Janji Sang Buddha
Karya: Taman Budicipta
Rekan-rekan, marilah kita meluangkan sedikit waktu untuk merenungi apa yang telah kita raih di dalam kehidupan kita sejauh ini, dan kemudian merenungi apa lagi yang dapat kita raih untuk masa depan kita.  Setelah itu, marilah kita mengingatkan diri kita kembali akan janji-janji yang telah diberikan Sang Buddha kepada kita.  Dan akhirnya bertanya, ÒBagaimanakah kita dapat merealisasikan janji Sang Buddha tersebut?Ó


Hidup benar sebagai manusia biasa

Pertama-tama kita harus menyadari kenyataan bahwa apa yang kita alami adalah hasil perpaduan dari faktor luar (
external) dan reaksi kita dalam menanggapi faktor luar tersebut (internal).  Faktor luar tersebut (external) mencakup pekerjaan kita, kekayaan kita, situasi dan kondisi masyarakat kita, tempat tinggal kita, dan lain sebagainya.  Sedangkan reaksi kita dalam menanggapi faktor luar tersebut (internal) adalah hasil perpaduan dari kebijaksanaan kita, pandangan kita, dan pola pikiran kita, yang kesemuanya tak dapat diambil oleh orang lain dari diri kita. 

Karena kenyataan inilah, maka kebahagiaan dapat diraih dengan meningkatkan kwalitas external maupun internal kita.  Banyak dari kita yang menganggap bahwa kebahagiaan hanya tergantung pada faktor luar (external).  Tetapi sungguh sedikit dari kita yang benar-benar menganggap kebahagiaan itu hanya tergantung pada faktor internal.  Jadi tak heran bila banyak orang yang mengejar kekayaan dan kemahsyuran tanpa segan-segan melalaikan kwalitas internal mereka.  Dan tak heran juga mereka yang hanya berusaha meningkatkan kwalitas internal dianggap bodoh, kuno, dan berpandangan sempit.

Sebagai Buddhis, kita seharusnya tak menyangkal adanya kebahagiaan yang bersumber dari faktor external.  Misalnya, kalau kita kaya raya maka kita mampu mendapatkan kenyamanan fisik yang lebih baik.  Segala kebutuhan materi kita juga dapat terpenuhi dengan baik.  Hal-hal ini tentunya dapat membawa kebahagiaan di diri kita. 

Tetapi janganlah kita melalaikan faktor yang satunya lagi, yakni faktor internal. Mengapa? Karena faktor internal adalah faktor yang jauh lebih berkuasa dibanding faktor external.  Mengapa demikian?  Karena secara
scientific segala faktor external akan diproses dulu di dalam diri kita (internal), baru kemudian kita bereaksi terhadap faktor external tersebut.  Jadi faktor internal ini sangatlah penting dan jauh lebih berkuasa dibanding faktor external.  Dan ajaran Sang Buddha tak menjanjikan kebahagiaan yang hanya bersumber dari faktor external, melainkan kebahagiaan yang juga bersumber pada faktor internal.

Ambilah satu contoh yang sederhana: kekayaan.  Jumlah uang yang sama belum tentu memberikan kebahagiaan yang sama apabila terdapat perbedaan dalam hal kepuasan terhadap jumlah uang tersebut.  Dengan adanya perbedaan kepuasan, kebahagian yang teraih juga akan berbeda.  Hal ini menunjukan bahwa walaupun faktor externalnya sama (dalam hal ini: uang), akan tetapi faktor internalnya dapat membuat kebahagiaan mereka berbeda.

Jadi jelas bahwa hidup berbahagia sebagai umat manusia dapat dicapai kalau kita piawai dalam meningkatkan kwalitas external dan internal ini. 

Terus, bagaimana kita dapat meningkatkan kwalitas external kita?  Tempuilah pendidikan yang tinggi; rajin dan trampilah dalam pekerjaan kita; piawailah dalam hal personal finance; dan pandailah merawat kesehatan kita. 

Terus, bagaimana kita dapat meningkatkan kwalitas internal kita?  Jauhilah hal-hal yang menghasilkan ketamakan, kebencian, kekejaman, kecemburuan, keresahan, pikiran negatif, dan kekhawatiran.  Dan kembangkanlah hal-hal yang menghasilkan murah hati, cinta kasih, belas kasihan, kegirangan, pikiran positif, dan kedamaian.  Dengan kata lain, laksanakanlah 5 sila berikut:

1) Tingkatkanlah rasa kasih sayang dan belas kasihan dengan
menghindari pembunuhan dan penganiyaan terhadap makhluk hidup.
2) Tingkatkanlah sifat murah hati dengan
menghindari pencurian.
3) Kendalilah nafsu seks dengan
menghindari pelecehan seksual.
4) Kendalilah ucapan dan perkataan kita dengan
menghindari perkataan bohong, kasar, adu domba, dan omong kosong.
5) Tingkatkanlah kewaspadaan diri dengan
menghindari penggunaan obat-obat terlarang dan minuman beralkohol.

Dengan menggunakan pedoman ini, maka kebahagian yang dapat diraih dari kehidupan benar sebagai umat manusia pasti akan teraih.  Dan semakin piawai kita dalam meningkatkan kwalitas external dan
terutama kwalitas internal ini, maka semakin sukseslah kita dalam meraih kebahagiaan di hidup ini.  Ingat, kelima sila ini seharusnya dilaksanakan dengan meningkatkan faktor-faktor pendukungnya (cinta kasih, murah hati, dll.) dan menghindari faktor-faktor pelemahnya (kebencian, pelit, dll.)  Dengan demikian, kebahagiaan pasti akan teraih karena semua faktor pendukung tersebut akan selalu menghasilkan kebahagiaan di saat itu juga (here and now), bagaikan gula yang akan langsung menghasilkan rasa manis di mulut. Inilah janji Sang Buddha yang pertama.


Kenyataan hidup

Tetapi nyatanya, biarpun kita memiliki kwalitas external dan internal yang bagus, tetap saja kalau kita jatuh sakit, kita menderita!  Tetap saja kalau kita menjadi tua renta, kita menderita!  Tetap saja kalau kita mati, kita menderita! 

Mengapa sih penyakit, usia tua, dan kematian membuat kita menderita?  Apa lagi kalau alasannya bukan karena kita benar-benar
membenci mereka!  Siapa sih yang menyukai rasa sakit? Badan yang tua renta? Kematian yang berarti kita harus meninggalkan segala yang kita miliki dan sayangi?  Tentunya semakin kita membencinya, maka semakin banyak penderitaan yang akan kita terima darinya. 

Kalau saja kita tak menyukai benci sebagai penyebab dari penderitaan ini, maka kita dapat menggunakan kata yang lainÑsebuah kata yang merupakan lawan kata dari rasa benciÑ
suka.  Siapa yang tak menyukai rasa nyaman (rasa tak sakit)?  Siapa yang tak menyukai badan yang muda belia?  Siapa yang tak menyukai hiburan, materi, dan cinta?  Jadi oleh karena rasa suka inilah, maka kita takkan terlepas dari penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, usia tua, dan kematian.  Mengapa?  Karena penyakit, usia tua, dan kematian merengut apa yang kita sukai dari diri kita!

Jadi apakah sumber benci dan suka ini?  Apakah sumber penderitaan ini? 
Keterikatan adalah sumbernya.  Oleh karena kita terikat, maka kita menyukainya [bila kita memilikinya] dan membencinya [bila kita tak memilikinya].  Dan apakah sumber keterikatan?  Sumbernya adalah kekurang pahaman diri kita sendiri terhadap sifat asli dari segala sesuatu.

Tunggu dulu!  Seandainya kita bisa terbebas dari segala penyakit, usia tua, dan kematian, bukankah takkan ada lagi penderitaan?  Benar sekali! 
Kalau saja kita dapat terbebas dari segala penyakit, usia tua, dan kematian, maka kita akan terbebas dari segala penderitaan!

Mungkinkah?  Bagaimana caranya?


Kebahagiaan surgawi

Sang Buddha menjanjikan surga kepada mereka yang dengan sungguh-sungguh melaksanakan 8 sila berikut:

1) Tingkatkanlah rasa kasih sayang dan belas kasihan dengan
menghindari pembunuhan dan penganiyaan terhadap makhluk hidup.
2) Tingkatkanlah sifat murah hati dengan
menghindari pencurian.
3) Kendalilah nafsu seks dengan
menghindari aktivitas seksual.
4) Kendalilah ucapan dan perkataan kita dengan
menghindari perkataan bohong, kasar, adu domba, dan omong kosong.
5) Tingkatkanlah kewaspadaan diri dengan
menghindari penggunaan obat-obat terlarang dan minuman beralkohol.
6)
Batasilah frekuensi makan dengan berpedoman pada Òmakan untuk hidup, bukan hidup untuk makan.Ó
7) Bergaya hidup sederhanalah dengan
menghindari hiburan, wewangian, dansa, nyanyi-nyanyian, dan...
8)
Menghindari pemakaian tempat tidur dan tempat duduk yang mewah.

Seperti halnya 5 sila di atas, 8 sila juga seharusnya dilaksanakan setahap demi setahap.  Dan pelaksanaan sila seharusnya dianggap sebagai jalan untuk meningkatkan kwalitas diri kita.  Untuk pemula, sila dapat berfungsi sebagai disiplin.  Bila disiplin ini telah mengakar di diri kita, maka ia akan dengan sendirinya menjadi kebiasaan kita.  Dan ketika ia telah menjadi kebiasaan kita, maka usaha yang diperlukan untuk melaksanakannya akan menjadi semakin sedikit.  Dan tanpa disadari, kwalitas hidup kita juga akan menjadi semakin membaik. (Baca juga artikel
Kamma dan kelahiran kembali).

Ringkasnya, pelaksanaan 8 sila ini menjamin kehidupan yang berbahagia di dunia ini dan juga menjamin kelahiran kembali di alam surga. 
Inilah janji kedua Sang Buddha!

Akan tetapi apakah kehidupan di surga benar-benar terbebas dari penyakit, usia tua, dan kematian?  Apakah ia benar-benar terbebas dari segala penderitaan?  Apakah kehidupan di surga adalah kebahagiaan yang tertinggi?


Kebahagiaan Buddhis

Sang Buddha bersabda, Ò
Nibbanalah kebahagiaan tertinggi!Ó  Apakah sebenarnya kebahagiaan Nibbana ini?

Kebahagiaan ini bukanlah kebahagiaan yang bersumber dari
materi!
Kebahagiaan ini bukanlah kebahagiaan yang bersumber dari
pemuasan terhadap keinginan!
Kebahagiaan ini bukanlah kebahagiaan yang bersumber dari
kemahsyuran!
Kebahagiaan ini bukanlah kebahagiaan yang bersumber dari
hak milik!
Kebahagiaan ini bukanlah kebahagiaan yang bersumber dari
surga!
Kebahagiaan ini bahkan bukanlah kebahagiaan yang bersumber dari
tubuh ini, perasaan ini, ataupun pikiran ini!

Mengapa?

Oleh karena keberadaan dari materi ini tergantung pada faktor lain yang tak stabil [temperatur, kelembaban, pemakaian, dll.], maka ia sendiri juga pasti tak stabil dan akan berubah.
 
Oleh karena keberadaan dari kepuasan ini tergantung pada faktor lain yang tak stabil [objek kepuasan], maka ia sendiri juga pasti tak stabil dan akan berubah.

Oleh karena keberadaan dari kemahsyuran ini tergantung pada faktor lain yang tak stabil [objek kemahsyuran], maka ia sendiri juga pasti tak stabil dan akan berubah.

Oleh karena keberadaan dari hak milik ini tergantung pada faktor yang tak stabil [objek yang dimiliki], maka ia sendiri juga pasti tak stabil dan akan berubah.

Oleh karena keberadaan dari tubuh ini tergantung pada faktor yang tak stabil [makanan, perawatan, dan proses kerja tubuh], maka ia sendiri juga pasti tak stabil dan akan berubah.

Oleh karena keberadaan dari perasaan ini tergantung pada faktor yang tak stabil [objek yang menyenangkan atau menyakitkan hati], maka ia sendiri juga pasti tak stabil dan akan berubah.

Oleh karena keberadaan dari pikiran ini tergantung pada faktor yang tak stabil [objek mental], maka ia sendiri juga pasti tak stabil dan akan berubah.

Selanjutnya, oleh karena sifat materi ini terbentuk, maka ia pasti kelak akan terurai. 

Oleh karena sifat kepuasaan ini muncul, maka ia pasti kelak akan lenyap.

Oleh karena sifat kemahsyuran ini berkembang, maka ia pasti kelak akan menyusut.

Oleh karena sifat hak milik ini teraih, maka ia pasti kelak akan terpisah.

Oleh karena sifat surga itu masuk, maka ia pasti kelak akan keluar.

Oleh karena sifat tubuh ini terbentuk, maka ia pasti kelak akan terurai.

Oleh karena sifat perasaan ini muncul, maka ia pasti kelak akan lenyap.

Oleh karena sifat pikiran ini datang, maka ia pasti kelak akan pergi.

Dan apakah terdapat
kebahagiaan sejati dari sesuatu yang tak stabil, yang berubah, terurai, lenyap, nyusut, terpisah, keluar, dan pergi?  Tidak mungkin! 

Maka dengan sendirinya,
keterikatan pada segala hal yang tak stabil, yang berubah, terurai, lenyap, nyusut, terpisah, keluar, dan pergi adalah sumber penderitaan.

Sedangkan
ketidakterikatan pada segala hal yang tak stabil, yang berubah, terurai, lenyap, nyusut, terpisah, keluar, dan pergi adalah kebahagiaan tertinggi. Mengapa?

Karena kebahagiaan ini adalah kebahagiaan yang terbebas dari ketergantungan.  Bebas dari ketergantungan, ia stabil dan tak berubah.  Stabil dan tak berubah, ia menjadi sungguh tenang dan abadi. 
Kebahagiaan Nibbana inilah janji ketiga Sang Buddha!


Jalan Buddhis

Tetapi dengan jalan apakah kita dapat melenyapkan keterikatan kita?  Dengan jalan apakah kita dapat mencapai kebahagiaan Nibbana ini?

Sang Buddha menjelaskan bahwa bila seseorang melaksanakan 4 tugas mulia ini, maka ia akan mampu melenyapkan keterikatan di dirinya.  Apakah keempat tugas tersebut?

1.
Dengan jeli ia menghindari perbuatan, perkataan, dan tingkah laku yang mengandung kesalahan sekecil apapun, yakni hal yang dianggap tak tepat, tak pantas, dan tak sesuai oleh mereka yang bijaksana.  Dengan demikian, pergaulan dengan orang bijaksana akan mampu memberikan naungan, dorongan, dan kemajuan batin kepada dirinya.

2.
Dengan jeli ia tak hidup menikmati makanan tetapi sekedar makan untuk hidup.

3.
Dengan jeli ia menjaga pintu inderanya:

a. Dengan kejeliannya, ia tak membiarkan indera
penglihatannya (objek yang terlihat oleh matanya) menghasilkan kegiuran dan keresahan batin di dirinya.
b. Dengan kejeliannya, ia tak membiarkan indera
penciumannya (objek yang tercium oleh hidungnya) menghasilkan kegiuran dan keresahan batin di dirinya.
c. Dengan kejeliannya, ia tak membiarkan indera
pengecapnya (objek yang dirasa oleh lidahnya) menghasilkan kegiuran dan keresahan batin di dirinya.
d. Dengan kejeliannya, ia tak membiarkan indera
pendengarnya (objek yang terdengar oleh telinganya) menghasilkan kegiuran dan keresahan batin di dirinya.
e. Dengan kejeliannya, ia tak membiarkan indera
peraba dan perasanya (objek yang dirasa oleh tubuhnya) menghasilkan kegiuran dan keresahan batin di dirinya.
f. Dengan kejeliannya, ia tak membiarkan indera
keenamnya (ide yang muncul di pikirannya) menghasilkan kegiuran dan keresahan batin di dirinya.

Pintu indera dapat dijaga melalui sedikitnya dua sistem pertahanan.  Sistem pertahanan yang pertama adalah dengan tidak memperhatikan objek indera yang akan menghasilkan kegiuran dan kebencian pada diri kita.  Sistem pertahanan yang kedua adalah dengan tidak membiarkan kegiuran dan keresahan muncul ketika objek indera telah dicerap indera.  Contohnya, seorang pria seharusnya menjauhi pandangan yang berlebihan terhadap wanita (sistem pertahanan pertama).  Bila hal ini tak memungkinkan, maka ia seharusnya berupaya agar kegiuran tak muncul di dirinya (sistem pertahanan kedua).  Bila kedua sistem ini gagal, maka ia seharusnya menindas langsung kegiuran [nafsu] tersebut. 

Sistem lainnya mencakup pengembangan terhadap faktor lawan.  Kegiuran dapat diatasi dengan meningkatkan pemahaman terhadap sifat ketidakmurnian [dari objek yang menghasilkan kegiuran].  Kebencian dapat diatasi dengan meningkatkan cinta kasih dan belas kasihan.  Contohnya, nafsu seks seharusnya dikurangi dengan merenungi sifat asli tubuh ini yang terisi dengan tinja, air seni, darah, otak, dan tulang.  Sistem pengembangan terhadap faktor lawan ini seharusnya dilaksanakan dengan hati-hati sehingga tak menimbulkan kebencian dan kehilangan terhadap pengendalian diri.  Dikenal juga dengan istilah Ò
Jalan Tengah

4.
Dengan jeli ia mengembangkan kwalitas pikirannya:

a. Menjauhi kemalasan.
b. Melenyapkan pikiran yang bersifat serakah (kegiuran) dan benci (marah) di dirinya. Bagaikan seorang perwira yang mengenal musuh-musuhnya dengan baik, ia akan menangkap musuhnya, dan kemudian menindasnya.  Begitu jugalah ia membebaskan pikirannya dari pikiran yang merugikan; ia mengenal musuh-musuhnya, menangkapnya bila muncul, dan kemudian melenyapkannya.
c. Meningkatkan sifat kasih sayang dan pikiran bermanfaat lainnya; dan mengembangkan ketenangan batin dan kebijaksanaan (pemahaman tentang ketidakpuasan, ketidakkekalan, dan tanpa diri). 

Tugas keempat ini berarti bahwa ketika keserakahan atau kebencian sedang berada di pikirannya, maka ia seharusnya segera melenyapkannya.  Jadi kwalitas buruk yang berada di pikirannya seharusnya
dilenyapkan.  Dan kwalitas baik seharusnya dikembangkan. Lain halnya dengan hal-hal yang berkwalitas netral; dengan jeli ia seharusnya tak membiarkan mereka menghasilkan kegiuran dan keresahan batin di dirinya.   

Contoh hal yang berkwalitas baik adalah rasa kasih sayang dan belas kasihan.  Rasa kasih sayang seharusnya dikembangkan.  Contoh hal yang berkwalitas buruk adalah kebencian.  Kebencian seharusnya dilenyapkan.  Contoh hal (ide) yang berkwalitas netral adalah pemikiran (ide) bahwa manusia dapat berkomunikasi dengan binatang. Pemikiran (ide) seperti ini seharusnya tak menghasilkan kegiuran (membuatnya tertarik) ataupun penolakan (keresahan) di dirinya.  Ia seharusnya membiarkannya berlalu (
let it go).

Ketika keempat tugas tersebut telah dilaksanakan dengan baik, maka ia adalah bagaikan sekuntum bunga di musim semi yang akan mekar segera.  Ketika ia dengan sungguh-sungguh
meneliti kembali dirinya, ia akan menyadari sifat asli dirinya yang hanya merupakan kumpulan dari gejolak fisik dan mental yang selalu berubah-ubah; dan tak ada satupun hal di dirinya yang sebenarnya tetap, tak berubah, atau abadi.  Atau dengan ketenangan batinnya (jhana), ia akan mampu melihat langsung keterikatan sebagai sumber penderitaan dan melenyapkannya seketika itu juga.  Atau dengan konsentrasinya yang tak terputus, ia akan menyadari sepenuhnya sifat ÒteruraiÓ dari segala yang Òterbentuk.Ó  Apapun cara yang ditempuhnya (immediate path), kebahagiaan yang teraih adalah selalu kebahagiaan yang samaÑNibbana.

Jadi bila seseorang dengan jeli melatih dirinya secara bertahap sesuai dengan jalan yang telah ditunjukan ini, maka ia pasti akan meraih kebahagiaan abadi. 
Inilah janji terakhir Sang Buddha kepada kita!


Pesan terakhir Sang Buddha


Sebagai penutup, marilah kita bersama-sama merenungi kembali pesan terakhir Sang Buddha:

ÒDengarlah dengan seksamaÑSaya medesakmu:
Segala yang terbentuk akan terurai;
Bebaskanlah dirimu dari proses ini,
Melalui kejelian yang sungguh-sungguh.Ó

Maka siapapun yang melaksanakan Dhamma yang dijelaskan di atas dengan sungguh-sungguh, biarpun ia seorang bhikkhu atau umat awam, atau seorang yang bermukim di negara Buddhis ataupun negara yang bukan Buddhis, atau seorang yang masih muda atau sudah tua, atau seorang pria atau wanita, atau seorang yang berpendidikan tinggi atau rendah, atau seorang pekerja atau bukan, ia sesungguhnya adalah seorang pengikut sejati Sang BuddhaÑyang segera akan meraih kebahagian abadi, Nibbana.