|
|
BERITA HARIAN UMUM SIWALIMA
Ambon, Siwalima Dansektor A, Kolonel NG Sugiarta kepada pers, Senin (23/4) di Makodam XVI Pattimura, menjelaskan hasil temuan Yon-Gab TNI diantaranya 99 butir detonator, satu pucuk senjata MK I dengan amunisi sebanyak 20 butir, amunisi senjata colt 20 butir, 4 kelongsong bom rakitan, 2 buah lampu pelita, 1 buah lampu petromaks, 1 buah kamera, 3 buah pelpes, 6 dos korek api, 18 buah ransel/tas merk Alpina, 1 bungkus serbuk campuran bom, 2 bah timer, 1 buah teropong, bahan kimia, kabel, 1 buah lesung penumbuk, 2 meter pipa besi, sejumlah sepatu boat milik tentara. "Selain itu, anak buah saya juga mendapatkan sejumlah buku-buku ajaran agama Islam dan baju kaos bertuliskan Laskar Mujahidin, Diklat instruktur jihad kunci kejayaan Islam dan kemenangan kaum Muslimat. Yon-Gab juga mendapatkan uang sebanyak Rp 2.281.500 milik Laskar Mujahidin di lokasi," jelas Dansektor Sugiarta. Sugiarta mengakui, Yon-Gab yang bertugas di lokasi Ahuru, cukup sigap langsung mendekati lokasi. "Masyarakat juga melaporkan ada bom meledak di salah satu rumah. Angggota saya pun mendekat bersama rakyat. Memang ada anggota jihad yang lari dan tidak sempat ditangkap. Namun ada korban di dalam rumah dan masyarakat di sekitar TKP mendatangi rumah untuk menolong korban," ujar Sugiarta. Menurutnya, letak rumah itu di kawasan Ahuru melewati kali kira-kira 300 meter. "Nah di situ ada bekas rumah yang berada sedikit di atas bukit. Kedudukan rumah mudah diidentifikasi karena sendiri dan sedikit masuk ke hutan. Mereka (Laskar Jihad Mujahidin-Red) mengalami kecelakan di lantai dua. Kemungkinan besar saat meledak mereka sementara merakit bom sebab buku panduan merakit bom sementara terbuka," jelas Sugiarta, sembari menambahkan, berkas-berkas yang ditemui teridentifikasi sebagai milik Laskar Mujahidin. Belum Dipastikan
Ambon, Siwalima Penegasan ini disampaikan Pendeta Dr. Piet Tanamal, kepada Siwalima, Senin (23/4) di Ambon. "Saya ikut mengantar pesan tobat GPM ke Kairatu. Intinya bahwa pesan tobat yang diserukan GPM sebagai ikrar menyahuti masalah-masalah di Maluku. Pokok pertobatan itu sebagai usaha badan tertinggi gereja sinodal guna mengambil langkah berdiri sebagai gereja Tuhan yang memberitakan kedamaian, keadilan dan masa depan masyarakat dan bangsa Indonesia yang ada di Maluku," tandasnya. Menurutnya, aspek lain yang dipertimbangkan dalam pesan tobat GPM adalah aspek budaya, adat istiadat. "Jadi itulah aspek menyangkut sikap hidup gereja dan umat Kristen. Selain itu ada penegasan khusus menyangkut sikap hidup orang yang harus membuahkan hal ikhwal membangun masyarakat. Ingat ya...bahwa 5 Juli 1959 muncul Dekrit Presiden dimana kemudian muncul amnesti dan abolusi kepada tokoh-tokoh RMS di Maluku yang saat itu berada di Pulau Seram," jelas Tanamal, sembari menambahkan, saat itu juga muncul tim GPM yang dipimpin Pendeta Tom Pattiasina, diutus ke Seram dan tinggal di Kairatu guna melakukan pendekatan dengan RMS. Tanamal mengakui, dirinya merupakan pendeta termuda yang ikut merumuskan sikap pendekatan GPM kepada Presiden RMS Dr Soumokil. "Soumokil saat itu sementara berada di hutan Seram sehingga kami dibantu pimpinan militer yakni Kapten Lessy Waleasiwa yang bermarkas di atas Desa Kamarian," ujarnya menyakini pimpinan militer sangat mengenai sikap dan keberadaan GPM. Keinginan GPM itu, kata Tanamal, ingin mengundang, menyampaikan kepada Dr Soumokil bahwa akan ada usaha dan campur tangan militer guna memenuhi amnesti dan abolusi dari Presiden Soekarno. "Nah tim ini selama satu bulan bekerjasama dengan militer yang berpusat di Hunitetu. Sebagai pimpinan waktu itu, Mayor Jalal mengijinkan seorang Letnan menjadi kurir dari kita kelompok GPM dengan Dr Soumokil di Seram. "Saya bersama Asisten I Kodam XV, Kolonel Suwito yang punya istri orang Tulehu. Sebagai anggota tim dan rekan-rekan yang lain tentu sangat memahami sikap GPM. Sikap itulah sebagai pernyataan bahwa GPM tidak ambil bagian dalam RMS," tandas Tanamal. Menjawab Siwalima apakah pesan tobat tersebut berlaku sampai sekarang, ia mengatakan, "Itu sudah selesai! Karena itu, pemerintah percaya gereja mengambil peran dalam amnesti dan abolusi itu. Gereja bersepakat tidak ikut bermain dalam kehidupan politik. Keputusan itu diambil karena kepentingan bangsa, kepentingan gereja Tuhan, gereja yang bebas di tengah-tengah sebuah negera yang merdeka. Pendampingan gereja dalam kehidupan politik adalah pendamping yang ikut bertanggung jawab dan cukup memberikan peran bagi pemerintah serta pikiran-pikiran yang baik dan jernih". Masih menurut Tanamal, gereja bukan badan politik sehingga agama harus menjalankan tugas-tugas pendampingan kepada pemerintah. Apalagi, waktu agama terlibat dalam kehidupan politik sehingga agama tidak akan bebas, tidak akan obyektif. Karena itulah agama harus diakui di tengah-tengah masyarakat bagi keutuhan bangsa yang pluralis ini," jelasnya. Jika gereja terlibat dalam politk, kata Tanamal, secara langsung gereja mengingkari tugas mulia bagi seluruh masyarakat. "Bahkan gereja akan dapat saja dipakai dalam sikap politisasi tokoh-tokoh masyarakat. Nah karena itu gereja menerima proklamasi Indonesia sebagai karunia dan anugerah Tuhan kepada bangsa ini. Faktor penting sangat kuat dianut GPM. Jadi jangan ragukan GPM sebagai gereja Tuhan yang terdiri dari anggota masyarakat dunia yang mengemban tugas-tugas kesaksian kedamaian dan kasih," tegas Tanamal, sembari mempertegas bahwa ketika itu, bukan saja GPM yang menolak RMS tetapi semua umat beragama di Maluku. "Sikap pendekatan yang dilakukan merupakan pertanggung jawaban dari implementasi penolakan RMS. Gereja membawa kasih, persekutuan. Gereja bertanggungjawab pada segala keadaan chaos yang membawa kehancuran. Gereja mencari keadilan atas cara-cara yang manusiawi dan cara-cara yang didukung Pancasila dan UUD 1945. Jadi tugas pendekatan dengan Presiden RMS tahun 1960 merupakan suatu tugas perdamaian, mengangkat kembali tanggungjawab masyarakat," ujar Tanamal. (S10)
Ambon, Siwalima Ya, "Kini FKM berada pada posisi dilematis, yaitu memperhatikan dan menjawab keinginan masyarakat Maluku untuk terus menerus berjuang bagi penegakan kebenaran, keadilan, dan kejujuran, dan di sisi lain FKM diperhadapkan dengan Gubernur selaku PDSD yang dengan sengaja menerbitkan Surat Keputusan yang melarang aktifitas FKM," tandas ketiganya dalam seruan terbukanya tertanggal 21 April, yang diterima Siwalima di Ambon, kemarin. Seruan itu juga ditembuskan kepada Sekretaris Jenderal PBB, Ketua Dewan Keamanan PBB, Presiden Gus Dur, Presiden AS, Rattu Kerajaan Belanda, Perdana Menteri Kerajaan Belanda, Amnesty Internasional dan Komisi Hak-HAM PBB. Berkenaan dengan posisi dilematis itu, maka FKM menyampaikan tiga butir seruan terbuka. Yakni, pertama, demi kepentingan semua masyarakat dan terus menjaga serta menjamin terwujudnya suasana damai, maka diminta agar masyarakat senantiasa menahan diri dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang tidak etis. Kedua, kepada TNI dan Polri agar tidak melakukan berbagai tindakan yang akan merugikan masyarakat Maluku yang sementara ini berjuang untuk memulihkan kemanusiaan Maluku yang hancur akibat konflik ini. Dan, ketiga, kepada para pemimpin agar tidak memprovokasi dan menakuti masyarakat dengan berbagai issu yang menyesatkan, karena hakekat perjuangan FKM adalah kebenaran, kejujuran dan keadilan. "Sepanjang belum ada keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap menyangkut FKM dengan perjuangan kebenaran, keadilan dan kejujurannya itu, kiranya tidak ada lagi tuduhan-tuduhan yang tidak bermoral, tidak berdasarkan hukum sehingga menghambat keinginan masyarakat bersama FKM berjuang demi menegakkan kebenaran, keadilan dan kejujuran," tandas Manuputty, dkk. FKM masih tetap ngotot dengan klaimnya bahwa RMS yang diproklamasikan pada tanggal 25 April 1950 adalah sah secara hukum, moral, sejarah dan budaya. "Bukan pula atas kemauan seseorang namun atas kemauan bangsa Maluku melalui suatu dewan yang sah mewakili rakyat Maluku yakni Dewan Maluku Selatan," tandas mereka. Disebutkan pula bahwa FKM telah menjelaskan tuntutannya agar kedaulatan RMS dikembalikan pada konperensi pers tanggal 18 Desember 2000 lalu. "Karena tuntutan itu, maka pemimpin FKM telah diperiksa oleh penyidik Polda Maluku, yang hingga kini belum diberkaskan. Namun masih ada sebagian rakyat Maluku dan banyak pemimpin takut terhadap kebenaran, keadilan dan kejujuran yang diperjuangkan oleh FKM dengan berbagai tuduhan," ungkap mereka. Diakui pula bahwa PDSD Maluku melalui pengumuman nomor PENG. 05/PDSDM/IV/2001 dan Surat Keputusan nomor: 09/PDSDM/IV/2001 telah melarang FKM untuk mengibarkan bendera FKM atau RMS atau bendera yang seperti itu. "Apabila penguasa darurat sipil daerah adil dan bijaksana maka sudah seharusnya, PDSD menerbitkan Surat Keputusan untuk melarang semua aktifitas Laskar Jihad. Sebab dari sisi ground concept-nya, Laskar Jihad lahir bukan untuk melaksanakan misi sosial maupun kamanusiaan. Dan hal ini terbukti dengan Laskar Jihad telah melakukan berbagai tindakan kejahatan berupa peng-Islam-an paksa, penghancuran perkampungan penduduk, penjarahan harta benda, dan berbagai kejahatan serta pelanggaran hak-hak asasi manusia lainnya yang mengakibatkan bertambahnya kesengsaraan bagi masyarakat Maluku," sesal mereka. Menurut Manuputty, dkk, PDSD Maluku mestinya mengambil sikap tegas terhadap keberadaan Laskar Jihad. Ya, "Dengan berbagai tindakan yang dilakukan oleh Laskar Jihad itu, maka konsekwensi hukum yang harus diberikan oleh PDSD kepada mereka adalah pengeluarkan surat keputusan untuk melarang semua aktifitas Laskar Jihad, tapi ternyata Penguasa Darurat Sipil Daerah membiarkan Laskar Jihad melakukan kejahatan dan ini sama artinya dengan melindungi kejahatan dan menyingkirkan kebenaran," tandas mereka. Disebutkan pula bhawa FKM merupakan wadah perjuangan moral. Pun, mereka mengaku ikut merasakan kemauan masyarakat Maluku untuk membebaskan diri dari berbagai penderitaan dan penyiksaan yang dilakukan secara terencana. "Sementara negara Indonesia membiarkan proses ini berlanjut hingga kini dan mungkin pemulihan masyarakat Maluku kedepan akan dihambat oleh kelompok redikalisme agama ataupun kelompok-kelompok sejenis," tengara mereka. (S06/S02)
Ambon, Siwalima Pastor Yoseph menyesalkan sikap Bupati Rukka yang mendasari diri pada UU Nomor 22 tahun 1999, pasal 7 ayat 5. Padahal, Rukka mesti sadar bahwa kasus Bula sejak awal sudah ada laporan tertulis dan lisan dari orang/kelomppok masyarakat, diantaranya Forum Komunikasi Umat Kristen Maluku Tengah, para tokoh agama, dan tokoh masyarakat Kristen di Masohi," tandasnya. Dia menegaskan dasar yang dipakai Bupati Rukka adalah dasar yang salah. "Saya hanya mau katakan supaya Bupati Rukka membaca sunguh-sungguh UU Nomor 22 tahun 1999, pasal 7. Di dalam pasal 7 hanya terdiri dari 2 ayat. Lah, darimana bupati memperoleh ayat 5-nya ? Jadi jangan menipu masyarakat dengan UU," kecamnya. Menurut Pastor Yoseph, bupati bicara tanpa data yang menjadi argumennya seperti pernyataannya mengenai kasus di Bula dianggap beres. "Tim siap berangkat , tetapi ternyata tidak ada tim yang diberangkatkan ke Bula. Yang terjadi hanyalah Camat Bula dan Muspika diminta memantau keadaan warga Salas, lalu melaporkannya kepada Bupati Maluku Tengah. Sampai detik ini pun laporan Camat Bula belum disampaikan kepada masyarakat," ujarnya. Bupati Rukka, kata Pastor Yoseph, semestinya tahu dan paham bahwa kasus Bula sudah menyangkut masalah HAM. Lantaran itu, nasib warga Kristen Salas yang adalah pengungsi mesti ditangani secara serius. "Semua orang berhak bicara atau melapor masalah-masalah yang dihadapi termasuk saudara Eddy Tongke. Dia juga punya hak sekaligus kewajiban membela saudara-saudaranya yang sedang menderita," ujar Pastor Yoseph. Bupati Rukka diingatkan untuk tidak mengangkat masalah pribadi dari Eddy Tongke. Sebab akan fatal. "Saya menilai itu hanyalah mekanisme bela diri dan mengoper kesalahan kepada orang lain. Jangan bela diri dan lari dari persoalan lalu mulai mencari kelemahan orang lain. Bupati harus ingat bahwa kasus Salas sama sebangun dengan kasus warga Teor-Kesui. Inilah yang harus ditanggapi secara serius termasuk oleh PDS. Saya kira PDSDM sebaiknya segera meminta pertanggungjawaban Bupati Rukka dan segera dibentuk/dikirim Tim Investigasi ke Bula. PDSD Maluku harus tangani masalah ini, sebab kemampuan Bupati Rukka, rupanya hanya sekian saja. Jadi PDSDM jangan tunggu lagi," tegas Pastor Yoseph mengingatkan. Lebih lanjut diingatkan agar bupatti janan selalu menipu dengan mengatakan belum ada laporan resmi padahal sejak awal, GPM Klasis Seram Utara, Forum Komunikasi Kristen Maluku Tengah sudah melayangkan surat ke Bupati Rukka. Apalagi, Wagub juga telah memberikan rekomendasi kepada Bupati Rukka untuk segera mengurus pengungsi Kristen asal Desa Salas. "Lalu Rukka menunggu laporan apa lagi?," tanyanya geram. Sebelumnya, seperti yang diberitakan Siwalima, Senin (23/4), di sela-sela acara sosialisasi teknis pengisihan kekayaan pejabat penyelenggara negara di lantai tiga kantor gubernur, Rukka mengatakan, "Untuk kasus Salas Saudara tanyakan saja ke pimpinan umat. Ada tidak pimpinan umat yang ribut soal kasus Salas? Kalau tidak ada berarti pimpinan umat juga tidak tahu. Sebab dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 juga menjelaskan bahwa pemerintah tidak menangani agama. Kalau umat pindah agama biar saja mereka pindah agama, kalau mereka mau pindah agama lantas kita mau apa dan tidak bisa kita melarangnya," jawab Rukka dengan nada tinggi. Sementara Ketua Fraksi PDI-P Maluku Tengah, LC Nikijuluw kepada Siwalima, kemarin (23/4) di Baileo Karang Panjang mengatakan, menuding Pemda tidak serius mengantisipasi suatu masalah dan hanya bersifat menerima informasi atau isu. "Pemda tidak tanggap melihat kasus Salas padahal 90 persen kebenarannya dijamin. Tidak langkah yang tegas dalam menangani persoalan ini. Saya sering gunakan istilah bahwa Maluku Tengah kerjanya cuma menjemput barang yang sudah jadi arang," kritik dia. Dia mempertanyakan sikap bupati yang selalu menganggap bahwa masalah agama merupakan urusan pemerintah pusat. Padahal, yang dimaksudkan kewenangan yang ditangani pemerintah pusat yang timbul di daerah itu persoalan yang lain dan bukan seperti yang terjadi di Salas. "Dengan demikian persoalan yang terjadi di Kesui, Teor dan Salas dituntut bahwa sejauhmana pemerintah daerah dapat mengantisipasi persoalan sehingga tidak terjadi lagi hal yang demikian. Langkah apa yang diambil oleh pemda? Jangan hanya bisa menunggu dan mengatakan 'akan' karena pada akhirnya rakyat yang dibuat kecewa. Kita dari PDI-P sendiri ialah kami sedang mempelajari semua laporan-laporan yang ada, kami akan turun langsung untuk melihat keberadaan pengungsi Salas yang sementara ini ada di Wahai," urainya. (S12/S14)
Ambon, Siwalima Hal itu disampaikan praktisi hukum, Munir Kairoti, SH ketika ditemui Siwalima di Waihaong, kemarin, menanggapi pernyataan Tuasamu sebagaimana diberitakan harian ini kemarin. Tuasamu mengatakan, "Sosok Wawali yang akan mendampingi Walikota untuk Ambon lima tahun kedepan ini harus capable guna menyelesaikan konflik dan mewujudkan rekonsiliasi. Saya respek terhadap Malik Selang, namun semua tergantung keputusan fraksi." Munir menuturkan apa yang disampaikan Tuasamu merupakan sesuatu yang sangat janggal. "Bagaimana Tausamu mengatakan respek terhadap Malik Selang, namun menolak hanya karena aturan organisasi. Apa yang disampaikan oleh Tuasamu ini dalam analisa saya sangatlah janggal. Bagaimana tidak janggal, kalau FPP tetap memaksakan figur yang dipunyai sedangkan masyarakat pemilih sendiri justru menolak," tandasnya. Lebih jauh, Munir mengingatkan PPP agar memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Dikatakan, masyarakat pemilih PPP sendiri sudah tidak respek terhadap figur yang ditawarkan oleh FPP Dewan Kota, maka PPP harus mencermati keinginan masyarakat itu. "Bukan malah tidak mengubris sama sekali apa yang diinginkan masyarakat. Sebab dengan sendirinya kita dapat gambaran ada peningkatan pendidikan politik dalam masyarakat. Masyarakat tahu figur mana yang merupakan nominasi Muslim yang tampil untuk 'Ambon dua' ini. Sehingga figur yang nantinya akan ditampilkan benar-benar berakses ke bawah, dapat diterima oleh kedua kalangan dan dapat berfungsi menjembati hubungan antara Islam dan Kristen," tutur dia. Toh begitu, ia juga tak bisa memungkiri bahwa apa yang disampaikan Tuasamu berdasarkan hirarki organisasi dan komitmennya terhadap keputusan partau. Ya, "Apa yang disampaikan oleh Haji Amir Tuasamu itu, menurut saya, jika dia berbicara tentang aturan main organisasi, itu sah-sah saja. Sebab memang harus demikian. Tetapi walaupun aturan main organisasi demikian, tapi juga harus melihat perkembangan yang terjadi dalam masyarakat tentang bagaimana keinginan kalangan masyarakat bawah untuk sosok Wawali yang akan mendampingi Walikota lima tahun kedepan," ungkap unir Kairoty. Dengan begitu, sambung dia, bisa dipastikan bahwa PPP lebih mementingkan kepentingan partai dari kepentingan masyarakat bawah. "Sebab dalam kondisi saat ini, FPP sebenarnya harus paham bahwa figur mana yang diinginkan oleh masyarakat lapisan bawah. Sehingga andaikata PPP ingin besar kedepan, maka PPP harus terbuka dan melihat aspirasi dari bawah. Itu yang penting. Memasuki era yang demikian terbuka ini, jika PPP tetap bertahan dengan sikap seperti ini, berani dipastikan bahwa PPP akan kehilangan massa dalam pemilu nanti," ujar Munir. (S11)
Ambon, Siwalima Tipka mengatakan, mengacu pada konsep hemat struktur tetapi kaya fungsi, maka pihak legislatif lalu berpikir kalau ada Dinas Infomasi dan Komunikasi dan kemudian ada biro komunikasi, ya itu berarti tidak hemat struktur dan juga tidak kaya fungsi sehingga kata kecenderungannya adalah kaya struktur, miskin fungsi. "Saya tidak sependapat dengan hal itu. Kalau itu disubordinasikan menjadi bagian dalam salah satu biro, itu berarti besaran organisasinya diperkecil tetapi peranannya tetap ada guna menjamin masalah-masalah yang berkembang sehubungan dengan isu-isu sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Karo Humas itu," ujarnya. Soal adanya upaya mempertahankan tertentu oleh eksekutif lantaran takut kehilangan jabatan, Tipka mengatakan, dirinya tidak tahu tetapi mungkin saja ada pemikiran demikian. "Saya berpikir bahwa eksekutif mempunyai rancangan dan wajar-wajar saja kalau mereka bersikeras mempertahankan rancangan itu, karena desainer organisasi yang dibangun eksekutif tentu mempunyai misi dan target tertentu," katanya. Tipka mengakui, berdasarkan mekanisme yang ada seharusnya pihak yang belum menyampaikan kata sepakat harus kut serta dalam rapat agar diminta persetujuannya oleh pimpinan dewan, panitia musyawarah dan ketua-ketua fraksi. "Tetapi mekanisme itu sepertinya tidak jalan. Dengan demikian secara khusus kami di Fraksi Penggalang yang terdiri Partai Demokrasi Indonesi (PDI), Krisna, PKP, PDKB, kami memang sudah final dalam rapat fraksi. Sekalipun harus diakui bahwa dalam rapat kami berbeda pendapat. Saya sendiri dari PDKB tetap pada prinsip bahwa tidak menemukan alasan-alasan yang cukup kuat untuk mempertahankan 10 biro. Untuk itu saya berpandangan bahwa tidak perlu ada 10 biro. Itu berarti tidak ada urgensi tugas yang mendesak untuk dua biro itu dipertahankan," tegasnya, sembari menambahkan, sekalipun berbeda pandangan dan persepsi di dalam fraksi tetapi fraksi keluar dengan satu keputusan. "Saya yang berbeda pendapat dengan ketiga teman yang lain otomatis harus menerima hasil demokrasi. Saya harus berbesar hati dan bangga menirama bahwa inilah dinamika demokrasi. Bahwa idialisme saya tidak diterima bukan berarti saya kalah tetapi saya pikir kita harus menerima apa yang menjadi hasil dari proses demokrasi yang diterapkan," ungkap Tipka. Tunggu Fraksi Mengenai mekanisme voting yang mungkin saja akan dilakukan mengantisipasi deadlock yang terjadi, Sahuburua mengatakan, yang diharapkan adalah adanya musyawarah mufakat. "Tetapi apabila hal itu juga tidak didapati, maka kita semua pada akhirnya akan berpijak pada kata akhir fraksi. Mengenai ada pihak yang tidak dilibatkan, sesungguhnya bahwa rapat pimpinan itu bukan memufakatkan pengintegrasian biro namun memberi pelimpahan kepada ketua-ketua fraksi yang di dalamnya terdapat anggota-angota yang masih belum sepakat untuk memufakatkan hal ini. Jadi kita semua tentu juga akan kembali pada kata akhir fraksi," ujar Sahubura. (S14/CR2)
Ambon, Siwalima Ya, "Seharusnya anda (wartawan-Red) tanya kepada pihak keamanan, karena mereka yang berwenang untuk menangani masalah ini. Ya, jangan banyak komentar, tetapi kalau ada bendera negara lain yang dikibarkan di negara ini, maka semua anggota masyarakat punya kewajiban untuk membela negara ini," ungkap Thamrin Ely, singkat dan tak mau berkomentar panjang lebar soal rumor pengibaran bendera RMS. Kepada Siwalima di kantor Dewan Maluku, kemarin, ketua DPW PAN Maluku ini, menandaskan, "Masih ada negara disini, mengapa orang mau membangun negara didalam negara. Itu kan mustahil. Masak orang lain mau datang menaikan benderanya disini, itu kan negara lain dan benderanya adalah bendera negara lain. Jadi saya jangan dong ditanya." Sementara itu, Sekertaris DPD PDI Perjuangan Maluku, Drs. Bitto S. Temar menyambut positif pengaktifan kembali pos kamling dan lakunya bendera merah putih di pasaran. Itu, "Artinya ketika adanya isu mengenai sesuatu yang berada diluar kerangka NKRI, dan masyarakat mulai ambil langkah antipasi dengan membeli bendera merah putih sebagai salah satu simbol negara. Itu merupakan bagian dari ekspresi kecintaan terhadap Indonesia," ungkapnya. Selain itu, kata dia, pengaktifan kembali Pos Kamling dan pembelian bendera merah putih menandaskan bahwa secara psikologis masyarakat sedang mempertahankan diri. "Artinya masyarakat tidak ingin dikenai efek dari isu-isu pengibaran bendera RMS. Dan, saya berpikir hal itu sangat baik sekali. Tetapi yang diharapkan dari pihak PDSD maupun TNI/Polri untuk mengambil langkah-langkah yang lebih tegas dan lebih antisipatif sehingga kemungkinan-kemungkinan munculnya persoalan-persoalan yang merugikan masyarakat dapat dicegah lebih awal," tegas Temar. Ditanya apakah pengibaran merah putih pada tanggal 25 April tidak akan menimbulkan pertanyaan karena tanggal itu Indonesia tidak sedang memperingati hari besar kenegaraan, Temar mengatakan, apa yang dilakukan oleh warga sekarang ini adalah bentuk reaksi terhadap isu yang berkembang seputar pengibaran bendera RMS. "Masyarakat hanya ingin mengekspresikan bahwa dugaan selama ini seolah-olah ada simpati tertentu terhadap gerakan-gerakan separatis itu, ternyata tidak benar. Lebih dari itu gejala meningkatnya animo masyarakat untuk membeli bendera merah putih dalam jumlah yang besar, bagi saya, itu hanyalah ekspresi kecintaan masyarakat terhadap negara ini," paparnya. "Kita berharap agar negara ini terus berusaha untuk mencintai bangsanya melalui tindakan dan kebijakan yang sifatnya melindungi mereka". Dia mengaku gembira dengan apa yang dilakukan masyarakat dalam mempertahankan diri, sekaligus mencegah kemungkinan timbulnya gerakan-gerakan di luar NKRI. "Apa yang dilakukan oleh masyarakat bukan karena mereka resah, tetapi itu hanya reaksi kecintaan mereka terhadap NKRI," tuturnya. (S14/CR2) Tinggalkan Kegiatan Berbahaya! Menurut jenderal bintang satu ini, barang-barang dimaksud sangat berbahaya tidak untuk mereka-mereka yang menyimpan saja. "Perubahan suhu saja barang-barang itu bisa meledak dan berbahaya bagi lingkungannya. Oleh karena itu sangat baik jika masyarakat tidak memilik bahan peledak dan senjata. Kalau semuanya tidak memiliki bahan peledak dan amunisi maupun senjata pasti hanya benjol-benjol saja kalau "berkelahi". Sadarlah bahwa pertikaain menggunakan senjata itu menelan korban yang cukup besar bagi masyarakat," ujarnya penuh harap. Putra kelahiran Pulau Dewata Bali ini mengatakan, indikasi kejadian seperti ini perlu dilakukan peningkatan kegiatan patroli guna mencegah aktifitas masyarakat ke arah persiapan merakit bom, penggunaan senjata dan sebagainya. "Saya tetap memerintahkan Dansektor untuk meningkatkan antisipasi agar tidak terjadi kegiatan perkelahian lagi yang mengakibatkan konflik baru karena masyarakat juga sudah merasa enak dengan situasi tiga bulan terakhir ini. Jangan kemudian kita nodai dengan konflik-konflik baru," tegas Made Yasa dipenuhi senyum. (S10/S03) Received via email from: Masariku@yahoogroups.com |