HARRY  POTTER

and the Order of  the Phoenix

 

 

-- BAB  TIGA  PULUH  EMPAT --

Departemen Misteri

 

Harry membelitkan tangannya erat-erat ke surai halus Thestral terdekat, menempatkan sebelah kaki ke tunggul di dekatnya dan berjuang dengan canggung naik ke punggung kuda itu. Dia tidak keberatan, melainkan memutarkan kepalanya, memperlihatkan taring-taringnya, dan berusaha melanjutkan penjilatan bersemangat ke jubahnya.

    Harry menemukan ada cara menyangkutkan lututnya ke belakang sendi sayap yang membuatnya merasa lebih aman, lalu memandang berkeliling kepada yang lainnya. Neville telah mengangkat dirinya ke punggung Thestral berikutnya dan sekarang sedang berusaha mengayunkan sebelah kaki yang pendek melewati punggung makhluk itu. Luna sudah di tempat, duduk menyamping dan mengatur jubahnya seolah-olah dia melakukan ini setiap hari. Namun, Ron, Hermione dan Ginny masih berdiri tak bergerak di tempat, dengan mulut ternganga dan menatap.

    'Apa?' dia berkata.

    'Bagaimana kami harus naik?' kata Ron dengan lemah. 'Kalau kami tidak bisa melihat benda-benda ini?'

    'Oh, mudah,' kata Luna sambil meluncur dari Thestralnya dan berjalan cepat ke arahnya, Hermione dan Ginny. 'Kemarilah ...'

    'Ini gila,' Ron bergumam, sambil memindahkan tangannya yang bebas dengan giat ke leher kudanya. 'Gila ... kalau saja aku bisa melihatnya --'

    'Kau sebaiknya berharap dia tetap tidak tampak,' kata Harry dengan muram. 'Kalau begitu, kita semua siap?'

    Mereka semua mengangguk dan dia melihat lima pasang lutut mengetat dari balik jubah mereka.

    'OK ...'

    Dia memandang ke bawah ke bagian belakang kepala hitam berkilat Thestralnya dan menelan ludah.

    'Kementerian Sihir, pintu masuk pengunjung, London, kalau begitu,' dia berkata dengan tidak yakin. 'Er ... kalau kamu tahu ... ke mana harus pergi ...'

    Sejenak Thestral Harry tidak melakukan apapun sama sekali; lalu, dengan gerakan menyapu yang hampir menjatuhkannya, sayap-sayap di kedua sisi membentang; kuda itu meringkuk lambat-lambat, lalu meluncur ke atas begitu cepat dan begitu curam sehingga Harry harus mencengkeramkan lengan dan kakinya dengan erat pada kuda itu agar tidak meluncur mundur lewat pantatnya yang kurus. Dia menutup matanya dan menekankan wajahnya ke surai halus kuda itu sementara mereka melalui ranting-ranting puncak pepohonan dan membumbung ke luar ke sinar matahari senja semerah darah.

    Harry mengira dia belum pernah bergerak begitu cepat: Thestral itu melintas di atas kastil, sayap-sayapnya yang lebar hampir tidak mengepak, udara sejuk menampar wajah Harry; matanya dipicingkan melawan angin yang menderu, dia memandang berkeliling dan melihat kelima temannya membumbung di belakangnya, masing-masing dari mereka membungkuk serendah mungkin ke leher Thestral mereka untuk melindungi diri mereka dari aliran udaranya.

    Mereka ada di atas halaman sekolah Hogwarts, mereka telah melewati Hogsmeade; Harry bisa melihat pegunungan dan lembah di bawah mereka. Ketika sinar matahari mulai menghilang, Harry melihat sekumpulan kecil cahaya ketika mereka melewati lebih banyak desa, lalu sebuah jalan berliku di mana sebuah mobil tunggal sedang pulang melalui perbukitan ...

    'Ini aneh!' Harry hampir tidak mendengar Ron berteriak dari suatu tempat di belakangnya dan dia membayangkan bagaimana rasanya ngebut pada ketinggian ini tanpa pendukung yang kasat mata.

    Senja tiba: langit berubah menjadi ungu kehitaman yang ringan dengan bintang-bintang perak kecil, dan segera saja hanya cahaya dari kota-kota kecil Muggle memberi mereka eptunjuk seberapa jauh mereka dari tanah, atau seberapa cepat mereka bergerak. Lengan Harry terbeliti erat ke sekitar leher kudanya selagi dia memintanya pergi lebih cepat lagi. Berapa banyak waktu yang telah lewat sejak dia melihat Sirius terbaring di lantai Departemen Misteri? Berapa lama lagi Sirius akan mampu menahan Voldemort? Yang Harry tahu dengan pasti hanyalah bahwa ayah angkatnya belum melakukan yang diinginkan Voldemort, juga dia belum meninggal, karena dia yakin bahwa hasilnya akan mengakibatkan dia merasakan kegembiraan Voldemort atau kemarahannya mengalir ke tubuhnya sendiri, membuat bekas lukanya membara menyakitkan seperti yang terjadi pada malam Mr Weasley diserang.

    Mereka terus terbang melalui kegelapan yang semakin pekat; wajah Harry terasa kaku dan dingin, kakinya mati rasa akibat mencengkeram sisi tubuh Thestral itu begitu erat, tetapi dia tidak berani menggeser posisinya kalau-kalau dia tergelincir ... dia tuli akibat deru bergemuruh udara di telinganya, dan mulutnya kering dan beku akibat udara malam yang dingin. Dia telah kehilangan rasa berapa jauh mereka pergi; semua keyakinannya ada pada binatang di bawahnya, yang masih melintas dengan tujuan tertentu melalui malam, hampir tidak mengepakkan selagi dia ngebut ke depan terus.

    Kalau mereka terlambat ...

    Dia masih hidup, dia masih melawan, aku bisa merasakannya ...

    Kalau Voldemort memutuskan Sirius tidak akan menyerah ...

    Aku akan tahu ...

    Perut Harry tersentak; kepala Thestral itu mendadak mengarah ke tanah dan dia bahkan meluncur ke depan beberapa inci di sepanjang lehernya. Mereka turun akhirnya ... dia mengira mendengar sebuah pekik di belakangnya dan berputar dengan berbahaya, tetapi tidak bisa melihat tanda-tanda tubuh jatuh ... mungkin mereka semua mengalami guncangan dari pergantian arah itu, seperti dirinya.

    Dan sekarang sinar-sinar jingga cemerlang semakin besar dan bulat di segala sisi; mereka bisa melihat puncak gedung-gedung, aliran lampu-lampu seperti mata serangga yang berkilauan, petak-petak kuning pucat yang merupakan jendela-jendela. Dengan sangat mendadak, kelihatannya, mereka meluncur dengan cepat menuju trotoar; Harry mencengkeram Thestral dengan setiap tenaganya, menguatkan diri untuk hantaman mendadak, tetapi kuda itu menyentuh tanah yang gelap seringan bayangan dan Harry meluncur dari punggungnya, memandang sekeliling ke jalan tempat tong sampah yang kepenuhan itu masih berdiri dekat kotak telepon rusak, keduanya kehilangan warnan dalam cahaya jingga terang dari lampu-lampu jalan.

    Ron mendarat di dekat situ dan segera turun dari Thestralnya ke atas trotoar.

    'Takkan pernah lagi,' dia berkata, sambil berjuang untuk bangkit. Dia bergerak akan menjauh dari Thestralnya, tetapi, karena tidak bisa melihatnya, bertubrukan dengan kaki belakangnya dan hampir terjatuh lagi. 'Takkan pernah, takkan pernah lagi ... itu yang terburuk --'

    Hermione dan Ginny mendarat di kedua sisinya: keduanya meluncur turun dari tunggangan mereka sedikit lebih anggun daripada Ron, walaupun dengan ekspresi lega yang sama karena kembali ke tanah yang kokoh; Neville melompat turun, gemetaran; dan Luna turun dengan tenang.

    'Kalau begitu, ke mana kita pergi dari sini?' dia bertanya kepada Harry dengan suara berminat yang sopan, seolah-olah ini semua hanyalah tamasya yang menarik.

    'Ke sana,' dia berkata. Dia memberikan Thestralnya tepukan cepat berterima kasih, lalu memimpin jalan cepat-cepat ke kotak telepon rusak itu dan membuka pintunya. 'Masuklah!' dia mendesak yang lainnya, ketika mereka bimbang.

    Ron dan Ginny berjalan cepat ke dalam dengan patuh; Hermione, Neville dan Luna menyelinap masuk setelah mereka; Harry memandang sekilas sekali lagi kepada Thestral-Thestral itu, yang sekarang mengais-ngais mencari sisa-sisa makanan busuk di dalam tong sampah, lalu memaksakan dirinya ke dalam kotak mengikuti Luna.

    'Siapapun yang paling dekat dengan alat penerima, putar enam dua empat empat dua!' dia berkata.

    Ron melakukannya, lengannya bengkok dengan aneh untuk meraih pemutarnya; ketika alat itu berputar kembali ke tempat suara wanita yang tenang terdengar di dalam kotak itu.

    'Selamat datang ke Kementerian Sihir. Mohon sebutkan nama dan urusan Anda.'

    'Harry Potter, Ron Weasley, Hermione Granger,' Harry berkata dengan sangat cepat, 'Ginny Weasley, Neville Longbottom, Luna Lovegood ... kami ke sini untuk menyelamatkan seseorang, kecuali Menterimu bisa melakukannya terlebih dahulu!'

    'Terima kasih,' kata suara wanita tenang itu. 'Para pengunjung, harap ambil lencana-lencana itu dan sematkan ke bagian depan jubah kalian.'

    Setengah lusin lencana meluncur keluar dari luncuran logam tempat koin-koin kembalian biasanya muncul. Hermione mengambilnya dan menyerahkan tanpa suara kepada Harry lewat kepala Ginnya; dia memandang sekilas ke yang teratas, Harry Potter, Misi Penyelamatan.

    'Para pengunjung Kementerian, Anda sekalian diharuskan melalui pemeriksaan dan menyerahkan tongkat Anda untuk diregistrasi di meja keamanan, yang terletak di ujung jauh dari Atrium.'

    'Baik!' kata Harry keras-keras, ketika bekas lukanya berdenyut lagi. 'Sekarang bisakah kita bergerak?'

    Lantai kotak telepon bergetar dan trotoar naik melewati jendela-jendela kacanya; Thestral yang sedang mengais-ngais sampah bergeser ke luar dari penglihatan; kegelapan menutupi kepala mereka dan dengan suara menggerinda yang menjemukan mereka merosot ke kedalamanan Kementerian Sihir.

    Secuil cahaya keemasan mengenai kaki mereka dan, semakin lebar, naik ke badan mereka. Harry membengkokkan lututnya dan memegang tongkatnya sesiaga mungkin dalam kondisi terjejal seperti itu ketika dia mengintip lewat kaca untuk melihat apakah ada yang sedang menunggu mereka di Atrium, tetapi tampaknya tempat itu benar-benar kosong. Cahayanya lebih suram daripada saat siang hari, tidak ada api menyala di perapian yang terpasang di dinding, tetapi ketika lift itu berhenti dengan lancar dia melihat bahwa simbol-simbol keemasan terus berputar berkelok-kelok di langit-langit biru gelap.

    'Kementerian Sihir mengharapkan Anda melalui hari yang menyenangkan,' kata suara wanita itu.

    Pintu kotak telepon terbuka; Harry jatuh keluar, diikuti segera oleh Neville dan Luna. Satu-satunya suara di Atrium adalah deru air yang mantap dari air mancur keemasan, di mana pancaran-pancaran dari tongkat penyihir wanita dan pria, ujung anak panah centaur, puncak topi goblin dan telinga-telinga peri rumah terus menyembur ke kolam yang mengelilinginya.

    'Ayo,' kata Harry pelan dan mereka berenam berlari cepat menyusuri aula, Harry memimpin, melewati air mancur menuju meja tulis tempat penyihir penjaga yang menimbang tongkat Harry dulu duduk, dan yang sekarang kosong.

    Harry merasa yakin seharusnya ada penjaga keamanan di sana, yakin bahwa ketidakhadiran mereka adalah tanda tak mengenakkan, dan firasat tidak enaknya semakin meningkat ketika mereka melewati gerbang-gerbang keemasan ke lift. Dia menekan tombol 'turun' terdekat dan sebuah lift hampir segera berdentang masuk ke dalam penglihatan, jeruji-jeruji keemasannya bergeser memisah dengan bunyi kelontang hebat yang menggema dan mereka bergegas masuk. Harry menusuk tombol angka sembilan; jeruji-jeruji itu menutup dengan bunyi hantaman dan lift mulai menurun, sambil bergemerincing dan berderak. Harry tidak sadar betapa ributnya lift di hari kedatangannya bersama Mr Weasley; dia yakin hiruk-pikuk itu akan menyiagakan semua penjaga keamanan di dalam gedung itu, tetapi ketika lift berhenti, suara wanita tenang itu berkata, 'Departemen Misteri,' dan jeruji-jeruji bergeser membuka. Mereka melangkah keluar ke koridor di mana tak ada yang bergerak kecuali obor-obor terdekat, yang berkelap-kelip akibat aliran udara dari lift.

    Harry berpaling ke pintu hitam polos itu. Setelah berbulan-bulan memimpikannya, dia ada di sini akhirnya.

    'Ayo pergi,' dia berbisik, dan memimpin jalan menyusuri koridor itu, Luna tepat di belakangnya, memandang sekeliling dengan mulut sedikit terbuka.

    'OK, dengar,' kata Harry sambil berhenti lagi dua meter dari pintu itu. 'Mungkin ... mungkin beberapa orang harus tinggal di sini sebagai -- sebagai pengintai, dan --'

    'Dan bagaimana kami akan memberitahumu ada yang datang?' tanya Ginny, alisnya terangkat. 'Kamu bisa saja satu mil jauhnya.'

    'Kami ikut denganmu, Harry,' kata Neville.

    'Ayo terus,' kata Ron dengan tegas.

    Harry masih tidak ingin membawa mereka semua bersamanya, tetapi tampaknya dia tidak punya pilihan. Dia berpaling untuk menghadap pintu itu dan berjalan maju ... persis seperti di dalam mimpinya, pintu itu mengayun terbuka dan dia berjalan cepat melewati ambang pintu, yang lainnya mengikuti.

    Mereka berdiri di atas sebuah ruangan melingkar yang besar. Segala hal di sini hitam termasuk lantai dan langit-langit; pintu-pintu hitam identik, tanpa tanda dan tanpa pegangan terletak pada jarak-jarak tertentu mengelilingi dinding-dinding yang hitam, diselang-seling dengan cabang-cabang lilin yang nyala apinya membara biru; cahaya dingin, berkilauan terpantul di lantai pualam berkilat membuatnya tampak seolah-olah ada air gelap di bawahnya.

    'Seseorang tutup pintunya,' Harry bergumam.

    Dia menyesal memberikan perintah ini begitu Neville mematuhinya. Tanpa celah panjang yang meneruskan cahaya dari koridor yang diterangi obor di belakang mereka, tempat itu menjadi begitu gelap sehingga sejenak satu-satunya hal yang bisa mereka lihat hanyalah kumpulan nyala api biru yang bergetar di dinding dan pantulannya yang remang-remang di atas lantai.

    Di dalam mimpi-mimpinya, Harry selalu berjalan dengan tujuan tertentu menyeberangi ruangan ini ke pintu yang langsung berada di seberang pintu masuknya dan berjalan terus. Tetapi ada sekitar selusin pintu di sini. Persis ketika dia sedang memandangi pintu-pintu di seberangnya, mencoba memutuskan mana yang benar, ada suara gemuruh hebat dan lilin-lilin mulai bergerak ke samping. Dinding melingkar itu sedang berputar.

    Hermione meraih lengan Harry seolah-olah takut lantai mungkin bergerak juga, tetapi tidak. Selama beberapa detik, nyala api biru di sekeliling mereka menjadi buram menyerupai deretan neon selagi dinding semakin cepat berputar; lalu, sama mendadaknya dengan mulanya, gemuruh itu berhenti dan semuanya menjadi diam sekali lagi.

    Mata Harry membara dengan garis-garis biru; hanya itu yang bisa dilihatnya.

    'Tentang apa itu tadi?' bisik Ron dengan takut.

    'Kukira itu untuk menghentikan kita mengetahui dari pintu mana kita masuk,' kata Ginny dengan suara berbisik.

    Harry sadar seketika bahwa dia benar: dia tidak bisa mengenali pintu keluar daripada menemukan seekor semut di lantai hitam pekat itu; dan pintu yang merekakan untuk maju bisa jadi salah satu dari selusin pintu yang mengelilingi mereka.

    Bagaimana kita akan keluar kembali?' kata Neville dengan perasaan tidak enak.

    'Well, itu tidak masalah sekarang,' kata Harry dengan bertenaga, sambil berkedip untuk menghapus garis-garis biru dari penglihatannya, dan menggenggam tongkatnya lebih erat dari sebelumnya, 'kita tidak perlu keluar sampai kita menemukan Sirius --'

    'Tapi jangan berseru memanggilnya!' Hermione berkata dengan mendesak; tetapi Harry belum pernah lebih tidak memerlukan nasehatnya, nalurinya adalah untuk tak bersuara sebisa mungkin.

    'Kalau begitu, ke mana kita pergi, Harry?' Ron bertanya.

    'Aku tidak --' Harry mulai. Dia menelan ludah. 'Di dalam mimpi-mimpi itu aku melewati pintu di ujung koridor dari lift ke sebuah ruangan gelap -- itu ruangan ini -- dan lalu aku melewati pintu lainnya ke sebuah ruangan yang seperti ... berkilauan. Kita harus mencoba beberapa pintu,' dia berkata dengan tergesa-gesa, 'aku akan tahu jalan yang benar saat aku melihatnya. Ayo.'

    Dia berjalan cepat lurus ke pintu yang sekarang di hadapannya, yang lainnya mengikuti dari dekat di belakangnya, meletakkan tangan kirinya pada permukaannya yang dingin dan berkilat, mengangkat tongkatnya siap untuk menyerang sewaktu pintu itu terbuka, dan mendorongnya.

    Pintu itu berayun membuka dengan mudah.

    Setelah kegelapan di ruangan pertama, lampu-lampu yang bergantung rendah pada rantai-rantai keemasan dari langit-langit memberi kesan bahwa ruangan persegi panjang ini jauh lebih terang, walaupun tidak ada lampu-lampu berkelap-kelip dan berkilauan seperti yang dilihat Harry di dalam mimpi-mimpinya. Tempat itu kosong kecuali beberapa meja tulis dan, di bagian paling tengah ruangan itu, sebuah tangki gelap besar berisikan cairan hijau dalam, cukup besar untuk direnangi mereka semua; sejumlah benda seputih mutiara sedang melayang-layang berkeliling dengan malas di dalamnya. 

    'Benda apa itu?' bisik Ron.

    'Tak tahu,' kata Harry.

    'Apakah itu ikan?' bisik Ginny.

    'Aquavirius Maggots!' kata Luna dengan bersemangat. 'Dad bilang Kementerian sedang membiakkan --'

    'Bukan,' k ata Hermione. Dia terdengar aneh. Dia bergerak maju untuk melihat melalui bagian samping tangki. 'Itu otak.'

    'Otak?'

    'Ya ... aku ingin tahu apa yang sedang mereka lakukan dengan semua otak itu?'

    Harry bergabung dengannya di samping tangki. Benar juga, tidak mungkin salah sekarang setelah dia melihat dari dekat. Berkilauan mengerikan, mereka melayang masuk dan keluar dari pandangan di dalam cairan hijau itu, terlihat seperti kembang kol yang berlendir.

    'Ayo keluar dari sini,' kata Harry. 'Ini tidak benar, kita harus mencoba pintu lain.'

    'Ada pintu-pintu di sini juga,' kata Ron sambil menunjuk ke sekeliling dinding. Jantung Harry merosot; seberapa besar tempat ini?

    'Dalam mimpiku aku lewat ruangan gelap itu ke dalam ruangan kedua,' dia berkata. 'Kukira kita harus kembali dan mencoba dari sana.'

    Jadi mereka bergegas kembali ke ruangan melingkar yang gelap itu; bentuk remang-remang dari semua otak itu sekarang berenang-renang di depan mata Harry menggantikan nyala-nyala lilin biru.

    'Tunggu!' kata Hermione dengan tajam, ketika Luna bergerak akan menutup pintu ruangan otak di belakang mereka. 'Flagrate!'

    Dia menggambar dengan tongkatnya di tengah udara dan sebuah tanda 'X' menyala timbul di pintu. Begitu pintu berbunyi menutup di belakang mereka ada gemuruh hebat, dan sekali lagi dinding mulai berputar sangat cepat, tetapi sekarang ada tanga buram merah-emas yang besar di antara warna biru redup dan, ketika semuanya diam lagi, tanda silang menyala itu masih terbakar, memperlihatkan pintu yang telah mereka coba.

    'Pemikiran bagus,' kata Harry. 'OK, mari coba yang satu ini --'

    Lagi-lagi, dia berjalan langsung ke pintu di hadapannya dan mendorongnya terbuka, tongkatnya masih terangkat, yang lainnya mengikuti dia.

    Ruangan ini lebih besar dari yang sebelumnya, bercahaya suram dan berbentuk persegi, dan di tengahnya mencekung, membentuk sebuah lubang batu besar sedalam sekitar dua puluh kaki. Mereka sedang berdiri di deretan paling puncak dari apa yang tampak seperti bangku-bangku batu yang terdapat di sekeliling ruangan itu dan menurun dengan langkah-langkah curam seperti sebuah amphitheater, atau ruang sidang tempat Harry disidang oleh Wizengamot. Akan tetapi, alih-alih sebuah kursi berantai, ada mimbar batu yang ditinggikan di pusat lubang itu, di atasnya terdapat sebuah atap melengkung dari batu yang tampak begitu kuno, retak dan remuk sehingga Harry heran benda itu masih berdiri. Tanpa didukung dinding-dinding di sekitarnya, pada tap melengkung itu bergantung sebuah tirai atau tudung hitam yang compang-camping yang, walaupun udara dingin di sekitar tak bergerak, sedang berkibar sedikit seolah-olah baru saja disentuh.

    'Siapa di sana?' kata Harry sambil melompat turun ke atas bangku di bawah. Tidak ada suara yang menjawab, tetapi tudung itu terus berkibar dan bergoyang.

    'Hati-hati!' bisik Hermione.

    Harry bersusah payah menuruni bangku-bangku itu satu per satu sampai dia mencapai dasar batu lubang cekung itu. Langkah-langkah kakinya bergema kuat selagi dia berjalan lambat-lambat menuju mimbar. Atap melengkung tirus itu tampak jauh lebih tinggi dari tempatnya berdiri sekarang daripada ketika dia memandang ke bawah ke arahnya dari atas. Tudung itu masih bergoyang dengan lembut, seolah-olah seseorang baru saja melewatinya.

    'Sirius?' Harry berucap lagi, tetapi lebih pelan sekarang karena dia sudah lebih dekat.

    Dia memiliki perasaan teraneh bahwa ada seseorang yang berdiri tepat di belakang tudung itu di sisi lain atap melengkung. Sambil mencengkeram tongkatnya dengan sangat erat, dia berjalan miring mengitari mimbar, tetapi tak ada seorangpun di sana; yang bisa dilihat hanyalah sisi lain tudung hitam compang-camping itu.

    'Ayo pergi,' seru Hermione dari tengah tangga batu. 'Ini tidak benar, Harry, ayolah, ayo pergi.'

    Dia terdengar takut, jauh lebih takut daripada saat di ruangan tempat semua otak itu berenang, walau begitu Harry berpikir atap melengkung itu memiliki sejenis keindahan, walaupun sudah tua. Tudung yang berdesir lembut menggugah rasa ingin tahunya; dia merasakan kehendak kuat untuk memanjat ke mimbar dan berjalan melaluinya.

    'Harry, ayo pergi, OK?' kata Hermione lebih kuat.

    'OK,' dia berkata, tetapi tidak bergerak. Dia baru saja mendengar sesuatu. Ada bisikan lemah, suara-suara gumaman yang berasal dari sisi lain tudung itu.

    'Apa yang kau bilang?' dia berkata, dengan sangat keras, sehingga kata-katanya menggema ke sekitar bangku-bangku batu itu.

    'Tak seorangpun berbicara, Harry!' kata Hermione, sekarang bergerak lebih mendekat kepadanya.

    'Seseorang sedang berbisik di belakang sana,' dia berkata, sambil bergerak menjauh dari jangkauannya dan terus merengut ke tudung itu.

    'Kamukah itu, Ron?'

    'Aku di sini, sobat,' kata Ron sambil muncul dari sisi lain atap melengkung itu.

    'Tak bisakah yang lainnya mendengarnya?' Harry menuntut, karena bisikan dan gumaman itu semakin kuat, tanpa benar-benar bermaksud meletakkannya di sana, dia mendapati kakinya ada di atas mimbar.

    'Aku juga bisa mendengar mereka,' bisik Luna sambil bergabung dengan mereka dari sisi lain atap melengkung itu dan menatap tudung yang bergoyang. 'Ada orang-orang di dalam sana!'

    'Apa maksudmu, "di dalam sana"?' tuntut Hermione, sambil melompat turun dari anak tangga terakhir dan terdengar jauh lebih marah daripada seharusnya, 'tidak ada yang "di dalam sana", itu cuma atap melengkung, tidak ada ruangan untuk siapapun berada di sana. Harry, hentikan, pergilah dari sana --'

    Dia mencengkeram lengannya dan menarik, tetapi Harry bertahan.

    'Harry, kita seharusnya ada di sini untuk Sirius!' dia berkata dengan suara tegang bernada tinggi.

    'Sirius,' Harry mengulangi, masih memandang dengan terpesona ke tudung yang terus bergoyang itu. 'Yeah ...'

    Sesuatu akhirnya kembali ke tempat di dalam otaknya; Sirius, ditangkap, diikat dan disiksa, dan dia sedang memandangi  atap melengkung ini ...

    Dia mundur beberapa langkah dari mimbar itu dan merenggutkan matanya dari tudung.

    'Ayo pergi,' dia berkata.

    'Itulah yang sedang kucoba -- well, ayolah, kalau begitu!' kata Hermione, dan dia memimpin jalan kembali mengitari mimbar. Di sisi lain, Ginny dan Neville sedang menatap tudung itu juga, tampaknya terpesona. Tanpa bicara, Hermione memegang lengan Ginny, Ron menyambar lengan Neville, dan mereka membawa keduanya dengan tegas kembali ke bangku terendah dan merangkak sepanjang jalan kembali ke pintu.

    'Menurutmu atap melengkung itu apa?' Harry bertanya kepada Hermione ketika mereka sampai kembali ke ruangan melingkar yang gelap itu.

    'Aku tidak tahu, tapi apapun itu, itu berbahaya,' dia berkata dengan tegas, lagi-lagi menggoreskan tanda silang menyala di pintu.

    Sekali lagi, dinding berputar dan diam lagi. Harry mendekati pintu lain dengan sembarangan dan mendorongnya. Pintu itu tidak bergerak.

    'Ada yang salah?' kata Hermione.

    'Pintunya ... terkunci ...' kata Harry, sambil mengempaskan berat badannya ke pintu, tetapi pintu tidak bergeming.

    'Kalau begitu, ini dia, bukan?' kata Ron dengan bersemangat, sambil bergabung dengan Harry dalam usaha membuka paksa pintu itu. 'Pasti!'

    'Menyingkirlah!' kata Hermione dengan tajam. Dia menunjuk tongkatnya ke tempat di mana ada pengunci pada pintu biasa dan berkata, 'Alohomora!'

    Tak ada yang terjadi.

    'Pisau Sirius!' kata Harry. Dia menariknya keluar dari bagian dalam jubahnya dan menyelipkannya ke dalam celah di antara pintu dan dinding. Yang lainnya mengamati dengan bersemangat ketika dia menelusurkannya dari atas ke bawah, menariknya dan lalu mengayunkan bahunya lagi ke pintu. Pintu itu tetap tertutup rapat seperti sebelumnya. Terlebih lagi, saat Harry melihat ke bawah ke pisaunya, dia melihat bilahnya sudah melebur.

    'Benar, kita akan tinggalkan ruangan itu,' kata Hermione memutuskan.

    'Tapi bagaimana kalau yang satu itu?' kata Ron, sambil menatapnya dengan campuran ketakutan dan keinginan.

    'Tidak mungkin, Harry bisa melewati semua pintu itu dalam mimpinya,' kata Hermione, sambil menandai pintu itu dengan tanda silang menyala lain sementara Harry menyimpan kembali pegangan pisau Sirius yang sekarang tak berguna ke dalam kantongnya.

    'Kalian tahu apa yang mungkin berada di dalam sana?' kata Luna dengan bersemangat, ketika dinding mulai berputar lagi.

    'Sesuatu yang mengerikan, tak diragukan lagi,' kata Hermione dengan suara rendah dan Neville mengeluarkan tawa kecil yang gugup.

    Dinding berhenti dan Harry, dengan perasaan putus asa yang semakin meningkat, mendorong pintu berikutnya hingga terbuka.

    'Ini dia!'

    Dia tahu seketika dari cahaya indah, menari-nari, berkilau bagai berlian. Ketika mata Harry menjadi terbiasa dengan kilau cemerlang itu, dia melihat jam-jam bersinar dari setiap permukaan, besar dan kecil, jam kakek dan jam kereta, bergantungan di ruang antara rak-rak buku atau berada di atas meja-meja tulis yang berada di ruangan itu, sehingga suara detik sibuk, terus-menerus mengisi tempat itu seperti ribuan langkah kaki kecil yang berderap. Sumber cahaya menari-nari secemerlang berlian itu adalah sebuah toples kristal menjulang yang berdiri di ujung jauh dari ruangan itu.

    'Lewat sini!'

    Jantung Harry berdebar hebat sekarang setelah dia tahu mereka ada di jalan yang benar; dia memimpin jalan menyusuri ruang sempit di antara barisan meja tulis, menuju, seperti yang dilakukannya dalam mimpinya, sumber cahaya itu, toples kristal yang hampir setinggi dirinya yang terletak di atas sebuah meja tulis dan tampak penuh angin yang berombak dan berkilauan.

    'Oh, lihat!' kata Ginny, ketika mereka mendekat, sambil menunjuk ke pusat toples itu.

    Melayang-layang di arus berkilauan di dalamnya adalah sebuah telur kecil secemerlang permata. Ketika telur itu naik di dalam toples, dia retak membuka dan sebuah burung kolibri muncul, yang dibara ke puncak toples itu, tetapi ketika burung itu jatuh di dalam cairan itu bulunya menjadi kusut dan lembab lagi, dan pada saat dia dibawa ke dasar toples dia telah tertutup sekali lagi di dalam telurnya.

    'Jalan terus!' kata Harry dengan tajam, karena Ginny menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti dan menonton kemajuan telur itu kembali menjadi buurng.

    'Kau berlengah-lengah cukup lama di dekat lengkungan tua itu!' dia berkata dengan jengkel, tetapi mengikutinya melewati toples itu ke satu-satunya pintu di belakangnya.

    'Ini dia,' Harry berkata lagi, dan jantungnya sekarang berdebar begitu keras dan cepat sehingga dia merasa pasti mengganggu ucapannya, 'lewat sini --'

    Dia memandang sekilas kepada mereka semua; mereka sudah mengeluarkan tongkat mereka dan mendadak tampak serius dan cemas. Dia memandang kembali ke pintu dan mendorongnya. Pintu itu mengayun terbuka.

    Mereka ada di sana, mereka telah menemukan tempatnya: tinggi seperti gereja dan penuh dengan rak-rak menjulang yang berisikan bola-bola kaca kecil berdebu. Bola-bola itu berkilauan dengan redup dalam cahaya yang berasal dari tempat lilin yang dipasang pada jarak-jarak tertentu di sepanjang rak. Seperti di ruang melingkar di belakang mereka, nyala api lilin-lilin itu membara biru. Ruangan itu sangat dingin.

    Harry berjalan maju dan mengintip ke salah satu gang penuh bayang-bayang di antara dua barisan rak. Dia tidak bisa mendengar apapun atau melihat tanda pergerakan terkecilpun.

    'Kau bilang baris sembilan puluh tujuh,' bisik Hermione.

    'Yeah,' bisik Harry, sambil memandang ke atas pada ujung barisan terdekat. Di bawah lilin-lilin bersinar biru yang menjulur dari barisan itu berkilauan angka perak lima puluh tiga.

    'Kita harus pergi ke kanan, kukira,' bisik Hermione, sambil memicingkan mata ke baris berikutnya. 'Ya ... itu lima puluh empat ...'

    'Siaga dengan tongkat kalian,' Harry berkata dengan lembut.

    Mereka berjalan maju lambat-lambat, sambil memandang sekilas ke belakang mereka selagi menyusuri lorong-lorong panjang yang terdiri atas rak-rak, yang ujung-ujung semakin jauhnya hampir berada dalam kegelapan total. Label-label kecil menguning telah dipasang di bawah setiap bola kaca di atas rak. Beberapa di antaranya memiliki pendar aneh yang berubah-ubah, yang lainnya pudar dan gelap di dalamnya seperti bola lampu yang rusak.

    Mereka melewati baris delapan puluh empat ... delapan puluh lima ... Harry mendengarkan kuat-kuat mencari suara pergerakan terkecil, tetapi Sirius mungkin disumbat mulutnya sekarang, atau tidak sadar ... atau, kata sebuah suara tak diminta di dalam kepalanya, dia mungkin sudah mati ...

    Aku pasti merasakannya, dia memberitahu dirinya sendiri, jantungnya sekarang memukul-mukul jakunnya, aku pasti sudah tahu ...

    'Sembilan puluh tujuh!' bisik Hermione.

    Mereka berdiri berkumpul di ujung barisan, memandang ke lorong di sampingnya. Tak seorangpun ada di sana.

    'Dia tepat di ujung,' kata Harry, yang mulutnya telah menjadi sedikit kering. 'Kalian tidak bisa melihat dengan jelas dari sini.'

    Dan dia memimpin mereka di antara baris-baris menjulang bola-bola kaca, beberapa di antaranya berpendar lembut ketika mereka lewat ...

    'Dia seharusnya di dekat sini,' bisik Harry, yakin bahwa setiap langkah akan membawa ke penglihatannya bentuk Sirius dengan pakaian compang-camping di atas lantai yang semakin gelap. 'Di suatu tempat di sini ... benar-benar dekat ...'

    'Harry?' kata Hermione ingin melihat reaksinya, tetapi dia tidak ingin menanggapi. Mulutnya sangat kering.

    'Di suatu tempat di sekitar ... sini ...' dia berkata.

    Mereka telah mencapai akhir barisan dan muncul ke dalam cahaya lilin yang lebih redup lagi. Tak ada seorangpun di sana. Yang ada hanyalah keheningan yang menggema dan penuh debu.

    'Dia mungkin ...' Harry berbisik dengan parau, sambil mengintip ke lorong berikutnya. 'Atau mungkin ...' Dia bergegas melihat ke lorong satunya setelah itu.

    'Harry?' kata Hermione lagi.

    'Apa?' bentaknya.

    'Ku ... kukira Sirius tidak ada di sini.'

    Tak seorangpun berbicara. Harry tidak mau memandang satupun dari mereka. Dia merasa mual. Dia tidak mengerti mengapa Sirius tidak ada di sini. Dia harus berada di sini. Di sinilah dia, Harry, telah melihatnya ...

    Dia berlari ke ruang di ujung barisan-barisan, menatapi baris-baris itu. Satu demi satu gang kosong bekerjap lewat. Dia berlari ke arah yang lainnya, melewati teman-temannya yang memandangi. Tidak ada tanda Sirius di manapun, maupun petunjuk pergumulan apapun.

    'Harry?' Ron memanggil.

    'Apa?'

    Dia tidak ingin mendengar apa yang harus dikatakan Ron; tidak ingin mendengar Ron memberitahunya bahwa dia bodoh atau menyarankan bahwa mereka harus kembali ke Hogwarts, tetapi panas menjalar naik di wajahnya dan dia merasa seolah-olah dia ingin bersembunyi di bawah sini di dalam kegelapan untuk waktu yang lama sebelum menghadapi terangnya Atrium di atas dan pandangan-pandangan menuduh yang lainnya ...

    'Sudahkah kau melihat ini?' kata Ron.

    'Apa?' kata Harry, tetapi dengan bersemangat kali ini -- pastilah sebuah tanda bahwa Sirius tadi ada di sini, sebuah petunjuk. Dia berjalan kembali ke tempat mereka semuanya berdiri, sedikit lebih jauh dari baris sembilan puluh tujuh, tetapi tidak menemukan apa-apa kecuali Ron yang menatap ke salah satu bola kaca berdebu di rak.

    'Apa?' Harry mengulangi dengan murung.

    'Ada -- ada namamu di atasnya,' kata Ron.

    Harry bergeser sedikit mendekat. Ron sedang menunjuk ke salah satu bola kaca kecil yang berpendar dengan cahaya dalam yang redup, walaupun bola itu sangat berdebu dan tampaknya belum tersentuk selama bertahun-tahun.

    'Namaku?' kata Harry dengan hampa.

    Dia melangkah maju. Tidak setinggi Ron, dia harus menjulurkan lehernya untuk membaca label kekuningan yang ditempelkan ke rak tepat di bawah bola kaca berdebu itu. Dalam tulisan seperti laba-laba tertulis sebuah tanggal sekitar enam belas tahun sebelumnya, dan di bawah itu:

S.P.T kepada A.P.W.B.D

Pangeran Kegelapan dan (?) Harry Potter

    Harry menatapnya.

    'Apa itu?' Ron bertanya, terdengar heran. 'Kenapa namamu ada di bawah sini?'

    Dia memandang sekilas ke label-label lain di rak itu.

    'Aku tidak ada di sini,' dia berkata, terdengar bingung. 'Tak satupun dari kami ada di sini.'

    'Harry, kukira kau seharusnya tidak menyentuhnya,' kata Hermione dengan tajam, ketika dia mengulurkan tangannya.

    'Kenapa tidak?' dia berkata. 'Berkaitan denganku, 'kan?'

    'Jangan, Harry,' kata Neville tiba-tiba. Harry memandangnya. Wajah bundar Neville berkilat sedikit karena keringat. Dia tampak seolah-olah tidak bisa menerima ketegangan lagi.

    'Ada namaku di atasnya,' kata Harry.

    Dan merasa sedikit sembrono, dia menutupkan jari-jarinya ke sekitar permukaan bola berdebu itu. Dia telah mengharapkan bola itu terasa dingin, tetapi tidak. Sebaliknya, terasa seolah-olah telah tergeletak dalam sinar matahari selama berjam-jam, seolah-olah cahaya berpendar dari dalamnya menghangatkannya. Menduga, bahkan mengharapkan, bahwa sesuatu yang dramatis akan terjadi, sesuatu yang mengasyikkan yang mungkin membuat perjalanan panjang dan berbahaya mereka berharga pada akhirnya, Harry mengangkat bola kaca itu dari raknya dan menatapnya.

    Tak ada yang terjadi sama sekali. Yang lainnya bergesert mendekati Harry, menatap bola itu ketika dia menyekanya dari debu yang terkumpul.

    Dan kemudian, tepat dari belakang mereka, sebuah suara yang dipanjang-panjangkan berbicara.

    'Sangat bagus, Potter. Sekarang berpalinglah, baik-baik dan lambat, dan berikan itu kepadaku.'

 

Previous Home Next