|
|
BERITA HARIAN UMUM SIWALIMA
Ambon, Siwalima Ketenganan Maluku selama beberapa bulan terakhir, kembali ternoda. Kemarin, Desa Kase, Kecamatan Buru Selatan, Kabupaten Buru digempur perusuh. Tiga warga setempat dikabarkan tewas, empat orang masih hilang, dan sebuah rumah penduduk Kase terbakar. Sumber yang mengutip keterangan Sekretaris Desa Kase, D. Lesnussa, kepada Siwalima, tadi malam, menjelaskan, perusuh yang berjumlah puluhan orang datang dari arah Desa Nalbessy, desa tetangga Desa Kase. Sebab musebab adanya aksi penyerangan ini masih belum diketahui. Hanya saja, disebutkan bahwa aksi penyerangan mulai terjadi sekitar pukul 12.00 Wit, saat masyarakat sedang melakukan kegiatan rutin di rumah masing-masing. "Bahkan ada juga masyarakat yang sedang ke kebunnya," katanya. Kelompok perusuh yang muncul secara tiba-tiba dari arah Desa Nalbessy dengan menggunakan dua long boat, bikin warga setempat kaget. Sontak saja, masyarakat Desa Kase berusaha menyelamatkan dirinya masing-masing. Lesnussa menjelaskan bahwa penyerangan tersebut mengakibatkan tiga warga Desa Kase tewas, empat lainnya hilang serta satu unit rumah penduduk terbakar. Tiga warga yang tewas bernama John Lesnussa (53) -Guru SD Negeri 1 Kase, anaknya Edison Lesnussa (13) serta Frederik Lesnussa (67). "Sedangkan empat warga Desa Kase yang hilang, yakni Ny. Theresia Dias Leskona (37) -Guru SD Negeri I Kase dan dua anaknya yakni Yongky Leskona (3) dan Alfin Leskona (5) serta Yongky Lesnussa (23)," jelasnya. Kemarin sore, seluruh korban yang meninggal telah dievakuasi ke Leksula, Ibukota Kecamatan Buru Selatan dibantu aparat Koramil dan Polsek setempat. Ditambahkannya, saat terjadi penyerangan hanya terdapat tujuh aparat keamanan yang bertugas mengamankan desa itu, diantaranya lima aparat Polsek Buru Selatan dan dua aparat Koramil setempat. "Namun mereka tak dapat berbuat apa-apa saat harus berhadapan dengan puluhan perusuh," katanya. Sementara itu, Posko Darurat Sipil yang dihubungi tadi malam melalui telepon 351963 ternyata tidak ada yang mengangkat telepon. Sehingga tidak diperoleh konfirmasi dari PDS menyangkut insiden ini. Ketua Sinode GPM, Pdt. Dr. IWJ Hendriks, STh yang dihubungi Siwalima melalui telepon tadi malam mengaku telah melaporkan dan mengkoordinasikan kejadian itu dengan Penguasa Darurat Sipil (PDS) Daerah Maluku untuk segera ditangani. "Saya pun telah meminta perhatian PDS Daerah Maluku untuk segera mengirimkan tambahan pasukan guna mengamankan wilayah tersebut terutama melindungi warga desa itu, mengingat kemungkinan terjadi aksi penyerangan berikutnya," ka Hendriks. Warga Belanda Sementara itu, jenasah warga Belanda, Yan DW Schart (62) yang meninggal di Desa Liang, Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, Sabtu (31/3) diduga akibat tindakan kekerasan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab kini masih disemayamkan di RS Polri - Perigi Lima, Kota Ambon. Korban mengalami luka di bagian leher dan telah diberi formalin oleh petugas RS setempat. "Kami tidak bisa memberikan karena itu wewenang Kapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease. Namun yang kami ketahui hanyalah korban dimasukkan ke RS Polri Sabtu siang (31/3), sekitar pukul 14.00 Wit dan hingga kini belum ada yang menyatakan kesediaan mengambilnya," kata sejumlah petugas RS Polri yang tidak bersedia menyebutkan identitasnya. (S04)
Ambon, Siwalima Inilah ultimatum bagi aktifis Front Kedaulatan Maluku (FKM). Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku, Dr. Ir. M. Saleh Latuconsina, MS mengingatkan agar FKM segera menghentikan aktifitasnya dalam memperjuangkan pengakuan terhadap kedaulatan Republik Maluku Selatan (RMS) dari berbagai negara. HAL itu disampaikan Latuconsina yang juga Gubernur Maluku menjawab pertanyaan Siwalima di Ambon, Sabtu (31/3), berkaitan dengan surat yang dikirim FKM kepada Presiden dan Ketua DK PBB untuk meminta agar kedaulatan RMS dikembalikan. Diingatkan bahwa segala kekuatan akan dikerahkan untuk mempertahankan tetap tegaknya NKRI, termasuk Propinsi Maluku. Ya, "Saya tetap tegas, karena tugas saya adalah untuk menjaga intergrasi bangsa, dan sebaiknya saya sarankan agar FKM stop dengan kegiatannya. Sebab kita tetap melakukan hal-hal yang semaksimal mungkin untuk mempertahankan republik ini," tandas Latuconsina. Dia mengingatkan bahwa saat ini masih berlaku keadaan Darurat Sipil. "Oleh sebab itu, apa yang hendak dilakukan oleh masyarakat harus dalam bingkai Darurat Sipil. Dengan kata lain, ada koordinasi maupun kerjasama yang baik dengan PDS," tandasnya. Dia menambahkan, "Masalah isu pengibaran bendera RMS 25 April maupun siaran radio Suara Perjuangan Muslim Maluku yang terkesan memprovokasi kelompok tertentu telah ditangani oleh aparat pembantu saya, yakni Pangdam dan Kapolda. Oleh sebab itu, masyarakat tidak perlu cemas dengan berbagai macam isu yang berkembang akhir-akhir ini. Saya harap masyarakat menyerahkan segala permasalahannya kepada PDS untuk diselesaikan." Sementara itu, informasi yang diperoleh Siwalima dari sumber-sumber di Canbera, Australia maupun dari sumber-sumber di Den Haag, Belanda menyebutkan, pemerintah kedua negara itu justru tidak terlalu tertarik dengan isu RMS. Di Australia bahwa dikabarkan belum ada perwakilan RMS ataupun FKM. "Orang Maluku disini sepertinya tidak terlalu peduli dengan isu-isu separatis. Mungkin karena dulu ada ancaman dari diplomat Indonesia bahwa kalau mereka bikin demonstrasi, maka orang di Maluku bisa dibunuh," ucap sumber Siwalima dari Australia per telepon. Kalangan pers Australia juga masih belum memberitakan seputar isu-isu RMS. Sumber yang sama memperkirakan pemerintah Australia tidak akan gegabah untuk memberikan dukungan bagi perjuangan kelompok separatis di Indonesia timur. "Sebab bisa menjadi beban bagi pemerintah Australia kalau sampai muncul negara-negara kecil yang miskin di Indonesia Timur. Sekarang, Australia sudah cukup pusing dengan masalah kemiskinan di Timor Timur dan Papua New Guinea," jelasnya. Demikian halnya di Belanda. Sumber yang menghubungi Siwalima, tadi malam, menyebutkan, pemerintah negari kincir angin itu masih belum menaruh perhatian yang intens terhadap isu RMS. "Malah, pemerintah Belanda saat ini sedang menaruh perhatian terhadap usaha pengembangan Pelabuhan Ambon dengan mencontohi Pelabuhan Roterdam. Ini merupakan keinginan dari masyarakat Maluku di Belanda yang disampaikan kepada pemerintah Belanda pada saat perayaan 50 tahun masyarakat Maluku tiba di Belanda," jelas sumber di Den Haag, sembari menuturkan bahwa hanya sebagian kecil orang Maluku di Belanda yang mendukung perjuangan RMS. Cacat Hukum Sementara itu, Wakil Ketua Pengurus Besar Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (BP AMGPM), Agus Rarsina, SH menuturkan, dikaji dari sisi hukum internasional sebenarnya pemerintah RMS merupakan rival government. Bahkan, dia menilai pemerintahan RMS cacat hukum. "Saya mengatakan pemerintah RMS cacat hukum dipandang dari sisi hukum internasional karena tiga hal. Pertama, pemerintah tersebut apakah secara de facto mampu mengelola pemerintahannya. Kedua, pemerintah tersebut tidak mendapat perlawanan dari pihak manapun. Ketiga, pemerintah tersebut harus mendapat dukungan dari warga atau wilayah setempat," jelasnya. Secara de facto, kata dia, point pertama mungkin saja bisa diterima. "Tetapi pada point kedua dan ketiga, pasti dihantam habis-habisan oleh pemerintah RI," jelas alumnus hukum internasional FH Unpatti, yang menulis skripsi bertajuk: "Kedudukan Resolusi Dewan Keamanan PBB bagi Penyelesaian Konflik Internasional" ini. Secara geografis, jelas dia, wilayah Maluku Utara dan Maluku Tenggara menolak RMS, dan Maluku Tengah hanya sebagian. "Tiga hal yang saya sebutkan tadi adalah tes obyektif, sedangkan tes subyektif meliputi dorongan terciptanya suatu negara yang bersifat parsial (wilayah kecil dari bagian NKRI). Disini dapat dikonklusikan bahwa secara test obyektif dan test subyektif RMS tidak memenuhi syarat," papar dia. FKM menganggap pemerintah Indonesia melanggar Perjanjian Linggarjati, Renville dan Konverensi Meja Bundar, bahkan menyalahi Konstitusi RIS, menurut dia, merupakan intepretasi yang salah. "Sebab sebetulnya perjanjian-perjanjian yang itu merupakan proses-proses politik dan perubahan bentuk negara dari NKRI (berdasar proklamasi 17 Agustus 1945) ke bentuk Republik Indonesia Serikat dengan berlakunya Konstitusi RIS (22 Desember 1949-17 Agustus 1950) menjadi NKRI dengan UUDS 1950 (dari tahun 1950-1959) dan pada tanggal 5 Juli 1959 tercetus Dekrit Presiden yang memberlakukan kembali UUD 1945," jelas dia. Karena itu, sambung Rarsina, "Sekali lagi saya katakan itu adalah proses-proses politik dalam rangka mencari format yang ideal tentang NKRI di masa depan dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 bukti kefinalan kita dalam mencari format. Itu artinya seluruh proses tawar menawar konstitusional seperti yang ada dalam beberapa perjanjian terdahulu sesungguhnya telah gugur demi hukum." Menurut dia, perjuangan FKM ke luar negeri menggunakan pendekatan pengakuan internasional. "Sifat dari pendekatan pengakuan internasional ini tidak berdasarkan fakta. Walaupun masyarakat internasional mendukung, tetapi pendekatan ini sudah lama ditinggalkan. Mahkamah Internasonal mau-pun konvensi-konvensi internasional menggunakan pendekatan yang bersifat deklaratif. Artinya, pengakuan internasional terhadap suatu negara bergantung pada fakta di lapangan seperti apa. Apakah ada wilayah, rakyat dan sebagainya, sehingga RMS waktu itu tidak dapat memenuhi hal tersebut. Menurut saya, pengakuan internasional hanya menjadi suplement diplomacy bagi subyek hukum internasional, bahkan tanpa ada pengakuan internasional pun suatu negara termasuk negara yang baru dibentuk pun harus dihargai sebagai negara," jelas Rarsina. Jadi, dia menandaskan, "Gembar-gembor RMS adalah akumulasi kekecewaan, dan kalau FKM perjuangkan hak asasi manusia, silakan saja. Tetapi harus ingat momentum 5 Juli 1959 dalam paradigma NKRI. Kalau toh sudah diluar NKRI berarti terjadi proses perjuangan merebut kekuasaan." Berbeda dengan Rarsina, pengamat politik dari Fisip UKIM, Hobart Soselisa, S.Sos menilai langkah FKM sebagai sesuatu yang positif. "RMS telah memproklamirkan dirinya sebagai sebuah negara pada tanggal 25 April 1950, dan wajar kalau saat ini FKM menuntut pengembalian kedaulatan itu. Kalau dibilang FKM melakukan gerakan separatis, sabar dululah. Sebab selama ini FKM belum melakukan tindakan yang melawan negara. Namun sebuah kebenaran yang hendak diungkap oleh FKM. Ini yang perlu diluruskan," ungkapnya. Dia sependapat dengan klaim FKM bahwa Indonesia telah melanggar perjanjian Linggarjati, Renville dan Konferensi Meja Bundar. "Nah, kalau dibilang FKM melakukan gerakan separatis, sementara fakta atau bukti sejarah maupun bukti juridis tentang apa yang diperjuangkan oleh FKM dipunyai oleh FKM, itu bagaimana?" ujarnya. Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah menjawab surat FKM. "Supaya kita bisa membuktikan bahwa benar atau tidak fakta dan bukti yang dikemukan oleh FKM tentang kedaulatan RMS. Ini supaya jangan menjadi polemik dalam masyarakat. Kalau pemerintah menjawab surat FKM, dan tentunya jawaban itu didasarkan pada fakta sejarah maupun bukti-bukti secara hukum, bahwa RMS itu bukan negara berdaulat. Ya, menurut saya itu baru selesai," ujar dia. Andaikata pemerintah tak bisa menjawab, sambung Soselisa, "Maka sebaiknya Maluku dijadikan daerah netral. Dan kemudian membangun sebuah perundingan antar FKM dan Pemerintah NKRI, serta menghadirkan PBB sebagai penengah. Kalau pemerintah dapat membuktikan bahwa RMS bukan sebuah negara berdaulat sebagaimana yang diklaim FKM, maka silakan pemerintah menuntut FKM." (S10/CR1/S12)
Ambon, Siwalima Kesepakatan kerjasama GPM dan MUI Maluku untuk penyelesaian konflik merupakan langkah positif dan perlu mendapat dukungan semua pihak. "Prinsipnya Gereja Katolik tetap mendukung segala upaya menyangkut penyelesaian konflik, termasuk rencana kerjasama antara GPM dengan MUI pun dengan pemerintah," tandas Sekretaris Keuskupan Amboina, Rm Yonas Atjas, Pr di kediamannya, Minggu (1/4). Alasannya kata dia, kesepakatan kerjasama itu memiliki motivasi yang cukup jelas untuk membangun kebersamaan dalam semangat persatuan dan persaudaraan sebagai anak bangsa yang masih tetap berada dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dia pun berpendapat, kesepakatan itu sebagai gerakan moral yang perlu dibangun bersama, sekaligus membangun gerakan sosial sebagai indkasi positif menuju konsolidasi bersama. "Saya kira Keuskupan juga punya semacam sense of crisis, karena itu Uskup juga berjuang mati-matian untuk bersama-sama melihat jalan keluar yang baik dan lebih bersikap akomodatif. Artinya, apa dan siapa saja yang punya komitmen untuk rekonsiliasi, tetap kita terima," ujarnya. Menurut dia, sebelum maupun ketika terjadi kerusuhan, MUI dan Gereja Katolik tetap menjalin kerjasama yang baik, begitupun dengan GPM. "Bahkan pihak MUI juga selama kerusuhan pernah mengundang Uskup untuk datang ke Al Fatah," katanya. Mengenai hubungan Gereja Katolik dengan MUI Maluku selama ini Rm Atjas menjalaskan berjalan baik. "Dan Gereja Katolik juga tidak memliki hal-hal yang apriori dan sebagainya, karena memang selama ini hubungan itu tetap terjalin dengan baik kendati pun frekuensinya sangat kecil. Damai atau Rusuh Sementara itu, Ketua Remaja Masjid Waihaong, Munir Kairoty, SH berpendapat, isyarat kerjasama antara MUI dan GPM seperti yang dilontarkan Sekretaris Pokja MUI dan Ketua BPH Sinode GPM perlu mendapat respon positif dari masyarakat secara luas. Pasalnya, mengisyaratkan adanya itikad baik untuk menciptakan Ambon yang aman. "Yang perlu kita lihat di sini adalah adanya itikad baik untuk menggalang hubungan yang terputus selama ini. Walaupun Malik Selang bukan representasi masyarakat Muslim secara keseluruhan, namun kita tidak dapat pungkiri bahwa sosok Malik Selang tidak dapat dipisahkan dari Muslim maupun MUI. Dengan demikian janganlah kita mempersepsikan sesuatu hal hanya karena kekeliruan yang dapat dipahami," ujarnya di Hitu, kemarin. Untuk mencapai kesepakatan itu secara kelembagaan, kata Kairoty, perlu kesepakatan internal. "Saya tahu itu merupakan syarat mutlak, namun janganlah agama dipakai sebagai alasan mempresentasikan sesuatu persoalan. Sebab agama manapun bersifat universal dan mengajarkan umatnya berdamai dengan sesamanya. Sekarang tinggal bagaimana kita menafsir apa yang diinginkan sebenarnya oleh agama yang kita anut itu," ingatnya. Masih menurut dia, terpenting sekarang, bagaimana menyatukan persepsi untuk melihat AmbonMaluku ke depan. Jangan agama diartikan sepengetahuan masing-masing orang yang justru membuat rancuh situasi sekarang dengan menggunakan agama sebagai dalih. "Saya ingin tanya dulu, sebenarnya apa yang kita cari saat ini sebagai masyarakat Maluku dan Ambon pada khususnya. Apakah kita ingin rusuh terus? Ataukah kita ingin damai? Jadi, janganlah kita merepresentasi agama sebagai dalihnya," tukasnya. Olehnya, dia menyayangkan bila itikad baik menuju perdamaian yang menyeluruh itu tidak direspons masyarakat secara positif. "Saat ini kita perlu merespons setiap upaya yang bertujuan mendamaikan kembali ini Ambon. Saya terlampau yakin, masyarakat umunya sudah capek dan bosan dengan konflik ini. Analisa saya, selama ini yang membuat hal-hal yang tak masuk akal itu hanyalah segelintir kelompok yang tidak inginkan kedamaiaan di bumi Maluku ini," paparnya. (S08/S11)
Ambon, Siwalima Dilematis! Itulah kata yang terasa pas melukiskan posisi Sekertaris Pokja MUI Maluku, Malik Selang saat ini. Pasalnya, setelah ia menyatakan kesediaan menjalin kerjasama dengan Gereja Protestan Maluku (GPM) untuk sama-sama mencari jalan keluar bagi penyelesaian konflik Maluku, sekaligus terus melakukan koordinasi agar iklim kondusif yang tercipta dapat terus ditingkatkan ke arah yang lebih baik, malah dia menuai kecaman. Tapi, ia menegaskan bahwa apa yang dilakukannya semata-mata demi kedamaian, bukan nama besar pribadinya. "Yang terpenting bagi saya itu adalah bagaimana menciptakan situasi yang kondusif ini lebih baik lagi dengan menimbang seluruh aspirasi yang ada dari masyarakat," ucap Sekretaris Pokja MUI Maluku, Malik Selang kepada Siwalima di Ambon, kemarin. Hal ini disampaikan berkaitan dengan adanya reaksi miring terhadap usahanya mendorong proses rekonsiliasi, dan menyatakan kesediaan untuk menjalin kerja-sama dengan GPM. Protes itu datang dari seorang warga Waihaong, AR Tubaka, dan Pengurus Besar Front Pembela Islam Maluku (PB FPIM). Tubaka dalam suratnya, mempertanyakan status Malik Selang di MUI. Sedangkan, PB FPIM dalam surat yang ditandatangani ketua umumnya, Husni Putuhena, SH dan Aziz Fidmatan, SSos malah menyatakan, "Malik Selang bukan pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku, sehingga pernyataannya bukan suara Majelis Ulama". Mereka mempersoalkan dan bahkan menyesalkan pernyataan Malik Selang yang mendukung keinginan Ketua BPH Sinode GPM, Pdt. Dr. IWJ Hendirks untuk membangun kerjasama dengan MUI Maluku. Juga, dipersoalkan soal tuduhan Tim Pengacara Gereja melalui suratnya No. khusus 28 tanggal 12 Maret 1999 dan Pimpinan Gereja-gereja Kristen Maluku melalui pernyataan sikapnya No. Gereja-gereja-1 tertanggal 14 September 1999 yang dipublikasikan secara luas melalui sebuah harian lokal di Ambon, dan melalui internet http://www.geocitetis.com/Alifuru 67 (http://www.oocities.org/Alifuru67 -red). "PB FIPM beranggapan bahwa dengan menjalin kerjasama/ kesepakatan antara MUI Maluku dengan Gereja Protestan Maluku (GPM) menunjukan bahwa MUI Maluku melalui Malik Selang dkk telah membenarkan tindakan/tuduhan pemimpin gereja-gereja Maluku dan Tim Pengacara Gereja tersebut," tandas mereka, dan mendesak agar MUI Maluku segera melakukan pertemuan konsolidasi dengan seluruh komponen umat Islam untuk membahas pernyataan tersebut agar tidak terjadi kesalafahaman internal. Malik Selang sendiri menyatakan jika ada orang yang mempertanyakan keabsahanya sebagai Sekretaris Pokja MUI Maluku, maka yang paling tepat jika orang itu adalah pejabat teras MUI Maluku. "Ini ingin saya tekankan dahulu, bahwa semenjak Pokja MUI dibentuk dua tahun yang lalu, belum pernah ada yang mempertanyakan keberadaan saya. Sehingga saya curiga jangan-jangan ada hal-hal lain atau maksud tertentu dibalik semua ini," tandasnya. Bahkan dia menambahkan, dirinya sama sekali tidak pernah ingin membawa nama MUI Maluku sebagai tameng bagi dirinya. Tapi, "Pada dasarnya sangat sulit hal itu dilepaspisahkan. Toh apa yang saya buat selama ini semata-mata hanya untuk kepentingan masyarakat bawah, sehingga janganlah disalahtafsirkan antara itikad baik dan nama besar," ucapnya, merendah. Namun demikian, dia menyadari bahwa pada prinsipnya segala sesuatu yang bertujuan untuk kebaikan akan mendapat tantangan dari orang-orang atau kelompok-kelompok yang tidak menginginkan kedamaian terwujud. "Saya pahami itu sudah merupakan suatu konsekuensi dari itikad baik yang kita perjuangkan," ucap Malik. Dia mengaku sangat heran dengan jalan pemikiran orang-orang ataupun kelompok yang seperti itu. "Kita harus sama-sama bisa menyadari, bahwa apa yang selama ini terjadi sudah menimbulkan penderitaan yang tidak sedikit bagi masyarakat. Dan untuk menghentikan semuanya itu bagaimana saat ini kita perlu menjalin simpul-simpul rekonsiliasi menuju terciptanya perdamaiaan yang utuh bagi kita semua," himbau Malik. Dia mengharapkan, janganlah berargumen untuk hal-hal yang tidak rasional yang sebenarnya hanya untuk membuat suatu keadaan menjadi berlarut-larut. "Kita perlu sama-sama memahami, bahwasanya kita perlu untuk membangun kebersamaan diantara kita, jka memang kita menginginkan apa yang dinamakan dengan kedamaian. Sehingga janganlah kita berdebat tentang sesuatu yang bukan persoalan," tutur Malik. (S11/S08)
Ambon, Siwalima Mau tahu apa reaksi Walikota Ambon, Chris Tanasale terhadap berita adanya dukungan Partai Golkar Kota Ambon terhadapnya untuk diperjuangkan kembali memimpin kota ini? "Ya, saya sudah membaca berita itu di koran bahwa Partai Golkar tetap memberikan dukungan kepada saya, tetapi sejauh ini Partai Golkar Kota Ambon, belum pernah menyampaikan hal itu kepada saya. Tetapi pada prinsipnya kalau memang Partai Golkar menghendaki untuk memberikan dukungan kepada saya, dengan rela hati saya akan bersedia," ujarnya. Hal itu disampaikan Tanasale ketika menjawab pertanyaan wartawan di Ambon, Sabtu (31/3). Menurut dia, jabatan Walikota merupakan anugerah Tuhan. "Kalau memang Tuhan menghendaki, maka apapun resikonya akan saya terima. Karena memang ini satu rahmat Tuhan yang harus saya terima dengan baik," ujarnya, datar. Pada dasarnya, kata dia, jabatan walikota merupakan aspirasi masyarakat Kota Ambon. "Kalau memang aspirasi dari masyarakat itu masih tetap memberikan dukungan kepada saya, ya saya siap. Tetapi kalau masyarakat tidak menghendaki untuk apa lagi saya maju. Ya siapapun yang terpilih nanti tentunya kita dukung bersama. Tetapi hal ini tentunya kita serahkan kepada mekanisme. Sebab semuanya itu akan diatur sesuai dengan mekanisme yang ada di dewan," jelasnya. Kesiapan Tanasale ini sekaligus menjadi tantangan bagi kandidat yang dijagokan PDI Perjuangan Kota Ambon, Drs. MJ Papilaya. Kendati belum didaftarkan, PDIP sudah bertekad untuk memperjuangkan Papilaya menjadi Walikota Ambon. Artinya, jika siap memimpin kembali Ambon, maka Tanasale harus bertarung menghadapi Papilaya. Lebih jauh, Tanasale mengharapkan agar Walikota dan Wakil Walikota mendatang dapat mengatasi semua persoalan yang dihadapi. "Karena permasalahan yang ada di Kota Ambon saat ini sangat kompleks, dan tentunya berkaitan dengan kondisi daerah ini yang belum kondusif," jelasnya. Mbalelo Dipecat Sementara itu, Ketua DPC PDI-P Kota Ambon, Drs. Lucky Wattimury menegaskan, pencalonan Papilaya menjadi Walikota Ambon lebih dikarena Papilaya dianggap mampu menduduki posisi itu, bukan karena PDI-P berambisi meraih kekuasaan. "PDI-P tidak ambisi untuk meraih kekuasaan, tetapi ini semua karena PDI-P memperoleh kepercayaan dari seperdua masyarakat Kota Ambon, untuk itu, PDI-P akan berusaha untuk mengamankan kepercayaan masyarakat," tandasnya. Dia memaparkan bahwa pencalonan Papilaya telah melewati seluruh mekanisme organisasi PDIP dari tingkat ranting, anak cabang dan cabang hingga DPP. "Ini mengambarkan seluruh warga PDI-P harus mengamankan Papilaya sebagai Walikota. Rekomendasi ini bukan saja ditujukan kepada fraksi, tetapi juga kepada DPD dan seluruh anggota fraksi. Konsolidasi internal yang telah dibangun oleh PDI-P semakin menambah kepercayaan kadernya dan diharapkan tidak ada anggota partai yang mbalelo terhadap rekomendasi tersebut," tandasnya. Seandainya ada anggota PDI-P yang mbalelo, kata dia, resikonya akan diberikan sanksi. "Yakni, pemecatan dari keanggotaan partai. Karena ini menyangkut disiplin partai. Karena kalau anggotanya sudah tidak mampu untuk mengamankan disiplin partai, maka partai ini mau jadi apa. Oleh karena itu, diharapkan semua anggota partai harus mengamankan disiplin partai tersebut," tegas Wattimury. (S08/S15)
Ambon, Siwalima Rupanya ini arus balik terhadap aspirasi pemekaran Kabupaten Maluku Tengah, terutama niat membentuk Kabupaten Seram Timur. Argumentasi yang dikemukakan soal gagasan tersebut dinilai masih belum cukup kuat. Diingatkan, agar sebelum Seram dimekarkan menjadi dua atau lebih daerah tingkat II terlebih dahulu diadakan penelitian ilmiah soal kelayakan menjadi sebuah kabupaten. Tanggapan kritis ini disampaikan dosen Fisip UKIM, Drs. Marthen J Maspaitella, MSi dalam percakapan dengan Siwalima di Ambon, Sabtu (31/3). Dia mempertanyakan dasar kebijakan politik pemerintah maupun legislatif untuk mendukung pembentukan Kabupaten Seram Timur dalam situasi darurat sipil ini. Menurut dia, tuntutan sekelompok warga agar Seram Timur dijadikan kabupaten baru di era otonomisasi merupakan sesuatu yang wajar. "Namun pembentukan sebuah kabupaten di era otonomisasi juga harus dilihat dari berbagai aspek, baik aspek kewilayahan, SDM (sumber daya manusia), SDA (sumber daya alam), termasuk fasilitas-fasilitas pendukung atau penunjang. Ya, kalau aspek-aspek ini dinilai layak, maka Seram Timur boleh memiliki sebuah keabsahan dari pemerintah untuk dijadikan sebuah kabupaten baru," ujarnya. Dia mengharapkan agar dalam suasana darurat sipil ini semua pihak dapat bersikap arif dan bijaksana melihat usulan pembentukan kabupaten baru tersebut. "Nah, kondisi kedaruratan tidak memberikan pengejawantahan sepenuhnya untuk melakukan sebuah lobi politik dalam rangka menjawab aspirasi masyarakat itu. Sekarang ini kan daerah Maluku masih menyandang predikat darurat sipil. Untuk itu baik pemerintah maupun legislatif harus hati-hati dalam menjawab sebagian aspirasi masyarakat Seram Timur. Saya katakan bahwa sebagian masyarakat Seram Timur, karena belum tentu seluruh masyarakat Seram Timur punya keinginan untuk menghadirkan sebuah kabupatan baru," tandasnya. Dia mempertanyakan apakah masyarakat Kesui-Teor yang telah dievakuasi oleh Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku mendukung gagasan tersebut. "Ya, apakah mereka juga punya keinginan yang sama? Ini yang harus dipertanyakan. Jangan sampai kita lalu mengambil langkah yang pada gilirannya tidak membawa seluruh aspirasi masyarakat," ujarnya, mengingatkan. Dia menambahkan, "Kalau ada kalangan legislasi yang mendukung pemekaran Seram Timur menjadi sebuah kabupaten, ya syukur-syukur mereka memiliki hasil studi kelayakan, yang dilakukan berdasarkan hasil penelitian dengan menentukan metodologi-metodologi yang tepat. Kalau ini dimiliki boleh-boleh saja didukung. Tapi kalau belum, yah dipending dululah. Jangan sampai kebijakan ini dilakukan terburu-buru, lalu nanti pada akhirnya kebijakan ini akan menganjal seluruh persoalan lain yang harus dipecahkan." Untuk itu, dia mengingatkan kalangan anggota legislatif agar berhati-hati dalam mendukung sebuah aspirasi. "Jangan sampai menentukan langkah yang tidak arif dan bijaksana, nantinya yang menderita kan masyarakat, bukan legislatif. Kalau legislasi mendukung aspirasi sebagian masyarakat Seram Timur untuk membentuk kabupaten baru, maka perlu juga dipertanyakan apa dasar kebijakan politik dari legislatif. Ini yang harus transparan supaya jangan membuat bingung masyarakat," katanya. Menurut dia, sekalipun sebagian masyarakat Seram Timur punya hasil studi kelayakan, namun pemerintah maupun legislatif harus punya tim ad hoc yang melibatkan seluruh komponen yang berkepentingan untuk melakukan studi kelayakan. "Hasilnya baru kita lihat Seram Timur ini layak atau tidak jadi sebuah kabupaten. Dan, satu hal yang perlu dipertanyakan kepada pemerintah maupun legislatif, apa dasar kebijakan politik dari mereka untuk menyetujui Seram Timur menjadi sebuah kebupaten baru di dalam kondisi darurat sipil ini," tandas Maspaitella. (S12)
Ambon, Siwalima Kesepakatan kerja sama Gereja Protestan Maluku (GPM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku untuk mendorong perdamaian di Maluku sepatutnya disosialisasikan ke masyarakat yang paling bawah. Demikian dikatakan Koordinator Yayasan Lantera Maluku, Drs Rolly Ubro kepada Siwalima di Ambon, Sabtu (31/3) menangapi simpul pendapat Ketua BPH Sinode GPM, Pdt. Dr. IWJ Hendriks dan Sekretaris Pokja MUI Maluku, Malik Selang yang sepakat kerjaa sama saat berlangsung acara pisah sambut BPH Sinode GPM periode 1995-2000 dan periode 2000-2005 di Baileo Oikumene Ambon, Jumat lalu. "Ini langkah positif. Namun perlu sekali disosialisasikan ke kelompok masyarakat yang paling bawah (grass root) yang selama ini termarginalisasi dan yang paling merasakan dampak kerusuhan di daerah ini," timpal Ubro. Menurutnya, supaya kesepakatan elit GPM dan MUI itu menyentuh masyarakat bawah, maka perlu diorganisir dua komunitas yang bertikai dengan menumbuhkan simpul-simpul jaringan komunikasi pada tataran masyarakat grass root. "Sehingga pada saatnya, ketika dikendaki ada komunikasi yang lebih luas dan lebih terbuka, maka simpul-simpul itulah yang digunakan sebagai mediatornya. Sekarang ini kan elit-elit yang buat kesepakatan. Lantas, bisa tidak masyarakat yang buat kesepatakan seperti itu," tanyanya. Disebutkan, selama ini banyak masyarakat yang mengkritisi pemerintah, atau pihak elit. Olehnya, saat ini masyarakat pun harus secara sadar bisa membangun kesepakatan dimaksud. "Ini juga membuktikan bahwa masyarakat tidak banyak menuntut tapi masyarakat pun dapat melakukan sesuatu yang ikut menunjang pemerintah atau para elit agama," tandasnya. Dia mengandaikan, apabila masyarakat bawah dapat menunjang pemerintah dan para elit agama, maka simpul-simpul jaringan komunikasi itu bisa dihidupkan dan dikomunikasikan diantara dua komunitas di Maluku. "Kalau kita sendiri telah membangun, kemudian elit-elit di atas tidak mem-follow up apa yang kita buat, atau kebijakan-kebijakan mereka cenderung merugikan kita, ya kita tuntut mereka," ancamnya. (S12) Received via email from: Masariku@yahoogroups.com |