ISI
Salam
Kuliah
Buku
Esai
Cerpen
Makalah
Berita

Links

 

Makalah Mahasiswa

Media

Pengajaran Sastra

Merujuk Website

10 Cerpen

KCPM 2005

(PILIH YANG TERBAIK)

 
 

CERPEN KCPM 2005

Bulan Tak Berbentuk

Cerpen: Meilani Wulan Sari

Seharusnya malam ini tak ada rembulan, apalagi bulan belah semangkaI). Karena aku saat ini sendiri menikmati malam. Bukankah kau bilang bulan belah semangka itu enak dinikmati berdua?  Tapi aku tak pernah menikmati, entah waktu bersamamu atau waktu berlari menjauh darimu. Tetapi mengapa dia harus ada, setiap malam pula. Tergantung di tepi langit yang berbingkai titik terang yang bernama bintang. Aku bosan melihatnya, padahal kau bilang bulan itu telah dimakan gelandangan tuaII) yang berbaju rombeng  berwarna malam. Kau rupanya bohong, entah bohong yang keberapa! Jariku pun sudah tak bisa menghitung lagi, penuh sesak oleh kebohonganmu. Tapi jangan khawatir aku tak akan berbuat apapun kepada bulan belah semangkamu.

Kemarin malam, kita bertepuk bahu di pasar malam. Awalnya aku tak menghiraukannya, namun aku rasa ini bukanlah tepukan biasa. Aku pun melihat ke belakang, rupanya kau dengan seorang gadis yang berpakaian serba waah… . Melihat itu semua aku jadi teringat akan ucapanmu yang pernah kau rajut di ranjang tak berkaki sambil memelukku.

“ Aku suka melihat kau berpakaian dengan tali tipis sebagai penyangga bajumu. “ katamu waktu itu dengan tersenyum.

Sungguh kata-kata yang bukan hanya kau jual untukku. Seharusnya aku tidak membelinya dan seharusnya tidak kuperlihatkan dulu semua isi di dalam dadaku karena di setiap malamku tak pernah memiliki embun bila bersamamu. Aku tak pernah menyesal akan hal itu, tapi aku menyesal kau tak pernah mengajakku untuk menikmati bulan belah semangka di beranda rumahmu. Sedangkan kau selalu mengajak wanita bersayap malam untuk menikmatinya. Entah itu di beranda rumah atau di pinggir-pinggir jalan.

            ***

            Suatu ketika kau menyempatkan diri untuk datang ke rumahku.

            “ Bagaimana kabarmu? “ tanyamu.

            “ Baik, kau pun bagaimana? “ tanyaku balik setelah menjawab pertanyaannya.

            “ Baik. Masih sendiri menikmati malam? “

            “ Ya, aku setia menikmati malam. Sedangkan kau masih setiakah dengan gadis bersayap malam? “

            “ Kau mengetahuinya? Dari mana? “

            “ Malam yang memberi tahuku! Sudah kau berikan bulan belah semangkamu kepada dia? “

            Tetapi kau tak menjawab, mungkin kau kehabisan kata-kata malam ini. Setelah malam itu, tak ada lagi pertemuan selanjutnya. Di langit pun masih tergantung lukisan bulan yang berbingkai titik terang yang selalu bernama bintang. Sungguh tak lelahnya dia menikmati malam. Aku saja lelah melihatnya.

            ***

            Aku sudah mengiris-iris lidahku hingga tertumpah di dalam baju, tetapi aku senang dari pada melihat bulan belah semangka yang tak pernah tersenyum kepadaku. Beberapa malam ini aku berusaha keras untuk menghentikan malam, agar aku bisa mengambil bulan itu dan membuangnya ke tempat sampah agar menjadi santapan belatung-belatung. Tetapi aku tetap tidak bisa, terlalu licin langit ketika malam.

            Suatu ketika saat aku berusaha untuk menaiki langit, langkah demi langkah aku bertemu dengan seorang lelaki. Memang, aku sudah mengenalnya cukup lama, kira-kira satu purnama lebih. Namun, aku meninggalkan namanya di memoriku yang entah sebelah mana. Kemudian dia menyapaku.

            “ Sedang apa kau malam-malam menaiki langit, langit waktu malam tak hanta licin. Gadis sepertimu malam-malam lebih baik menikmati rembulan. “ katanya.

            “ Aku tak menyukai rembulan, apalagi bulan belah semangka. Apa kau tak melihat bulan itu telah membusuk di atas sana dan sebentar lagi belatung pun akan menampakkan dirinya. Oleh karena itu aku ingin membuangnya. “

            “ Apakah kau mampu melakukannya? Lagi pula bulan itu tak terlalu buruk untuk dinikmati walaupun sudah terlihat membusuk. Apabila kau membuangnya, siapa yang akan  menemani malam dan siapa yang akan menemani bintang! ” tanyanya.

            “ Kau mau membantuku? “ tanyaku balik tanpa meghiraukan pertanyaannya yang aku pun tak tahu jawaban apa yang harus kuberikan.

            “ Baiklah. “ Dia pun membantuku, meniti langit malam yang kian malam kian licin, tanpa menghiraukan pertanyaannya tadi.

            Awalnya sangat sulit meraihnya tetapi aku dan dia tetap berusaha keras untuk membuangnya. Suatu malam lelaki itu bertanya kepadaku.

            “ Mengapa kau tak menyukai bulan belah semangka? Padahal sungguh nikmat apabila memandangnya. “

            “ Memandangnya aku merasa muak, aku menjadi ingat akan kejadian yang belum usai yang pernah kujalani dengan seseorang, dan kau tak perlu mempersoalkannya yang penting bulan itu dapat kubuang agar aku dapat melupakan semuanya, itu sudah cukup menyenangkan diriku. Jadi tak perlu kumenikmatinya. “

            “ Kau sama seperti ku, aku pun membenci bulan itu, karena dia gadisku pergi. Dia bilang aku tak pernah memberikannya sepotong bulan belah semangka. Seandainya bulan itu milikku akan kuberikan semua untuk dia, tidak hanya sepotong saja. “ jelasnya.

            “ Jadi begitu ceritanya! Lelakiku memiliki bulan itu tetapi dia tidak pernah memberikannya kepadaku, jangankan memberi sepotong menikmatinya pun tak pernah.”

            “ Sungguh sial nasib kita, hanya gara-gara bulan itu kita kehilangan orang yang kita cintai. “

            “ Sudahlah tak perlu disesalkan. Dia juga tidak akan kembali. Jadi lebih baik kita musnahkan saja bulan itu. Kau lihat air merahnya sudah menetesi malam. Sebaiknya kita harus cepat-cepat membuangnya. “

            “ Ya, itu benar. Sebaiknya kita membuangnya malam ini saja, agar hatimu maupun hatiku tak menjadi gelisah lagi. “ katanya.

            Malam itu juga aku dan lelaki yang masih tak ingat namanya itu telah berhasil membuang bulan itu ke tong sampah yagn penuh dengan belatung. Sungguh menjijikkan…

            ***

Di langit tak terlihat lagi bulan belah semangka, begitu lega melihatnya. Namun, aku menjadi kasihan dengan malam, tak berteman. Lelaki itu juga mengatakan bahwa aku harus mengambil keputusan yang benar. Dia saja tak memikirkan keputusan yang dia ambil waktu menolongku untuk membuang bulan itu. Mungkin dia terlalu benci, sampai-sampai tak memikirkannya, ah… sudahlah tak perlu diributkan pikirku dalam hati.

Beberapa malam ini aku bingung, harus menggantinya dengan apa. Apakah dengan bulan sabit atau bulan purnama? Tetapi, bila dipikir-pikir bulan itu jelek. Tak sesuai dengan keadaanku yang entah bagaimana. Karena keadaanku, perasaanku, hatiku tak berbentuk akhirnya aku mengganti bulan belah semangka dengan bulan tak berbentuk. Malam pun akhirnya memiliki teman lagi.

***

Di suatu sudut malam bulan tak berbentuk sungguh indah dinikmati berdua atau pun sendirian, baik itu di beranda maupun di jendela. Dan malam ini aku menikmatinya berdua dengan lelaki yang telah menolongku, lelaki yang masih tak tahu siapa namanya. Dan aku berusaha untuk mengingatnya. Namun, aku tak lagi berusaha mengingat namamu tapi aku masih menyayangimu.*****

 

I) salah satu judul cerpen karya Sandi Firly.

II)  kata-kata yang terdapat dalam cerpen Bulan Belah Semangka.

 

Meilani Wulan Sari

Siswi SMAN 2 Banjarbaru

Sejak 5 Oktober 2005