IX
CUACA DAN EMPAT KESUNYATAAN MULIA (1)
Ketika pertama kali membabarkan ajaran-Nya, Sang Buddha bisa
mengajarkan apa
saja. Beliau baru saja sadar sempurna. Batin-Nya luhur dan
tanpa
rintangan —hanya keluasan, kebajikan diri, dan hidup-Nya.
Cerita berlanjut,
bagaimanapun, bahwa sukar bagi-Nya untuk mengekspresikan
pengalaman-Nya;
pada mulanya, Beliau memutuskan untuk tidak mengajar karena
Beliau pikir
tidak akan ada yang bisa mengerti apa yang dikatakan-Nya. Akan
tetapi,
akhirnya Beliau memutuskan untuk pergi dan mengajar karena ada
beberapa
orang yang akan mendengarkan-Nya. Yang menarik adalah bahwa
pada mulanya,
Beliau tidak mengajarkan yang tidak berkondisi; Beliau tidak
mengajarkan
kebajikan, kejelasan, ruang, kebahagiaan, keajaiban, ataupun
keterbukaan
dasar. Dalam ajaran Sang Buddha yang pertama --ajaran tentang
Empat
Kesunyataan Mulia-- Beliau berbicara tentang penderitaan.
Saya selalu mengalami ajaran-ajaran ini sebagai suatu penegasan
mengagumkan
bahwa tidaklah perlu menolak hidup dalam dunia ini, bahwa kita
sesungguhnya
adalah bagian dari kesemrawutan. Semua bentuk kehidupan saling
berhubungan.
Jika suatu makhluk hidup, ia memiliki gaya hidup, yang intinya
adalah
energi, sejenis semangat. Tanpa itu, kita tidak akan bisa
mengangkat tangan
kita, membuka mulut, atau membuka dan menutup mata. Jika anda
pernah melihat
seseorang yang sedang mati, anda akan tahu bahwa pada saat
tertentu,
walaupun cukup lemah, masih ada gaya kehidupan dalam tubuhnya,
dan kemudian
pada saat kita mati, keempat unsur --tanah, air, api, dan
udara-- saling
melebur satu per satu, dan akhirnya menyatu dengan alam
semesta. Namun,
ketika kita hidup, kita berbagi energi yang mampu melakukan
segala-galanya,
dari sehelai rumput sampai menjadi seekor gajah, tumbuh dan
hidup, kemudian
yang tidak bisa dihindarkan, tua dan mati. Energi ini, gaya
hidup ini,
menciptakan seluruh dunia. Sangat menarik untuk diperhatikan
bahwa kita
sebagai manusia mempunyai kesadaran, kita juga bisa
tergelincir, yaitu saat
kita menolak energi hidup.
Saya sedang berbicara dengan seorang laki-laki yang terkadang
mengalami
depresi hebat. Jika ia sedang tertekan, ia duduk di kursi,
tidak bisa
bergerak. Yang bisa dilakukannya cuma merasa cemas. Ia
mengatakan bahwa
sepanjang musim dingin, ia duduk di kursi, berpikir bahwa ia
harus membawa
pemotong rumput dari bawah salju, tetapi ia tak mampu
melakukannya. Dan itu
bukan yang saya maksudkan dengan duduk diam. Duduk diam, atau
memegangi
kursi, artinya tidak hanyut dari tempat ini, sepenuhnya
mengetahui dan
mengalami energi kehidupan. Jadi apa yang terjadi? Saya bisa
bercerita
tentang pengalaman saya. Saya datang duduk, melakukan metode
itu, ketika
perasaan yang tidak enak ini datang. Hal berikutnya yang saya
ketahui adalah
saya sedang memikirkan segala macam hal, mencemaskan sesuatu
yang akan
terjadi di bulan September, mengkhawatirkan siapa yang akan
memperhatikan
segala sesuatu di bulan Oktober. Lalu, saya ingat: duduk diam
di tengah
kobaran api, angin topan, gempa bumi, atau badai ombak, duduk
diam. Ini
memberikan kesempatan mengalami sekali lagi sifat hidup dari
energi
kehidupan kita --tanah, udara, api, dan air.
Mengapa kita menolak energi kita? Mengapa kita menolak gaya
hidup yang
mengaliri tubuh kita? Kesunyataan mulia pertama menyatakan
bahwa jika anda
hidup, jika anda mempunyai perasaan, jika anda bisa mengasihi,
jika anda
bisa berwelas asih, jika anda bisa menyadari energi hidup yang
membuat
segalanya bergerak, tumbuh, dan mati, anda tidak akan setuju
dengan
penolakan atau kegelisahan mengenai apa pun. Kesunyataan mulia
pertama
mengatakan bahwa perasaan tidak nyaman adalah bagian dari hidup
manusia.
Kita bahkan tidak perlu lagi menyebutnya sebagai penderitaan,
kita bahkan
tidak perlu memberinya nama ketidaknyamanan. Sama halnya dengan
mengenali
panas nyala api, kekuatan hembusan angin, pergolakan ombak,
getaran bumi,
demikian juga kehangatan api, kesejukan dan kesegaran air,
kelembutan
hembusan angin, dan kesuburan, kepadatan, dan kekekaran bumi.
Tidak ada
sesuatu pun yang intinya hanya semacam saja. Keempat unsur
kehidupan
memiliki sifat yang berbeda; bagaikan tukang sulap.
Kadang-kadang, mereka
berbentuk ini dan terkadang berbentuk itu. Jika kita menganggap
itu suatu
masalah, kita menolaknya. Kesunyataan pertama menyatakan bahwa
kita juga
berubah-ubah  seperti cuaca, kita bergolak dan mengalir seperti
gelombang,
kita berubah warna seperti bulan. Kita mengalaminya, dan tidak
ada alasan
untuk menolaknya. Jika kita menolaknya, realita dan vitalitas
hidup berubah
menjadi kesengsaraan, neraka.

IX
CUACA DAN EMPAT KESUNYATAAN MULIA (2)
Kesunyataan kedua menyatakan bahwa penolakan ini merupakan
mekanisme operasi
dasar atas apa yang kita sebut sebagai ego, bahwa menolak
kehidupan akan
membawa penderitaan. Secara tradisional, dikatakan bahwa yang
menjadi sebab
dari penderitaan adalah keterikatan pada pandangan yang sempit.
Cara lain
untuk menerangkan hal yang sama adalah bahwa menolak keutuhan
kita yang
lengkap dengan segala bentuk kehidupan, menolak kenyataan bahwa
kita berubah
dan silih berganti seperti cuaca, bahwa kita memiliki energi
yang sama
seperti semua makhluk hidup, menolak semua itulah yang disebut
dengan ego.
Kemarin, saya mulai merasa sangat ingin tahu tentang sikap
penolakan. Saya
perhatikan bahwa saat saya sedang duduk dengan perasaan tidak
enak di hati
dan di perut --lapar, anda bisa mengatakan begitu. Saya mulai
mengenali
kesempatan untuk mengalami kesejatian empat unsur, merasakan
pengalaman saat
menjadi cuaca. Tentu saja, itu tidak membuat rasa tidak enak
itu berlalu,
tetapi mengenyahkan penolakan, dan bagaimanapun juga dunia itu
kembali ada
di sana. Ketika saya tidak menolak, saya dapat melihat dunia.
Lalu, saya
perhatikan bahwa saya tidak pernah menyukai sifat “cuaca” ini
karena
beberapa alasan dan karenanya saya menolaknya. Saat berbuat
seperti itu,
saya sadar, saya menciptakan kembali diri sendiri. Dalam kasus
yang saya
alami, mencemaskan hal-hal yang akan terjadi sangatlah tidak
menyenangkan;
merupakan suatu bentuk kecanduan. Sangat tidak enak juga untuk
mabuk kembali
kalau anda seorang alkoholik, atau harus disuntik terus kalau
anda seorang
pecandu narkotik, atau harus terus makan kalau anda seorang
pecandu makan,
atau yang lain-lain. Semua ini sangat aneh. Kita semua tahu apa
yang
dimaksud dengan kecanduan itu; kita terutama kecanduan pada
“aku”.
Yang menarik lagi, ketika cuaca berubah dan energi mengalir
dalam tubuh
kita, sebagaimana mengaliri rumput, pohon, burung, beruang,
tikus, samudera,
dan karang, kita lihat bahwa kita tidak kokoh sama sekali. Jika
kita duduk
diam, seperti gunung Gampo Lhatse di tengah badai, jika kita
tidak
melindungi diri kita dari kebenaran, penuh semangat,
pendadakan, dan
kurangnya keyakinan sebagai bagian dari kehidupan, maka kita
bukanlah
makhluk terpisah yang mengharuskan segala sesuatu berlangsung
sesuai dengan
keinginan kita.
Kesunyataan Mulia yang ketiga menyatakan bahwa pelenyapan
penderitaan adalah
dengan membiarkan berlalu keterikatan pada diri sendiri.
“Lenyap” di sini
maksudnya pelenyapan neraka sebagai lawan dari cuaca, lenyapnya
penolakan,
kegelisahan ini, perasaan terjerat dan terikat ini, berusaha
mempertahankan
“saya” yang besar dengan mati-matian. Ajaran mengenai kondisi
tanpa “aku”
kedengaran semu, tetapi sifat dari jalan itu, petunjuk ajaib
bahwa kita
sudah menerima semuanya, kunci emasnya adalah bagian dari
teknik meditasi di
mana anda mengetahui apa yang terjadi pada diri anda dan anda
berkata pada
diri sendiri, “Berpikir.” Lalu, anda membiarkan pergi semua
pembicaraan,
pembentukan, diskusi, dan anda cuma ditinggalkan dalam keadaan
duduk
bermeditasi bersama cuaca --sifat dan energi dari cuaca itu
sendiri.
Barangkali anda masih memiliki perasaan aneh, perasaan licik,
perasaan
meledak, perasaan tenang, atau perasaan bosan, seolah-olah anda
baru saja
dikubur. Anda ditinggalkan dengan semua itu. Itulah kuncinya;
menjadi tahu
terhadap itu. Satu-satunya cara untuk mengetahui hal itu adalah
dengan
menyadari bahwa anda sudah pernah membicarakannya, mengubahnya
menjadi cemas
akan minggu depan atau Oktober depan dan sisa hidupmu. Itu
seolah-olah,
cukup aneh, bukannya duduk di tengah api, kita malahan telah
mengembangkan
sarana ciptaan  sendiri ini untuk mengipasnya, membesarkan
nyala apinya.
Kipas bara api itu, kipas bara api itu, “Baiklah, bagaimana
kalau saya tidak
melakukannya, maka itu akan terjadi, kemudian ini akan terjadi,
barangkali
saya lebih baik menyingkirkan ini dan ini, lalu melakukan ini
dan itu. Saya
lebih baik menceritakan segala sesuatu tentang hal ini. Jika
saya tidak
memberitahukan mereka, pasti segalanya akan berantakan, kalau
sudah begitu,
apa yang akan terjadi kemudian? Oh, saya pikir saya lebih baik
mati dan
keluar dari sini. Ini sungguh menakutkan dan -.” Tiba-tiba anda
ingin
melompat dari tempat tidur dan pergi menjerit di luar. Anda
sudah mengipas
bara api. Akan tetapi, pada saat tertentu anda berpikir,
“Tunggu sebentar.
Berpikirlah.” Lalu, anda membiarkan pergi dan kembali kepada
perasaan asal
yang lembut yang mungkin hanya sepintas, tetapi pada dasarnya
adalah angin,
api, tanah, dan air. Saya tidak berbicara soal mengubah angin
topan menjadi
tenang. Saya berbicara soal menyadari kondisi ketopanan, atau
untuk hari
yang cerah, kecerahan. Saya tidak berbicara soal mengubah
kobaran kebakaran
hutan menjadi api kecil yang ada di perapian, atau menjadi api
masak di
bawah panci anda. Saya cuma mengatakan bahwa jika ada kebakaran
hutan,
jangan menolak kekuatan seperti itu --itulah anda. Jika keadaan
tenang dan
hangat, jangan menolaknya atau bersarang di dalamnya. Saya
tidak berbicara
tentang mengubah gempa bumi menjadi taman bunga yang rapi. Jika
ada gempa
bumi, biarkan tanah bergetar dan terbelah, dan jika kebun
berbunga-bunga,
biarkanlah juga. Saya berbicara tentang sikap tidak melawan,
tidak melekat,
tidak terikat pada harapan ataupun rasa takut, pada kebaikan
ataupun
kejahatan, melainkan hiduplah secara utuh.
Intisari dari Kesunyataan keempat adalah Jalan Mulia Beruas
Delapan. Apa pun
yang kita lakukan --perbuatan, usaha, meditasi, pekerjaan, dan
setiap
tindakan kecil yang kita lakukan mulai dari saat kita lahir
sampai saat kita
mati-- kita dapat menggunakannya untuk membantu kita menyadari
kesatuan dan
kelengkapan diri kita dengan segala sesuatu. Kita bisa
menggunakan hidup
kita, dengan kata lain untuk tiba pada kenyataan bahwa kita
tidak terpisah:
energi yang membuat kita hidup, menjadi utuh dan sadar, adalah
energi yang
menciptakan segalanya, dan kita adalah bagian dari itu. Kita
bisa
menggunakan hidup kita untuk berhubungan dengannya, atau kita
bisa
menggunakannya untuk menjadi resah, bersikap menolak, marah,
keji, seperti
yang selalu terjadi. Semuanya terserah pada kita.

X
TIDAK TERLALU KETAT, TIDAK TERLALU LONGGAR (1)

Hari ini kita akan membahas tentang cara menemukan keseimbangan
hidup.
Apabila segala sesuatu sudah dikatakan dan dilakukan, apakah
yang dimaksud
dengan jalan tengah itu?
Jalan tengah saya dan jalan tengah anda bukanlah jalan tengah
yang sama.
Misalnya, pembawaan saya adalah santai, tenang, dan mengacu
pada masa lalu.
Bagi saya, yang biasanya dinilai pekerjaan ketat masih cukup
santai
dilaksanakan karena saya melakukannya dengan santai. Jadi,
pekerjaan yang
menuntut disiplin cocok untuk saya. Pekerjaan semacam itu
membantu saya
menemukan jalan tengah saya. Pekerjaan yang sangat santai tidak
begitu
sesuai bagi saya karena tidak mengarahkan saya pada
keseimbangan diri. Akan
tetapi, barangkali anda lebih militan, bertindak tepat ke
sasaran, dan
langsung. Mungkin anda cenderung keras. Akan mudah bagi anda
untuk menjalani
pekerjaan yang keras, tetapi mungkin pekerjaan seperti itu
terlalu kasar dan
kaku, jadi anda perlu mencari-cari metode untuk melaksanakannya
dengan cara
yang santai dan longgar. Setiap orang berbeda-beda. Setiap
orang mempunyai
jalan tengah yang berbeda-beda; setiap orang berlatih untuk
menemukan
keseimbangannya sendiri, bagaimana agar tidak terlalu ketat
atau terlalu
longgar. Tidak ada orang lain yang bisa memberitahukan anda.
Anda harus
menemukannya sendiri.
Dalam sebuah syair di “Pikiran Pertama, Pikiran Terbaik”,
Trungpa Rinpoche
mengatakan, “Agama Buddha tidak memberitahu anda apa yang benar
dan salah,
tetapi mendorong anda untuk menemukannya sendiri.” Belajar
untuk tidak
terlalu ketat atau terlalu longgar merupakan usaha pribadi
untuk menemukan
cara mendapatkan keseimbangan anda sendiri: bagaimana menjadi
santai kala
anda terlihat terlalu tegang; bagaimana menjadi lebih serius
dan teliti kala
anda terlihat terlalu santai.
Kelihatannya, sudah menjadi pengalaman yang umum untuk
mengikuti pandangan
yang ekstrim; kita jarang memakai jalan tengah. Misalnya saja,
kita pergi ke
dathun dan duduk berlatih. Beberapa hari kemudian, kita
berpikir, “Saya akan
melakukan ini dengan sempurna,” dan kita pun berlatih dengan
ulet untuk
bermeditasi dengan benar, berjalan dengan benar, bernafas
dengan benar,
menjaga ketenangan, melakukan segala-galanya. Kita benar-benar
berusaha
keras; kita mempunyai maksud yang akan dicapai. Lalu, pada saat
tertentu,
kita mengatakan, “Oh, alangkah bodohnya! Apa yang sedang saya
lakukan?”
Lalu, kita mungkin meninggalkannya sama sekali dan beralih ke
usaha ekstrim
yang lain --”Saya tidak boleh mundur.”. Unsur humor dan
keindahan latihan
adalah bahwa beralih dari suatu usaha ekstrim ke  yang lain
tidaklah
dianggap sebagai suatu rintangan; kadang-kadang kita seperti
sersan yang
keras, kadang-kadang seperti kentang rebus. Pada dasarnya,
sekali kita
memiliki rasa ingin tahu yang menyenangkan mengenai segala hal,
informasi
tentang apa pun, kumpulkan informasi yang kita perlukan untuk
menemukan
keseimbangan kita sendiri.
Anda sedang duduk di suatu tempat dan sekonyong-konyong anda
melihat diri
anda sebagai seorang diktator Amerika Selatan, lalu anda
berpikir, “Ini
menggelikan.” Anda ingat kembali petunjuk untuk menjadi ringan,
lembut, dan
halus. Lalu, rasa lucu atau pengertian; suatu jenis kelembutan
muncul. Di
waktu lain, anda duduk di sana, memperhatikan kuku jari,
menggaruk telinga,
memain-mainkan jari kaki, mengorek hidung, dan melihat Gary
Larson sedang
menggambar kartun diri anda. Anda berpikir, “Yah, anda tahu,
saya bisa
sedikit lebih teliti di sini.” Humor merupakan pendekatan yang
jauh lebih
efektif daripada melakukan latihan anda dengan keras.
Pada tahun 1979, di Seminari Vajradhatu, sebuah program tiga
bulan untuk
murid-murid berbakat yang tertarik mengikuti latihan sistematis
mempelajari
ketiga yana atau wahana (Hinayana, Mahayana, dan Vajrayana)
dari agama
Buddha Tibet, Trungpa Rinpoche memberikan beberapa ajaran yang
tepat dan
cerah, yang memberi semangat pada banyak orang. Selama
bertahun-tahun, kami
sudah menerima ajaran langsung tentang latihan shamatha
(perhatian);
ajaran-ajaran yang baru ini --sembilan cara untuk menenangkan
pikiran--
membuat latihan menjadi lebih jelas dan lebih tepat karena
latihan itu lebih
menjelaskan kepada kita bagaimana untuk maju. Gagasan dasar
dari
latihan-latihan ini adalah menemukan keseimbangan anda sendiri,
di antara
kondisi tidak terlalu ketat dan tidak terlalu longgar. Saya
akan membahasnya
sekarang, ajaran-ajaran itu sangat membantu.
Pertama-tama, jangan menganggap sembilan jalan ini saling
berhubungan,
walaupun yang terakhir lebih terlihat bersifat hasil dari
jalan-jalan yang
lain. Jalan-jalan itu tidak untuk dianggap sebagai tahap
pertama sampai
kesembilan, melainkan cuma sembilan saran terpisah, sembilan
kiat
berbeda-beda yang bermanfaat tentang cara mengistirahatkan
pikiran anda
dalam keadaannya yang wajar --bagaimana menjaga pikiran anda
untuk tidak
menuju suatu pandangan ekstrim atau yang lain. Anda boleh
mengatakan bahwa
ini ada petunjuk-petunjuk tentang cara menemukan apa sebenarnya
keadaan yang
wajar itu. Apakah keseimbangan itu? Bagaimanakah ketenangan
itu? Kita semua
ingin mengetahuinya. Petunjuk dasarnya adalah melihat apa yang
terlalu ketat
dan yang terlalu longgar untuk anda, dan anda akan
menemukannya. Daripada
mencoba untuk berdiam diri di tengah-tengah, carilah mana yang
terlalu ketat
dan yang terlalu longgar, maka anda akan menemukan jalan tengah
anda
sendiri.
Sembilan jalan ini punya nama yang lucu; semuanya terdengar
mirip dengan
sedikit perbedaan. Yang pertama disebut beristirahat, yang
kedua
beristirahat terus-menerus, yang ketiga disebut beristirahat
dengan konyol,
yang keempat beristirahat sepenuhnya, dan seterusnya.

X
TIDAK TERLALU KETAT, TIDAK TERLALU LONGGAR (2)

Yang pertama adalah “mengistirahatkan pikiran”. Kita sudah
diajari untuk
“memusatkan perhatian pada nafas”. Walaupun ada warna-warni
lain, suara
lain, meskipun telinga, hidung, mulut, dan indera perasa anda
masih ada dan
tidak satu pun yang lenyap, saat anda duduk bermeditasi,
bagaimanapun juga
anda membatasi perhatian pada nafas yang keluar. Barangkali
kata “membatasi”
kurang cocok. Anda memberikan bagian terbesar dari perhatian
anda, bagian
terbesar kewaspadaan anda, pada nafas yang keluar. Di awal
setiap bagian,
ada unsur penyederhanaan hanya sampai pada nafas. Instruksi
yang diberikan
bukan “mengenyahkan semua yang lain”. Di sini, tetap ada dua
puluh lima
persen perhatian. Namun, penting diperhatikan bahwa setiap kali
anda
memulai, anda ingat apa yang sedang anda lakukan: anda
menyederhanakan
perhatian pada nafas. Perhatian anda cukup terpusatkan dengan
cara seperti
itu. Anda dapat melakukan hal ini setiap kali anda duduk. Anda
mungkin
terjebak sepenuhnya pada waktu itu, dan jika ini terjadi, anda
bisa
berhenti, beristirahat, dan memulai lagi, suatu permulaan yang
segar.
Senantiasa memulai dengan penekanan utama pada nafas.
Dalam instruksi kedua, “beristirahat terus-menerus”, anda
didorong untuk
memperpanjang perasaan menyatu sepenuhnya dengan nafas.
Kadang-kadang,
perasaan itu cuma sekejap, dan selanjutnya lebih halus. Akan
tetapi,
kadang-kadang ini berlangsung cukup wajar sehingga anda dapat
memperpanjang
usaha merasakan nafas yang keluar, perasaan menyatu sepenuhnya
dengan nafas.
Instruksi untuk terus-menerus beristirahat adalah untuk melatih
diri anda
agar tidak terusik oleh segala hal yang sepele, melainkan tetap
pada nafas.
Jadi, instruksi pertama adalah sesuatu yang dapat anda lakukan,
dan yang
kedua adalah sesuatu yang condong menjadi sikap dan suatu
pengalaman yang
terbentuk: anda tidak tertarik oleh suara apa pun, tidak
terusik oleh
pandangan apa pun, tidak hanyut seluruhnya dalam pergerakan
pikiran anda.
Anda mampu memperpanjang meditasi di saat sekarang, sepenuhnya
berada di
sini, cuma bernafas.
Yang ketiga adalah “beristirahat dengan konyol”, kadang-kadang
disebut juga
“beristirahat  sebagaimana biasa”. Instruksi ini ada
hubungannya dengan
mengambil suatu sikap yang konyol, sikap kekanak-kanakan
terhadap latihan
anda, membuatnya menjadi sangat sederhana. Ini artinya tidak
bersikap penuh
konsep dan pemikiran intelektual terhadap instruksi shamatha
vipashyana.
Demikian disebutkan, “Ketika pikiran engkau mengembara, apa pun
yang
dipikirkannya, kembali sajalah.” Biasanya, kita tidak segera
kembali; juga
tidak memperhatikan sekalipun bahwa kita sedang berpikir, lalu
kita kembali,
atau kita sangat keras dan bersifat menghakimi. Jadi,
beristirahat dengan
konyol menyarankan, “Kembali sajalah.” Tatkala Trungpa Rinpoche
membahas hal
ini, ia menggunakan contoh menyuapi bayi. Anda sedang berusaha
memasukkan
sendok ke dalam mulut bayi, dan perhatian bayi itu merayap ke
mana-mana.
Anda cukup mengatakan, “Lihat! Itu burung!” Dan perhatian bayi
itu kembali
lagi, lalu anda memasukkan sendok ke dalam mulutnya. Sangat
sederhana, bayi
itu tidak akan mengatakan, “Oh, bayi nakal! Saya sedang
berpikir.” Bayi itu
hanya berkata, “Makanan!” dan ia pun kembali. Saya bisa
memberikan contoh
yang lain. Anda sedang menggosok gigi dan perhatian anda
berkeliaran ke
mana-mana. Secara mendadak, anda ingat bahwa anda sedang
berdiri di sana
dengan busa odol memenuhi  mulut anda, walaupun anda baru saja
kembali dari
perjalanan ke Los Angeles. Anda hanya kembali menggosok gigi;
tidak ada yang
luar biasa. Itulah beristirahat dengan konyol.
Yang keempat dari sembilan jalan tersebut adalah “beristirahat
sepenuhnya”.
Petunjuk yang diberikan di sini adalah membiarkan diri anda
terdiam,
membiarkan pikiran anda tenang. Jika anda merasakan pekerjaan
anda telah
santai dan gampang,  dan tidak ada film tiga dimensi yang
sedang
berlangsung, maka cobalah menangkap setiap kedipan pikiran,
kedipan pikiran
yang paling kecil sekalipun. Contoh yang telah diberikan adalah
bahwa
kadang-kadang pikiran anda seperti seekor kutu yang
meloncat-loncat di ujung
hidung anda, sementara di lain waktu kutu itu bagaikan seekor
gajah yang
duduk di atas tubuh anda. Instruksinya adalah bahwa anda harus
berusaha
menangkap kedipan kecil pikiran itu. Dalam latihan, anda akan
tahu kapan
anda sedang merasa diam seperti itu, dan kapan anda bisa
mencoba berlatih
dengan cara seperti itu. Anda juga kadang-kadang menemukan
bahwa ini muncul
secara tidak terduga dalam diri anda, dan begitulah adanya.
Yang kelima disebut “menjinakkan pikiran”. Ini ada kaitannya
dengan
pentingnya suatu sikap dasar keramah-tamahan. Kadangkala, saat
pikiran-pikiran kita bagaikan kutu-kutu yang berlompat-lompat
di hidung
kita, kita cuma melihat kedipan-kedipan kecil pikiran itu,
seperti
riak-riak, yang mungkin saja memiliki sifat yang sangat
membebaskan. Untuk
pertama kali, anda barangkali merasakan, “Ya ampun, alangkah
luasnya dunia
ini, mengapa itu terus-menerus ada di sini saja.” Di waktu yang
lain,
seolah-olah ada gajah besar duduk di atas kepala anda, atau
anda sedang
memutar film porno yang anda perankan sendiri, atau film perang
anda
sendiri, dalam peralatan audiovisual yang canggih. Penting
untuk diingat
bahwa meditasi tidak memihak pada gajah daripada kutu, atau
sebaliknya.
Meditasi hanyalah suatu proses melihat apa adanya,
memperhatikannya,
menerimanya, dan lalu meneruskan hidup, dalam istilah
teknisnya, kembali
kepada kesederhanaan saat ini, kesederhanaan nafas yang keluar.
Apakah anda
terperangkap seluruhnya dalam pikiran-pikiran yang mengganggu
selama
bermeditasi atau anda merasakan keluasan ruang, anda bisa
memperlakukan
kedua-duanya dengan kelembutan dan perasaan hidup, sadar atas
siapa diri
anda. Jadi, sikap menjinakkan ini mengajarkan bahwa meditasi
berarti
mengembangkan suatu sikap non-agresif terhadap apa pun yang
muncul di dalam
pikiran anda. Cara ini mengajarkan bahwa meditasi bukan
menganggap anda
sebagai rintangan bagi diri anda sendiri; sebenarnya, yang
terjadi adalah
sebaliknya.

X
TIDAK TERLALU KETAT, TIDAK TERLALU LONGGAR (3)

Yang keenam, “mendamaikan”, merupakan instruksi lebih lanjut
tentang
bagaimana berhubungan dengan negativitas. Menjinakkan pada
dasarnya
memberikan wawasan, yang begitu penting, bahwa meditasi adalah
mengembangkan
sikap non-agresif dan suatu hubungan yang baik dengan diri kita
sendiri.
“Mendamaikan” mengakui bahwa kita sudah benar-benar melibatkan
diri sendiri
dalam latihan. Pada waktu kita antusias terhadap latihan dan
memberikan
seluruh diri kita padanya, sesuatu yang aneh selalu terjadi:
Kita bosan,
muak, dan menjadi kecil hati. Kita bisa mengatakan, “Aku tidak
mau lagi
melakukannya”, lalu mengepak baju-baju kita, melepaskan diri
dari kegiatan
itu, atau pergi mendayung sampan atau makan sepuasnya dan
“tidur sekarang
juga”. Mendamaikan adalah ajaran yang banyak mengandung nilai
humor di
dalamnya. Ajaran ini tahu apa yang kita inginkan darinya (dan
tentu saja,
karena ajaran ini sendiri sudah berumur lebih dari dua ribu
tahun). Bunyinya
seperti ini, “Pertama-tama, kenali bahwa perasaan merendah
mengiringi
latihan yang baik, bahwa ini adalah pengalaman seseorang yang
terlibat
sepenuhnya dan sudah memulai perjalanan, dan tenangkanlah
dirimu. Waktu itu
terjadi, lihatlah bahwa ada sedikit humor di situ, berbicaralah
pada diri
anda, doronglah diri anda.” Anda bisa berkata, “Oh! Ia datang
lagi! Saya
pikir saya sudah menyingkirkannya, tetapi ini dia. Alamak! Saya
belum pernah
mengalami hal seperti ini, tetapi inilah yang sedang ia
bicarakan.” Anda
bisa benar-benar berbicara pada diri anda sendiri tentang
betapa mulianya
kehidupan kita sebagai manusia ini dan betapa tidak pasti umur
kita, serta
menyadari berharga dan langkanya kesempatan untuk mampu
bersahabat dengan
diri anda sendiri dengan utuh dan sepenuhnya. Anda bisa duduk
dengan hening
bersama diri anda, melihat siapa diri anda, dan dengan cara
yang lembut
serta tepat, teruslah menyatu dengan diri anda, belajar
bagaimana mengenali
sepenuhnya siapa diri anda dan lepaskan kecenderungan untuk
terikat dan
terjerat. Jadi, mendamaikan adalah menyadari kondisi umat
manusia dengan
penuh kehangatan, penuh simpati, dan menghargai kelangkaan dan
kemuliaan
kemampuan berlatih dan bersahabat dengan diri anda sendiri.
Anda juga dapat
menyadari bahwa di waktu seperti ini, di saat muncul begitu
banyak
kekacauan, krisis, dan penderitaan di dunia ini, kita
benar-benar
diperlukan. Individu-individu yang mau bangkit dan bersahabat
dengan diri
mereka sendiri akan sangat bermanfaat karena mereka bisa
bekerjasama dengan
orang lain, mereka bisa mendengar apa yang dikatakan orang lain
pada mereka,
dan mereka bisa bersikap tulus dan berguna bagi pihak lain.
Jadi, anda dapat
mendorong diri anda dengan cara seperti itu, yang disebut
dengan
mendamaikan.
“Mendamaikan sepenuhnya”, jalan ketujuh, memberikan instruksi
khusus
mengenai rintangan dan halangan. Jalan ini berbicara soal
nafsu, agresi, dan
ketidaktahuan, yang kita anggap sebagai rintangan bagi latihan.
Di sini,
dikatakan bahwa jika anda sedang mengalami rintangan ekstrim
dalam latihan,
pertama-tama anda dapat mengulangi permulaan yang segar, lalu
memberikan
tekanan pada sifat segar, berangin, dan kesejukan dalam nafas
anda. Anda
sudah mempelajari teknik meditasi, anda telah mengambil posisi
tubuh yang
baik, mempunyai objek meditasi dan segala macam sarana, namun
jika agresi
menunjukkan cengkeramannya pada diri anda dan anda tidak mampu
membiarkan
berlalu pikiran-pikiran yang gelisah, pahit, dan amarah itu,
anda harus
memberikan penekanan pada sifat nafas keluar yang berangin,
sejuk, dan segar
yang membantu anda berhubungan dengan kesegaran dan kelapangan.
Jika nafsu yang telah mengikat anda --anda tidak mampu berhenti
memikirkan
orang atau benda yang begitu anda inginkan-- maka instruksi
yang diberikan,
cukup menarik juga, adalah kembali kepada tubuh anda, berikan
perhatian pada
postur tubuh. Lawan dari jeratan nafsu, begitu menginginkan
sesuatu sehingga
terasa menyakitkan, adalah postur tubuh anda. Cukup anda
rasakan tangan anda
di atas paha dan rasakan pinggul anda di atas bantal. Anda
bahkan bisa
secara mental menjelajahi seluruh tubuh anda, mulai dari kepala
hingga ke
bawah. Kembalilah pada tubuh anda untuk menaklukkan diri anda.
Lawan dari ketidaktahuan atau rasa kantuk adalah berhubungan
dengan ruang
lapang, berkebalikan dari lawan untuk nafsu yang berhubungan
dengan tubuh.
Jika ketidaktahuan atau rasa kantuk adalah masalahnya, anda
dapat merasakan
nafas yang melenyap ke ruang bebas; anda bisa merasakan tubuh
anda sedang
duduk di sini dengan ruang yang luas di sekeliling, semua ruang
di luar
biara dan semua ruang di seluruh Pulau Cape Breton: banyak
sekali ruang.
Anda berhubungan dengan ruang besar untuk membangunkan diri
anda, untuk
menyinari segalanya. Daripada  membiarkan kelopak mata turun,
anda dapat
menajamkan pandangan tanpa perlu terbelalak ke segala arah.
Jalan yang kedelapan, “satu titik pusat”, mempunyai dua bagian,
penekanan
utama diberikan pada perhatian atas permulaan yang segar. Jika
pikiran anda
terjerat sepenuhnya dan membuat anda kebingungan, anda bisa
berhenti
berlatih sama sekali. Lepaskan semua pikiran. Berikan
kesempatan
beristirahat untuk diri anda. Untuk sesaat, jangan berlatih,
jaga posisi
tubuh anda agar tidak terlalu lepas kendali, tetapi sebaliknya
biarkan
pikiran anda santai dan memikirkan berbagai hal atau bersikap
waspada.
Santai, lalu mulailah dengan suasana segar. Bagian kedua dari
ajaran ini
adalah menyadari bahwa anda bukan korban dari apa pun, dan
bukan pula pasien
yang harus disembuhkan oleh para dokter. Anda benar-benar
waras, sehat,
santun, pada dasarnya orang yang baik, dan anda dapat menemukan
keseimbangan
sendiri. Awal yang segar ini, tidak hanya dapat diterapkan
dalam meditasi
formal, melainkan pada seluruh hidup anda. Ajaran ini, berpusat
pada satu
titik, mempunyai arti bahwa anda dapat benar-benar hadir di
sini. Jika anda
melihat diri anda tergoda, anda cukup berbalik kembali, bangun,
dan mulai
lagi dengan segar. Terdapat banyak cara untuk melakukan segala
yang hendak
anda kerjakan, dan banyak cara untuk menjadi siapa yang anda
inginkan. Anda
tidak perlu merasa sebagai korban dari pikiran anda sendiri.
Yang terakhir dari sembilan jalan ialah “beristirahat dengan
seimbang”.. Ini
kadang-kadang juga disebut absorpsi (penyerapan). Namun,
Rinpoche dengan
sangat jelas menyatakan bahwa ini bukan sejenis absorpsi yang
melarang
segala sesuatu keluar. “Beristirahat dengan seimbang” cuma
menekankan sikap
dasar bahwa meditasi adalah untuk mengembangkan persahabatan
yang
benar-benar tulus dengan diri kita sendiri. Ada syair kuno yang
mengiringi
ajaran ini, bunyinya demikian, “Seperti angsa berenang di danau
dan ular
merayap di dalam tanah, anda dapat membiarkan pikiran berada
dalam keadaan
alaminya.”

XI
PELEPASAN (1)

Pada waktu orang menyatakan berlindung melalui upacara resmi
menjadi seorang
umat Buddha, mereka menerima sebuah nama yang mencirikan jalan
utama mereka,
bagaimana mereka harus berlatih, wahana utama mereka. Saya
sudah perhatikan
bahwa tatkala orang memperoleh nama “Pelepasan”, mereka tidak
menyukainya.
Nama itu membuat mereka merasa sengsara; mereka merasa
seolah-olah diberi
nama “Kamar Siksa”, atau barangkali “Kamar Siksa untuk
Pencerahan”. Pada
umumnya, orang juga tidak menyukai nama “Disiplin”. Akan
tetapi, semuanya
tergantung pada cara anda memandang. Pelepasan tidak perlu
dianggap negatif.
Saya diajarkan bahwa itu ada hubungannya dengan sikap tidak
terikat. Yang
dilepaskan atau ditinggalkan adalah ketertutupan pada
kehidupan. Anda bisa
mengatakan bahwa pelepasan sama dengan terbuka terhadap ajaran
saat ini.
Barangkali baik untuk memikirkan dasar dari pelepasan ini
sebagai diri kita
dulu yang baik, kesantunan, dan rasa humor kita yang mendasar.
Dalam ajaran
agama Buddha dan dalam ajaran-ajaran Shambhala, juga dalam
ajaran-ajaran
berbagai aliran mistik atau perenungan yang lain, pandangan
dasarnya adalah
bahwa manusia pada dasarnya baik dan sehat. Demikian pula
setiap orang lahir
dengan hak yang sama, yakni potensi bagi kehangatan hati dan
kejernihan
pikiran. Pelepasan berarti sadar bahwa kita sudah memiliki
semua yang kita
perlukan, bahwa apa yang sudah kita miliki adalah baik. Dalam
setiap saat,
terkandung energi yang tidak terhitung jumlahnya, dan kita
dapat berhubungan
dengan itu.
Saya baru-baru ini mengunjungi ruang praktek seorang dokter
yang di
dindingnya tergantung sebuah poster bergambar seorang perempuan
tua Indian
sedang berjalan sambil menuntun seorang anak kecil. Kata-kata
dalam gambar
itu berbunyi, “Musim datang dan pergi, musim panas mengikuti
musim semi, dan
musim rontok mengikuti musim panas, dan musim dingin datang
setelah musim
rontok, dan umat manusia lahir dan menjadi dewasa, menjadi tua
dan mati, dan
semuanya memiliki siklusnya masing-masing. Siang mengikuti
malam, dan malam
mengikuti siang. Alangkah baiknya menjadi bagian dari semua
ini.” Ketika
anda mulai memiliki kepercayaan seperti itu terhadap
kreativitas,
keterusterangan, dan keteguhan hati mendasar seperti itu, dalam
sifat aktif
diri dan dunia anda, anda bisa mulai memahami pelepasan.
Trungpa Rinpoche suatu kali berkata, “Pelepasan adalah
menyadari bahwa
nostalgia pada samsara* sungguh menjijikkan.” Pelepasan adalah
menyadari
bahwa nostalgia kita yang menginginkan untuk tinggal dalam
dunia yang
terlindung, terbatas, dan penuh iba adalah tidak waras. Sekali
anda
merasakan betapa besarnya dunia dan betapa luasnya potensi kita
untuk
menyelami kehidupan, anda benar-benar memahami pelepasan. Saat
kita duduk
bermeditasi, kita merasakan nafas yang keluar, dan kita
bertekad untuk
terbuka pada saat ini. Lalu, pikiran kita berkeliaran ke semua
jenis cerita,
khayalan, dan realita yang dibuat-buat, dan kita berkata pada
diri sendiri,
“Itu adalah berpikir.” Kita mengatakannya dengan penuh
kelembutan dan
ketelitian. Saat kita siap melepaskan kisah-kisah itu dan saat
kita siap
melepaskan di ujung nafas keluar adalah pelepasan yang
mendasar: belajar
melepaskan keterikatan.
Air sungai mengalir deras ke bawah gunung dan lalu tiba-tiba
dibendung oleh
balok-balok dan pohon-pohon besar. Air itu tidak bisa lagi
mengalir ke
mana-mana walaupun mempunyai kekuatan dan energi besar. Air itu
tersumbat di
sana. Itu pula yang terjadi pada kita; kita tersumbat seperti
itu.
Membiarkan pergi di ujung nafas keluar, membiarkan berlalu
pikiran-pikiran
itu, adalah seperti memindahkan salah satu halangan itu
sehingga air bisa
terus mengalir sehingga energi dan kekuatan hidup kita bisa
terus mengalir
dan bergerak maju. Kita tidak, karena takut pada sesuatu yang
tidak
diketahui, terpaksa menumpuk balok-balok, bendungan-bendungan
ini, yang pada
dasarnya menolak kehidupan dan menolak merasakan kehidupan.
Jadi, pelepasan adalah melihat dengan jernih cara kita menolak,
menyingkirkan, menutup diri, dan kemudian belajar bagaimana
menjadi terbuka.
Intinya adalah menerima apa pun yang diletakkan di atas piring
anda, apa pun
yang mengetuk pintu anda, apa pun yang menghubungi anda melalui
telepon.
Cara kita melakukan itu ada kaitannya dengan bergerak hingga ke
ujung batas
diri kita, yang sebenarnya adalah saat kita mengetahui makna
pelepasan. Ada
sebuah cerita tentang sekelompok orang yang mendaki gunung.
Ternyata banyak
tebing yang curam di sana dan ketika mereka telah mencapai
ketinggian
tertentu, beberapa orang melihat ke bawah dan langsung
menggigil setelah
melihat betapa curam dan tingginya gunung itu; mereka sudah
sampai pada
batas kemampuan mereka dan tidak mampu melampauinya lagi. Rasa
takut itu
begitu hebat sehingga mereka tidak sanggup bergerak. Yang lain
terus
mendaki, tertawa dan bercengkerama, tetapi ketika tebing yang
akan didaki
telah semakin curam dan tinggi, orang yang dicekam rasa takut
juga semakin
banyak. Sepanjang jalan ke puncak, banyak ditemui orang-orang
yang telah
mencapai ambang batas kemampuan mereka dan lalu membeku tidak
bisa
melanjutkan lebih jauh lagi. Mereka yang mencapai puncak sangat
bahagia
karena telah berhasil melakukannya. Inti cerita ini adalah
bahwa tidak
penting mempermasalahkan tempat anda menjumpai batas kemampuan
diri anda;
yang penting ialah bahwa anda menjumpai batas kemampuan. Hidup
adalah
perjalanan panjang proses penjumpaan batas diri anda,
terus-menerus. Di
sanalah anda ditantang; di saat itulah, jika anda seorang yang
ingin hidup,
anda mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti, “Sekarang,
mengapa saya
merasa takut sekali? Apa yang tidak ingin saya lihat itu?
Mengapa saya tidak
mampu bergerak lebih jauh dari sini?” Orang-orang yang sampai
ke puncak
bukanlah pahlawan. Mereka cuma tidak takut pada ketinggian;
mereka akan
bertemu dengan batas diri mereka di tempat lain. Mereka yang
membeku di
bawah bukanlah pecundang. Mereka cuma berhenti lebih dulu dan
karenanya
pelajaran mereka datang lebih awal daripada yang lain.
Bagaimanapun juga,
cepat atau lambat, setiap orang akan bertemu dengan batas
dirinya.

————————————
* Lingkaran beracun kehidupan --lingkaran kelahiran dan
kematian-- yang
muncul sebagai akibat ketidaktahuan dan dicirikan oleh
penderitaan; dalam
realita sehari-hari, lingkaran beracun frustasi dan penderitaan
yang
diakibatkan oleh karma (perbuatan).

X
PELEPASAN (2)

Ketika bermeditasi, kita sedang menciptakan suatu situasi di
mana terdapat
banyak ruang. Kedengarannya menyenangkan, tetapi sesungguhnya
itu bisa
mencengangkan karena dengan kondisi banyak ruang, anda bisa
melihat dengan
lebih jernih; anda sudah menanggalkan tutup wajah, penutup
diri, pakaian
perang, kacamata hitam, penutup telinga, berlapis-lapis sarung
tangan, dan
sepatu boot anda yang berat. Akhirnya anda berdiri di sana,
menyentuh bumi,
merasakan matahari menyinari tubuh, merasakan kecerahannya,
mendengarkan
semua kebisingan tanpa sesuatu yang menutup-tutupi suara itu.
Anda lepaskan
penyumbat hidung anda, dan mungkin anda akan mencium bau wangi
udara segar,
atau mungkin anda sedang berada di tengah-tengah tumpukan
sampah atau kolom
penampungan tinja. Oleh karena meditasi memiliki sifat
mengantarkan anda
dengan dekat pada diri anda sendiri dan pengalaman yang anda
alami, anda
cenderung berhadapan dengan batas diri anda lebih cepat. Itu
bukan batas
yang sebelumnya tidak ada di sana, tetapi karena segalanya
menjadi begitu
sederhana dan jernih, anda melihatnya dengan tepat dan jelas.
Bagaimana anda melepaskan? Bagaimana anda melakukannya di
tengah
kecenderungan untuk merintangi, menggigil, dan menolak
mengambil langkah
berikutnya untuk maju pada sesuatu yang tidak dikenal? Jika
batas diri anda
seperti tembok batu yang berpintu di tengahnya, bagaimana anda
belajar
membuka pintu itu dan melewatinya berkali-kali  sehingga hidup
menjadi suatu
proses pendewasaan, menjadi lebih tidak takut dan lebih luwes,
lebih mampu
bermain seperti burung gagak bermain di antara tiupan angin?
Semakin kencang anginnya, semakin senang burung gagak itu.
Mereka menghadapi
musim dingin dalam hidup mereka, di mana angin berhembus lebih
kencang serta
turun salju dan es. Mereka menantang angin. Mereka bertengger
di puncak
pohon dan mereka mencengkeram dahan dengan cakar dan paruhnya
juga.
Kadang-kadang, mereka membiarkan badan mereka melayang
diterjang angin. Lalu
mereka mengepak-kepakkan sayap, mereka terbang mengapung di
angin. Tidak
berapa lama kemudian, mereka akan kembali ke pohon dan kemudian
memulainya
lagi. Sungguh merupakan suatu permainan. Suatu kali, saya
melihat mereka di
tengah badai, saling memegang kaki temannya, lalu terjun dan
kemudian
terbang. Seperti sirkus saja. Binatang dan pohon-pohon di Cape
Breton keras
dan gagah berani, menyenangkan dan ceria; unsur-unsur alam
telah menguatkan
mereka. Untuk bisa bertahan di sana, mereka harus mengembangkan
kegembiraan
akan tantangan dan kehidupan. Seperti yang bisa anda lihat,
semuanya
membentuk keindahan alam dan inspirasi yang luar biasa serta
perasaan yang
menghidupkan. Hal yang sama terjadi pada kita.
Jika kita memahami pelepasan dengan cara yang tepat, kita juga
akan menjadi
inspirasi bagi orang lain karena sifat kepahlawanan kita, sifat
ksatria
kita, kenyataan bahwa semua di antara kita menghadapi
tantangannya
masing-masing sepanjang waktu. Jika ada orang yang bekerja
keras dengan hati
terbuka yang penuh humor seperti seorang ksatria, jika orang
itu
mengembangkan sifat beraninya, setiap orang akan menanggapinya,
karena kita
tahu kita mampu melakukannya juga. Kita tahu bahwa orang itu
tidak
dilahirkan sempurna, tetapi terilhami untuk mengembangkan sifat
ksatria,
hati yang lembut dan jernih.
Setiap kali anda menyadari anda telah bertemu dengan batas diri
anda --anda
ketakutan, membeku, dan tertahan-- anda mampu mengetahuinya
karena anda
cukup terbuka untuk melihat apa yang terjadi. Itupun sudah
merupakan tanda
hidup anda dan fakta bahwa anda sudah cukup banyak mencurahkan
perhatian,
bahwa anda sudah dapat melihat dengan jernih dan tepat.
Daripada berpikir
bahwa anda telah membuat kesalahan, anda bisa mengusai momen
itu dan menarik
ajarannya, atau bagaimana kita diajarkan. Anda bisa
mendengarkan pesan itu,
yang isinya anda mengatakan, “Tidak!” Instruksi yang diberikan
bukanlah
“hempaskan dan robohkan semua itu”; instruksinya adalah
lembutkan, hubungkan
diri anda dengan hati anda dan lahirkan suatu sikap dasar
kemurahan hati dan
welas asih terhadap diri anda, pengecut asli.
Perjalanan menuju pencerahan --pengelanaan klasik ksatria
mistik-- adalah
perjalanan yang terus-menerus berhadapan dengan
tantangan-tantangan besar
dan kemudian belajar bagaimana melembutkan dan bersikap
terbuka. Dengan kata
lain, sifat yang melumpuhkan terlihat mengeraskan dan menolak,
dan
membiarkan berlalu atau melepaskan sikap itu adalah merasakan
segala sesuatu
dalam diri anda, membiarkannya menyentuh hati anda. Anda
melembutkan dan
merasa welas asih atas keadaan sulit anda dan atas keseluruhan
kondisi umat
manusia. Anda melembut sehingga mampu benar-benar bermeditasi
di sana dengan
perasaan-perasaan yang mengganggu seperti itu dan membiarkan
perasaan-perasaan itu membuat anda lebih lembut.
Keseluruhan perjalanan pelepasan, atau awal untuk mengatakan,
“Ya,” pada
hidup adalah tahap pertama menyadari bahwa anda telah tiba pada
tepi batas
diri anda, bahwa semua yang ada dalam diri anda berkata,
“Tidak,” dan lalu
pada titik itu, melembut. Ini pun suatu kesempatan untuk
menumbuhkan kasih
sayang pada diri anda sendiri, yang hasilnya adalah keceriaan
--belajar
bermain seperti gagak di tengah tiupan angin.

XII
MEMBERI DAN MENERIMA (1)

Pagi ini saya akan membicarakan tonglen, latihan memberi dan
menerima.
Sebagian dari kalian sudah melakukannya sebelum ini, dan
sebagian lagi belum
pernah melakukannya, tetapi bagaimanapun, anggaplah baru
melakukannya untuk
pertama kali.
Latihan tonglen ada hubungannya dengan mengembangkan
keberanian. Jika anda
berlatih dengan metode ini cukup lama, anda akan merasakan hati
anda menjadi
lebih terbuka. Anda mulai menyadari bahwa rasa takut ada
hubungannya dengan
kemauan untuk melindungi hati anda; anda merasa ada yang akan
melukai hati
anda, dan karenanya anda melindunginya. Berulang kali, dalam
ajaran agama
Buddha, dalam ajaran-ajaran Shambala, dan dalam aliran manapun
yang
mengajari kita bagaimana hidup dengan baik, kita didorong untuk
mengembangkan keberanian. Bagaimana kita melakukannya? Duduk
bermeditasi
tentu adalah salah satu caranya  karena melalui meditasi, kita
mengenal diri
kita sendiri dengan begitu lengkap dan penuh kelembutan.
Saya sudah mempraktekkan meditasi shamatha selama lebih kurang
tujuh tahun
sebelum saya berlatih tonglen. Setelah menjalankan latihan ini,
saya
tercengang melihat bagaimana saya telah dengan halus
menggunakan shamatha
saya untuk mencoba menghindarkan diri dari terluka, mencoba
menghindari
depresi, rasa takut,  atau perasaan-perasaan buruk apa pun.
Pada dasarnya,
tanpa saya sadari, saya telah secara rahasia mengharapkan bahwa
jika saya
melakukan latihan itu, saya  tidak merasakan sakit lagi. Ketika
anda
mempraktekkan tonglen, anda mengundang rasa sakit untuk datang.
Itulah yang
membuka mata anda, meskipun itulah shamatha sebenarnya
--memahami
penderitaan, memahami rasa sakit, melihat segalanya dengan
kelembutan dan
ketelitian, tanpa menghakimi, tanpa mendorongnya untuk menjauh,
menjadi
lebih terbuka padanya. Walaupun itulah yang telah kita
praktekkan, tonglen
menempatkannya pada satu jalur; saya sadari bahwa sebelumnya
tidak pernah
saya lakukan. Untuk melakukan tonglen dibutuhkan keberanian
yang besar.
Cukup menarik, metode ini juga memberikan semangat besar pada
anda. Anda
mungkin memulainya dengan setitik keberanian dan harapan besar
untuk ingin
terbuka terhadap dunia anda dan menolong orang lain dan diri
anda sendiri.
Anda tahu bahwa ini berarti bahwa anda akan menjumpai banyak
kesukaran,
walaupun demikian, anda bertekad untuk bisa menghadapi situasi
apa pun dan
menjadi orang yang berguna. Anda cuma punya sedikit sekali
semangat, hanya
cukup untuk melakukan tonglen, mungkin karena anda tidak tahu
apa yang
sedang anda masuki, namun itulah situasi hidup pada umumnya!
Sesuatu yang
menakjubkan kemudian terjadi. Karena kemauan keras untuk
melakukan tonglen,
anda menemukan, setelah beberapa lama --beberapa hari, beberapa
bulan, atau
beberapa tahun-- bahwa anda sekarang mempunyai semangkok penuh
semangat
keberanian, bahwa bagaimana pun, dengan menjalankan latihan
itu, anda
membangunkan hati anda dan anda hidupkan keberanian anda. Waktu
mengatakan
“membangunkan hati anda”, saya maksudkan anda bertekad untuk
tidak menutupi
bagian paling lembut dari diri anda. Trungpa Rinpoche sering
membicarakan
kenyataan bahwa kita semua mempunyai satu titik lembut dan
bahwa hal-hal
negatif dan menggelisahkan muncul karena kita mencoba menutupi
bagian lembut
dari diri kita. Itu logika yang positif: karena anda lembut dan
tertekanlah,
anda melakukan semua penutupan itu. Oleh karena anda lembut dan
mempunyai
sejenis hati yang hangat, suatu sifat keterbukaan, untuk
dijadikan awal,
anda menutup-tutupinya.
Terutama di dalam shamatha, anda melihat penutup diri anda
dengan jelas.
Anda lihat bagaimana anda memenjarakan hati anda. Itu saja
sudah meringankan
segalanya dan memberi anda suatu rasa menghargai terhadap
pengertian dan
barangkali rasa humor yang anda miliki. Tonglen melangkah lebih
jauh karena
anda memasukkan bukan hanya konflik-konflik, kebingungan, dan
penderitaan
anda yang tidak terpecahkan, tetapi juga yang dialami orang
lain. Dan itu
bahkan berlanjut lebih jauh lagi. Biasanya kita suka berusaha
menyingkirkan
jauh-jauh perasaan yang tidak enak, dan tatkala kita merasa
nyaman, kita
ingin mempertahankannya untuk selamanya. Dalam tonglen, kita
tidak saja
bertekad memdatangkan hal-hal yang menyakitkan, tetapi juga
melepaskan
perasaan yang enak, damai, dan gembira. Kita bertekad
melepaskannya,
membaginya dengan orang lain. Tonglen cukup berbeda dari metode
yang umum.
Biasanya kalau orang sedang bermeditasi dan benar-benar mulai
berhubungan
dengan sesuatu yang lebih agung dan merasakan inspirasi dan
kegembiraan,
meditasi berjalan pun tampak sebagai gangguan. Harus
membersihkan kamar
mandi dan berbicara dengan orang dengan sendirinya mengganggu
rasa bahagia
kita. Pendekatan tonglen adalah, “Jika engkau merasakannya,
bagi-bagikanlah,
jangan melekat padanya. Lepaskan.”

XII
MEMBERI DAN MENERIMA (2)

Agama Buddha Mahayana, aliran yang memunculkan visi berdasarkan
pada
kesunyaan, welas asih, dan pengakuan atas hakekat Buddha yang
universal,
berbicara tentang “bodhicitta”, yang artinya “hati yang cerah”
atau “hati
yang bersemangat”. Bodhicitta mempunyai sifat lembut, teliti,
dan terbuka,
mampu membiarkan sesuatu berlalu dan terbuka. Secara khusus,
tujuan tonglen
adalah membangkitkan dan mengembangkan bodhicitta,
membangkitkan hati anda
atau mengembangkan hati yang bersemangat. Ibarat menyirami
benih yang bisa
berbunga. Anda boleh saja merasa bahwa anda cuma memiliki
setetes
keberanian, atau anda merasa tidak memiliki keberanian sama
sekali, tetapi
Sang Buddha bersabda, “Omong kosong! Semua orang mempunyai
bodhicitta.”
Jadi, barangkali yang ada cuma sebutir benih kecil keberanian,
namun jika
anda menjalankan latihan, akan sama halnya dengan menyirami
benih yang
kelihatan tumbuh dan mekar. Yang sesungguhnya terjadi adalah
bahwa segala
yang sudah ada tetapi tersembunyi untuk waktu yang lama menjadi
terungkapkan. Melakukan tonglen membersihkan debu yang telah
menutupi harta
pusaka yang telah ada.
Secara tradisional, bodhicitta diumpamakan sebagai sebutir
berlian yang
tertimbun oleh sepuluh ton lumpur selama dua ribu tahun. Anda
bisa
menemukannya kapan saja dan masih akan tetap berupa sebuah
berlian, pusaka
kita. Bodhicitta juga disebutkan seperti susu yang kental,
bergizi, dan
berpotensi menjadi mentega. Anda harus sedikit mengeluarkan
tenaga untuk
membuat mentega dari lemak susu, anda harus mengaduknya. Ada
juga yang
mengumpamakannya dengan biji wijen, yang penuh dengan minyak
wijen. Anda
harus sejenak menggiling untuk mendapatkan minyaknya, minyak
itu memang
sudah ada. Kadangkala, bodhicitta dikatakan seperti mestika
mulia yang
terletak di pinggir jalan, tertutup oleh kain-kain rombeng.
Barangkali,
orang-orang --mungkin orang sangat miskin yang hampir mati
kelaparan--
berjalan melewatinya setiap hari. Yang perlu mereka lakukan
cuma mengangkat
kain rombeng itu, dan akan mereka temukan mestika itu. Kita
melakukan
tonglen agar kita tidak menjadi seperti orang buta,
terus-menerus melewati
permata yang telah ada di sana. Kita tidak perlu menjadi gembel
yang hidup
dalam kemiskinan karena tepat di dalam hati kita terdapat
segala yang mampu
diharapkan orang, dalam arti keterbukaan, kehangatan, dan
kemurahan hati
yang terbuka dan berani. Setiap orang memilikinya, tetapi tidak
semua orang
memiliki keberanian untuk membiarkannya matang.
Pada saat-saat ini, dunia benar-benar membutuhkan orang-orang
yang mau
membiarkan hati mereka, bodhicitta mereka, untuk matang. Di
mana-mana ada
penderitaan dan rintihan; orang-orang sedang digilas dengan
tank,
rumah-rumah mereka diruntuhkan, tentara-tentara mengetuki pintu
mereka di
tengah malam lalu membawa mereka pergi untuk disiksa, atau
anak-anak dan
orang-orang yang mereka cintai dibunuh. Orang-orang kelaparan.
Ini adalah
masa sulit. Kita yang hidup dalam kenyamanan dan sedikit
keluhan masalah
psikologis mempunyai tanggung jawab besar untuk membiarkan
kemurahan hati,
kehangatan kita, dan kemampuan kita matang, terbuka dan
terpancar karena
sifat ini bisa ditularkan. Pernahkah anda perhatikan bahwa jika
anda
memasuki ruang makan, duduk, lalu orang di sebelah anda sedang
bersenang
hati, maka anda tahu bahwa dia sedang bersenang hati, perasaan
itu juga
menyebar kepada anda, membuat Anda merasa nyaman, seolah-olah
ia menyukai
anda? Akan tetapi, jika anda duduk di sana dan orang di sebelah
anda terus
merengut dan berwajah sinis, anda akan bertanya-tanya, “Apa
salahku?” Atau,
“Uh, saya harus berbuat sesuatu untuk membuatnya gembira.”
Apakah anda
sedang sakit kepala, stress, atau apa pun yang sedang terjadi
pada diri
anda, jika anda merasa tenteram di dunia ini, perasaan itu akan
menular;
bisa membuat orang lain juga rileks. Kita bisa saling berbagi
rasa dalam hal
ini apabila kita mau bekerja sama dengan rasa takut, rasa
rendah diri, dan
tekanan batin kita di pagi hari dan yang lain-lainnya.
Melakukan shamatha adalah salah satu cara untuk menunjukkan
kemauan anda
untuk melihat segalanya dengan jernih tanpa menghakimi.
Melakukan tonglen
adalah suatu cara untuk mematangkan bodhicitta anda demi
kebahagiaan anda
sendiri dan orang lain. Kebahagiaan anda memancar ke luar,
memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk berhubungan dengan
kegembiraan,
kebijakan, kemurahan hati,  dan kehangatan hati mereka sendiri.
Inti dari latihan tonglen adalah di kala menarik nafas, anda
bersedia
merasakan penderitaan; anda bersedia mengakui penderitaan
dunia. Mulai dari
itu, anda akan mengembangkan keberanian dan tekad untuk
merasakan bagian
dari kondisi umat manusia itu. Anda mengambil nafas sehingga
anda
benar-benar bisa memahami apa yang dimaksud oleh Sang Buddha
saat Beliau
menyatakan tentang kebenaran mulia yang pertama ialah bahwa
hidup ini
penderitaan. Apa artinya itu? Dengan setiap nafas yang masuk,
anda berusaha
menemukan dengan mengakui kebenaran tentang penderitaan, bukan
sebagai suatu
kesalahan yang anda perbuat, bukan sebagai suatu hukuman,
tetapi sebagai
bagian dari keadaan umat manusia. Bersama setiap nafas yang
masuk, anda gali
ketidaknyamanan kondisi umat manusia, yang dapat diakui dan
dirasakan, bukan
untuk lari darinya. Tonglen meletakkannya tepat pada tempatnya.

XII
MEMBERI DAN MENERIMA (3)

Intisari dari nafas yang keluar merupakan bagian lain dari
kondisi umat
manusia. Dengan setiap nafas yang keluar, anda terbuka. Anda
berhubungan
dengan perasaan gembira, baik, puas, hati yang lembut, apa saja
yang terasa
segar dan bersih, tenteram dan nyaman. Itulah aspek kondisi
umat manusia
yang kita harapkan menjadi keseluruhan dari panggung kehidupan,
suatu
bagian,  jika kita pada akhirnya mampu membersihkan semua
masalah kita, yang
akan kita rasakan sebagai menu diet sehari-hari. Daftar menunya
akan
berbunyi, “Hanya kebahagiaan, tanpa rasa penderitaan di sini.”
Di sana, akan
terdapat segala sesuatu yang anda kira akan membawa kebahagiaan
abadi,
barangkali sedikit rasa pahit yang enak, beberapa tetes air
mata, tetapi
pasti tanpa kepusingan kerja, tanpa tempat-tempat suram, tanpa
pintu WC yang
tidak bisa anda buka, tanpa setan yang mengganggu tidur, tanpa
pikiran-pikiran buruk, tanpa kemurkaan, tanpa keputusasaan,
tanpa rasa
cemburu, sama sekali tidak ada. Itulah nafas keluar, bagian
yang anda sukai.
Anda berhubungan dengannya, lalu menghembuskannya ke luar agar
menyebar ke
sekeliling dan dapat dirasakan oleh setiap orang.
Yang perlu anda lakukan untuk menjalankan tonglen adalah
merasakan
penderitaan dan kebahagiaan. Bahkan walaupun anda cuma pernah
sedetik
merasakan sakit dalam hidup, anda bisa mempraktekkan tonglen.
Biarpun anda
cuma merasakan sedetik kebahagiaan dalam hidup ini, anda bisa
melakukan
tonglen. Itulah syarat-syaratnya. Dengan kata lain, anda harus
merupakan
seorang manusia biasa yang pernah merasakan sakit dan
kesenangan, seperti
halnya orang-orang yang lain. Namun, jika anda cuma seperti
orang-orang yang
lain, anda akan menghirup bagian yang baik dan menghembuskan
bagian yang
buruk. Kadang-kadang, itu masuk akal. Akan tetapi, cara ini,
jalan para
ksatria, lebih bersifat menantang; anda mengembangkan hati
tanpa rasa takut,
hati yang tidak tertutup dalam keadaan apa pun, selalu terbuka
sepenuhnya
sehingga anda bisa disentuh oleh apa pun.
Ada sebuah lukisan klasik roda kehidupan dengan Yama, dewa
kematian,
memegang roda itu. Di tengah-tengah terdapat nafsu, seekor ayam
jantan;
agresi, seekor ular; dan kebodohan, seekor babi. Kisi-kisi roda
membagi enam
bagian yang disebut enam alam kehidupan. Alam terendah adalah
alam neraka,
alam hantu kelaparan (juga alam yang sangat menyedihkan), dan
alam
binatang, yang penuh dengan ketakutan dan kebodohan karena di
alam itu anda
mampu berhubungan hanya dengan apa yang ada di depan hidung
anda. Alam-alam
yang lebih tinggi adalah alam manusia, alam setengah dewa, dan
alam dewa. Di
setiap alam itu, berdiri seorang Buddha, yang maksudnya adalah
diri kita
sendiri. Kita dapat membuka hati kita menuju ke suatu titik
sedemikian
sehingga kita dapat  memasuki alam neraka, alam setan
kelaparan, alam
setengah dewa, alam dewa --ke mana pun. Kita dapat berada di
sana dengan
hati kita, terbuka sepenuhnya dan tanpa rasa takut. Itulah
aspirasi
Bodhisattva. Pada waktu kita secara resmi mengambil sumpah
Bodhisattva, kita
diberi latihan tonglen untuk dijalankan. Itu artinya kita
benar-benar
berharap untuk tidak takut menolong orang; kita sadar bahwa
kita sendiri
mempunyai banyak rasa takut, tetapi kita bercita-cita untuk
membangunkan
hati kita sepenuhnya.
Nafas masuk, nafas keluar, dengan cara seperti yang telah saya
jelaskan,
merupakan suatu teknik untuk mampu bangkit  sepenuhnya, menjadi
seperti
Buddha di alam mana pun. Jika saja anda mulai memikirkan
bagaimana keadaan
di sana, anda harus berterimakasih atas keberuntungan anda
karena tidak
berada di sana, juga seandainya anda berada di sana, anda bisa
tabah dengan
hati yang terbuka. Sari dari latihan ini adalah mau berbagi
sukacita,
keceriaan, dan kegembiraan hidup melalui nafas yang keluar
serta mau
merasakan penderitaan anda dan penderitaan orang lain dengan
sepenuh hati
melalui nafas yang masuk. Itulah intisarinya, dan jika anda
belum pernah
menerima petunjuk lain, yang itu pun sudah cukup.

XII
MEMBERI DAN MENERIMA (4)

Sekarang, saya berikan instruksinya. Langkah pertama disebut
“memancarkan
bodhicitta yang mutlak”, yang berarti membuka diri. Langkah
kedua
berhubungan dengan sifat abstrak penderitaan,
memvisualisasikannya sebagai
sesuatu yang hitam, berat, dan panas, lalu menghirupnya masuk;
juga
berhubungan dengan sifat abstrak kebahagiaan,
memvisualisasikannya sebagai
sesuatu yang putih, ringan, dan sejuk, lalu menghembuskannya
keluar. Maksud
saya pada tingkatan ini adalah bahwa sebelum anda masuk ke
dalam kondisi
sebenarnya yang sulit dan liat, anda mencoba prinsip abstrak
penderitaan dan
kebahagiaan, menyelaraskannya dengan tarikan dan hembusan
nafas. Langkah
pertama hanya membuka kesempatan, kemudian anda mulai
menggeluti latihan
relatif --kemanusiaan, keadaan hidup kita sehari-hari--
menghirup nafas
derita, menghembuskan nafas kebahagiaan ke luar, yang hitam
masuk, yang
putih keluar. Selanjutnya, anda sampai pada tingkatan ketiga,
yang
sesungguhnya adalah inti latihan ini. Di sini, anda
memvisualisasikan suatu
situasi hidup tertentu dan menghubungkan diri dengan
penderitaannya. Anda
menghirupnya ke dalam, dengan sepenuh hati merasakannya. Ini
bertentangan
dengan pelarian. Anda benar-benar mau mengakui dan merasakan
penderitaan --rasa sakit anda sendiri, rasa sakit sahabat anda,
atau
rintihan seseorang yang tidak dikenal-- dan pada nafas keluar,
anda
membiarkan getaran terbuka, udara segar, ke lapangan, menyebar
ke luar.
Dengan kata lain, andaikan saja ada seseorang dalam hidup anda
yang tidak
anda sukai, yang membuat anda kesal jika memikirkannya. Anda
memutuskan
untuk melakukan tonglen agar menjadi lebih terbuka, berani, dan
lembut dalam
situasi khusus itu. Jadi, anda sengaja memikirkan orang itu dan
muncullah
perasaan yang mengerikan itu, lalu pada waktu menghirup nafas,
anda
berhubungan dengan perasaan-perasaan itu --tabiatnya,
sifatnya, dan
bagaimana kekesalan itu berkecamuk dalam hati anda. Bukan
berarti anda
mencoba melukiskan perasaan-perasaan itu, anda cukup merasakan
sakitnya.
Kemudian kala mengeluarkan nafas, anda rileks, membiarkan
pergi, terlepas,
mengeluarkan semuanya. Akan tetapi, anda tidak bersenang-senang
terlalu lama
karena begitu menghirup nafas lagi, anda kembali merasakan
penderitaan. Anda
tidak benar-benar terperangkap, terhanyut, karena selanjutnya
anda
mengeluarkan nafas lagi --anda merasa lepas, rileks, dan
kemudian lapang
kembali. Mungkin anda ingin melekat pada kegembiraan itu,
tetapi kemudian
anda menghirup nafas kembali. Mungkin anda mau terus berada
dalam perasaan
sakit itu, tetapi kemudian anda menghembuskan nafas kembali.
Sama halnya
dengan anda sedang belajar menyentuh dan kemudian meninggalkan
--anda
sentuh, dan lalu melepaskan kembali. Anda tidak lebih menyukai
rasa sakit
daripada kegembiraan, atau kegembiraan daripada rasa sakit;
anda terus maju
dan mundur.
Setelah berlatih dengan obyek tertentu itu untuk beberapa lama
serta anda
menghubungkan diri dengan rasa sakit dan kemampuan untuk
terbuka dan
melepaskan, maka anda berlatih selangkah lebih jauh --anda
melakukannya
untuk semua makhluk hidup. Inilah titik kunci latihan tonglen;
pengalaman
anda akan kegembiraan dan penderitaan menjadi jalan bagi anda
untuk
mengenali pertautan anda dengan semua makhluk hidup, cara anda
berbagi
penderitaan dan kegembiraan dengan setiap orang yang pernah
hidup, setiap
orang yang masih hidup, dan setiap orang yang akan hidup nanti.
Anda
mengetahui rasa tidak enak yang anda alami setiap kali
memikirkan orang
tertentu adalah sesuatu yang juga dirasakan semua umat manusia,
demikian
pula kegembiraan yang anda rasakan, kemampuan untuk terbuka dan
membiarkan
berlalu, merupakan hak asasi orang lain. Anda menghirup rasa
sakit yang
sama, tetapi sekarang anda berpikir, “Biarlah saya merasakannya
agar setiap
orang dalam dunia ini tidak perlu lagi merasakannya.” Dengan
kata lain, hal
itu menjadi bermanfaat. “Saya sengsara, saya tertekan. Baiklah.
Biarkan saya
merasakan sepenuhnya sehingga tidak ada lagi orang lain yang
merasakannya,
agar orang lain dapat terbebas darinya.” Hal itu mulai
membangunkan hati
anda karena anda memiliki tekad untuk berkata, “Rasa sakit ini
bisa
bermanfaat untuk orang lain karena saya menjadi cukup berani
untuk
menghirupnya sehingga orang lain tidak perlu lagi
merasakannya.” Kala nafas
dikeluarkan, anda mengatakan, “Sekarang, saya akan mengeluarkan
semua yang
baik yang pernah saya rasakan, setiap rasa humor, pengalaman
menikmati
matahari terbit dan terbenam, setiap kegembiraan di dunia ini,
agar setiap
orang dapat berbagi rasa dan mengalaminya juga.”
Jadi sekali lagi, langkah pertama adalah memancarkan rasa
keterbukaan dan
kelapangan hati, langkah kedua ialah bekerja keras agar “hitam
masuk dan
putih keluar”, langkah ketiga ialah menghubungkan diri dengan
sesuatu yang
sangat nyata dalam kehidupan kita, dan langkah keempat ialah
menyebarluaskannya ke luar dan bertekad untuk melakukannya demi
semua
makhluk hidup.
Ada peristiwa menarik setiap kali saya memberikan instruksi
tonglen:
orang-orang mulai tertidur. Sulit untuk mendengar sesuatu yang
seberat ini.
Saya belum pernah memberikan instruksi tonglen tanpa paling
sedikit tiga
orang yang beranjak meninggalkan ruangan, dan yang lainnya
barangkali merasa
sangat bosan. Dengan pola yang sama, tatkala anda benar-benar
mulai
menjalankan latihan tonglen, anda mungkin akan sering
ketiduran. Jangan
anggap itu sebagai rintangan. Latihan ini tetap akan
memperkenalkan kepada
anda gagasan bahwa anda dapat merasakan baik penderitaan maupun
kegembiraan --bahwa keduanya adalah bagian dari umat manusia.
Jika orang
berkemauan walaupun cuma satu detik saja setiap hari untuk
bertekad
memanfaatkan rasa sakit dari kegembiraan mereka untuk membantu
orang lain,
mereka sebenarnya mampu melakukannya dengan lebih daripada itu.
Dengan
semakin beraninya anda, bodhicitta anda pun akan matang sejalan
dengan
langkah hidup anda, yang akan bermanfaat besar bagi orang lain.

XIII
PERNYATAAN BERLINDUNG (1)

Hari ini saya akan berbicara tentang perlindungan pada Tiga
Mestika --Buddha, Dharma, dan Sangha-- dan apa maknanya yang
sebenarnya.
Tatkala masih bayi yang tidak berdaya, kita bergantung
sepenuhnya pada orang
lain untuk menjaga kita; jika tidak, kita tidak bisa makan dan
tidak akan
bersih. Jika bukan karena ketidakberdayaan kita, tidak akan ada
perawatan.
Idealnya, masa perawatan itu adalah masa-masa maitri, kasih
sayang, dapat
dicurahkan pada kita. Ajaran-ajaran Shambhala menceritakan pada
kita bahwa
ksatria muda, ksatria bayi, ditempatkan di dalam keranjang bayi
kasih
sayang. Di antara orang-orang yang berjuang untuk menciptakan
masyarakat
yang cerah, di masa penyusuan, individu-individu dengan
sendirinya akan
mengembangkan kasih sayang, sikap menghargai diri mereka,
merasa rileks, dan
mengetahui diri mereka sebenarnya. Ini akan menjadi hal yang
mendasar. Dalam
suatu masyarakat yang telah cerah, akan ada suatu upacara
perayaan, seperti
yang sudah banyak dilakukan masyarakat tradisional, yaitu
upacara seorang
anak secara resmi diterima sebagai seorang pria atau wanita
dewasa.
Tampaknya terlalu sering kita menjadi korban akibat kekurangan
perawatan di
masa-masa kecil, dan kita tidak tahu bilamana kita dewasa.
Beberapa di
antara  kita yang telah berumur lima puluh, enam puluh, atau
tujuh puluh
tahun masih bingung tentang apa yang akan kita lakukan
selanjutnya. Kita
masih berjiwa anak-anak.
Dalam kasus apa pun, apakah kita merasa tidak dibesarkan dengan
baik, atau
apakah kita merasa beruntung atas masa lalu kita --apapun
situasinya-- di
saat sekarang kita selalu bisa menyadari bahwa yang penting
adalah
mengembangkan kasih sayang terhadap diri kita sendiri. Sebagai
seorang
dewasa, kita bisa mulai mengembangkan suatu sikap kasih sayang
terhadap diri
kita sendiri - oleh diri sendiri, dan untuk diri sendiri.
Keseluruhan
proses meditasi adalah untuk menciptakan landasan yang baik
itu, kereta bayi
yang penuh kasih sayang tempat kita dibesarkan. Yang sedang
dibesarkan
adalah kepercayaan diri kita terhadap kebijaksanaan, kesehatan,
dan
keberanian kita, kebaikan hati kita. Kita mengembangkan suatu
perasaan bahwa
bagaimana adanya kita - kepribadian yang kita miliki dan cara
kita
mengekspresikan hidup --adalah baik, dan bahwa dengan menjadi
diri kita
seutuhnya, dengan menerima seratus persen hal itu, serta
menghargai diri
kita, kita berdiri di atas landasan keksatriaan.
Saya selalu berpikir bahwa ungkapan berlindung ini sangat aneh
karena
terdengar dualistik dan bergantung dengan menyatakan
“berlindung” kepada
sesuatu. Saya ingat dengan sangat jelas, di suatu masa yang
sangat tertekan
dalam hidup saya, ketika membaca “Alice in Wonderland”. Alice
menjadi
pahlawan bagi saya karena ia jatuh ke dalam satu lubang dan ia
jatuh dengan
cukup bebas. Ia tidak berusaha meraih sesuatu untuk dipegang,
ia tidak
ketakutan, ia tidak berusaha menghentikan laju jatuhnya; ia
cuma jatuh dan
melihati segala sesuatu yang ia lalui saat jatuh. Lalu, ketika
mendarat, ia
sudah berada di suatu tempat yang baru. Ia tidak berlindung
pada sesuatu.
Saya sering bercita-cita untuk bisa seperti itu dahulu karena
saya melihat
diri saya semakin medekati lubang itu dan hanya menjerit,
mundur ke
belakang, tidak mau pergi ke daerah yang tidak mempunyai tempat
untuk
bersandar.
Dalam setiap kehidupan manusia (apakah ada ritual pubertas atau
tidak) anda
dilahirkan, dan anda dilahirkan dalam keadaan sendiri. Anda
melewati
terowongan kelahiran itu sendiri, anda keluar sendiri, lalu
keseluruhan
proses kehidupan pun dimulai. Saat mati, anda mati sendiri.
Tidak ada yang
pergi bersama anda. Perjalanan yang anda tempuh, tidak peduli
kepercayaan
apa pun yang anda anut dalam mengarungi perjalanan itu,
ditempuh sendiri.
Gagasan fundamental tentang berlindung adalah bahwa antara
kelahiran dan
kematian itu, kita hidup sendiri. Oleh karenanya, berlindung
kepada Buddha,
Dharma, dan Sangha tidak berarti mencari penghiburan, seperti
anak-anak
mencari penghiburan pada ibu bapaknya. Sebaliknya, ini adalah
ungkapan dasar
cita-cita anda untuk melompat keluar dari sarang, apakah anda
merasa siap
atau belum, melampaui ritual pubertas anda dan menjadi dewasa
tanpa perlu
tangan sebagai tempat berpegang. Ini mengekspresikan realisasi
anda bahwa
satu-satunya cara untuk memulai perjalanan hidup anda yang
sebenarnya adalah
dengan merasakan betapa mendasarnya kasih sayang dan rasa
menghargai diri
anda sendiri, dan kemudian melompat. Bagaimanapun juga, kita
tidak pernah
tiba pada saat-saat kita merasa seratus persen yakin, “Saya
telah merasakan
kereta bayi saya. Itu sudah berakhir. Sekarang saya bisa
melompat.” Kita
selalu terus-menerus mengembangkan maitri dan terus-menerus
melompat.
Kemarin, saya telah menguraikan tentang pertemuan kita dengan
batas diri dan
keinginan kita untuk meraih sesuatu saat kita mencapai batas
itu. Lalu, kita
menjumpai lebih banyak kasih sayang dan rasa hormat pada diri
sendiri, lebih
banyak lagi kepercayaan diri yang perlu dikembangkan. Kita
berusaha untuk
itu dan kita masih terus melompat.

XIII
PERNYATAAN BERLINDUNG (2)

Jadi, bagi kita, berlindung artinya kita merasa bahwa cara
untuk hidup
adalah dengan memutuskan ikatan, mengakhiri nada yang sumbang,
dan sendiri
memulai perjalanan menjadi menusia seutuhnya, tanpa perlu
didikte orang
lain. Berlindung adalah cara kita untuk mulai mengembangkan
keterbukaan dan
kebaikan hati yang memungkinkan kita menjadi lebih merdeka.
Kita boleh
mengatakan, “Kita tidak seharusnya terikat lagi, kita harus
terbuka,” tetapi
itu bukan hal yang utama. Yang utama adalah bahwa anda mulai
dari tempat
anda berada, anda lihat betapa kekanak-kanakan jiwa anda, dan
anda tidak
mencelanya. Anda mulai menggali, dengan banyak rasa humor dan
kemurahan hati
terhadap diri anda sendiri, semua tempat anda bergantung, dan
setiap kali
anda bergantung, anda sadar, “Ah! Inilah tempat, melalui
perhatian dan
tonglen saya serta setiap hal yang saya lakukan, seluruh hidup
saya adalah
proses belajar untuk bersahabat dengan diri saya sendiri.”
Sebaliknya,
kebutuhan akan keterikatan, kebutuhan akan ketergantungan pada
sesuatu,
tangisan pada ibu, juga menunjukkan pada anda bahwa itulah
akhir dari
kurungan. Melangkahi tempat itu --membuat suatu lompatan--
menjadi motivasi
untuk mengembangkan maitri. Anda sadar bahwa jika anda dapat
melangkah
melewati pintu itu, anda akan maju, anda menjadi lebih dewasa,
menjadi orang
yang lebih lengkap, lebih utuh.
Dengan kata lain, rintangan nyata satu-satunya adalah
kebodohan. Tatkala
anda berteriak, “Ibu!” atau kala anda membutuhkan tangan untuk
berpegang,
jika anda menolak untuk melihat suatu situasi secara
keseluruhan, anda tidak
akan mampu memandangnya sebagai suatu pelajaran --suatu
inspirasi untuk
menyadari bahwa di sanalah tempatnya anda bisa maju lebih jauh,
bisa lebih
mengasihi diri anda. Jika anda tidak mampu berkata pada diri
sendiri pada
saat itu, “Saya akan menyelam ke dalam karena itulah yang saya
perlukan
untuk melanjutkan perjalanan maju dan menjadi lebih terbuka,”
maka anda
telah terbelenggu kebodohan.
Menghadapi rintangan adalah perjalanan hidup. Para ksatria
selalu maju
menghadapi naga. Tentu saja, para ksatria itu merasa takut
terutama sebelum
pertempuran. Sungguh mengerikan. Namun, dengan hati bergetar
dan lembut,
sang ksatria sadar bahwa dia sedang akan melangkah ke daerah
yang tidak
diketahui, dan kemudian maju menghadapi naga. Sang ksatria
menyadari bahwa
naga itu menggambarkan masalah yang belum terselesaikan, dan
bahwa rasa
takut itulah yang sebenarnya perlu dihadapi. Naga itu cuma
bayangan bergerak
yang muncul di suatu tempat, dan ia muncul dalam banyak bentuk:
sebagai
kekasih yang mengkhianati kita, sebagai orang tua yang tidak
pernah cukup
memperhatikan kita, sebagai orang yang menghina kita. Pada
dasarnya, yang
kita hadapi adalah rasa takut kita dan keinginan untuk mundur,
yang
sebenarnya tidak perlu menjadi rintangan. Satu-satunya
rintangan adalah
kebodohan, penolakan untuk melihat masalah kita yang belum
terselesaikan.
Jika setiap kali sang ksatria pergi menghadapi naga, ia
berkata, “Hah! Naga
lagi, naga lagi. Tidak mungkin aku menghadapinya,” dan lalu
lari, maka hidup
menjadi kisah membosankan, bangun di pagi hari, ke luar,
berjumpa dengan
naga, mengatakan, “Tidak akan bisa,” dan pulang. Dengan
demikian, anda
menjadi semakin lemah, semakin takut, dan semakin menjadi anak
kecil. Tidak
ada yang mendewasakan anda, namun anda masih berada di dalam
kerangkeng
bayi, dan tidak pernah melewati masa puber.
Oleh sebab itu, kita menyatakan berlindung pada Buddha,
berlindung pada
Dharma, berlindung pada Sangha. Dalam doa makan oryoki kita
membaca, “Berkah
sang Buddha tidak terbayangkan, berkah Dharma tidak
terbayangkan, berkah
Sangha tidak terbayangkan,” dan, “Saya bersujud pada Buddha,
saya bersujud
pada Dharma, saya bersujud pada Sangha, saya bersujud dengan
penuh hormat
dan selalu kepada Ketiga ini.” Yah, kita tidak bermaksud
mencari penghiburan
dari Buddha, Dharma, dan Sangha. Kita tidak berbicara tentang
bersujud
supaya selamat. Buddha, secara tradisional kita sebutkan,
adalah teladan
dari apa yang kita sendiri juga bisa capai. Buddha adalah orang
yang sadar,
dan kita juga adalah Buddha. Sederhana sekali. Kita adalah
Buddha. Bukan
cuma sekadar ucapan. Kita adalah yang sadar, dalam arti orang
yang
terus-menerus melompat, orang yang terus-menerus terbuka, orang
yang
terus-menerus maju. Hal itu tidaklah mudah dan diikuti oleh
rasa ketakutan,
keresahan, dan keraguan. Itulah artinya menjadi manusia, itulah
artinya
menjadi ksatria. Untuk memulai, pada saat anda meninggalkan
momongan kasih
sayang itu, anda mengenakan pakaian perang yang indah karena,
sampai tingkat
tertentu, anda terlindungi dengan baik dan merasa aman.
Kemudian anda
menjalani upacara pubertas, proses penanggalan pakaian perang
itu, bahwa
anda mungkin telah berilusi dengan merasakan ada sesuatu yang
melindungi
diri anda dari dunia luar, sekedar untuk menemukan bahwa hal
itu sebenarnya
hanyalah menghalangi anda dari sepenuhnya hidup dan sadar
seluruhnya. Lalu,
anda maju lebih jauh dan berhadapan dengan naga, dan pada
setiap kali
perjumpaan itu ditunjukkan pada anda tempat di mana masih ada
baju pelindung
yang harus ditanggalkan.

Dilanjutkan ke file lain
 
 

 

Back to Main Page