"Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?" (2Korintus 6.14).
Seiring dengan bertambahnya usia, kebutuhan emosional manusia semakin bertambah. Ketika seseorang memasuki usia remaja, ia mulai mendambakan kasih yang lain selain dari orangtuanya. Oleh karena itu ketertarikan kepada lawan jenis adalah hal yang wajar.
Berbicara tentang teman hidup bukan hanya menarik dan penting, tetapi kadang rumit. Jika kita mendefinisikan teman hidup sekadar teman ke pesta, nonton, makan, antar jemput atau diskusi; maka hal ini tidaklah terlalu penting dan perlu dipikirkan masak-masak. Cukup suka sama suka dan dipertahankan selagi masih mau. Namun tidak demikian bila kita berbicara tentang seseorang yang kelak akan menjadi suami atau istri kita. Hal ini akan menjadi masalah yang penting, bahkan sangat penting.
Pernikahan adalah keputusan yang sangat penting sebab menyangkut seluruh kehidupan kita secara permanen. Karena kita tidak dapat bercerai setelah mengucapkan janji pernikahan di depan altar saat menikah, maka setiap orang Kristen harus menyelidiki dengan seksama apa yang Allah katakan tentang hal ini dalam Firman-Nya.
Berpacaran merupakan masa yang penting untuk saling mengenal antar sepasang kekasih. Untuk saling mengenal, selain membutuhkan waktu juga kehati-hatian. Sebelum mulai berpacaran ada beberapa hal yang harus kita gumulkan atau perhatikan sebagai persiapan, yakni:
Kita harus mengetahui dan menentukan apa yang penting dan berharga bagi hidup kita. Yang terutama tentu saja Kristus. Selain itu ada hal-hal lain yang kita anggap penting yang berbeda antara satu orang dengan orang lain yang menentukan arah hidup orang tersebut. Hal-hal berharga tersebut misalnya: pendidikan tinggi, karir, sahabat, keluarga, gereja, persekutuan, kebersamaan, komputer, buku, dll. Hal ini penting tatkala kita akan memilih pribadi yang bakal menjadi pendamping kita. Memang ini bukan harga mati yang tidak mungkin berubah, tetapi hal ini akan menolong kita dalam memilih teman hidup yang searah dengan perjalanan yang kita rindukan, mau mendukung, atau menolong kita menemukan arah baru yang lebih tajam dan sesuai dengan jatidiri kita.
Gumulkan dan doakan apakah kita perlu dan ingin melalui perjalanan hidup kita seorang diri atau bersama dengan orang lain. Singkatnya, manakah panggilanku: menikah atau membujang.
Kita adalah umat yang dipanggil untuk melayani dan melaksanakan kehendak Allah, bukan diri dan perasaan kita sendiri. Demikian juga dalam mencari teman hidup. Berhati-hatilah dengan lagu-lagu pop, novel-novel, film dan figur cinta yang ditawarkan dunia. Ada yang membangun, meneguhkan, dan membawa pada landasan berpikir yang benar; tetapi tidak sedikit yang menghancurkan, melayani perasaan belaka, dan berdasarkan pola pikir duniawi.
Jika sebelumnya kita pernah berpacaran, janganlah terpaku pada cinta yang dulu. Jangan membanding-bandingkan, katakan "Selamat Datang Realita" untuk hubungan baru yang kita bina, dan biarkan masa lalu mengambil perannya sebagai cerita dan pengalaman.
Sekarang, siapa yang akan kita pilih untuk menjadi kekasih kita? Yang kita cari adalah teman hidup, kawan seperjalanan sepanjang dalam meniti kehidupan, bukan pemanis hidup. Pribadi yang tepat, bukan sekadar pribadi yang dapat membuat hidup kita ceria, manis dan indah.
Pribadi yang tepat adalah pribadi yang dapat menjadi pendamping dalam menghadapi tantangan hidup dan membawa kita menemukan serta berani melaksanakan kehendak Allah.
Ada beberapa hal yang dapat menolong kita untuk mengetahui apakah "si dia" pilihan Allah atau bukan.
Yang terutama adalah: orang Kristen hanya dapat menikah dengan orang Kristen lainnya (2Korintus 6:14-16). Larangan ini diberikan Allah karena Allah mengasihi anak-anak-Nya dan tidak ingin anak-anak-Nya menderita. Menikah untuk menginjili seseorang dan memenangkan jiwanya pada dasarnya merupakan alasan yang dicari-cari. Dalam Alkitab kita tidak pernah diperintahkan untuk memenangkan seseorang dengan cara menikahinya. Sebaliknya, kita diperintahkan untuk tidak menikahinya (Nehemia 13.26-27; Keluaran 34.16; Ulangan 7.3; 1 Korintus 7.9, 2 Korintus 6.14-15).
Karakter atau budi pekerti lebih penting daripada daya tarik fisik. Dengan kata lain, isi lebih penting daripada bungkusnya. Amsal 31.10-31 menunjukkan hal ini.
Tentukan kepribadian dan karakter orang yang kita harapkan dalam doa dan pergumulan yang sungguh-sungguh. Mencari kehendak Allah dimulai saat kita menentukan hal ini. Mintalah supaya keinginan Allah yang menjadi keinginan kita. Doakan terus menerus. Akan sangat membantu bila kita menuliskan karakter dan kepribadian itu di atas secarik kertas dan menyimpannya di tempat yang mudah kita jangkau setiap kita memerlukannya, misalnya dalam Alkitab.
Lihatlah beberapa kemungkinan, jangan tergesa menentukan pilihan hanya dari pada satu orang.
Pakailah akal budi yang Allah berikan. Perhatikan apakah ia sepadan dengan kita ditinjau dari segi penyerahan dirinya kepada Allah, kedewasaan iman, segi emosional, intelektual, usia, pendidikan, latar belakang keluarga dan visi hidup.
Adakah kesamaan minat, bakat dan sifat sehingga dapat saling mengisi dan mendukung?
Mintalah nasihat dari orang-orang Kristen lainnya yang memiliki kedewasaan rohani.
Selain itu perlu juga diungkapkan di sini bahwa berpacaran bukanlah kesempatan untuk menikmati seks. Kita akan rugi besar karena kenikmatan-kenikmatan sesaat akan mengaburkan mata dan pikiran kita dalam menjatuhkan keputusan pada pilihan yang tepat. Seks memang indah, tetapi porsi seks letaknya setelah kita menikah. Ingat, sesuatu yang indah akan menjadi lebih indah bila pada waktunya.
Saat berpacaran bukan sekadar saat menikmati masa muda dengan orang yang kita kasihi. Saat berpacaran adalah saat mempersiapkan masa depan kehidupan kita—masa kehidupan pernikahan kita. Dasar-dasar kehidupan kita yang akan datang diletakkan saat kita berpacaran. Selain mengenal pribadi yang kelak akan menjadi suami atau istri, kita juga belajar membina hubungan yang positif. Kita belajar setia, saling percaya, berkomunikasi dengan baik, saling menyesuaikan diri saling mengisi, saling mendukung, saling menghargai, saling mengungkapkan perasaan (marah, sedih, senang, sayang, dsb), dan yang tak kalah pentingnya adalah belajar menumbuhkan cinta. Hal ini penting terutama bila "badai" menghantam hubungan yang kita bina.
# author #