Home | Kabar & Jurnal

Dua Buku di Kereta, Tuan Rumah yang Ramah, dan Khotbah yang Hahaha

Fajar Utama pagi itu, 17 Desember, sepi penumpang. Saya bebas duduk di mana saja, menguasai satu kursi sorangan.

Saya sudah menyiapkan Sang Singa, Si Penyihir, dan Lemari Ajaib sebagai teman perjalanan. Tentunya untuk menyegarkan ingatan menjelang nonton filmnya, dan sekaligus sebagai persiapan diskusi nanti. Saya juga mencangking Stephen King On Writing, yang baru saya selesaikan sepertiganya.

Petualangan bersama Lusi dan kakak-kakaknya menjelajahi Narnia mencapai ujungnya sebelum kereta memasuki Cirebon. Selepas dari kota udang, saya menyimak petuah sang raja horor seputar bagaimana menggarap fiksi yang baik. Sedapat mungkin hindari kalimat pasif; buang saja kata keterangan yang bertele-tele; buat dialog yang berisi, yang bisa menggambarkan watak dan kondisi si tokoh.

Sesuatu di dalam batin saya menagih: Kapan sampeyan mau merampungkan nopel pertama? Hehe, menulis cerpen saja kelimpungan, apa tahan menulis novel? Saya teringat kerangka sebuah novel anak-anak dan sebuah novel dewasa, yang terkatung-katung di folder komputer, menunggu diberi otot dan daging. Hm....

***

Di Jatinegara Herry sudah menunggu di depan pintu keluar. Dia sahabat segereja, yang dulu mencarikan empat judul Kisah dari Narnia, langsung ke Dian Rakyat.

"Apa acara Mas malam ini?" tanyanya.

"Nonton Narnia!" jawabku.

Bersama dengan pacar Herry dan seorang teman lagi, malamnya kami meluncur ke Gading XXI. Peminat Narnia ternyata berjubel sehingga kami terpaksa kebagian tempat duduk terpisah.

Ternyata, menonton di bioskop megah tak dengan sendirinya melonjakkan taraf kepuasan. Nyatanya, saya malah merasa kecewa dengan film Narnia. Kesimpulan: film tetap lebih utama daripada gedungnya.

Menjelang tidur, saya sudah mencoretkan tiga lembar "daftar dosa" Andrew Adamson.

***

Minggu pagi kami kebaktian di GBI Kenisah di Center Park BRI. Pemimpin pujiannya Ibu Nancy Sanger; yang berkhotbah Pdt. Johan Luimondong.

Ia mengupas makna di balik keberbahagiaan Maria dalam mengandung Bayi Yesus dan relevansinya dengan kondisi masa kini. Amanat Tuhan diawali dengan penghiburan, "Jangan takut." Bagaimanapun situasi dan kondisi yang mengelilingi kita, Tuhanlah yang memegang kendali. Mereka yang percaya akan berbahagia dan diberkati. Kehidupan percaya itu sendiri berada dalam ketegangan antara anugerah dan penderitaan (tersimbol dalam diri Maria: mengandung dan melahirkan).

Sebuah khotbah yang sederhana, namun cerdas. Ilustrasinya cespleng, humornya menggelitik. Bagaimana kira-kira reaksi ayah-ibu bila putrinya yang berusia 16 tahun mengakui dirinya hamil? Pdt. Johan dengan penuh komedi menghidupkan kembali tantangan yang dihadapi Maria tersebut. Sudah lama saya tidak tergelak sehebat itu menyimak sebuah khotbah!

Saya juga gembira karena bertemu dengan sekian banyak teman lama yang dulu segereja di Jogja, dan kini mereka hijrah meniti karir di Jakarta. Dan, kejutan... seorang teman lama asal Makassar ternyata berjemaat pula di situ. Namanya Paul. Dulu dialah membantu saya mengutik-utik komputer. Kini ia bekerja di Waskita Karya, tetap di bidang yang berkaitan dengan komputer. Ia menantang saya untuk membangun situs: saya mengurus isinya, dia akan menangani perkara teknis. Wah, pucuk dicinta ulam tiba!

***

Seusai diskusi dan makan bareng Akmal, saya dan Herry berkeliling mal sebentar. VCD Dinosaur yang saya cari untuk Lesra dan Tirza sedang kosong stoknya. Saya malah menemukan... The Chariots of Fire! Untuk oleh-oleh, saya lalu membeli aneka permen coklat.

Saya krasan menginap di rumah Herry. Ibunya (Ayahnya sudah meninggal) memperlakukan saya seperti anak sendiri. Untuk perjalanan pulang, saya dibekali nasi bungkus dan diberi buah tangan wafer produksi Malaysia. Wah, Turkish Delight lagi!

Terima kasih, Bu Gito, Herry, Retno, Diah, Merry dan Koben! ***

Home | Kabar & Jurnal | Email