dengan bukti, tapi walau begitu,
aku tidak bisa berpura-pura aku tidak --'
Tapi Mr Weasley berhenti, karena pintu ruang sidang baru saja terbuka lagi. Para
Wizengamot sedang keluar. 'Jenggot
Merlin!' seru Mr Weasley dengan terkejut, sambil menarik Harry ke samping untuk
membiarkan mereka semua lewat. 'Kau disidang oleh pengadilan lengkap?'
'Kukira begitu,' kata Harry dengan pelan.
Satu atau dua penyihir mengangguk kepada
Harry ketika mereka lewat dan beberapa, termasuk Madam Bones, berkata, 'Pagi,
Arthur,' kepada Mr Weasley, tetapi kebanyakan menghindari pandangannya.
Cornelius Fudge dan penyihir wanita mirip katak itu hampir yang terakhir
meninggalkan ruang bawah tanah itu. Fudge bertingkah seolah-olah Mr Weasley dan
Harry merupakan bagian dari dinding, tetapi lagi-lagi, penyihir wanita itu
melihat Harry hampir seperti sedang menilainya ketika dia lewat. Yang terakhir
lewat adalah Percy. Seperti Fudge, dia sepenuhnya mengabaikan ayahnya dan Harry;
dia berderap lewat sambil mengepit sebuah gulungan perkamen besar dan segenggam
pena bulu cadangan, punggungnya kaku dan hidungnya diangkat tinggi-tinggi.
Garis-garis di sekitar mulut Mr Weasley menegang sedikit, tetapi selain ini dia
tidak memberi tanda apapun bahwa dia baru melihat anak ketiganya.
'Aku akan membawamu langsung pulang sehingga kau bisa
memberitahu yang lain kabar baik ini,' katanya sambil memberi isyarat kepada
Harry untuk maju ketika tumit Percy menghilang ke anak tangga menuju Tingkat
Sembilan. 'Akan kuantar kau dalam perjalanan ke toilet di Bethnal Green. Ayolah
...' 'Jadi, apa yang harus Anda
lakukan dengan toilet itu?' Harry bertanya sambil nyengir. Segalanya mendadak
tampak lima kali lebih lucu daripada biasanya. Hal-hal mulai masuk: dia
dibebaskan, dia akan kembali ke Hogwarts.
'Oh, cuma anti-kutukan yang sederhana,' kata Mr Weasley selagi mereka menaiki
tangga, 'tapi bukan tentang memperbaiki kerusakan, melainkan lebih kepada sikap
di belakang pengrusakan, Harry. Pengumpanan-Muggle mungkin dianggap lucu oleh
beberapa penyihir, tetapi itu adalah ekspresi dari sesuatu yang jauh lebih dalam
dan mengerikan, dan aku sendiri --'
Mr Weasley tidak melanjutkan kalimatnya. Mereka baru saja mencapai koridor
tingkat sembilan dan Cornelius Fudge sedang berdiri beberapa kaki dari mereka,
berbicara dengan pelan kepada seorang pria jangkung yang berambut pirang licin
dan memiliki wajah tajam yang pucat.
Pria itu berpaling ketika mendengar suara langkah kaki mereka. Dia juga tidak
melanjutkan perkataannya, mata kelabunya yang dingin menyipit dan menatap wajah
Harry lekat-lekat. 'Well, well,
well ... Patronus Potter,' kata Lucius Malfoy dengan dingin.
Harry merasa kehabisan napas, seakan-akan dia baru saja
berjalan ke dalam sesuatu yang padat. Terakhir kali dia melihat mata kelabu yang
dingin itu adalah melalui celah di kerudung Pelahap Maut, dan terakhir kali dia
mendengar suara lelaki itu adalah ketika sedang mengejek di sebuah pekuburan
gelap sementara Lord Voldemort menyiksanya. Harry tidak bisa percaya bahwa
Lucius Malfoy berani menatapnya di wajah; dia tidak bisa percaya bahwa dia ada
di sini, dalam Kementerian Sihir, atau bahwa Cornelius Fudge sedang berbicara
kepadanya, padahal Harry telah memberitahu Fudge hanya beberapa minggu yang lalu
bahwa Malfoy adalah seorang Pelahap Maut.
'Menteri baru saja memberitahuku mengenai kelolosanmu yang mujur, Potter,' Mr
Malfoy berkata dengan suara dipanjang-panjangkan. 'Sangat mengejutkan, caramu
terus berkelit keluar dari lubang-lubang yang amat sempit ... bahkan, mirip
ular.' Mr Weasley mencengkeram
bahu Harry untuk memperingatkannya.
'Yeah,' kata Harry, 'yeah, aku pandai meloloskan diri.'
Lucius Malfoy menaikkan matanya ke wajah Mr Weasley.
'Dan Arthur Weasley juga! Apa yang sedang Anda lakukan di sini, Arthur?'
'Aku bekerja di sini,' kata Mr Weasley dengan masam.
'Bukan di sini, tentunya?' kata Mr Malfoy sambil
menaikkan alisnya dan melihat sekilas ke pintu melalui bahu Mr Weasley. 'Kukira
Anda ada di lantai kedua ... bukankah Anda melakukan sesuatu yang melibatkan
penyeludupan benda-benda Muggle ke rumah dan menyihirnya?'
'Tidak,' sambar Mr Weasley, jari-jarinya sekarang mencengkeram kuat ke bahu Harry.
'Ngomong-ngomong, Apa yang Anda lakukan di sini?' Harry bertanya kepada
Lucius Malfoy. 'Kukira urusan
pribadi antara diriku sendiri dengan Menteri bukan urusanmu, Potter,' kata
Malfoy sambil melicinkan bagian depan jubahnya. Harry mendengar dengan jelas
dentingan lembut dari apa yang terdengar seperti sekantong penuh emas. 'Benar
saja, hanya karena kau anak kesayangan Dumbledore, kau tidak boleh mengharapkan
perlakuan yang sama dari kami semua ... kalau begitu, kita naik ke kantor Anda,
Menteri?' 'Tentu saja,' kata Fudge
sambil memalingkan badan dari Harry dan Mr Weasley. 'Lewat sini, Lucius.'
Mereka melangkah bersama sambil berbicara dengan suara
rendah. Mr Weasley tidak melepaskan bahu Harry sampai mereka telah menghilang ke
dalam lift. 'Mengapa dia tidak
menunggu di luar kantor Fudge kalau mereka punya urusan untuk diselesaikan
bersama?' Harry meledak marah. 'Apa yang dia lakukan di bawah sini?'
'Mencoba menyelinap ke dalam ruang sidang, kalau kau
tanya aku,' kata Mr Weasley sambil terlihat sangat gelisah dan melihat melalui
bahunya seolah-olah sedang memastikan mereka tidak dapat didengar. 'Mencoba
mengetahui apakah kau telah dikeluarkan atau tidak. Akan kutinggalkan catatan
untuk Dumbledore ketika aku mengantarmu, dia harus tahu Malfoy sudah berbicara
kepada Fudge lagi. 'Lagipula, urusan pribadi apa yang mereka miliki?'
'Emas, kukira,' kata Mr Weasley dengan marah. 'Malfoy telah memberikan emas
dengan murah hati untuk segala jenis hal selama bertahun-tahun ... membuatnya
dekat dengan orang-orang yang tepat ... lalu dia bisa minta bantuan ... menunda
hukum-hukum yang dia tidak ingin dilewatkan ... oh, dia punya koneksi yang luas,
Lucius Malfoy.' Lift tiba; kosong
kecuali sekelompok memo yang berkepak di sekitar kepala Mr Weasley ketika dia
menekan tombol Atrium dan pintu berdentang tertutup. Dengan kesal dia
melambaikan memo-memo itu untuk pergi.
'Mr Weasley,' kata Harry pelan-pelan, 'kalau Fudge bertemu dengan para Pelahap
Maut seperti Malfoy, kalau dia menemui mereka sendirian, bagaimana kita tahu
bahwa mereka belum menempatkan Kutukan Imperius kepada dirinya?'
'Jangan kira itu belum terpikir oleh kami, Harry,' kata
Mr Weasley dengan pelan. 'Tapi Dumbledore pikir Fudge bertindak atas
keputusannya sendiri saat ini -- yang, menurut Dumbledore, bukanlah penghiburan.
Hal terbaik adalah tidak membicarakannya lebih banyak lagi sekarang ini, Harry.'
Pintu-pintu bergeser terbuka dan mereka melangkah ke luar
ke Atrium yang sekarang hampir kosong. Eric si penyihir penjaga tersembunyi di
balik Daily Prophetnya lagi. Mereka telah berjalan tepat melewati air
mancur keemasan itu sebelum Harry teringat.
'Tunggu ...' dia memberitahu Mr Weasley, dan, sambil menarik kantong uangnya
dari kantongnya, dia berpaling ke air mancur.
Dia memandang ke atas ke wajah penyihir pria tampan itu, tetapi dari dekat Harry
berpikir dia tampak agak lemah dan bodoh. Si penyihir wanita sedang
tersenyum lebar seperti kontestan kecantikan, dan dari yang Harry tahu tentang
goblin-goblin dan centaur, mereka paling tidak mungkin terlihat sedang menatap
penuh pemujaann kepada manusia dalam bentuk apapun. Hanya perilaku peri-rumah
yang seperti budak terlihat meyakinkan. Dengan sengiran karena memikirkan apa
yang akan dikatakan Hermionen kalau dia bisa melihat patung peri itu, Harry
membalikkan kantong uangnya dan mengosongkan bukan hanya sepuluh Galleon, tetapi
keseluruhan isinya ke dalam kolam. * 'Aku
tahu itu!' teriak Ron, sambil meninju ke udara. 'Kau selalu lolos dari semua
hal!' 'Mereka harus
membebaskanmu,' kata Hremione, yang terlihat akan pingsan karena cemas ketika
Harry memasuki dapur dan sekarang meletakkan tangan yang bergetar menutupi
matanya, 'tidak ada kasus melawanmu, tak ada sama sekali.'
'Walaupun begitu, semua orang terlihat sangat lega, mengingat kalian semua tahu
aku akan lolos,' kata Harry sambil tersenyum.
Mrs Weasley sedang menyeka wajahnya dengan celemeknya, dan Fred, George dan
Ginny melakukan semacam tarian perang sambil bernyanyi: 'Dia lolos, dia
lolos, dia lolos ...'
'Sudah cukup! Tenanglah!' teriak Mr Weasley, walaupun dia juga tersenyum.
'Dengar, Sirius, Lucius Malfoy tadi ada di Kementerian --'
'Apa?' kata Sirius dengan tajam.
'Dia lolos, dia lolos, dia lolos ...'
'Diamlah, kalian bertiga! Ya, kami melihatnya berbicara dengan Fudge di Tingkat
Sembilan, lalu mereka naik ke kantor Fudge bersama-sama. Dumbledore harus tahu.'
'Tentu saja,' kata Sirius. 'Kita akan memberitahu dia, jangan khawatir.'
'Well, sebaiknya aku pergi, ada toilet muntah yang menungguku di Bethnal
Green. Molly, aku pulang terlambat, aku akan menggantikan Tonks, tapi Kingsley
mungkin mampir untuk makan malam --'
'Dia lolos, dia lolos, dia lolos ...'
'Sudah cukup -- Fred -- George -- Ginny!' kata Mrs Weasley, ketika Mr Weasley
meninggalkan dapur. 'Harry, sayang, kemari dan duduklah, makan siang, kau hampir
tidak makan malam.' Ron dan
Hermione duduk di seberangnya, terlihat lebih gembira daripada sebelumnya sejak
dia pertama tiba di Grimmauld Place, dan perasaan lega Harry, yang telah agak
terusik oleh pertemuannya dengan Lucius Malfoy, membengkak lagi. Rumah yang
suram itu kelihatan lebih hangat dan lebih menyambut secara mendadak; bahkan
Kreacher tampak tidak begitu jelek ketika dia menampakkan hidungnya yang mirip
moncong ke dapur untuk menyelidiki sumber semua keributan itu.
'Tentu saja, sekali Dumbledore muncul untuk membelamu, mereka tidak punya cara
untuk menghukummu,' kata Ron dengan gembira, yang sekarang sedang menghidangkan
tumpukan kentang tumbuk ke piring-piring semua orang.
'Yeah, dia mengatasinya untukku,' kata Harry. Dia merasa akan terdengar sangat
tidak berterima kasih, belum lagi kekanak-kanakan, untuk berkata, 'Walaupun
kuharap dia berbicara kepadaku. Atau bahkan melihat kepadaku.'
Dan selagi dia memikirkan hal ini, bekas luka di dahinya membara sangat parah
sehingga dia menepukkan tangannya ke bekas luka itu.
'Ada apa?' kata Hermione, terlihat cemas.
'Bekas luka,' Harry bergumam. 'Tapi bukan apa-apa ... terjadi sepanjang waktu
sekarang ...' Tak seorangpun
dari mereka memperhatikan apa-apa; semuanya sekarang sedang makan sementara
menyukuri kelolosan Harry; Fred, George dan Ginny masih sedang bernyanyi.
Hermione terlihat agak cemas, tapi sebelum dia bisa berkata apapun, Ron telah
berkata dengan senang, 'Aku bertaruh Dumbledore muncul malam ini, untuk
merayakan dengan kita, kau tahu.'
'Kukira dia tidak akan bisa, Ron,' kata Mrs Weasley sambil menempatkan sepiring
besar ayam panggang ke depan Harry. 'Dia benar-benar sangat sibuk saat ini.'
'DIA LOLOS, DIA LOLOS, DIA LOLOS ...'
'DIAM!' raung Mrs Weasley. *
Selama beberapa hari berikutnya Harry tidak bisa tidak memperhatikan bahwa ada
seseorang dalam Grimmauld Place nomor dua belas yang terlihat tidak sepenuhnya
kegirangan bahwa dia akan kembali ke Hogwarts. Sirius telah menampilkan
kebahagiaan saat pertama kali mendengarnya, meremas-remas tangan Harry dan
tersenyum seperti yang lain. Akan tetapi, segera saja dia semakin murung dan
merengut daripada sebelumnya, lebih sedikit berbicara kepada siapapun, bahkan
Harry, dan menghabiskan lebih banyak waktu terkurung dalam kamar ibunya bersama
Buckbeak. 'Kau jangan merasa
bersalah!' kata Hermione dengan tegas, setelah Harry menceritakan sebagian
perasaannya kepada dia dan Ron selagi mereka menggosok sebuah lemari berjamur di
lantai ketiga beberapa hari kemudian. 'Hogwarts adalah tempatmu berada dan
Sirius tahu itu. Secara pribadi, kukira dia hanya bersikap egois.'
'Itu agak keras, Hermione,' kata Ron sambil merengut selagi dia mencoba
melepaskan sedikit jamur yang telah melekat dengan kuat ke jarinya, 'kau
tidak akan mau terperangkap di dalam rumah ini tanpa teman apapun.'
'Dia akan punya teman!' kata Hermione. 'Ini adalah Markas Besar Order of
Phoenix, bukan begitu? Dia hanya mengharap terlalu tinggi bahwa Harry akan
datang tinggal di sini bersamanya.'
'Kukira itu benar,' kata Harry sambil meremas pakaiannya. 'Dia tidak mau
memberiku jawaban langsung ketika aku bertanya kepadanya apakah aku bisa.'
'Dia hanya tidak ingin berharap terlalu tinggi,' kata Hermione dengan bijaksana.
'Dan dia sendiri mungkin merasa sedikit bersalah, karena kukira sebagian dari
dirinya sebenarnya berharap kau akan dikeluarkan. Dengan begitu kalian berdua
akan jadi orang buangan bersama-sama.'
'Hentikan itu!' kata Harry dan Ron bersamaan, tetapi Hermione hanya
mengangkat bahu.
'Terserah kalian. Tapi terkadang kupikir ibu Ron benar dan Sirius jadi bingung
apakah kau itu kau atau ayahmu, Harry.'
'Jadi menurutmu dia agak kurang waras?' tanya Harry dengan panas.
'Tidak, aku hanya mengira dia telah sangat kesepian untuk waktu yang lama,' kata
Hermione. Pada saat ini, Mrs
Weasley memasuki kamar tidur.
'Masih belum selesai?' katanya sambil menjulurkan kepala ke dalam lemari.
'Kukira Ibu datang ke sini untuk menyuruh kami beristirahat!' kata Ron dengan
getir. 'Tahukah Ibu berapa banyak jamur yang telah kami enyahkan sejak kami tiba
di sini?' 'Kau sangat ingin
membantu Order,' kata Mrs Weasley, 'kau bisa melakukan bagianmu dengan membuat
Markas Besar pantas ditinggali.'
'Aku merasa seperti peri-rumah,' gerutu Ron.
'Well, sekarang kau mengerti betapa mengerikannya hidup mereka, mungkin
kau akan lebih aktif dalam SPEW!' kata Hermione penuh harapan, ketika Mrs
Weasley meninggalkan mereka. 'Kau tahu, mungkin bukan ide buruk memperlihatkan
kepada orang-orang betapa mengerikannya bersih-bersih sepanjang waktu -- kita
bisa melakukan penggosokan tersponsor di ruang duduk Gryffindor setiap waktu,
semua keuntungan untuk SPEW, akan meningkatkan kesadaran beserta dana.'
'Akan kusponsor kau untuk tutup mulut mengenai SPEW,' Ron bergumam dengan
kesal, tapi hanya supaya Harry bisa mendengarnya. *
Harry
menemukan dirinya semakin sering melamun mengenai Hogwarts selagi akhir liburan
mendekat; dia tidak sabar untuk bertemu Hagrid lagi, untuk bermain Quidditch,
bahkan untuk berjalan di petak-petak sayuran di rumah-rumah kaca Herbologi;
pasti sangat menyenangkan bisa meninggalkan rumah berjamur dan berdebu ini, yang
setengah dari lemari-lemarinya masih terkunci rapat dan Kreacher mengeluarkan
hinaan-hinaan dari balik bayangan ketika kau lewat, walaupun Harry berhati-hati
tidak mengatakan semua ini dalam jarak pendengaran Sirius.
Kenyataannya adalah tinggal dalam Markas Besar pergerakan anti-Voldemort tidak
semenarik atau memberi semangat seperti yang diharapkan Harry sebelum dia
merasakannya. Walaupun para anggota Order of Phoenix datang pergi secara
teratur, kadang-kadang tinggal untuk makan, terkadang hanya selama beberapa
menit untuk bercakap-cakap secara berbisik, Mrs Weasley memastikan bahwa Harry
dan yang lain berada di luar jangkauan pendengaran (baik telinga normal maupun
Yang-Dapat-Dipanjangkakn) dan tak seorangpun, bahkan tidak juga Sirius, tampak
merasa bahwa Harry perlu tahu apa-apa lebih dari yang telah didengarnya pada
malam kedatangannya. Pada hari
terakhir dari liburan, Harry sedang menyapu kotoran Hedwig dari puncak lemari
pakaian ketika Ron memasuki kamar tidur mereka sambil membawa dua buah amplop.
'Daftar buku sudah tiba,' katanya sambil melemparkan salah satu amplop kepada
Harry, yang sedang berdiri di atas sebuah kursi. 'Sudah waktunya, kukira mereka
sudah lupa, biasanya datang lebih cepat dari ini ...'
Harry menyapukan kotoran terakhir ke dalam kantong sampah dan melemparkan
kantong itu melewati kepala Ron ke dalam keranjang sampah di sudut, yang
menelannya dan bersendawa dengan keras. Dia lalu membuka suratnya. Isinya dua
lembar perkamen: satu pengingat yang biasa bahwa semester dimulai pada satu
September; yang lain memberitahunya buku-buku yang akan dibutuhkannya tahun ini.
'Hanya dua yang baru,' katanya sambil membaca daftar itu, 'Buku Mantera
Standar, Tingkat 5, oleh Miranda Goshawk, dan Teori Sihir untuk
Pertahanan, oleh Wilbert Slinkhard.'
Crack. Fred dan George
ber-Apparate tepat di samping Harry. Dia sudah begitu terbiasa dengan perbuatan
mereka ini sekarang sehingga dia bahkan tidak jatuh dari kursinya.
'Kami hanya bertanya-tanya siapa yang menggunakan buku Slinkhard,' kata Fred
memulai percakapan. 'Karena
artinya Dumbledore sudah menemukan seorang guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam
yang baru,' kata George. 'Dan
sudah waktunya juga,' kata Fred.
'Apa maksudmu?' Harry bertanya sambil melompat turun ke sisi mereka.
'Well, kami mencuri dengar Mum dan Dad berbicara dengan Telinga
Yang-Dapat-Dipanjangkan beberapa minggu yang lalu,' Fred memberitahu Harry, 'dan
dari apa yang mereka katakan, Dumbledore mengalami kesulitan besar untuk
menemukan siapapun untuk pekerjaan itu tahun ini.'
'Tidak mengejutkan, bukan, kalau kau lihat apa yang terjadi pada empat guru yang
terakhir?' kata George. 'Satu
dipecat, satu mati, satu ingatannya hilang dan satu terkunci dalam sebuah koper
selama sembilan bulan,' kata Harry sambil menghitung mereka dengan jari-jarinya.
'Yeah, aku tahu maksudmu.'
'Ada apa denganmu, Ron?' tanya Fred.
Ron tidak menjawab. Harry melihat berkeliling. Ron sedang berdiri tidak bergerak
dengan mulut agak terbuka, menganga memandangi suratnya dari Hogwarts.
'Ada apa sih?' kata Fred dengan tidak sabar, sambil bergerak mengitari Ron untuk
melihat perkamen itu melalui bahunya.
Mulut Fred juga jadi terbuka.
'Prefek?' katanya sambil menatap surat itu dengan tidak percaya. 'Prefek?'
George melompat maju, menyambar amplop dari tangan Ron yang lain dan
membalikkannya. Harry melihat sesuatu yang berwarna merah tua dan emas jatuh ke
telapak tangan George. 'Tidak
mungkin,' kata George dengan suara kecil.
'Ada kesalahan,' kata Fred sambil menyambar surat itu dari genggaman Ron dan
memegangnya ke lampu seolah-olah mencari tanda air. 'Tak seorangpun yang waras
akan menjadikan Ron prefek.'
Kepala si kembar berpaling serempak dan keduanya menatap Harry.
'Kami pikir sudah pasti kau!' kata Fred, dengan nada yang menuduh Harry telah
menipu mereka dengan suatu cara.
'Kami pikir Dumbledore pasti memilihmu!' kata George tidak percaya.
'Memenangkan Triwizard dan segalanya!' kata Fred.
'Kukita semua hal gila itu dihitung melawannya,' kata George kepada Fred.
'Yeah,' kata Fred pelan-pelan. 'Yeah, kau telah menyebabkan terlalu banyak
masalah, sobat. Well, setidaknya salah satu dari kalian punya prioritas
yang benar.' Dia berjalan ke
arah Harry dan menepuk punggungnya sementara memberi Ron pandangan tajam.
'Prefek ... ickle Ronnie si Prefek.'
'Ohh, Mum akan jadi memuakkan,' erang George, sambil mendorong lencana prefek
balik kepada Ron seolah-olah benda itu bisa mencemarkannya.
Ron, yang masih belum berkata sepatah katapun, mengambil lencana itu, menatapnya
sejenak, lalu mengulurkannya kepada Harry seakan-akan bertanya tanpa suara untuk
meminta konfirmasi atas keasliannya. Harry mengambilnya. Sebuah huruf 'P' besar
dilapiskan ke atas singa Gryffindor. Dia telah melihat lencana yang persis
seperti ini di dada Percy pada hari pertamanya di Hogwarts.
Pintu terbanting membuka. Hermione masuk ke dalam kamar dengan cepat, pipinya
merona dan rambutnya beterbangan. Ada amplop di tangannya.
'Apakah kau -- apakah kau mendapat --?'
Dia melihat lencana di tangan Harry dan mengeluarkan pekikan.
'Aku tahu itu!' katanya dengan bersemangat, sambil mengacungkan suratnya. 'Aku
juga, Harry, aku juga!'
'Bukan,' kata Harry dengan cepat, sambil mendorong lencana itu kembali ke tangan
Ron. 'Ron, bukan aku.' 'Apa?'
'Ron yang jadi prefek, bukan aku,' Harry berkata.
'Ron?' kata Hermione, rahangnya membuka. 'Tapi ... apakah kau yakin?
Maksudku ...' Dia berubah
menjadi merah sementara Ron melihat ke arahnya dengan ekspresi menantang di
wajahnya. 'Namaku ada dalam
surat,' katanya. 'Aku ...'
kata Hermione sambil terlihat benar-benar bingung. 'Aku ... well ...
wow!' Bagus, Ron! Itu benar-benar --'
'Tidak terduga,' kata George sambil mengangguk.
'Bukan,' kata Hermione, lebih merona daripada sebelumnya, 'bukan begitu ... Ron
telah melakukan banyak ... dia benar-benar ...'
Pintu di belakangnya terbuka sedikit lebih lebar dan Mrs Weasley masuk ke dalam
kamar sambil membawa setumpukan jubah yang baru dicuci.
'Ginny bilang daftar buku sudah tiba akhirnya,' katanya, sambil melihat sekilas
ke amplop-amplop itu ketika dia berjalan ke tempat tidur dan mulai menyortir
jubah-jubah ke dalam dua tumpukan. 'Kalau kalian memberikan daftar-daftar itu
kepadaku aku akan membawanya ke Diagon Alley sore ini dan mengambilkan buku-buku
kalian selagi kalian berkemas. Ron, aku harusu membelikanmu piyama-piyama baru,
yang ini setidaknya enam inci terlalu pendek, aku tidak percaya betapa cepatnya
kau tumbuh ... warna apa yang kau suka?'
'Berikan dia yang berwarna merah dan emas agar serasi dengan lencananya,' kata
George sambil tersenyum menyeringai.
'Serasi dengan apanya?' kata Mrs Weasley dengan linglung sambil menggulung
sepasang kaus kaki merah marun dan menempatkannya ke tumpukan Ron.
'Lencananya,' kata Fred, dengan suasana ingin melewatkan hal terburuk
secapatnya. 'Lencana prefek barunya yang bagus dan berkilat.'
Kata-kata Fred butuh waktu sejenak untuk dipahami Mrs Weasley yang sedang
disibukkan oleh piyama. 'Tapi
... Ron, kau tidak ...?' Ron
mengacungkan lencananya. Mrs
Weasley mengeluarkan pekik seperti Hermione.
'Aku tidak percaya! Aku tidak percaya! Oh, Ron, betapa bagusnya! Seorang prefek!
Jadinya semua orang dalam keluarga!'
'Apa Fred dan aku ini, tetangga sebelah rumah?' kata George dengan tidak senang,
ketika ibunya mendorongnya ke samping dan menghempaskan lengannya melingkari
putra bungsunya. 'Tunggu
sampai ayah kalian dengar! Ron, aku sangat bangga padamu, betapa bagusnya berita
ini, kau bisa berakhir jadi Ketua Murid seperti Bill dan Percy, ini langkah
pertama! Oh, hal bagus yang terjadi di tengah semua kekuatiran ini, aku hanya
senang sekali, oh, Ronnie --'
Fred dan George keduanya membuat suara muntah keras di balik punggung ibu mereka
tetapi Mrs Weasley tidak memperhatikan; lengannya melingkari leher Ron dengan
ketat, dia sedang menciumnya di seluruh wajah, yang telah berubah menjadi merah
tua lebih terang daripada lencananya.
'Mum ... jangan ... Mum, kendalikan diri ...' gumamnya sambil mencoba
mendorongnya menjauh. Dia
melepaskannya dan berkata dengan terengah-engah, 'Well, apa jadinya? Kami
memberi Percy seekor burung hantu, tapi kau sudah punya satu, tentu saja.'
'A-apa maksud Ibu?' kata Ron, terlihat seolah-olah dia tidak berani mempercayai
telinganya. 'Kau harus dapat
hadiah untuk ini!' kata Mrs Weasley dengan sayang. 'Bagaimana kalau satu set
jubah pesta baru?' 'Kami sudah
membelikannya beberapa buah,' kata Fred dengan masam, yang terlihat
seolah-olah dia menyesali kebaikan hati ini.
'Atau sebuah kuali baru, kuali tua Charlie sudah mulai berkarat, atau seekor
tikus baru, kau selalu suka Scabbers --'
'Mum,' kata Ron penuh harap, 'bisakah aku punya sapu baru?'
Wajah Mrs Weasley agak berubah; sapu terbang harganya mahal.
'Bukan yang benar-benar bagus!' Ron cepat-cepat menambahkan. 'Hanya -- hanya
yang baru untuk peralihan ...'
Mrs Weasley bimbang, lalu tersenyum.
'Tentu kau bisa ... well, aku sebaiknya cepat pergi kalau aku juga
harus beli sapu. Akan kutemui kalian semua nanti ... Ronnie kecil, seorang
prefek! Dan jangan lupa kemasi koper-koper kalian ... seorang prefek ... oh, aku
sangat sibuk!' Dia memberi Rin
ciuman di pipi lagi, mengambil napas dengan keras, dan buru-buru keluar dari
kamar. Fred dan George saling
berpandangan. 'Kau tidak
keberatan kalau kami tidak menciummu, 'kan, Ron?' kata Fred dengan suara cemas
yang palsu. 'Kami bisa memberi
hormat, kalau kau mau,' kata George.
'Oh, diam,' kata Ron, sambil cemberut kepada mereka.
'Atau apa?' kata Fred, seringai jahat membentang di wajahnya. 'Akan memberi kami
detensi?' 'Aku ingin
melihatnya mencoba,' cibir George.
'Dia bisa kalau kalian tidak hati-hati!' kata Hermione dengan marah.
Fred dan George meledak tertawa, dan Ron bergumam, 'Sudahlah, Hermione.'
'Kita harus mejaga langkah kita, George,' kata Fred, berpura-pura gemetar,
'dengan dua orang ini mengawasi kita ...'
'Yeah, tampaknya hari-hari melawan hukum kita sudah berakhir,' kata George
sambil menggelengkan kepalanya.
Dan dengan suara crack lagi, si kembar ber-Disapparate.
'Yang dua itu!' kata Hermione dengan marah, sambil menatap langit-langit, dari
mana mereka bisa mendengar Fred dan George tertawa bergemuruh di kamar atas.
'Jangan perhatikan mereka, Ron, mereka cuma iri!'
'Aku kira mereka tidak begitu,' kata Ron dengan ragu, juga menatap
langit-langit. 'Mereka selalu bilang hanya orang brengsek yang jadi prefek ...
tetap saja,' dia menambahkan dengan nada lebih senang, 'mereka belum pernah
punya sapu baru! Kuharap aku bisa pergi dengan Mum dan memilih ... dia tidak
akan pernah bisa membeli Nimbus, tapi ada Sapu Bersih baru yang keluar, itu akan
bagus sekali ... yeah, kukira aku akan pergi memberitahunya aku suka Sapu
Bersih, hanya agar dia tahu ...'
Dia berlari keluar kamar, meninggalkan Harry dan Hermione sendiri.
Untuk alasan-alasan tertentu, Harry menemukan dirinya tidak mau memandang
Hermione. Dia berpaling ke tempat tidurnya, memungut tumpukan jubah bersih yang
telah diletakkan Mrs Weasley ke atasnya dan menyeberangi kamar menuju kopernya.
'Harry?' kata Hermione untuk melihat reaksinya.
'Bagus, Hermione,' kata Harry, dengan setengah hati sehingga sama sekali tidak
terdengar seperti suaranya, dan, masih tidak memandangnya, 'brilian. Prefek.
Bagus.' 'Trims,' kata
Hermione. 'Erm -- Harry -- bolehkah aku pinjam Hedwig agar aku bisa memberitahu
Mum dan Dad? Mereka akan sangat senang -- maksudku prefek adalah sesuatu
yang bisa mereka mengerti.'
'Yeah, tak masalah,' kata Harry, masih dalam suara setengah hati yang
mengerikan itu yang bukan suaranya. 'Ambil dia!'
Dia membungkuk ke kopernya, meletakkan jubah-jubah itu ke dasarnya dan
berpura-pura menggeledah sesuatu sementara Hermione menyeberang ke lemari
pakaian dan memanggil Hedwig turun. Beberapa saat lewat; Harry mendengar pintu
menutup tetapi tetap membungkuk, sambil mendengarkan; satu-satunya suara yang
dapat didengarnya adalah lukisan kosong di dinding yang mencibir lagi dan
keranjang sampah di sudut yang memuncratkan kotoran burung hantu.
Dia meluruskan badan dan melihat ke belakangnya. Hermione dan Hedwig telah
pergi. Harry bergegas menyeberangi kamar, menutup pintu, lalu kembali
pelan-pelan ke ranjangnya dan merosot ke atasnya, sambil menatap kosong kaki
lemari pakaian. Dia telah
sepenuhnya lupa tentang pemilihan para prefek di tahun kelima. Dia terlalu cemas
akan kemungkinan dikeluarkan sehingga tidak menyisakan pikiran tentang fakta
bahwa lencana-lencana itu pasti sedang dalam perjalanan menuju orang-orang
tertentu. Tapi kalau dia ingat ... kalau dia memikirkan tentang hal itu
... apa yang akan diharapkannya?
Bukan ini, kata sebuah suara kecil yang jujur di dalam kepalanya.
Harry mengernyitkan wajahnya dan menutupnya dengan tangan. Dia tidak bisa
membohongi dirinya sendiri; kalau dia tahu lencana prefek sedang dalam
perjalanan, dia akan mengahrapkannya datang kepada dirinya, bukan Ron. Apakah
ini membuatnya searogan Draco Malfoy? Apakah dia mengira dirinya lebih hebat
daripada orang lain? Apakah dia benar-benar percaya bahwa dia lebih baik
daripada Ron? Tidak,
kata suara kecil itu dengan menantang.
Benarkah itu? Harry bertanya-tanya sambil menyelidiki perasaannya dengan cemas.
Aku lebih pandai dalam Quidditch, kata suara itu. Tapi aku tidak lebih
baik dalam hal lain. Itu
sangat benar, Harry berpikir; dia tidak lebih baik daripada Ron dalam hal
pelajaran. Tapi bagaimana dengan di luar pelajaran? Bagaimana dengan
petualangan-petualangan yang dia, Ron dan Hermione alami bersama sejak masuk
Hogwarts, seringkali mempertaruhkan hal yang jauh lebih buruk daripada
pengeluaran dari sekolah? Well,
Ron dan Hermione ada bersamaku kebanyakan waktu, kata suara di kepala Harry.
Namun tidak sepanjang waktu, Harry membantah dirinya sendiri. Mereka tidak
bertarung dengan Quirrel bersamaku. Mereka tidak melawan Riddle dan Basilisk.
Mereka tidak mengenyahkan para Dementor itu di malam Sirius kabur. Mereka tidak
ada di pekuburan itu bersamaku, di malam Voldemort kembali ...
Dan perasaan disalahgunakan yang dulu telah meliputi dirinya di malam dia tiba
bangkit lagi. Aku jelas telah melakukan lebih banyak, pikir Harry marah. Aku
telah melakukan lebih banyak daripada mereka!
Tapi mungkin, kata suara kecil itu dengan adil, mungkin Dumbledore
tidak memilih prefek karena mereka melibatkan diri ke banyak situasi berbahaya
... mungkin dia memilih prefek karena alasan-alasan lain ... Ron pasti punya
sesuatu yang tidak kau punya ...
Harry membuka matanya dan menatap melalui jari-jarinya ke kaki bercakar lemari
pakaian, sambil mengingat apa yang telah dikatakan Fred: 'Tak seorangpun yang
waras akan menjadikan Ron seorang prefek ...'
Harry mengeluarkan dengusan tawa. Sedetik kemudian dia merasa muak dengan
dirinya sendiri. Ron tidak
meminta Dumbledore memberinya lencana prefek. Ini bukan salah Ron. Apakah dia,
Harry, sahabat terbaik Ron di seluruh dunia, akan merajuk karena dia tidak
memiliki lencana, tertawa bersama si kembar di belakang Ron, mengacaukan ini
bagi Ron ketika, untuk pertama kalinya, dia telah mengalahkan Harry dalam
sesuatu? Sampai sini Harry
mendengar langkah-langkah kaki Ron di tangga lagi. Dia berdiri, meluruskan
kacamatanya, dan menyeringai ketika Ron masuk lewat pintu.
'Baru saja mengejarnya!' dia berkata dengan gembira. 'Dia bilang dia akan
membelikan Sapu Bersih kalau dia bisa.'
'Keren,' Harry berkata, dan dia lega mendengar suaranya telah tidak terdengar
setengah hati lagi. 'Dengar -- Ron -- selamat, sobat.'
Senyum memudar dari wajah Ron.
'Aku tak pernah mengira aku yang akan terpilih!' katanya sambil menggelengkan
kepalanya. 'Kukira kau!'
'Tidak, aku sudah menyebabkan terlalu banyak masalah,' kata Harry meniru Fred.
'Yeah,' kata Ron, 'yeah, kurasa ... well, kita sebaiknya mengepak
koper-koper kita, bukan begitu?'
Tampaknya ganjil bagaimana barang-barang milik mereka seolah berceceran sendiri
sejak mereka tiba. Mereka butuh hampir sesorean untuk mengambil kembali
buku-buku dan barang-barang dari segala tempat di rumah dan memuatkannya kembali
ke dalam koper sekolah mereka. Harry memperhatikan bahwa Ron terus memindahkan
lencana prefeknya ke sekitar, pertama menempatkannya di meja samping tempat
tidur, lalu meletakkannya ke dalam kantong celana jinsnya, lalu mengeluarkannya
dan meletakkannya di atas jubahnya yang terlipat, seolah-olah ingin melihat
pengaruh warna merah pada warna hitam. Hanya setelah Fred dan George mampir dan
menawarkan untuk melekatkannya ke dahinya dengan Mantera Lekat Permanen barulah
dia membungkusnya dengan hati-hati dalam kaus kaki merah marunnya dan
menguncinya di dalam kopernya.
Mrs Weasley kembali dari Diagon Alley sekitar jam enam, diberati oleh buku-buku
dan membawa sebuah paket panjang yang dibungkus dengan kertas coklat tebal yang
diambil Ron dengan erangan rasa ingin.
'Tidak usah membuka bungkusnya sekarang, orang-orang akan tiba untuk makan
malam, aku mau kalian semua turun,' katanya, tapi saat dia menghilang dari
pandangan Ron merobek kertas itu dengan gila-gilaan dan memeriksa setiap inci
sapu barunya dengan ekspresi kegirangan di wajahnya.
Di ruang bawah tanah Mrs Weasley telah menggantungkan sebuah spanduk merah tua
di atas meja yang penuh, yang bertuliskan: SELAMAT RON
DAN HERMIONE PREFEK
- PREFEK BARU Dia terlihat dalamm keadaan
jiwa yang lebih baik daripada yang pernah dilihat Harry selama liburan.
'Kukira kita akan mengadakan pesta kecil, bukan makan malam di meja,' dia
memberitahu Harry, Ron, Hermione, Fred, George dan Ginny ketika mereka memasuki
ruangan. 'Ayahmu dan Bill sedang dalam perjalanan, Ron. Aku sudah mengirim
burung hantu kepada mereka berdua dan mereka sangat senang,' dia
menambahkan sambil tersenyum. Fred menggulirkan matanya.
Sirius, Lupin, Tonks dan Kingsley Shacklebolt telah berada di sana dan Mad-Eye
Moody melangkah masuk segera setelah Harry memperoleh Butterbeer untuk dirinya
sendiri. 'Oh, Alastor, aku
senang kamu ada di sini,' kata Mrs Weasley dengan ceria, selagi Mad-Eye
melepaskan mantel bepergiannya. 'Kami sudah lama ingin menanyaimu -- bisakah
kamu melihat ke meja tulis di ruang duduk dan memberitahu kami apa yang ada di
dalamnya? Kami belum mau membukanya kalau-kalau isinya sesuatu yang mengerikan.'
'Tidak masalah, Molly ...'
Mata biru elektrik Moody berputar ke atas dan menatap melalui langit-langit
dapur. 'Ruang duduk ...'
gerutunya, selagi pupil matanya mengerut. 'Meja tulis di sudut? Yeah, aku
melihatnya ... yeah, sebuah Boggart ... ingin aku naik dan melenyapkannya,
Molly?' 'Tidak, tidak, akan
kulakukan sendiri nanti,' kata Mrs Weasley sambil tersenyum, 'kamu minumlah.
Sebenarnya kami sedang mengadakan perayaan kecil-kecilan ...' Dia memberi tanda
ke spanduk merah tua itu. 'Prefek keempat dalam keluarga!'
'Prefek, eh?' gerutu Moody, mata normalnya menatap Ron dan mata sihirnya
berputar berkeliling dan memandang ke sisi kepalanya. Harry punya perasaan tak
nyaman bahwa mata itu sedang melihatnya dan pindah mendekat kepada Sirius dan
Lupin. 'Well, selamat,'
kata Moody, masih melotot kepada Ron dengan mata normalnya, 'figur-figur dalam
kekuasaan selalu menarik masalah, tapi kurasa Dumbledore mengira kamu bisa
menahan kebanyakan kutukan utama atau dia tidak akan menunjukmu ...'
Ron terlihat agak terkejut atas sudut pandang ini tetapi diselamatkan dari
keharusan untuk menjawab oleh kedatangan ayah dan kakak tertuanya. Mrs Weasley
merasa sangat senang sehingga dia bahkan tidak mengeluh bahwa mereka membawa
Mundungus bersama mereka; dia memakai jas luar panjang yang terlihat menggembung
di tempat-tempat aneh dan menolak tawaran untuk melepaskannya dan meletakkannya
bersama mantel bepergian Moody.
'Well, kukira kita harus bersulang,' kata Mr Weasley, ketika semua
orang sudah minum. Dia mengangkat pialanya. 'Kepada Ron dan Hermione, para
prefek baru Gryffindor!' Ron
dan Hermione tersenyum ketika semua orang minum untuk mereka, dan lalu bertepuk
tangan. 'Aku sendiri tak
pernah jadi prefek,' kata Tonks dengan ceria dari balik Harry ketika semua orang
bergerak menuju meja untuk makan. Rambutnya merah tomat dan sepanjang pinggang
hari ini; dia tampak seperti kakak perempuan Ginny. 'Kepala Asramaku mengatakan
aku kurang sifat-sifat tertentu yang diperlukan.'
'Seperti apa?' kata Ginny, yang sedang memilih kentang panggang.
'Seperti kemampuan untuk menjaga tingkah lakuku,' kata Tonks.
Ginny tertawa; Hermione terlihat seakan-akan tidak tahu apakah harus tersenyum
atau tidak dan memutuskan untuk minum Butterbeer banyak-banyak dan tersedak
olehnya. 'Bagaimana denganmu,
Sirius?' Ginny bertanya, sambil memukul-mukuk punggung Hermione.
Sirius, yang tepat di samping Harry, mengeluarkan tawa mirip gonggongan yang
biasa. 'Tak seorangpun yang
akan menjadikanku prefek, aku menghabiskan terlalu banyak waktu dalam detensi
bersama James. Lupin anak yang baik, dia dapat lencana.'
'Kukira Dumbledore mungkin berharap aku akan bisa melakukan sedikit pengendalian
terhadap sahabat-sahabat baikku,' kata Lupin. 'Aku hampir itidak perlu bilang
bahwa aku gagal.' Perasaaan
Harry mendadak membaik. Ayahnya juga tidak jadi prefek. Seketika pesta itu
tampak lebih menyenangkan; dia memenuhi piringnya, merasa dua kali lebih suka
kepada semua orang dalam ruangan itu.
Ron sedang bercerita dengan gembira mengenai sapu barunya kepada siapapun yang
mau mendengarkan. '... nol ke
tujuh puluh dalam sepuluh detik, tidak jelek, 'kan? Kalau kau pertimbangkan
Komet Dua Sembilan Puluh hanya nol ke enam puluh dan itupun dengan angin buritan
yang bagus menurut Sapu yang Mana?'
Hermione sedang berbincang-bincang dengan bersemangat kepada Lupin mengenai
pandangannya terhadap hak-hak peri.
'Maksudku, itu omong kosong yang sejenis dengan pemisahan manusia serigala,
bukan begitu? Semuanya berakar dari hal mengerikan yang dimiliki oleh para
penyihir yaitu pemikiran bahwa mereka lebih baik daripada makhluk-makhluk lain
...' Mrs Weasley dan Bill
sedang berdebat seperti biasa mengenai rambut Bill.
'... sudah tak bisa diurus, dan kau begitu tampan, akan tampak lebih baik kalau
lebih pendek, bukankah begitu, Harry?'
'Oh -- aku tak tahu --' kata Harry, agak terkejut dimintai pendapat, dia
menyelinap menjauh dari mereka ke arah Fred dan George yang sedang berkerumun di
sudut dengan Mundungus.
Mundungus berhenti berbicara ketika dia melihat Harry, tetapi Fred berkedip dan
memberi isyarat kepada Harry untuk mendekat.
'Tidak apa-apa,' dia memberitahu Mundungus, 'kita bisa mempercayai Harry, dia
pendukung finansial kami.'
'Lihat apa yang dibawa Dung untuk kami,' kata George, sambil mengulurkan
tangannya kepada Harry. Tangan itu penuh dengan apa yang terlihat seperti kacang
polong hitam yang mengkerut. Sebuah suara derak samar datang dari kacang-kacang
itu, walaupun mereka benar-benar tidak bergerak.
'Biji-biji Tentakel Berbisa,' kata George. 'Kami butuh mereka untuk Kotak
Makanan Pembolos tapi mereka adalahl Benda Tidak Diperdagangkan Kelas C jadi
kami agak kesulitan mengdapatkannya.'
'Kalau begitu, sepuluh Galleon untuk semuanya, Dung?' kata Fred.
'D'gan semua masalah yang kulalui untuk mendapatkannya?' kata Mundungus, matanya
yang merah darah dan kendor menregang lebih lebar lagi. 'Maaf, nak, tapi aku tak
akan mengambil satu Knutpun di bawah dua puluh.'
'Dung suka lelucon kecilnya,' Fred berkata kepada Harry.
'Yeah, yang terbaik sejauh ini adalah enam Sickle untuk sekantong pena bulu
Knarl,' kata George.
'Hari-hati,' Harry memperingatkan mereka dengan pelan.
'Apa?' kata Fred. 'Mum sibuk memuji Prefek Ron, kita tidak apa-apa.'
'Tapi Moody bisa memandang kalian dengan matanya,' Harry menunjukkan.
Mundungus memandang dengan gugup lewat bahunya.
'Poin yang bagus itu,' gerutunya. 'Baiklah, nak, sepuluh jadinya, kalau kalian
mengambilnya dengan cepat.' 'Cheers,
Harry!' kata Fred dengan senang, sewaktu Mundungus telah mengosongkan kantongnya
ke tangan-tangan si kembar yang dijulurkan dan berjalan tergesa-gesa menuju
makanan. 'Kita sebaiknya membawa ini ke atas ...'
Harry memperhatikan mereka pergi, sambil merasa agak kurang enak. Baru saja
terpikir olehnya bahwa Mr dan Mrs Weasley akan mau tahu bagaimana Fred dan
George membiayai bisnis toko lelucon mereka ketika, seperti yang tidak
terhindarkan, mereka akhirnya mengetahui hal itu. Memberikan hasil kemenangan
Triwizardnya kepada si kembar tampak hal yang sederhana untuk dilakukan pada
saat itu, tetapi bagaimana kalau itu menuntun kepada pertengkaran keluarga lain
dan kerenggangan seperti Percy? Apakah Mrs Weasley masih akan merasa bahwa Harry
seperti anaknya sendiri kalau dia mengetahui bahwa dia yang memungkinkan Fred
dan George memulai karir yang dianggapnya tidak sesuai?
Sambil berdiri di tempat si kembar meninggalkannya, hanya ditemani oleh perasaan
bersalah yang memberati dasar perutnya, Harry mendengar namanya sendiri
diucapkan. Suara dalam Kingsley Shacklebolt terdengar bahkan melewati obrolan di
sekeliling. '... kenapa
Dumbledore tidak menjadikan Potter prefek?' kata Kingsley.
'Dia punya alasannya tersendiri,' jawab Lupin.
'Tapi akan memperlihatkan keyakinan pada dirinya. Itu yang akan kulakukan,'
Kingsley bersikeras, 'terutama dengan Daily Prophet yang mengoloknya tiap
beberapa hari sekali ...'
Harry tidak berpaling; dia tidak mau Lupin atau Kingsley mengetahui dia telah
mendengarnya. Walaupun sama sekali tidak lapar, dia mengikuti Mundungus kembali
menuju meja. Kesenangannya atas pesta itu telah menguap secepat datangnya; dia
berharap dia ada di atas di tempat tidurnya.
Mad-Eye Moody sedang membaui sebuah paha ayam dengan apa yang tersisa dari
hidungnya; jelas dia tidak bisa mendeteksi sisa-sisa racun apapun, karena dia
lalu mengoyaknya dengan gigi.
'... pegangannya terbuat dari kayu ek Spanyol dengan pernis anti kutukan dan
kendali getar terpasang --' Ron sedang berkata kepada Tonks.
Mrs Weasley menguap lebar-lebar.
'Well, kukira aku akan mengatasi Boggart itu sebelum tidur ...
Arthur, aku tidak mau mereka terjaga terlalu malam, oke? Malam, Harry, sayang.'
'Kau baik-baik saja,
Potter?' gerutu Moody. 'Yeah,
baik,' dusta Harry. Moody
meneguk dari botol labunya, mata biru elektriknya menatap ke samping kepada
Harry. 'Kemarilah, aku punya
sesuatu yang mungkin menarik bagimu,' katanya.
Dari salah satu kantong dalam di jubahnya Moody menarik sebuah foto sihir tua
yang sangat compang-camping.
'Order of the Phoenix yang asli,' geram Moody. 'Akhirnya kutemukan tadi malam
sewaktu aku sedang mencari Jubah Gaib cadanganku, karena Podmore tidak punya
sopan santun untuk mengembalikan jubah terbaikku ... kukira orang-orang mungkin
ingin melihatnya.' Harry
mengambil foto itu. Kerumunan kecil orang, beberapa melambai kepadanya, yang
lain mengangkat kaca mata mereka, memandang balik kepadanya.
'Itu aku,' kata Moody sambil menunjuk kepada dirinya sendiri. Moody di gambar
itu tidak bisa salah dikenali, walaupun rambutnya tidak begitu kelabu dan
hidungnya utuh. 'Dan itu Dumbledore di sampingku, Dedalus Diggle di sisi lain
... itu Marlene McKinnon, dia terbunuh dua minggu setelah ini diambil, mereka
membunuh semua keluarganya. Itu Frank dan Alice Longbottom --'
Perut Harry, yang telah tidak enak, mengejang ketika dia melihat kepada Alice
Longbottom; dia mengenali wajah bulatnya yang bersahabat dengan baik, walaupun
mereka belum pernah berjumpa, karena dia sangat mirip dengan anaknya, Neville.
'-- orang-orang malang,' geram Moody. 'Lebih baik mati daripada apa yang terjadi
dengan mereka ... dan itu Emmeline Vance, kau sudah bertemu dengannya, dan di
sana Lupin, tentu saja ... Benjy Fenwick, dia kena juga, kami hanya pernah
menemukan potongan-potongan tubuhnya ... geser ke samping yang di sana,'
tambahnya sambil menyodok gambar itu, dan orang-orang kecil di foto menepi ke
samping, sehingga yang tertutup sebagian bisa pindah ke depan.
'Itu Edgar Bones ... kakak Amelia Bones, mereka bunuh dia dan keluarganya juga,
dia adalah penyihir hebat ... Sturgis Podmore, astaga, dia tampak muda ...
Caradoc Dearborn, menghilang enam bulan setelah ini, kami tidak pernah menemukan
mayatnya ... Hagrid, tentu saja, terlihat persis sama ... Elphias Doge, kau
sudah bertemu dengannya, aku lupa dia dulu suka memakai topi bodoh itu ...
Gideon Prewett, butuh lima Pelahap Maut untuk membunuhnya dan saudaranya Fabian,
mereka bertarung seperti pahlawan ... geser, geser ...'
Orang-orang kecil di foto itu saling mendesak satu sama lain dan yang
tersembunyi tepat di belakang muncul di bagian depan gambar.
'Itu saudara lelaki Dumbledore, Aberfotrh, satu-satunya pertemuanku dengannya,
lelaki aneh ... itu Dorcas Meadows, Voldemort membunuhnya sendiri ... Sirius,
waktu dia masih berambut pendek ... dan ... itu dia, kukira itu akan membuatmu tertarik!'
Jantung Harry
berbalik. Ibu dan ayahnya sedang tersenyum kepadanya, duduk di kedua sisi
seorang lelaki kecil yang matanya berair yang dikenali Harry dengan seketika
sebagai Wormtail, orang yang telah mengkhianati keberadaan orang tuanya kepada
Voldemort dan dengan begitu membantu mendatangkan kematian mereka.
'Eh?' kata Moody. Harry
memandang wajah Moody yang penuh luka dan lubang. Jelas Moody mendapat kesan
bahwa dia baru saja memberi Harry sesuatu yang menyenangkan.
'Yeah,' kata Harry, mencoba menyeringai sekali lagi. 'Er ... dengar, aku baru
saja ingat, aku belum mengepak ...'
Dia bebas dari keharusan menciptakan benda yang belum dikemasnya. Sirius baru
saja berkata, 'Apa yang kau punya di sana, Mad-Eye?' dan Moody berpaling
kepadanya. Harry menyeberangi dapur, menyelinap melalui pintu dan naik tangga
sebelum siapapun bisa memanggilnya kembali.
Dia tidak tahu mengapa jadi terguncang begitu; dia sudah pernah melihat
gambar-gambar orang tuanya ... tapi mendapatkan mereka diberikan kepadanya
seperti itu, ketika dia sama sekali tidak menduga ... tak ada yang suka itu,
pikirnya dengan marah ... Dan
lalu, melihat mereka dikelilingi oleh semua wajah gembira lain ... Benjy
Fenwick, yang telah ditemukan dalam bentuk potongan-potongan tubuh, dan Gideon
Prewett, yang telah mati seperti pahlawan, dan keluarga Longbottom, yang telah
disiksa hingga gila ... semua melambai dengan gembira dari foto itu untuk
selamanya, tanpa tahu bahwa mereka sudah dikutuk ... well, Moody mungkin
menganggap itu menarik ... dia, Harry, menganggapnya mengganggu ...
Harry berjingkat menaiki tangga di aula melewati kepala peri yang disumpal,
senang berada sendirian lagi, tetapi ketika dia mendekati puncak tangga pertama
dia mendengar suara-suara. Seseorang sedang tersedu-sedan di ruang duduk.
'Halo?' Harry berkata. Tidak
ada jawaban tetapi sedu sedan itu berlanjut terus. Dia menaiki sisa anak tangga
dua-dua, berjalan menyeberangi puncak tangga dan membuka pintu ruang duduk.
Seseorang sedang gemetar ketakutan pada dinding yang gelap, dengan tongkat di
tangannya, seluruh tubuhnya bergetar akibat tangisannya. Tergeletak di karpet
tua berdebu dalam seberkas cahaya bulan, jelas-jelas sudah mati, adalah Ron.
Semua udara seakan menghilang dari paru-paru Harry; dia merasa seolah-olah dia
sedang jatuh melalui lantai; otaknya menjadi sedingin es -- Ron mati, tidak,
tidak mungkin -- Tapi tunggu
sebentar, itu tidak mungkin -- Ron ada di bawah --
'Mrs Weasley?' Harry berkata dengan parau.
'R -- r -- riddikulus!' Mrs Weasley
tersedu-sedu, sambil menunjukkan tongkatnya ke tubuh Ron.
Crack. Tubuh Ron berubah
menjadi tubuh Bill, telentang dengan tangan dan kaki terentang lebar, matanya
terbuka lebar dan kosong. Mrs Weasley tersedu lebih keras dari sebelumnya.
'R -- riddikulus!' dia terisak lagi.
Crack.
Tubuh Mr Weasley menggantikan tubuh Bill, kacamatanya miring, aliran darah kecil
mengalir menuruni wajahnya.
'Tidak!' Mrs Weasley mengerang. 'Tidak ... riddikulus! Riddikulus!
RIDDIKULUS!' Crack.
Si kembar yang sudah mati. Crack. Percy yang sudah mati. Crack..
Harry yang sudah mati ... 'Mrs
Weasley, keluarlah dari sini!' teriak Harry sambil menatap ke mayatnya sendiri
di lantai. 'Biarkan orang lain --'
'Apa yang sedang terjadi?' Lupin
telah datang sambil berlari ke dalam ruangan itu, diikuti segera oleh Sirius,
dengan Moody terseok-seok di belakang mereka. Lupin melihat dari Mrs Weasley ke
mayat Harry di lantai dan terlihat mengerti dalam sekejap. Sambil menarik
keluar tongkatnya sendiri, dia berkata dengan sangat tegas dan jelas:
'Riddikulus!'
Tubuh Harry menghilang. Sebuah bola keperakan tergantung di udara di atas titik
di mana tubuh itu tadi terbaring. Lupin mengayunkan tongkatnya sekali lagi dan
bola itu menghilang menjadi segumpal asap.
'Oh -- oh -- oh!' Mrs Weasley bernapas tertahan-tahan dan tangisannya pecah,
dengan wajah tertutup tangannya.
'Molly,' kata Lupin dengan suram, sambil berjalan ke arahnya. 'Molly, jangan
...' Detik berikutnya, dia menangis
sepuas hati di bahu Lupin. 'Molly,
itu hanya Boggart,' katanya menenangkan, sambil menepuk-nepuk kepalanya. 'Hanya
Boggart bodoh ...' 'Aku melihat
mereka m -- m -- mati setiap kali!' Mrs Weasley mengerang ke bahunya. 'Setiap k
-- k -- kali! Aku b -- b -- bermimmpi tentang hal itu ...'
Sirius sedang menatap potongan karpet tempat Boggart,
yang berpura-pura sebagai mayat Harry, berada tadi. Moody sedang memandang
Harry, yang menghindari tatapannya. Dia punya perasaan aneh bahwa mata sihir
Moody telah mengikutinya sepanjang jalan dari dapur itu.
'J -- j -- jangan beritahu Arthur,' Mrs Weasley bernapas tertahan sekarang,
sambil menyeka matanya dengan kalut dengan ujung lengan bajunya. 'Aku t -- t --
tak mau dia tahu ... bersikap tolol ...'
Lupin memberikan kepadanya sebuah sapu tangan dan dia meniup hidungnya.
'Harry, aku sangat menyesal. Apa yang pasti kaupikirkan
tentang diriku?' dia berkata gemetaran. 'Bahkan tidak bisa mengenyahkan Boggart
...' 'Jangan bodoh,' kata Harry, sambil mencoba tersenyum. 'Aku
hanya b -- b -- begitu khawatir,' katanya, air mata bercucuran dari matanya
lagi. 'Setengah dari keluarga ada dalam Order, p -- p -- pastilah keajaiban
kalau kami semua selamat melewati ini ... dan P -- P -- Percy tidak mau bicara
dengan kami ... bagaimana kalau sesuatu yang m -- m -- mengerikan terjadi dan
kami tidak akan pernah b -- b -- berbaikan dengannya? Dan apa yang akan terjadi
kalau Arthur dan aku terbunuh, siapa yang akan menjaga Ron dan Ginny?'
'Molly, sudah cukup,' kata Lupin dengan tegas. 'Ini tidak
seperti terakhir kali. Order sudah lebih siap, kita mulai duluan, kita tahu apa
yang sedang direncanakan Voldemort --'
Mrs Weasley mengeluarkan cicit ketakutan kecil ketika mendengar nama itu.
'Oh, Molly, ayolah, sudah waktunya kamu terbiasa
mendengar namanya -- lihat, aku tidak bisa menjanjikan bahwa tak seorangpun akan
terluka, tidak ada yang bisa menjanjikan itu, tapi kita jauh lebih baik daripada
terakhir kali. Kamu tidak ada dalam Order saat itu, kamu tidak mengerti.
Terakhir kali kami kalah jumlah dua puluh lawan satu oleh para Pelahap Maut dan
mereka mengerjai kami satu demi satu ...'
Harry memikirkan foto itu lagi, wajah-wajah orang tuanya yang tersenyum. Dia
tahu Moody masih mengamatinya.
'Jangan khawatir tentang Percy,' kata Sirius dengan kasar. 'Dia akan sadar.
Hanya masalah waktu sebelum Voldemort bergerak terang-terangan; sekali dia
melakukan itu, seluruh Kementerian akan memohon kita untuk memaafkan mereka. Dan
aku tidak yakin aku akan menerima permintaan maaf mereka,' dia menambahkan
dengan getir. 'Dan mengenai siapa
yang akan menjaga Ron dan Ginnya kalau kamu dan Arthur mati,' kata Lupin sambil
tersenyum sedikit, 'apa yang kaukira akan kami lakukan, membiarkan mereka
kelaparan?' Mrs Weasley tersenyum
dengan gemetar. 'Bersikap tolol,' dia bergumam lagi, sambil menyeka matanya.
Tetapi Harry, ketika menutup pintu kamar tidurnya sekitar sepuluh menit
kemudian, tidak bisa berpikir bahwa Mrs Weasley tolol. Dia masih bisa melihat
orang tuanya tersenyum kepadanya dari foto tua yang compang-camping itu, tidak
menyadari bahwa hidup mereka, seperti begitu banyak orang yang mengelilingi
mereka, sedang menuju akhirnya. Citra Boggart yang berlagak seperti mayat dari
tiap-tiap anggota keluarga Weasley secara bergantian terus berkelebat di depan
matanya. Tanpa peringatan, bekas
luka di dahinya membakar dengan menyakitkan lagi dan perutnya terkocok dengan
mengerikan. 'Hentikan,' katanya
dengan tegas, sambil menggosok bekas luka itu ketika rasa sakit mereda.
'Tanda kegilaan pertama, berbicara dengan kepalamu
sendiri,' kata sebuah suara licik dari lukisan kosong di dinding.
Harry mengabaikannya. Dia merasa lebih tua daripada yang
pernah dirasakannya seumur hidup dan tampaknya luar biasa bagi dirinya bahwa
belum satu jam yang lalu dia mengkhawatirkan tentang sebuah toko lelucon dan
siapa yang mendapatkan lencana prefek.
Previous | Home | Next |