Laskar Jihad: Dekat dengan Al-Qaidah atau dengan TNI?
Hilversum, Selasa 26 Maret 2002 15:10 UTC
Walau pun Amerika sudah memutuskan tidak jadi mengirim pasukan elit anti teror ke
Indonesia, di Jakarta tekanan Washington makin terasa. Tidaklah mengherankan
kalau mereka yang dicap Amerika sebagai teroris seperti kebakaran jenggotnya. Tapi
apa yang bisa dilakukan pemerintahan Megawati? Koresponden Syahrir mengirim
laporan berikut dari Jakarta:
Indonesia memang mulai menjadi perhatian Amerika dalam kampanye melawan
terorisme internasional. Pemerintahan Megawati pun akan dipaksa untuk memilih.
Ikut Amerika atau menjadi lawan Amerika. Sementara pakar di Amerika di antaranya
Dana Dillon, dari Yayasan Heritage, sebuah lembaga pemikir yang konon dekat
dengan pemerintahan George Walker Bush melihat Indonesia satu-satunya tempat di
mana teroris tidak ditangkap. Mengapa? "Karena terorisme adalah Indonesia,"
katanya.
Bagi para pembuat kebijakan luar negeri Amerika, Presiden Megawati tidak berbuat
banyak dalam memburu tersangka teroris. Padahal, sebelumnya Presiden Megawati
telah berjanji membantu Amerika dalam kampanye memerangi teroris. Seorang analis
yang lain, John Gershman, mengatakan, "Ada ketidakpuasan yang mendalam di
kalangan pemerintahan Bush terhadap prestasi Indonesia." Dalam menilai
pemerintahan Indonesia mereka membandingkan kebijakan Megawati dengan
Presiden Filipina Gloria Arroyo. Arroyo tanpa ragu-ragu mengundang pasukan khusus
Amerika dalam memerangi gerilyawan Abu Sayyaf di wilayah selatan negara itu.
Amerika mencap kelompok itu punya kaitan dengan jaringan teroris Al-Qaidah.
Sedangkan untuk Indonesia, yang di mata Washington berkaitan dengan Al-Qaidah
adalah Laskar Jihad, Laskar Mujahidin dan Front Pembela Islam. Indonesia dipandang
sebagai suatu persoalan yang menentukan bagi pemerintahan Bush. Bagaimana
mengupayakan pembersihan teroris dalam sebuah negara yang tidak condong ke
Washington?
Seorang pejabat senior pemerintah Bush mengatakan, untuk Indonesia diperlukan
pendekatan yang lebih tegas seperti terhadap Presiden Pakistan Pervez Musharraf.
Musharraf diberi tekanan diplomatik. Jangankan, Washington, para pejabat Kuala
Lumpur pun sudah menyatakan kecewa. Kami membagi semua informasi kami
dengan Jakarta. "Tetapi mereka samasekali tidak memberikan informasi balik kepada
kami," ujar seorang pejabat kepolisian Malaysia kepada pers.
Maka tidaklah mengherankan jika kemarin di Jakarta Panglima Laskar Jihad Ja'far
Umar Thalib yang terkenal karena berperang melawan ummat Kristen di Maluku dan
Poso tiba-tiba mengambil posisi yang defensif. Mungkin karena melihat Amerika
Serikat sungguh-sungguh mengincarnya, maka kemarin ia menegaskan kepada pers
bahwa dirinya tidak membenci Barat atau Kristen. Sebagai bukti dia mengaku salah
satu rumahnya milik seorang pendeta Protestan. Ia pun sudah biasa bergaul dengan
umat non-muslim dan tidak ada masalah, jelasnya.
Panglima Laskar Jihad itu selama dua tahun terakhir ini acapkali dikaitkan dengan
jaringan teroris international pimpinan Usamah bin Ladin di Afghanistan. Ja'far
memang sering mengaku ikut berperang melawan Uni Soviet di Afghanistan dahulu.
Namun kini ia tegas-tegas menolak dikaitkan dengan kelompok teroris tersebut.
Tuduhan semacam itu dianggapnya terlalu rendah. Meski begitu ia sering
menjelaskan kepada pers bahwa di tahun 1987 ia pernah bertemu Usamah bin Ladin
di Peshawar, Pakistan. Namun ia sekarang menilai pemahaman agamanya Usamah
bin Ladin sudah tidak begitu bagus. Ja'far mengatakan hal itu di gedung PP
Muhmadiyah, Jakarta, usai mengikuti diskusi "Islam dan Barat Bekerjasama untuk
Dunia yang Damai."
Ja'far Umar Thalib menurut seorang Mayjen TNI/AD lebih dekat dengan TNI ketimbang
dengan para teroris internasional. Lagi pula perwira ini bertanya, apa sebenarnya yang
dimaksud Amerika dengan terorisme itu? "Definisinya harus jelas," katanya. Bahkan
seorang perwira lain mengaku ia dahulu dilatih tentara Amerika mengenai terror dan
anti terror. Lalu ia bersama pasukannya melakukan infiltrasi ke Singapura dan
meledakkan beberapa bom di di sana. Boleh dikatakan Indonesialah yang
pertama-tama melakukan kegiatan terror di Asia Tenggara. Tetapi pengetahuannya
diperoleh dari sekolah marinir Amerika.
Cendekiawan Islam Nurcholis Madjid kemarin juga menyinggung soal terorisme. Ia
mengatakan, sebenarnya terorisme adalah persoalan semua bangsa. Di Jepang ada
kelompok yang membunuh orang-orang di kereta api bawah tanah. Di India ada pihak
Islam dan Hindu yang berseteru, dan pembunuh Indira Gandhi adalah orang yang
beragama Sikh. Karena itu ia pun berharap adanya definisi yang jelas apa yang
dimaksud terorisme dan tindakan apa saja yang dikategorikan ke dalamnya.
Nurcholis Madjid pun berharap secara formal perlu ada kejelasan mengenai terorisme,
misalnya dalam menghadapi RUU anti terorisme yang sedang disusun. Menurut
Nurcholis, bangsa Indonesia yang memperjuangkan haknya sebagai bangsa untuk
memperoleh kemerdekaan pada 1940-1950 tentu saja harus menggunakan
"kekerasan." "Apa seperti itu juga dinamakan teroris?" Tanyanya.
Dutabesar Inggris di Indonesia Richard Gozney mengatakan:
Orang di NanggroeAceh Darussalam bisa merasa bahwa mereka akan menerima
pelayanan dari Jakarta yang lebih seimbang daripada yang mereka anggap dulu.
Orang Palestina bisa menerima negara Palestina di sana dengan ambil sebagian dari
daerah yang dikuasai Israel. Orang Katholik di Irlandia Utara bisa punya masa depan
yang lebih jujur, lebih seimbang. Terus ini masalahnya yang kadang orang bilang
disebut teroris, kadang-kadang disebut Freedom Fighter tapi semuanya bisa
diselesaikan. Yang tidak bisa diselesaikan adalah gerakan semacam Al-Qaidah yang
mau menghancurkan semua. Mereka tidak punya tujuan yang bisa dirunding. Terus
jangan menyebut itu sesuatu yang ada hubungan apa pun dengan agama, baik
agama Islam maupun agama lain.
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|