|
|
BERITA HARIAN UMUM SIWALIMA
Ambon, Siwalima. Sejak dideklarasikan tanggal 18 Desember 2000 lalu, Front Kedaulatan Maluku (FKM) seolah menyulut kontroversi di masyarakat. Ada reaksi pro-kontra, yang berujung munculnya Surat Keputusan Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku tentang Pelarangan Kegiatan Front Kedaulatan Maluku tanggal 16 April lalu. Apa sesungguhnya FKM? Bagaimana sepak terjangnya? Apa yang diperjuangkan? Ikuti nukilan wawancara eksklusif Siwalima dengan Pimpinan Eksekutif FKM, dr. Alex Manuputty saat ditemui di kediamannya, Kuda Mati, yang disajikan secara berseri mulai hari ini. Bagaimana perasaan Anda setelah mendapat panggilan dari PDSDM? Pada prinsipnya saya merasa keberatan terhadap undangan yang diberikan oleh PDSDM kepada FKM pada hari Senin (16/4) pkl 11.00 WIT karena semua orang tahu bahwa itu merupakan perayaan Paskah. Orang tahu bahwa itu fakultatif dan orang Kristen pergi ke gereja. Saya tidak tahu apakah PDSDM Latuconsina tahu atau tidak saya sebagai orang Kristen ke gereja? Kalau langkah awal saja sudah mendesak untuk FKM dihadirkan pada hari Senin lalu, berarti PDSDM tidak pernah menghormati agama orang lain. Bagaimana bisa bicara rekonsiliasi di Maluku, kalau PDSDM sendiri tidak pernah menghormati agama orang lain. Sikap Anda sendiri terhadap pemanggilan tersebut? Pertama, saya sangat menyesal dan keberatan dengan pimpinan daerah seperti Latuconsina kalau tidak pernah menghargai agama orang lain. Kedua, sampai saat ini kami tidak pernah mendapatkan SK tentang pelarangan kegiatan FKM. Kok sudah diberitakan di media massa? Ini sangat tidak etis dan tidak punya etika sama sekali. Saya kira sebagai PDSDM. Latuconsina harus berpikir dari berbagai sisi jangan karena sebagai PDSDM lalau bertindak seenak perut. Terhadap larangan kegiatan FKM sendiri? Saya mau katakan bahwa FKM ini bukan dibentuk oleh PDSDM, tetapi FKM dibentuk oleh naluri kemanusiaan. Jadi bukan hak PDSDM untuk membubarkan FKM dengan SK-nya. FKM bukan underbow dari PDSDM. Gerakan moral kemanusiaan yang dibentuk oleh naluri kemanusiaan itu, perlu dicacat: SK siapa yang bisa membendung? SK siapa yang bisa membatalkan gerakan moral kemanusiaan? Ya, mungkin mereka melihat dari sisi kedaulatan bahwa itu makar. Oh...itu tidak benar. Sebab kedaulatan adalah hak asasi manusia yang paling tinggi, dan itu moralited dan tidak ada SK satupun di bumi ini yang mampu menghambat FKM karena FKM merupakan gerakan moral kemanusiaan. Lantas apa sasaran FKM mengirim surat kepada Presiden RI dan PBB? FKM mengirim surat dengan beberapa tuntutan yang perlu dijawab. Bukan itu lalu PDSDM harus bertindak. Surat FKM No 12/DPP.FKM/III//2001 perihal mohon perlindungan dalam rangka peringatan hari kemerdekaan Republik Maluku Selatan harus dijawab oleh PDSP (Presiden) lewat PDSDM. Jadi bukan dijawab secara langsung melalui media massa secara sendiri atau sepihak, tetapi seharusnya Presiden menjawab lewat PDSDM sebagaimana surat yang kita tujukan ke Presiden melalui PDSDM. Kan jelas jawabannya ya atau tidak! Sebab kita minta ijin dan perlindungan internasional termasuk surat No 14 yang ditujukan ke PBB. Kasus yang terjadi ini ibarat seorang dokter dimana ada luka di kaki tetapi pengobatannya di kepala. Kami semua menginginkan situasi tenang jadi jangan dibalik bahwa situasi tenang lalu FKM bikin kacau. Justru sebaliknya FKM berdiri maka situasi jadi berangsur-angsur tenang. Ada penilaian telah terjadi diskriminasi PDSDM dengan membiarkan berbagai kejahatan termasuk aksi-aksi laskar jihad baik dalam bentuk kekerasan maupun provokasi. Apakah Anda juga melihat seperti itu? Memang sangat terkesan bahwa PDS baik di pusat maupun di daerah melindungi penjahat dan kejahatan di Maluku yang berkedok keagamaan. Komunitas Alifuru yang terbanyak mungkin Kristiani hari ini diserang besok baru bantuan sampai. Misalnya saja kasus yang terakhir terjadi di Kase maupun pembunuhan warga sipil yang dilakukan oknum Marinir di Gudang Arang. Lalu besok apa lagi yang terjadi? Kenapa mereka tidak sikapi hal-hal yang substansi tetapi FKM yang digubris-gubris untuk mencari kambing hitam. Kalau tidak ada kudis jangan digaruk. Sepertinya Anda menilai SK yang dikeluarkan salah alamat dan tidak sesuai prosedur? Itu sangat fatal! Sebabnya apa, SK apapun di bumi ini yang bisa membatasi, membendung gerakan moral kemanusiaan? Apalagi itu lahir dari naluri kemanusiaan. Ini fatal dan sudah pasti SK ini akan kita teruskan ke dunia internasional. FKM selalu digembar gemborkan sebagai kaki tangan RMS. Mungkin saja ini menjadi acuan bagi PDSDM mengeluarkan SK dengan mempertimbangkan keluhan dari masyarakat Muslim maupun Kristen. Komentar Anda? Jadi tuduhan pemberontak, separatis dan sebagainya itu sebenarnya tuduhan klasik. Ini lagu lama seng ada not lai. Orang berpegang pada Maluku sebagai propinsi kedelapan dari NKRI yang nota bene defacto, tanggal 19 Agustus 1945, Soekarno mengangkat Latuharhari sebagai Gubernur Maluku, sementara pada saat itu RI secara de facto, nota benenya adalah Jawa, Madura dan Sumatra. Lalu bagaimana RI yang notabene tiga daerah itu mengangkat seorang gubernur di Maluku yang nota bene adalah bagian dari Negara Indonesia Timur? Itu dasar dari mana yang dipakai? Inilah kesalahan yang dibuat oleh Soekarno. Ini juga adalah kesalahan fatal. Nah kalau Soekarno sendiri bisa berbicara kembali ke Dekrit 5 Juli 1959 karena situasi tidak mampu, maka FKM sekarang berbicara kembali kepada ketetapan internasional yaitu Linggarjati 1947, Renville 1948 dan KMB 1949. Ini harus kembali dan kita lihat siapa benar dan siapa yang salah. Siapa yang pemberontak, RMS atau NKRI? RMS keluar secara jujur jantan menggunakan pasal-pasal dari ketiga perjanjian itu selft (self -red) determinatioan, belum lagi dilihat dari sejarah bangsa yang ribuan tahun merdeka dan berdaulat. Jauh lebih beradab daripada NKRI merombak RIS, memberontak terhadap RIS dan membentuk NKRI yang belum sah sampai sekarang di PBB. Jadi sebenarnya yang mana yang memberontak dan separatis, RMS atau NKRI? Mari kita uji secara hukum sebab jangan cuma menuduh. Semua orang bisa kalau hanya menuduh dan jangan sesekali menuduh dengan argumentasi dangkal. Kita ini kalau selalu dituding dengan istilah yang namanya separatis tentu kita harus akui sudah ada sejak dulu tetapi konotasinya positif. Tetapi kalau NKRI mau pakai, NKRI yang dicopot dan memberontak terjadap RIS itu sama sekali tidak bisa karena jika RMS diperhadapkan dengan NKRI maka NKRI gugur, karena RMS 25 April 1950, NKRI 17 Agustus 1950, kalau RMS diperhadapkan dengan RIS juga gugur walaupun RIS duluan 27 Desember 1949. Tetapi ada pokok-pokok self determination baik dalam Linggarjati, Renville maupun KMB. Jadi sah dimana-mana. Mari kita uji secara ketetapan internasional, RMS yang pemberontak atau NKRI yang pemberontak? (S10/S03)
Ambon, Siwalima. Kendati Surat Keputusan Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku tentang pelarangan kegiatan Front Kedaulatan Maluku (FKM) telah dinilai sebagai langkah positif, namun PDSD terus diingatkan agar tidak bertindak diskrimintif. Ini terkait dengan fenomena kehadiran Laskar Jihad di Maluku yang sampai saat ini dinilai masih belum ditangani secara proporsional. Pengamat hukum dari Fakultas Hukum Unpatti, Karel Riry, SH berpendapat, PDSD Maluku perlu mengeluarkan maklumat sesuai pasal 10 Prp. 23 tahun 1959 terhadap fenomena Laskar Jihad, agar para pembantunya dapat mengambil langkah-langkah seperlunya. "Sehingga jangan ada penilain masyarakat bahwa PDSD Maluku melakukan diskriminasi dalam penegakan hukum," tandasnya, mengingatkan. Menjawab Siwalima di Ambon, kemarin, Riry menuturkan bahwa dengan dikeluarkannya Surat Keputusan PDSD Maluku, Dr. Ir. Saleh Latuconsina nomor 09/PDSM/IV/2001 tertanggal 16 April 2001 tentang pelarangan kegiatan FKM, maka dari aspek yuridis, PDSD sudah menentukan sikap terhadap FKM dengan segala aktifitasnya. "Dengan demikian PDSD harus menentukan sikap tegas terhadap aktifitas Laskar Jihad. Ini supaya jangan ada diskriminatif yang dilakukan oleh PDSD," jelasnya. Menurut dia, keputusan PDSD Maluku terhadap FKM jika diamati dari segi yuridis dapat dimengerti bahwa FKM telah keluar dari perjuangan moral atau melakukan penyimpangan. Ya, "Kalau berpatokan pada SK PDSD Maluku, maka sah-sah saja, secara yuridis FKM telah melakukan pelanggaran. Tapi kalau dilihat dari aspek pertanggungjawaban moral dari FKM untuk memperjuangkan hak-hak asasi manusia (HAM), itu lain lagi. Kalau kita berbicara dari aspek yuridis, saya tetap berpatokan pada keputusan PDSD Maluku. Namun, apakah dengan payung hukum yang diberikan Prp. 23 tahun 1959, PDSD mampu menyelesaikan pelanggaran HAM yang terjadi di Maluku, yang sementara secara moral diperjuangkan oleh FKM atau tidak? Memang kalau kita menyimak keputusan PDSD Maluku, maka ada terlihat penyimpangan yang dilakukan oleh FKM terhadap perjuangan moral tadi. Akan tetapi penyimpangan moral itu pun harus dapat dibuktikan oleh PDSM," tandas Riry. Soal Laskar Jihad, kata dia, dari segi yuridis normatif sudah melakukan tindakan makar. "Kampanye berbau provokasi lewat media elektronik, kampanye untuk menerapkan aturan-aturan yang justru bertentangan dengan aturan-ataran hukum positif, serta dari aspek keamanan sepak terjang Laskar Jihad ini sudah mengancam keutuhaan negara, merongrong pemerintahan yang sah. Aktifitas Ini bukan lagi tindak pidana biasa, tapi ini merupakan tindak pidana subversif," jelas dia. Akan tetapi, sambung dia, "Harus jujur dikatakan bahwa secara politis Laskar Jihad itu 'dilindungi'. Masak, mereka sudah melakukan tindakan makar, koq tidak diambil tindakan. Mereka terkesan diberikan kesempatan oleh PDSD Maluku untuk melakukan kegiatan-kegiatan separatis dengan menggunakan kedok agama." Staf pengajar Fakultas Hukum Unpatti ini menuturkan bahwa pelanggaran HAM di Maluku sudah terjadi sejak awal kerusuhan, yang dilakukan secara sistimatis. Dia menangkap kesan adanya upaya pembiaran terjadinya pelanggaran HAM oleh pemerintah. Ya, "Harus jujur dikatakan, bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di Maluku selama ini terlihat ada unsur pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah. Apa ada kasus pelanggaran HAM yang telah diselesaikan oleh PDSM? Kan belum ada," tandas Riry. Dukung Enam Tokoh Dikatakan, PDS pusat sendiri masih sibuk dengan masalah elit politik yang hanya mementingkan kepentingan kelompok, sehingga mengabaikan kepentingan rakyat. "Nah, tumpuan harapan yang diletakkan pada PDSD. Tapi ternyata, selama ini PDSD tidak mampu menyelesaikan persoalan-persoalan pelanggaran HAM secara simultan, tersistimatis dengan payung hukum yang sudah diberikan. Kalau ini dibiarkan, maka satu saat akan terjadi pembersihan etnis Maluku secara sistimatis," tandas Riry, mengingatkan. (S12)
Ambon, Siwalima. Tuduhan-tuduhan miring dan provokatif yang ditulis mantan Danrem 174/Pattimura Brigjen TNI Purn. Rustam Kastor, dalam beberapa buah bukunya yang mengidentikkan gereja dengan Republik Maluku Selatan (RMS), dibantah oleh Wakil Ketua BPH Sinode GPM, Pdt. Hengky Leleury, SmTh. Dia menilai buku berjudul Konspirasi Kristen RMS Menghancurkan Ummat Muslim Ambon Maluku tidak benar dan mengandung unsur provokatif. Menjawab Siwalima di sela-sela acara pembukaan persidangan Klasis Pulau Ambon, Senin (16/4) di Soya, Leleury menandaskan, tuduhan-tuduhan itu tidak benar. Sebab, kata dia, gereja -khususnya GPM- tetap berada di bawah koridor Negera Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Dan perlu diketahui bahwa Pancasila dan UUD 1945 ditempatkan dalam tata Gereja Protestan Maluku. Ini harus dipahami oleh seluruh umat," tandasnya. Ditanya apakah GPM sudah berupaya mengklarifikasi isu-isu RMS, termasuk isi buku Rustam Kastor yang telah membentuk opini publik dalam mengidentikan Gereja dengan RMS, Leleury menandaskan, selama ini gereja berusaha mempersempit ruang gerak isu-isu tersebut. Dengan demikian lanjutnya, dengan pendekatan-pendekatan yang dilakukan dengan berbagai pihak diharapkan dapat mengatasi berbagai isu yang berkembang. Dikatakan juga bahwa lewat media masa gereja telah berupaya menjelaskan kepada publik bahwa sejak semula GPM tidak menerima konsep RMS, karena gereja tetap berada dalam koridor NKRI yang bernapaskan Pancasia dan UUD 1945. Karena itu lanjut Leleury, tuduhan-tuduhan seperti itu tidak benar, dan hanya mengada-ada serta berupaya mengkambing hitamkan Gereja dalam berbagai hal, terutama dalam konflik Maluku. Soal tuduhan RMS membonceng kerusuhan di Maluku pernah dibantah juga oleh mantan Pangdam XVI Pattimura, Brigjen TNI Max Tamaela saat menjadi Komandan Bantuan Militer (Banmil) di daerah ini dua tahun lalu. Bantahan oleh seorang jenderal tersebut memperlihatkan bahwa sejauh ini intel-intel TNI -Polri belum memperoleh gambaran adanya institusi separatis RMS di Maluku. Sementara itu sejumlah kalangan masyarakat juga mempertanyakan sejauhmana tindakan PDSD Maluku, DR M Saleh Latuconsina untuk menugaskan pihak Kejaksaan agar melarang sekaligus menarik buku-buku Rustam Kastor yang provokatif itu dari peredarannya. Sebab, buku-buku Kastor itu dinilai ikut memicu ketegangan dan memperpanjang konflik Maluku. (S09) Received via email from: Masariku@yahoogroups.com |