HARRY  POTTER

and the Order of  the Phoenix

 

 

-- BAB  DUA  PULUH  SATU --

Mata si Ular

 

Hermione bersusah payah berjalan ke kabin Hagrid melalui salju setebal dua kaki pada Minggu pagi. Harry dan Ron ingin pergi dengannya, tetapi pekerjaan rumah mereka yang menggunung sudah mencapai ketinggian yang mengkhawatirkan lagi, jadi mereka tinggal dengan enggan di ruang duduk, mencoba mengabaikan jeritan-jeritan riang gembira yang berasal dari halaman sekolah di luar, di mana para murid sedang bersenang-senang meluncur di danau yang membeku, naik kereta luncur dan, yang terburuk, menyihir bola-bola salju agar meluncur ke Menara Gryffindor dan mengetuk jendela-jendela keras-keras.

    'Oi!' teriak Ron, akhirnya kehilangan kesabaran dan menjulurkan kepalanya keluar jendela, 'aku seorang prefek dan kalau sartu bola salju lagi mengenai jendela ini -- ADUH!'

    Dia menarik kepalanya dengan cepat, wajahnya tertutup salju.

    'Itu Fred dan George,' katanya dengan sengit, sambil membanting jendela di belakangnya. 'Brengsek ...'

    Hermione kembali dari tempat Hagrid tepat sebelum makan siang, gemetaran sedikit, jubahnya lembab hingga ke lutut.

    'Jadi?' kata Ron sambil melihat ke atas ketika dia masuk. 'Sudah rencanakan semua pelajarannya bagi dia?'

    'Well, aku coba,' katanya dengan hampa sambil merosot ke sebuah kursi di samping Harry. Dia menarik keluar tongkatnya dan melambaikannya dengan gerakan rumit sehingga udara panas mengalir dari ujungnya; dia lalu mengarahkan ini ke jubahnya, yang mulai beruap sementara mengering. 'Dia bahkan tidak ada di sana sewaktu aku sampai, aku mengetuk pintu setidaknya setengah jam. Dan lalu dia datang terpincang-pincang keluar dari Hutan --'

    Harry mengerang. Hutan Terlarang penuh dengan jenis makhluk yang paling mungkin membuat Hagrid dipecat. 'Apa yang dia pelihara di sana? Apakah dia bilang?' tanyanya.

    'Tidak,' kata Hermione dengan sengsara. 'Dia bilang dia mau mereka jadi kejutan. Kucoba menjelaskan tentang Umbridge, tapi dia tidak bisa mengerti. Dia terus bilang tak seorangpun yang waras yang lebih memilih mempelajari Knarl daripada Chimera -- oh, kukira dia tak punya Chimera,' dia menambahkan ketika melihat tampang terkejut di wajah Harry dan Ron, 'tapi itu bukan karena kurang berusaha, dari yang dikatakannya tentang betapa sulitnya mendapatkan telur-telur. Aku tak tahu berapa kali kuberitahu dia dia lebih balik mengikuti rencana Grubbly-Plank, sejujurnya kukira dia tidak mendengar setengah dari apa yang kukatakan. Dia sedang dalam suasana hati yang sedikit aneh, kalian tahu. Dia masih tak mau bilang bagaimana dia mendapatkan semua luka itu.'

    Pemunculan kembali Hagrid di meja guru pada makan pagi keesokan harinya tidak disambut dengan antusiasme dari semua murid. Beberapa, seperti Fred, George dan Lee, meraung senang dan berlari cepat di gang antara meja-meja Gryffindor dan Hufflepuff untuk menjabat tangan Hagrid yang besar; yang lain,, seperti Parvati dan Lavender, saling berpandangan muram dan menggelengkan kepala mereka. Harry tahu bahwa banyak dari mereka lebih memilih pelajaran-pelajaran Profesor Grubbly-Plank, dan yang terburuk adalah bahwa suatu bagian yang sangat kecil dan tidak berat sebelah dalam dirinya tahu bahwa mereka punya alasan yang bagus: gagasan Grubbly-Plank tentang kelas yang menarik bukanlah yang memiliki resiko seseorang mungkin terkoyak kepalanya.

    Dengan rasa prihatin tertentu Harry, Ron dan Hermione menuju tempat Hagrid pada hari Selasa, berpakaian tebal melawan dingin. Harry khawatir, bukan hanya mengenai apa yang mungkin diputuskan Hagrid untuk diajarkan kepada mereka, tetapi juga mengenai bagaimana isi kelas yang lainnya, terutama Malfoy dan kroni-kroninya, akan bertingkah laku kalau Umbridge sedang mengawasi mereka.

    Akan tetapi, Penyelidik Tinggi tidak terlihat di manapun selagi mereka berjuang melalui salju menuju Hagrid, yang berdiri menunggu mereka di tepi Hutan. Dia tidak menghadirkan pandangan menyakinkan; memar-memar yang berwarna ungu di hari Sabtu malam itu sekarang dibubuhi warna hijau dan kuning dan beberapa luka potongnya masih terlihat berdarah. Harry tidak bisa mengerti ini: apakah Hagrid mungkin telah diserang oleh beberapa makhluk yang bisanya menghalangi luka-luka yang disebabkannya untuk sembuh? Seakan-akan melengkapi gambaran tak menyenangkan itu, Hagrid sedang membawa apa yang tampak seperti setengah sapi mati di atas bahunya.

    'Kita bekerja di dalam sini hari ini!' Hagrid berseru dengan gembira kepada murid-murid yang sedang mendekat, sambil menyentakkan kepalanya ke belakang pada pohon-pohon gelap di belakangnya. 'Sedikit lebih terlindung! Lagipula, mereka lebih suka gelap.'

    'Apa yang lebih suka gelap?' Harry mendengar Malfoy berkata tajam kepada Crabbe dan Goyle, dengan jejak kepanikan dalam suaranya. 'Apa yang dibilangnya  lebih suka gelap -- apakah kalian dengar?'

    Harry ingat satu-satunya kesempatan lain Malfoy pernah memasuki Hutan sebelum sekarang; dia juga tidak terlalu berani waktu itu. Dia tersenyum kepada dirinya sendiri, setelah pertandingan Quidditch itu apapun yang menyebabkan Malfoy tidak nyaman bagus untuk dirinya.

    'Siap?' kata Hagrid dengan ceria, sambil memandang berkeliling kepada kelas. 'Baik, well, aku sudah menyimpan perjalanan ke dalam Hutan untuk tahun kelima kalian. Kupikir kita akan pergi melihat makhluk-makhluk ini dalam habitat alami mereka. Sekarang, apa yang akan kita pelajari hari ini agak langka, kurasa aku mungkin satu-satunya orang di Inggris yang berhasil melatih mereka.'

    'Dan Anda yakin mereka sudah terlatih, bukan?' kata Malfoy, nada panik dalam suaranya bahkan semakin nyata. 'Cuma bukan untuk pertama kalinya Anda membawa benda-benda liar ke kelas, bukan?'

    Anak-anak Slytherin bergumam setuju dan beberapa anak Gryffindor tampak seolah-olah mereka juga menganggap Malfoy cukup adil.

    'Tentu mereka terlatih,' kata Hagrid, sambil merengut dan mengangkat sapi mati itu sedikit lebih tinggi di bahunya.

    'Jadi kalau begitu apa yang terjadi dengan muka Anda?' tuntut  Malfoy.

    'Urusi masalahmu sendiri!' kata Hagrid dengan marah. 'Sekarang, kalau kalian sudah selesai menanyakan pertanyaan-pertanyaan bodoh, ikuti aku!'

    Dia berbalik dan berjalan lurus ke dalam Hutan. Tak seorangpun tampak sangat inign mengikuti. Harry memandang sekilas kepada Ron dan Hermione, yang menghela napas tetapi mengangguk, dan mereka bertiga pergi mengikuti Hagrid, memimpin yang lain.

    Mereka berjalan selama sekitar sepuluh menit sampai mereka mencapai suatu tempat di mana pohon-pohon berdiri begitu dekatnya bersama sehingga tempat itu segelap malam dan tidak ada salju sama sekali di tanah. Dengan bunyi dengkur, Hagrid meletakkan setengah sapinya ke atas tanah, melangkah mundur dan memalingkan wajahnya ke kelas, yang kebanyakan sedang berjalan pelan-pelan dari pohon ke pohon menuju ke arahnya, sambil mengintip sekeliling dengan gugup seolah-olah menduga akan diserang setiap saat.

    'Berkumpullah, berkumpullah,' Hagrid mendorong. 'Sekarang, mereka akan tertarikk oleh bau daging tapi bagaimanapun aku akan memanggil mereka, kar'na mereka akan senang tahu itu aku.'

    Dia berpaling, menggoyangkan kepalanya yang berewokan untuk menyingkirkan rambut dari wajahnya dan mengeluarkan jeritan aneh melengking yang menggema melalui pohon-pohon gelap seperti seruan burung mengerikan. Tak seorangpun tertawa: sebagian besar dari mereka tampak terlalu takut untuk mengeluarkan suara.

    Hagrid mengeluarkan jeritan melengking lagi. Satu menit berlalu sementara kelas terus mengintip dengan gugup melewati bahu mereka dan ke sekeliling pohon-pohon untuk mendapat pandangan pertama atas apapun yang akan datang. Dan kemudian, sementara Hagrid menggoyangkan rambutnya ke belakang untuk ketiga kalinya dan mengembangkan dadanya yang besar, Harry menyikut Ron dan menunjuk ke ruang hitam di antara dua pohon cemara yang bengkok dan kasar.

    Sepasang mata kosong, putih bersinar semakin besar melalui kegelapan itu dan sejenak kemudian wajah seperti naga, leher dan lalu tubuh seperti kerangka dari seekor kuda besar, hitam, bersayap muncul dari kegelapan. Dia mengamati kelas selama beberapa detik, mengibaskan ekor hitamnya yang panjang, lalu menundukkan kepalanya dan mulai mencabik daging dari sapi mati itu dengan taringnya yang runcing.

    Gelombang kelegaan besar melanda Harry. Di sini akhirnya ada bukti bahwa dia tidak membayangkan makhluk-makhluk ini, bahwa mereka nyata: Hagrid juga tahu tentang mereka. Dia memandang Ron dengan bersemangat, tetapi Ron masih menatap berkeliling ke pohon-pohon dan setelah beberapa detik dia berbisik, 'Kenapa Hagrid tidak memanggil lagi?'

    Sisa kelas yang lain kebanyakan mengenakan ekspresi sebingung dan pengharapan gugup seperti Ron dan masih menatap ke semua tempat kecuali pada kuda yang sedang berdiri beberapa kaki dari mereka. Hanya ada dua orang lain yang tampaknya bisa melihat mereka: seorang anak laki-laki Slytherin berambut jigrak yang berdiri tepat di belakang Goyle sedang mengamati kuda itu makan dengan ekspresi sangat tidak suka di wajahnya; dan Neville, yang matanya sedang mengikuti kemajuan kibasan ekor hitam panjang itu.

    'Oh, dan ini datang satu lagi!' kata Hagrid dengan bangga, ketika kuda hitam kedua muncuk dari pohon-pohon gelap, melipat sayap-sayap kasarnya lebih dekat ke tubuhnya dan membenamkan kepalanya untuk makan daging itu dengan rakus. 'Sekarang ... angkat tangan kalian, siapa yang bisa melihat mereka?'

    Sangat senang merasa bahwa dia akhirnya akan mengerti misteri kuda-kuda ini, Harry mengangkat tangannya. Hagrid mengangguk kepadanya.

    'Yeah ... yeah, aku tahu kau akan bisa, Harry,' dia berkata dengan serius. 'Dan kau juga, Neville, eh? Dan --'

    'Permisi,' kata Malfoy dengan suara mengejek, 'tapi apa tepatnya yang seharusnya sedang kami lihat?'

    Sebagai jawaban, Hagrid menunjuk pada bangkai sapi di tanah. Seluruh kelas menatapnya selama beberapa detik, lalu beberapa orang menarik napas cepat dan Parvati memekik. Harry paham mengapa: potongan-potongan daging terkoyak dengan sendirinya dari tulang dan menghilang ke udara pastilah tampak sangat aneh.

    'Apa yang sedang melakukan itu?' Parvati menuntut dengan suara ketakutan, sambil mundur ke belakang pohon terdekat. 'Apa yang sedang memakannya?'

    'Thestral,' kata Hagrid dengan bangga dan Hermione mengeluarkan bunyi pemahaman 'Oh!' kecil di bahu Harry. 'Hogwarts punya kawanan mereka di sini. Sekarang, siapa yang tahu --?'

    'Tapi mereka benar-benar, sangat mendatangkan kesialan!' sela Parvati, tampak gelisah. 'Mereka katanya akan membawa semua jenis ketidak-beruntungan mengerikan kepada orang-orang yang melihatnya. Profesor Trelawney memberitahuku suatu ketika --'

    'Tidak, tidak, tidak,' kata Hagrid sambil terkekeh, 'itu cuma takhyul, mereka tidak membawa sial, mereka sangat pintar dan berguna! Tentu saja, kawanan ini tidak dapat banyak kerja, terutama cuma menarik kereta-kereta sekolah kecuali Dumbledore akan lakukan perjalanan jauh dan tak mau ber-Apparate -- dan ini pasangan lain, lihat --'

    Dua kuda lagi datang diam-diam keluar dari pepohonan, salah satu dari mereka lewat sangat dekat denagn Parvati, yang menggigil dan menekankan dirinya lebih dekat ke pohon, sambil berkata, 'Kukira aku merasakan sesuatu, kukira dia ada di dekatku!'

    'Jangan kuatir, dia tidak akan melukaimu,' kata Hagrid dengan sabar. 'Baik, sekarang, siapa  yang bisa memberitahuku kenapa beberapa dari kalian bisa melihat mereka dan beberapa tidak?'

    Hermione mengangkat tangannya.

    'Teruskan, kalau begitu,' kata Hagrid sambil tersenyum kepadanya.

    'Satu-satunya orang yang bisa melihat Thestral,' dia berkata, 'adalah orang-orang yang pernah melihat kematian.'

    'Itu tepat sekali,' kata Hagrid dengan serius, 'sepuluh poin untuk Gryffindor. Sekarang, Thestral --'

    'Hem, hem.'

    Profesor Umbridge telah tiba. Dia sedang berdiri beberapa kaki jauhnya dari Harry, mengenakan topi dan mantel hijaunya lagi, papn jepitnya siap siaga. Hagrid, yang belum pernah mendengar batuk palsu Umbridge sebelumnya, sedang menatap dengan prihatin ke Thestral terdekat, jelas mendapat kesan bahwa dia yang membuat suara itu.

    'Hem, hem.'

    'Oh, halo!' Hagrid berkata sambil tersenyum, setelah menemukan sumber suara itu.

    'Anda menerima catatan yang kukirim ke kabin Anda pagi ini?' kata Umbridge, dengan suara keras, lambat yang sama yang telah digunakannya dengan Hagrid sebelumnya, seolah-olah dia sedang berbicara kepada seseorang yang berasal dari negara lain sekaligus sangat lamban. 'Memberitahu Anda saya akan menginspeksi pelajaran Anda?'

    'Oh, yeah,' kata Hagrid dengan cerah. 'Senang kau temukan tempat ini! Well, seperti yang bisa kaulihat -- atau, aku tak tahu -- bisakah kau? Kami sedang pelajari Thestral hari ini --'

    'Maaf?' kata Profesor Umbridge keras-keras, sambil menangkupkan tangannya ke sekeliling telinganya dan merengut. 'Apa yang Anda katakan?'

    Hagrid tampak sedikit bingung.

    'Er -- Thestral!' dia berkata keras-keras. 'Kuda-kuda besar -- er -- bersayap, kau tahu!'

    Dia mengepak-ngepakkan lengan raksasanya penuh harap. Profesor Umbridge menaikkan alisnya kepadanya dan bergumam sementara dia mencatat ke papan jepitnya: 'Terpaksa ... harus ... menggunakan ... bahasa ... isyarat ... kasar.'

    'Well ... ngomong-ngomong ...' kata Hagrid, sambil berpaling kembali kepada kelas dan tampak sedikit bingung, 'erm ... apa yang tadi kubilang?'

    'Tampaknya ... punya ... ingatan ... jangka ... pendek ... yang ... buruk,' gumam Umbridge, cukup keras untuk membuat semua orang mendengarnya. Draco Malfoy tampak seolah-olah Natal datang sebulan lebih awal; Hermione, di sisi lain, telah berubah menjadi merah akibat kemarahan tertahan.

    'Oh, yeah,' kata Hagrid sambil memandang sekilas papan jepit Umbridge, tapi meneruskan dengan berani. 'Yeah, aku baru akan memberitahu kalian bagaimana kita punya sekawanan. Yeah, jadi, kita mulai dengan seekor jantan dan lima betina. Yang satu ini,' dia menepuk-nepuk kuda pertama yang muncul, 'namanya Tenebrus, dia kesukaanku, yang pertama lahir di sini di Hutan --'

    'Apakah Anda sadar,' Umbridge berkata keras-keras, menyelanya, 'bahwa Kementerian Sihir telah menggolongkan Thestral sebagai "berbahaya"?'

    Jantung Harry merosot seperti batu, tapi Hagrid hanya terkekeh.

    'Thestral tidak berbahaya! Baiklah, mereka mungkin menggigitmu kalau kau benar-benar mengganggu mereka --'

    'Menunjukkan ... tanda-tanda ... kesenangan ... pada ... gagasan ... tentang ... kekerasan,' gumam Umbridge sambil mencoret-coret di papan jepitnya lagi.

    'Tidak -- ayolah!' kata Hagrid, terlihat sedikit cemas sekarang. 'Maksudku, seekor anjing akan menggigit kalau kau mengumpannya, bukan -- tapi Thestral cuma dapat reputasi burukk karena masalah kematian itu -- orang-orang dulu berpikir mereka pertanda buruk, bukan? Cuma tak paham, 'kan?'

    Umbridge tidak menjawab, dia selesai menulis catatan terakhirnya, lalu melihat ke atas kepada Hagrid dan berkata, lagi-lagi dengan sangat keras dan lambat, 'Tolong lanjutkan mengajar seperti biasa. Saya akan berjalan,' dia menirukan berjalan (Malfoy dan Pansy Parkinson sedang tertawa diam-diam)  'di antara murid-murid' (dia menunjuk sekeliling kepada anggota-anggota kelas itu) 'dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka.' Dia menunjuk mulutnya untuk mengisyaratkan berbicara.

    Hagrid menatapnya, jelas sepenuhnya tidak mengerti kenapa Umbridge bertingkah seolah-olah dia tidak mengerti bahasa Inggris normal. Hermione mempunyai air mata kemarahan di matanya sekarang.

    'Kau nenek sihir, kau nenek sihir jahat!' dia berbisik, selagi Umbridge berjalan menuju Pansy Parkinson. 'Aku tahu apa yang sedang kau lakukan, kau mengerikan, sinting, jahat --'

    'Erm ... ngomong-ngomong,' kata Hagrid, jelas sedang berjuang untuk mendapatkan kembali arus pelajarannya, 'jadi -- Thestral. Yeah. Well, ada banyak hal bagus tentang mereka ...'

    'Apakah menurutmu,' kata Profesor Umbridge dengan suara berdering kepada Pansy Parkinson, 'kau bisa mengerti Profesor Hagrid sewaktu dia berbicara?'

    Seperti Hermione, Pansy memiliki air mata di matanya, tetapi ini air mata tawa; memang, jawabannya hampir tidak bisa dimengerti karena dia sedang berusaha menahan cekikikan.

    'Tidak ... karena ... well ... kedengarannya ... seperti dengkuran hampir sepanjang waktu.'

    Umbridge mencoret-coret ke papan jepitnya lagi. Beberapa bagian kecil wajah Hagrid yang tidak memar merona, tetapi dia mencoba bertingkah seolah-olah dia tidak mendengar jawaban Pansy.

    'Er ... yeah ... hal-hal bagus tentang Thestral. Well, sekali mereka dijinakkan, seperti kelompok ini, kau 

takkan pernah tersesat lagi. Sangat kenal arah, bilang saja pada mereka ke mana kau mau pergi --'

    'Dengan asumsi mereka bisa mengerti Anda, tentu saja,' kata Malfoy keras-keras, dan Pansy Parkinson terkikik-kikik lagi. Profesor Umbridge tersenyum ramah kepada mereka dan lalu berpaling kepada Neville.

    'Kamu bisa melihat Thestral, Longbottom, bukan begitu?' dia berkata.

    Neville mengangguk.

    'Siapa yang kau saksikan meninggal?' dia bertanya, nada suaranya tidak peduli.

    'Kakekku,' kata Neville.

    'Dan apa pendapatmu tentang mereka?' dia berkata sambil melambaikan tangannya yang gemuk pendek ke kuda-kuda itu, yang sekarang telah mengoyak banyak dari bangkai itu hingga tinggal tulang.

    'Erm,' kata Neville dengan gugup, dengan pandangan sekilas kepada Hagrid. 'Well, mereka ... er ... OK ...'

    'Murid-murid ... terlalu ... terintimidasi ... untuk ... mengakui ... bahwa ... mereka ... takut,' gumam Umbridge, sambil mencatat lagi ke papan jepitnya.

    'Tidak!' kata Neville, tampak kacau. 'Tidak, aku tidak takut pada mereka!'

    'Tidak mengapa,' kata Umbridge sambil menepuk-nepuk bahu Neville dengan apa yang jelas dimaksudkannya sebagai senyum pengertian, walaupun lebih seperti senyum mengejek bagi Harry. 'Well, Hagrid,' dia berpaling untuk memandangnya lagi, berbicara sekali lagi dengan suara keras lambat-lambat itu lagi, 'kukira aku sudah dapat cukup banyak untuk diteruskan. Anda akan menerima' (dia menirukan mengambil sesuatu dari udara di depannya) 'hasil dari inspeksi Anda' (dia menunjuk ke papan jepit itu) 'dalam waktu sepuluh hari.' Dia mengangkat sepuluh jari gemuk pendek, lalu, dengan senyum semakin  lebar dan semakin mirip katak daripada sebelumnya di bawah topi hijaunya, dia buru-buru pergi dari antara mereka, meninggalan Malfoy dan Pansy Parkinson tertawa terbahak-bahak, Hermione bahkan gemetar karena marah dan Neville tampak bingung dan kacau.

    'Gargoyle jelek, pembohong, sinting itu!' amuk Hermione setengah jam kemudian, selagi mereka berjalan kembali ke kastil melalui saluran-saluran yang telah mereka buat sebelumnya di salju. 'Kalian lihat apa yang direncanakannya? Masalahnya tentang keturunan-campuran itu lagi -- dia sedang berusaha menjadikan Hagrid sejenis troll tolol, hanya karena ibunya raksasa -- dan oh, tidak adil, itu sama sekali bukan pelajaran yang buruk -- maksudku, baiklah, kalau Skrewt Ujung-Meletus lagi, tapi Thestral bagus -- bahkan, untuk Hagrid, benar-benar bagus!'

    'Umbridge bilang mereka berbahaya,' kata Ron.

    'Well, seperti yang dibilang Hagrid, mereka bisa menjaga diri mereka sendiri,' kata Hermione tidak sabaran, 'dan kurasa seorang guru seperti Grubbly-Plank biasanya tidak akan memperlihatkan kepada kita sebelum tingkat NEWT, tapi, well, mereka memang menarik, bukan? Bagaimana beberapa orang bisa melihat mereka dan beberapa tidak bisa! Kuharap aku bisa.'

    'Benarkah?' Harry bertanya kepadanya pelan.

    Dia tampak tiba-tiba ngeri.

    'Oh, Harry -- maafkan aku -- tidak, tentu saja tidak -- itu benar-benar sesuatu yang bodoh untuk dikatakan.'

    'Tidak apa-apa,' dia berkata cepat-cepat, 'jangan kuatir.'

    'Aku terkejur begitu banyak orang bisa melihat mereka,' kata Ron. 'Tiga dalam satu kelas --'

    'Yeah, Weasley, kami cuma bertanya-tanya,' kata sebuah suara dengki. Tanpa terdengar oleh mereka dalam salju yang semakin tebal, Malfoy, Crabbe dan Goyle sedang berjalan tepat di belakang mereka. 'Apa menurutmu kalau kau melihat seseorang mati kau akan bisa melihat Quaffle dengan lebih baik?'

    Dia, Crabbe dan Goyle tertawa bergemuruh selagi mereka lewat untuk kembali ke kastil. lalu bernyanyi bersama 'Weasley adalah Raja kami'. Telinga Ron berubah menjadi merah tua.

    'Abaikan mereka, abaikan saja mereka,' kata Hermione, sambil menarik keluar tongkatnya dan melakukan mantera untuk menghasilkan udara panas lagi, sehingga dia bisa mencairkan jalan yang lebih mudah melalui salju yang belum tersentuh di antara mereka dan rumah-rumah kaca.

*

Desember tiba, membawa lebih banyak salju dan tumpukan peer untuk murid-murid kelas lima. Tugas-tugas prefek Ron dan Hermione juga semakin berat sementara Natal mendekat. Mereka dipanggil untuk mengawasi pendekorasian kastil ('Kau coba memasang kertas perak sementara Peeves memegang ujung yang lain dan mencoba mencekikmu dengan itu,' kata Ron), untuk mengawasi anak-anak kelas satu dan kelas dua yang menghabiskan masa istirahat mereka di dalam karena dingin yang menusuk ('Dan mereka gombal kecil bermuka tebal, kau tahu, kita jelas tidak sekasar itu sewaktu kita kelas satu,' kata Ron) dan untuk berpatroli di koridor-koridor dalam regu-regu bersama Argus Filch, yang curiga bahwa semangat liburan mungkin memperlihatkan diri dalam berjangkitnya duel penyihir ('Otaknya dari kotoran hewan, yang satu itu,' kata Ron dengan marah). Mereka begitu sibuk sehingga Hermione bahkan sudah berhenti merajut topi-topi peri dan cerewet bahwa dia hanya punya tiga lagi.

    'Semua peri malang yang belum kubebaskan, harus tinggal di sini selama Natal karena tidak cukup topi!'

    Harry, yang belum tega memberitahunya bahwa Dobby mengambil semua benda yang dibuatnya, membungkuk rendah di atas esai Sejarah Sihirnya. Bagaimanapun, dia tidak mau memikirkan tentang Natal. Untuk pertama kalinya dalam karir sekolahnya, dia sangat ingin menghabiskan liburan jauh dari Hogwarts. Antara larangan Quidditchnya dan kekhawatiran apakah Hagrid akan ditempatkan dalam masa percobaan atau tidak, dia merasa sangat membenci tempat itu pada saat itu. Satu-satunya hal yang benar-benar ditunggunya adalah pertemuan DA, dan mereka harus berhenti pada saat liburan, karena hampir semua orang dalam DA akan menghabiskan waktu dengan keluarga mereka. Hermione akan pergi berski dengan orang tuanya, sesuatu yang sangat lucu bagi Ron, yang belum pernah mendengar para Muggle mengikatkan bilah sempit kayu ke kaki mereka untuk meluncur menuruni pegunungan. Ron akan pulang ke The Burrow. Harry mengalami beberapa hari iri hati sebelum Ron berkata, sebagai tanggapan atas pertanyaan Harry bagaimana dia akan pulang ke rumah untuk Natal: 'Tapi kau ikut juga! Bukankah aku sudah bilang? Mum menulis surat dan menyuruhku mengundangmu berminggu-minggu yang lalu!'

    Hermione menggulirkan matanya, tetapi semangat Harry membumbung: pikiran tentang Natal di The Burrow benar-benar mengagumkan, walaupun sedikit dirusak oleh perasaan bersalah Harry bahwa dia tidak akan bisa menghabiskan liburan bersama Sirius. Dia bertanya-tanya apakah dia mungkin bisa membujuk Mrs Weasley untuk mengundang ayah angkatnya untuk perayaan itu. Walaupun dia ragu apakah Dumbledore akan memperbolehkan Sirius meninggalkan Grimmauld Place, dia tidak bisa menahan diri tidak berpikir Mrs Weasley mungkin tidak menginginkannya; mereka begitu sering bersiteru. Sirius belum menghubungi Harry sama sekali sejak pemunculannya yang terakhir di api, dan walaupun Harry tahu bahwa dengan pengawasan Umbridge yang terus-menerus, tidak bijaksana untuk menghubunginya, dia tidak suka memikirkan Sirius sendirian di rumah tua ibunya, mungkin menarik petasan tunggal bersama Kreacher.

    Harry tiba lebih awal di Ruang Kebutuhan untuk pertemuan DA terakhir sebelum liburan dan sangat senang dia berbuat begitu, karena ketika obor-obor menyala dia melihat bahwa Dobby sudah berinisiatif sendiri untuk menghias tempat itu untuk Natal. Dia bisa tahu peri itu yang melakukannya, karena tak seorangpun yang lain akan menggantung seratus bola keemasan dari langit-langit, masing-masing memperlihatkan gambar wajah Harry dan bertuliskan: 'HAVE  A  VERY   HARRY  CHRISTMAS!' (Semoga Natalmu sangat Harry!)

    Harry baru saja berhasil menurunkan yang terakhir sebelum pintu berderit terbuka dan Luna Lovegood masuk, tampak melamun seperti biasa.

    'Halo,' dia berkata samar, sambil memandang berkeliling pada sisa-sisa dekorasi. 'Ini bagus, apakah kau memasangnya?'

    'Tidak,' kata Harry, 'Dobby si peri-rumah.'

    'Mistletoe,' kata Luna sambil melamun, menunjuk ke rumpun besar beri putih yang diletakkan hampir di atas kepala Harry. Dia melompat dari bawahnya. 'Pemikiran bagus,' kata Luna dengan sangat serius. 'Sering ditinggali oleh Nargle.'

    Harry terselamatkan dari keharusan bertanya apa itu Nargle oleh kedatangan Angelina, Katie dan Alicia. Mereka bertiga semuanya terengah-engah dan terlihat sangat kedinginan.

    'Well,' kata Angelina tanpa minat, sambil menarik lepas mantelnya dan melemparkannya ke sebuah sudut, 'kami akhirnya sudah menggantikanmu.'

    'Menggantikan aku?' kata Harry dengan hampa.

    'Kau dan Fred dan George,' dia berkata dengan tidak sabar. 'Kita punya Seeker lain!'

    'Siapa?' tanya Harry cepat.

    'Ginny Weasley,' kata Katie.

    Harry memandangnya dengan mulut terbuka.

    'Yeah, aku tahu,' kata Angelina, sambil menarik keluar tongkatnya dan melenturkan lengannya, 'tapi dia cukup bagus, sebenarnya. Tidak seperti kamu, tentu saja,' dia berkata sambil memberinya pandangan tidak senang, 'tapi karena kami tidak bisa mendapatkan kamu ...'

    Harry menahan jawaban pedas yang ingin diutarakannya: apakah Angelina membayangkan selama sedetik saja bahwa dia tidak menyesali pengeluarannya dari tim seratus kali lebih banyak daripada dia? 

    'Dan bagaimana dengan para Beater?' dia bertanya, mencoba menjaga suaranya datar.

    'Andrew Kirke,' kata Alicia tanpa rasa antusias, 'dan Jack Sloper. Tak seorangpun dari mereka hebat, tapi dibandingkan dengan idiot-idiot lain yang muncul ...'

    Kedatangan Ron, Hermione dan Neville menghentikan diskusi menyedihkan ini, dan dalam waktu lima menit ruangan itu cukup penuh untuk menghalangi Harry melihat tampang mencela Angelina yang membara.

    'OK,' dia berkata, menyuruh mereka semuanya tenang. 'Kukira malam ini kita seharusnya mengulangi hal-hal yang sudah kita lakukan sejauh ini, karena ini pertemuan terakhir sebelum liburan dan tak ada gunanya memulai sesuatu yang baru tepat sebelum masa istirahat tiga minggu --'

    'Kita tidak melakukan sesuatu yang baru?' kata Zacharias Smith, dengan bisikan tidak puas yang cukup keras untuk memenuhi ruangan. 'Kalau aku tahu, aku tidak akan datang.'

    'Kalau begitu, kami semua sangat menyesal Harry tidak memberitahumu,' kata Fred keras-keras.

    Beberapa orang terkikik. Harry melihat Cho tertawa dan merasakan sensasi menyambar yang sudah dikenalnya di perutnya, seolah-olah dia melewatkan satu anak tangga ketika menuruni tangga.

    '-- kita bisa berlatih berpasangan,' kata Harry. 'Kita akan mulai dengan Mantera Perintang, selama sepuluh menit, lalu kita bisa mengeluarkan bantal-bantal duduk dan mencoba Membekukan lagi.'

    Mereka semua membagi diri dengan patuh, Harry berpasangan dengan Neville seperti biasa. Ruangan itu segera penuh dengan teriakan sebentar-sebentar 'Impedimenta!' Orang-orang membeku selama sekitar satu menit, selama itu pasangan mereka akan menatap tanpa tujuan ke sekeliling ruangan mengamati pasangan-pasangan lain yang sedang berlatih, lalu orang-orang itu akan lepas dari mantera dan ganti berlatih kutukan itu. 

    Neville sudah semakin baik tanpa bisa terduga. Setelah beberapa waktu, saat Harry sudah dilepas dari mantera untuk ketiga kalinya berturut-turut, dia menyuruh Neville bergabung dengan Ron dan Hermione lagi sehingga dia bisa berjalan berkeliling ruangan dan mengamati yang lainnya. Ketika dia melewati Cho dia tersenyum kepadanya; Harry menahan godaan untuk berjalan melewatinya beberapa kali lagi.

    Setelah sepuluh menit Mantera Perintang, mereka meletakkan bantal-bantal duduk di lantai dan mulai berlatih Membekukan lagi. Ruang benar-benar terlalu terbatas untuk memungkinkan mereka semua melakukan mantera ini dalam satu waktu, setengah bagian dari kelompok itu mengamati yang setengahnya lagi selama beberapa waktu, lalu bergantian.

    Harry merasa dirinya sungguh-sungguh menggelembung karena bangga sementara dia mengamati mereka semua. Benar, Neville Membekukan Padma Patil bukannya Dean, yang sedang diincarnya, tetapi itu meleset jauh lebih dekat dari biasanya, dan semua orang yang lain mengalami kemajuan pesat.

    Setelah satu jam, Harry berseru menghentikan.

    'Kalian benar-benar semakin baik,' dia berkata sambil tersenyum berkeliling kepada mereka. 'Saat kita kembali dari liburan kita bisa mulai melakukan beberapa hal besar -- mungkin bahkan Patronus.'

    Ada gumaman bersemangat. Ruangan itu mulai dikosongkan dalam kelompok dua-dua dan tiga-tiga yang biasa; kebanyakan orang mengucapkan 'Selamat Natal' kepada Harry ketika mereka pergi. Merasa riang, dia mengumpulkan bantal-bantal duduk bersama Ron dan Hermione dan menumpukkannya dengan rapi. Ron dan Hermione pergi sebelum dia; dia berlama-lama sebentar, karena Cho masih di sana dan dia berharap mendapatkan ucapan 'Selamat Natal' darinya.

    'Tidak, kau pergi dulu,' dia mendengarnya berkata kepada temannya Marietta dan jantungnya sepertinya melompat ke daerah jakunnya.

    Dia berpura-pura sedang meluruskan tumpukan bantal duduk. Dia sangat yakin mereka sendirian sekarang dan menunggu Cho berbicara. Alih-alih, dia mendengar dengusan sungguh-sungguh.

    Dia berpaling dan melihat Cho sedang berdiri di tengah ruangan, air mata bercucuran di wajahnya.

    'Ap--?'

    Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Cho hanya berdiri di sana, menangis diam-diam.

    'Ada apa?' dia berkata dengan lemah.

    Cho menggelengkan kepala dan menyeka matanya dengan ujung lengan bajunya.

    'Aku --  sori,' katanya dengan serak. 'Kurasa ... hanya saja ... mempelajari hal-hal ini ... cuma membuatku ... bertanya-tanya apakah ... kalau dia tahu semua ini ... dia pasti masih hidup.'

    Jantung Harry merosot lewat tempatnya yang biasa dan diam di suatu tempat di sekitar pusarnya. Dia seharusnya sudah tahu. Cho mau membicarakan Cedric.

    'Dia tahu hal-hal ini,' Harry berkata dengan berat. 'Dia benar-benar hebat, atau dia tidak akan pernah sampai ke bagian tengah labirin itu. Tapi kalau Voldemort benar-banar ingin membunuhmu, kau tidak akan punya peluang.'

    Dia tersedu mendengar nama Voldemort, tetapi menatap Harry tanpa berkedip.

    'Kau selamat saat kau masih bayi,' dia berkata pelan.

    'Yeah, well,' kata Harry dengan letih, sambil bergerak menuju pintu, 'aku tak tahu kenapa orang lain juga tidak, jadi itu bukan sesuatu yang patut dibanggakan.'

    'Oh, jangan pergi!' kata Cho, terdengar akan menangis lagi. 'Aku benar-benar menyesal menjadi kacau seperti ini ... aku tidak bermaksud ...'

    Dia tersedu lagi. Dia sangat cantik walaupun saat matanya merah dan bengkak. Harry merasa benar-benar sengsara. Dia akan sangat senang dengan sebuah ucapan 'Selamat Natal' saja.

    'Aku tahu pasti mengerikan bagimu,' kata Cho sambil menyeka matanya dengan ujung lengan bajunya lagi. 'Aku menyebut-nyebut Cedric, padahal kau menyaksikannya mati ... kurasa kau ingin melupakannya saja?'

    Harry tidak mengatakan apa-apa; ini sangat benar, tetapi dia merasa tak berperasaan kalau mengatakannya.

    'Kau seorang guru yang be--benar-benar baik, kau tahu,' kata Cho, dengan senyum basah. 'Aku belum pernah bisa Membekukan apapun sebelumnya.'

    'Trims,' katak Harry dengan canggung.

    Mereka saling berpandangan untuk waktu yang lama. Harry merasakan desakan membara untuk lari dari ruangan itu dan, pada saat yang sama, sama sekali tidak mampu menggerakkan kakinya.

    'Mistletoe,' kata Cho pelan, sambil menunjuk ke langit-langit di atas kepala Harry.

    'Yeah,' kata Harry. Mulutnya sangat kering. 'Walaupun mungkin penuh dengan Nargle.'

    'Apa itu Nargle?'

    'Tak punya ide,' kata Harry. Cho sudah bergerak mendekat. Otaknya terasa seperti sudah di-Bekukan. 'Kau harus bertanya pada Loony. Luna, maksudku.'

    Cho mengeluarkan suara aneh antara isak dan tawa. Dia bahkan semakin dekat lagi sekarang. Harry bisa saja menghitung bintik hitam di hidungnya.

    'Aku benar-benar suka kamu, Harry.'

    Dia tidak bisa berpikir. Sebuah perasaan geli menjalar di tubuhnya, melumpuhkan lengan, kaki dan otaknya.

    Cho jauh terlalu dekat. Dia bisa melihat setiap air mata yang melekat ke bulu matanya ...

    Dia kembali ke ruang duduk setengah jam kemudian mendapati Hermione dan Ron di tempat duduk terbaik dekat api; hampir semua orang yang lain sudah pergi tidur. Hermione sedang menulis sepucuk surat yang sangat panjng; dia sudah mengisi setengah gulungan perkamen, yang bergantung dari tepi meja. Ron sedang berbaring di permadani, mencoba menyelesaikan pekerjaan rumah Transfigurasinya.

    'Apa yang menahanmu?' dia bertanya, selagi Harry terbenam ke kursi berlengan di samping Hermione.

    Harry tidak menjawab. Dia sedang dalam keadaan terguncang. Setengah bagian dari dirinya ingin memberitahu Ron dan Hermione apa yang baru saja terjadi, tetapi setengah bagian yang lain ingin membawa rahasia itu dengannya hingga ke liang kubur.

    'Apakah kau baik-baik saja, Harry?' Hermione bertanya, sambil menatapnya dari atas ujung pena bulunya.

    Harry mengangkat bahu dengan setengah hati. Sejujurnya, dia tidak tahu apakah dia baik-baik saja atau tidak. 'Ada apa?' kata Ron sambil bertumpu pada sikunya untuk mendapatkan pandangan yang lebih jelas pada Harry. 'Apa yang terjadi?'

    Harry tidak begitu tahu bagaimana mulai memberitahu mereka, dan masih belum yakin apakah dia mau berbuat begitu. Persis ketika dia memutuskan untuk tidak mengatakan apapun, Hermione mengambil alih masalah itu darinya.

    'Apakah Cho?' dia bertanya dengan nada praktis. 'Apakah dia menyudutkanmu setelah pertemuan?'

    Kaku karena terkejut, Harry mengangguk. Ron terkikik-kikik, berhenti ketika Hermione meliriknya.

    'Jadi -- er -- apa yang diinginkannya?' dia bertanya dengan nada biasa yang mengejek.

    'Dia --' Harry mulai, agak serak, dia berdehem dan mencoba lagi. 'Dia -- er --'

    'Apakah kalian berciuman?' tanya Hermione cepat.

    Ron duduk begitu cepatnya sehingga dia mengakibatkan botol tintanya melayang di atas permadani. Sama sekali tidak menghiraukan ini, dia menatap Harry lekat-lekat.

    'Well?' tuntutnya.

    Harry memandang dari ekspresi ingin tahu campur gembira Ron ke wajah Hermione yang sedikit merengut, dan mengangguk.

    'HA!'

    Ron membuat gerakan kemenangan dengan kepalan tangannya dan tertawa terbahak-bahak yang membuat beberapa anak kelas dua yang tampak takut-takut di samping jendela terlompat. Seringai enggan membentang di wajah Harry sementara dia mengamati Ron berguling-guling di atas permadani.

    Hermione memberi Ron pandangan jijik dan kembali ke suratnya.

    'Well?' Ron berkata akhirnya, sambil memandang Harry. 'Bagaimana rasanya?'

    Harry mempertimbangkan sejenak.

    'Basah,' dia berkata sejujurnya.

    Ron mengeluarkan suara yang mungkin menandakan kegirangan atau jijik, sulit mengetahuinya.

    'Karena dia sedang menangis,' Harry meneruskan dengan berat.

    'Oh,' kata Ron, senyumnya sedikit memudar. 'Apakah kau seburuk itu dalam mencium?'

    'Tak tahu,' kata Harry, yang belum mempertimbangkan ini, dan segera merasa agak kuatir. 'Mungkin begitu.'

    'Tentu saja tidak,' kata Hermione sambil melamun, masih menulis suratnya dengan tergesa-gesa.

    'Bagaimana kau tahu?' kata Ron dengan sangat tajam.

    'Karena Cho menghabiskan setengah dari waktunya menangis akhir-akhir ini,' kata Hermione tidak jelas. 'Dia melakukannya pada waktu makan, di kamar mandi, di semua tempat.'

    'Kau akan mengira sedikit ciuman akan menghiburnya,' kata Ron sambil menyeringai.

    'Ron,' kata Hermione dengan suara bermartabat, sambil mencelupkan ujung pena bulunya ke botol tintanya, 'kau adalah kutil paling tidak sensitif yang pernah kutemui.'

    'Apa maksudnya itu?' kata Ron dengan marah. 'Orang macam apa yang menangis ketika seseorang menciumnya?'

    'Yeah,' kata Harry, sedikit putus asa, 'siapa yang berbuat begitu?'

    Hermione memandang mereka berdua dengan ekspresi hampir mengasihani di wajahnya.

    'Tidakkah kalian mengerti bagaimana perasaan Cho pada saat itu?' dia bertanya.

    'Tidak,' kata Harry dan Ron bersamaan.

    Hermione menghela napas dan meletakkan pena bulunya.

    'Well, terang saja, dia merasa sangat sedih, karena meninggalnya Cedric. Lalu kurasa dia merasa bingung karena dia dulu suka Cedric dan sekarang dia suka Harry, dan dia tidak bisa menentukan siapa yang lebih disukainya. Lalu dia akan merasa bersalah, merasa itu penghinaan bagi ingatan pada Cedric untuk mencium Harry sama sekali, dan dia akan kuatir tentang apa yang mungkin dikatakan semua orang lainnya mengenai dia kalau dia mulai keluar dengan Harry. Dan lagipula, dia mungkin tidak bisa menentukan apa perasaanya kepada Harry, karena dialah yang bersama Cedric sewaktu Cedric mati, jadi semua itu sangat campur aduk dan menyakitkan. Oh, dan dia takut dia akan dikeluarkan dari tim Quidditch Ravenclaw karena dia terbang dengan buruk.'

    Keheningan singkat akibat rasa terkejut menyambut akhir pidato ini, lalu Ron berkata, 'Satu orang tidak bisa merasakan semua itu dalam seketika, mereka akan meledak.'

    'Hanya karena kau punya kisaran emosi yang sebesar sendok teh tidak berarti kami semua begitu,' kata Hermione dengan kejam sambil memungut pena buluny lagi.

    'Dia yang mulai,' kata Harry. 'Aku tidak akan -- dia sepertinya datang begitu saja kepadaku -- dan berikutnya dia menangis terus -- aku tidak tahu apa yang harus dilakukan --'

    'Tak salahkan kau, sobat,' kata Ron, terlihat gelisah memikirkan itu.

    'Kau hanya perlu bersikap baik kepadanya,' kata Hermione, sambil melihat ke atas dengan cemas. 'Memang begitu, bukan?' 

    'Well,' kata Harry, rasa panas yang tidak menyenangkan menjalar di wajahnya, 'aku sepertinya -- menepuk pundaknya sedikit.'

    Hermione terlihat seolah-olah dia sedang mengalami kesulitan besar menahan diri untuk tidak menggulirkan bola matanya.

    'Well, kurasa bisa lebih buruk,' katanya. 'Apakah kamu akan menemui dia lagi?'

    'Aku harus, bukan?' kata Harry. 'Kita punya pertemuan DA, bukan begitu?'

    'Kau tahu apa yang kumaksud,' Hermione berkata dengan tidak sabaran.

    Harry tidak berkata apa-apa. Kata-kata Hermione membuka suatu pandangan baru yang berisikan kemungkinan-kemungkinan menakutkan. Dia mencoba membayangkan pergi ke suatu tempat bersama Cho -- Hogsmeade, mungkin -- dan sendirian dengannya selama berjam-jam untuk suatu waktu. Tentu saja, Cho akan berharap dia mengajaknya keluar setelah apa yang baru saja terjadi ... pikiran itu membuat perutnya terbelit sakit.

    'Oh well,' kata Hermione kaku, terbenam dalam suratnya sekali lagi, 'kau akan punya banyak kesempatan untuk mengajaknya.'

    'Bagaimana kalau dia tidak mau mengajaknya?' kata Ron, yang telah mengamati Harry dengan ekspresi cerdik yang tidak biasa di wajahnya.

    'Jangan bodoh,' kata Hermione tidak jelas, 'Harry sudah suka dia sejak lama sekali, bukan begitu, Harry?'

    Dia tidak menjawab. Ya, dia sudah suka Cho semenjak lama sekali, tetapi kapanpun dia membayangkan adegan yang melibatkan mereka berdua selalu menampilkan Cho yang sedang bersenang-senang, bukannya Cho yang sedang terisak tidak terkendali ke bahunya.

    'Ngomong-ngomong, kepada siapa kau menulis novel itu?' Ron bertanya kepada Hermione, sambil mencoba membaca sebagian kecil perkamen yang sekarang sedang menjuntai ke lantai. Hermione menyentaknya naik keluar dari pandangan.

    'Viktor.'

    'Krum?'

    'Berapa banyak Viktor lain yang kita kenal?'

    Ron tidak berkata apa-apa, tetapi tampak tidak puas. Mereka duduk dalam keheningan selama dua puluh menit lagi, Ron sedang menyelesaikan esai Transfigurasinya dengan banyak dengusan tidak sabar dan coretan-coretan, Hermione sedang menulis terus-menerus hingga bagian paling ujung perkamennya, menggulungnya dan menyegelnya, dan Harry sedang menatap ke api, berharap lebih dari apapun bahwa kepala Sirius akan muncul di sana dan memberinya beberapa nasehat tentang gadis-gadis. Tetapi api itu hanya berderak semakin rendah, sampai bara api merah panas hancur menjadi abu dan, ketika memandang sekitarnya, Harry melihat bahwa mereka, lagi-lagi, adalah yang terakhir di ruang duduk.

    'Well, malam,' kata Hermione, sambil menguap lebar sementara dia pergi menaiki tangga anak perempuan.

    'Apa yang dilihatnya pada Krum?' Ron menuntut, selagi dia dan Harry menaiki tangga anak laki-laki.

    'Well,' kata Harry, sambil mempertimbangkan masalah itu. 'Kurasa dia lebih tua, bukan ... dan dia seorang pemain Quidditch internasional ...'

    'Yeah, tapi selain itu,' kata Ron, terdengar jengkel. 'Maksudku, dia seorang penggerutu, bukan?'

    'Sedikit penggerutu, yeah,' kata Harry, yang pikirannya masih mengenai Cho.

    Mereka menarik lepas jubah mereka dan mengenakan piyama dalam keheningan; Dean, Seamus dan Neville sudah tidur. Harry meletakkan kacamatanya ke meja sisi tempat tidurnya dan naik ke tempat tidur tetapi tidak menarik kelambu menutup mengelilingi tiang-tiang tempat tidurnya; alih-alih, dia menatap petak langit berbintang yang tampak melalui jendela di samping tempat tidur Neville. Kalau dia tahu, pada saat ini kemarin malam, bahwa dalam waktu dua puluh empat jam dia akan mencium Cho Chang ...

    'Malam,' dengkur Ron, dari suatu tempat di samping kanannya.

    'Malam,' kata Harry.

    Mungkin kali berikutnya ... kalau ada kali berikutnya .... Cho akan sedikit lebih gembira. Dia seharusnya mengajaknya keluar; Cho mungkin telah mengharapkannya dan sekarang benar-benar marah kepadanya ... atau apakah dia sedang berbaring di ranjang, masih menangisi Cedric? Dia tidak tahu harus berpikir apa. Penjelasan Hermione membuat semuanya tampak lebih rumit bukannya lebih mudah dimengerti.

    Itulah yang seharusnya mereka ajarkan kepada kami di sini, pikirnya, sambil berbalik ke samping, bagaimana cara kerja otak anak perempuan ... lagipula akan lebih berguna daripada Ramalan ...

    Neville mendengus dalam tidurnya. Seekor burung hantu beruhu di suatu tempat di luar pandangan.

    Harry bermimpi dia kembali berada di ruangan DA. Cho sedang menuduhnya memikat dia ke sana dengan alasan-alasan palsu; katanya dia menjanjikannya seratus lima puluh Kartu Cokelat Kodok kalau dia muncul. Harry protes ... Cho berteriak, 'Cedric memberiku banyak Kartu Cokelat Kodok, lihat!' Dan dia menarik keluar segenggam penuh Kartu dari bagian dalam jubahnya dan melemparkannya ke udara. Lalu dia berubah menjadi Hermione, yang berkata, 'Kamu memang berjanji kepadanya, kau tahu, Harry ... kukira sebaiknya kamu memberinya sesuatu yang lain sebagai pengganti ... bagaimana kalau Fireboltmu?' Dan Harry protes bahwa dia tidak bisa memberi Cho Fireboltnya, karena Umbridge menahannya, dan lagipula semua hal itu menggelikan, dia cuma datang ke ruangan DA untuk memasang beberapa bola hiasan Natal yang berbentuk seperti kepala Dobby ...

    Lalu mimpi itu berubah ...

    Tubuhnya terasa licin, bertenaga dan luwes. Dia sedang meluncur di antara batang-batang logam mengkilat, menyeberangi batu yang dingin dan gelap ... dia rata dengan lantai, meluncur pada perutnya ... tempat itu gelap, tetapi dia bisa melihat benda-benda di sekitarnya berkilauan dalam warna-warna aneh dan bergetar ... dia memalingkan kepalanya ... pada pandangan pertama koridor itu kosong ... tetapi tidak ... seorang lelaki sedang duduk di lantai di depan, dagunya turun ke dadanya, garis bentuk tubuhnya bersinar dalam gelap ...

    Harry menjulurkan lidahnya ... dia merasakan bau lelaki itu di udara ... dia hidup tetapi mengantuk ... duduk di depan sebuah pintu di ujung koridor itu ...

    Harry ingin menggigit lelaki itu ... tapi dia harus  menguasai dorongan itu ... dia punya pekerjaan yang lebih penting untuk dilakukan ...

    Tetapi lelaki itu bergerak ... sebuah Jubah perak jatuh dari kakinya ketika dia melompat bangkit; dan Harry melihat garis bentuk tubuhnya yang bergerak-gerak dan kabur menjulang tinggi di atasnya, melihat sebuah tongkat ditarik dari sebuah ikat pinggang ... dia tidak punya pilihan ... dia menaikkan tubuh dari lantai dan menyerang sekali, dua kali, tiga kali, menghujamkan taring-taringnya dalam-dalam ke daging lelaki itu, merasakan tulang iganya remuk di bawah rahangnya, merasakan semburan darah yang hangat ...

    Lelaki itu sedang berteriak kesakitan ... lalu dia terdiam ... dia merosot ke belakang pada dinding ... darah memercik ke lantai ...

    Keningnya sakit sekali ... sakit seperti akan meledak ...

    'Harry! HARRY!'

    Dia membuka matanya. Setiap inci tubuhnya tertutup keringat sedingin es; sepreinya terpelintir di sekelilingnya seperti jaket pengikat, dia merasa seolah-olah besi pengorek api yang panas sekali sedang dilekatkan ke keningnya.

    'Harry!'

    Ron sedang berdiri di atasnya terlihat benar-benar ketakutan. Ada lebih banyak figur di kaki ranjang Harry. Dia mencengkeram kepalanya dengan tangan; rasa sakit itu membutakannya ... dia bergulung ke kanan dan muntah ke tepi kasur.

    'Dia benar-benar sakit,' kata sebuah suara takut. 'Apakah kita harus memanggil seseorang?'

    'Harry! Harry!'

    Dia harus memberitahu Ron, sangat penting bahwa dia memberitahunya ... sambil menghirup udara banyak-banyak, Harry mendorong dirinya sendiri bangkit di tempat tidur, memaksa dirinya tidak muntah lagi, rasa sakit itu setengah membutakannya.

    'Ayahmu,' dia terengah-engah, dadanya turun-naik. 'Ayahmu ... diserang ...'

    'Apa?' kata Ron tidak mengerti.

    'Ayahmu! Dia digigit, serius, ada darah di mana-mana ...'

    'Aku akan mencari bantuan,' kata suara takut yang sama, dan Harry mendengar langkah-langkah kaki keluar dari kamar asrama.

    'Harry, sobat,' kata Ron tidak yakin, 'kau ... kau cuma bermimpi ...'

    'Tidak!' kata Harry dengan marah; penting bahwa Ron mengerti.

    'Itu bukan mimpi ... bukan mimpi biasa ... aku ada di sana, aku melihatnya ... aku melakukannya ...'

    Dia bisa mendengar Seamus dan Dean bergumam tetapi tidak peduli. Rasa sakit di keningnya agak berkurang, walaupun dia masih berkeringat dan gemetaran hebat. Dia muntah lagi dan Ron melompat mundur menjauh.

    'Harry, kau tidak sehat,' katanya bergetar. 'Neville sudah pergi mencari bantuan.'

    'Aku baik-baik saja!' Harry tersedak, menyeka mulutnya pada piyamanya dan gemetaran tak terkendali. 'Tak ada yang salah denganku, ayahmu yang harus kau khawatirkan -- kita perlu mencari tahu di mana dia -- dia berdarah hebat -- aku -- itu seekor ular besar.'

    Dia mencoba keluar dari tempat tidur tetapi Ron mendorongnya kembali; Dean dan Seamus masih berbisik-bisik di suatu tempat di dekat situ.  Apakah satu menit berlalu atau sepuluh menit, Harry tidak tahu; dia hanya duduk di sana gemetaran, merasakan sakit yang pelan-pelan surut dari bekas lukanya ... lalu ada langkah-langkah kaki bergegas menaiki tangga dan dia mendengar suara Neville lagi.

    'Sebelah sini, Profesor.'

    Profesor McGonagall datang dengan bergegas ke dalam kamar asrama itu mengenakan jubah panjang kotak-kotaknya, kacamatanya bertengger miring di batang hidung kurusnya.

    'Ada apa, Potter? Di mana yang sakit?'

    Dia belum pernah begitu senang berjumpa dengannya; yang dia butuhkan sekarang adalah seorang anggota Order of Phoenix, bukan seseorang yang mencerewetinya dan meresepkan ramuan-ramuan tak berguna.

    'Ayah Ron,' katanya sambil duduk lagi. 'Dia diserang seekor ular dan masalahnya serius, aku melihatnya terjadi.'

    'Apa maksudmu, kau melihatnya terjadi?' kata Profesor McGonagall, alisnya yang gelap bertaut.

    'Aku tidak tahu ... aku sedang tidur dan kemudian aku ada di sana ...'

    'Maksudmu kau memimpikan ini?'

    'Tidak!' kata Harry dengan marah; tak adakah dari mereka yang akan mengerti? 'Awalnya aku sedang bermimpi tentang sesuatu yang benar-benar berbeda, sesuatu yang bodoh ... dan lalu ini memotongnya. Itu nyata, aku tidak membayangkannya. Mr Weasley sedang tertidur di atas lantai dan dia diserang oleh seekor ular raksasa, ada banyak darah, dia jatuh, seseorang harus mencari tahu di mana dia ...'

    Profesor McGonagall sedang menatapnya melalui kacamatanya yang miring seolah-olah ngeri akan apa yang sedang dilihatnya.

    'Aku tidak sedang berbohong dan aku tidak gila!' Harry memberitahunya, suaranya meninggi menjadi teriakan. 'Kuberitahu Anda, aku melihatnya terjadi!'

    'Aku percaya padamu, Potter,' kata Profesor McGonagall pendek. 'Kenakan jubah panjangmu -- kita akan menemui Kepala Sekolah.'

 

Previous Home Next