Cinta
Teladan?
Cerpen:
Putri Kurniajinata
Sore
ini Olin dan Willy berjanji akan ke rumah Dodon untuk
mengerjakan PR Biologi pada pukul empat sore. Seperti biasa,
“Three Brains” memang sering berkumpul untuk
menganalisa pelajaran atau sekadar untuk mengerjakan tugas
sekolah bersama. Dodon, Willy dan Olin adalah siswa paling
berprestasi di sekolah itu, Dodon selalu jadi juara pertama,
Willy dan Olin saling berebut posisi dua dan tiga. Begitulah
“Three Brains” yang dulu. Namun sejak sebulan ini
“Three Brains” tidak lagi seperti dulu. Dodon
selalu sendiri sedangkan Olin dan Willy selalu berdua,
maklumlah mereka jadian sebulan yang lalu.
*
* *
Willy ddan Olin mengerti, Dodon tidak mau
diganggu apabila dia sedang belajar. Willy dan Olin duduk di
sofa putih yang berada di pojok ruangan. Mereka bercanda tawa
sebelum kemudian Dodon meminta Olin membuatkannya nutrisari
dingin. Olin menyanggupi saja permintaan itu, memang itu sudah
biasa bagi mereka.
Olin seegera meninggalkan ruang itu kemudian
membuat minuman yang telah dipesan.
Sesampaainya Olin kembali di ruangan itu,
Dodon sudah selesai mengerjakan Biologi dan sedang
berbincang-bincang dengan Willy.
“Minumaan datang …….” Kata Olin ceria.
Olin menyerahkan nutrisari dingin pada Dodon, air es untuk
Willy dan dia sendiri meminum teh es.
Mereka mulai menikmati minumannya
masing-masing. Sewaktu minum itulah Willy dan Olin saling
melirik hingga kemudian Olin terbahak tanpa alasan. Dodon
menatap ke arah Olin sambil mengerutkan kening. Ada apa
pikirnya dalam hati. Willy hanya tersenyum kecil melihat Olin
yang terbahak.
“Kenapaa kamu ketawa Lin ? Ada yang lucu
?” Kata Dodon sinis.
“Si Willly lucu waktu minum …..” Kata
Olin sambil tertawa-tawa.
“Yee… aapa yang lucu ? kamu ini ada-ada
saja…” Sahut Willy hangat.
“Menuruut aku ya….” Kata Dodon mengawali
kata-katanya “Kalian berdua itu sudah seperti orang gila.
Beda sekali sama Olin dan Willy yang aku kenal. Maaf kalau
pembicaraan ini membuat kalian tersinggung, tapi aku serius
bicara ini” Kata Dodon datar. Willy dan Olin saling
berpandangan, keadaan di ruang itu sudah jauh berubah menjadi
tegang dan seram.
“Sejak kalian jadian, kalian jadi malas.
Kalian itu pelajar, tugas kalian belajar, bukan pacaran.
Seharusnya kalian menjadi teladan untuk yang lain,
bukan begini, jalan-jalan membuang waktu untuk sesuatu yang
tidak berguna, panggil sayang-sayangan segala, apa itu…
komitmen kalian sebagai pelajar itu mana ?” Entah apa yang
terjadi dengan Dodon, dia benar-benar tidak biasa. Dodon yang
biasa tidak pernah berbicara banyak, tidak mencampuri urusan
orang serta tidak memiliki kata-kata sinis seperti itu.
Willy ddan Olin saling memandang, kali ini
lebih dalam seolah saling membagi kebingungan tentang keadaan
yang sedang terjadi hingga menbuat mereka beku tidak bergerak
dan bisu tidak bersuara. Menyadari tindakannya tadi telah
menyinggung kedua sahabatnya, Dodon tergerak dan mengucapkan
permintaan maafnya.
“Maafkaan kata-kataku tadi. Aku hanya
bingung dengan perubahan kalian, aku tidak mengerti” kata
Dodon penuh arti.
“Kamu ttidak pernah mengerti tentang kami
sampai kamu juga merasakan cinta” Olin berkata-kata datar.
“Sama sseperti kata Olin, cinta itu harus
dicoba dan dialami terlebih dulu baru kamu bisa memahaminya”
jelas Willy. “Mungkin karena kamu selalu juara dan
berprestasi, maka kamu merasa selalu dikejar, dan targetmu
selalu masa depan sehingga tidak mengerti apa arti kepuasan,
kebahagiaan, apa lagi cinta. Karena itu semua memang untuk
masa sekarang, bukan masa depan” tambah Willy. Dodon
mendengarkan kata-kata sahabatnya dengan tekun, sama tekunnya
saat dia harus mengerjakan soal-soal menantang. Menyudahi
suasana yang semakin tidak bersahabat, Olin dan Willy
berpamitan, mereka memilih menghindar dari pada harus berada
di keadan yang membingungkan seperti tadi. Sebelum Willy dan
Olin pulang, Dodon mengungkapkan permintaan maafnya kembali
dan tidak lupa dia meminjamkan PR Biologi yang sudah di
selesaikannya tadi.
*
* *
Sama
seperti pelajaran, cinta harus dicoba, di alami terlebih
dahulu baru kamu memahaminya, Targetmu hanya masa depan…..
kata-kata Willy dan Olin sangat mengena dihati Dodon, dia tahu
teman-teman itu tidak mungkin bertutur demikian kalau memang
tak berguna. Dodon memutar otaknya memikirkan sesuatu, makna
tersirat dalam kalimat itu sebelum kemudian menutup mata untuk
beristirahat.
*
* *
Sesampainya
Dodon di sekolah, dia berbicara banyak dengan Olin dan Willy.
Kali ini lain dari biasanya, “Three Brains” bukan
membicaran pelajaran ataupun kejuaraan, mereka membicarakan
masalah lain yaitu masalah hati. Kata-kata yang tadi malam
telah dipikirkan Dodon sekarang dijelaskan oleh Willy dan
Olin. Dalam pembicaraan itu Dodon sang juara menunjukan
ketertarikannya dengan masalah yang baru saja diketahuinya itu.
Olin dan Willy berusaha menyakinkan Dodon bahwa pacaran tidak
selamanya menggangu pelajaran.
“Nancy dan Paulus kamu tahukan ceritanya
bagaimana ? gara-gara pacaran mereka bisa menembus peringkat
10 besar, padahal sebelumnya kamu tahu sendiri bagaimana malas
dan nakalnya mereka” tutur Willy.
Dodon tterdiam tanda bahwa dia setuju untuk
pacaran. Willy dan Olin mulai menimbang-nimbang hawa mana yang
akan diajukan ke Dodon. Dodon hanya berdiam diri, sampai saat
Willy menepuk pundaknya dan menunjuk ke arah seorang hawa yang
baru datang ke kelas.
“Nia!” panggil Willy. Nia mendekat dengan
memasang senyuman manis di wajahnya.
“Nia, kkamu mau kejutan pagi tidak?” kata
Olin saat Nia sudah mendekat “Tapi kamu harus menjawab
pertanyaan kurang dari 5 detik, kalau tidak… lewat!”
sambung Olin sambil bergurau.
“Apaan sih ?” jawab Nia penasaran.
“Ok yahh… deal!” kata Olin
memastikan Nia menggangguk tanda setuju. Olin, Willy dan Dodon
saling berpandangan sebelum kemudian Olin melanjutkan
kata-katanya.
“Nia, DDodon suka sama kamu. Apa kamu mau
pacaran sama dia ?” kata Olin serius.
Willy mmulai menghitung sedang dan Dodon hanya
diam saja sambil terus menunduk. Pada hitungan ke empat Nia
mengiyakan pertanyaan itu. Dodon mengangkat wajahnya dan
memandang Nia dengan heran. Nia pun demikian, kali inilah dia
memandang Dodon begitu lembut. Gurat-gurat ketampanan Dodon
terlihat jelas oleh matanya. Topeng-topeng ilmu, prestasi dan
kepintaran yang selama ini menutupi wajah Dodon seolah lepas.
Detak jantung Nia dan Dodon seolah berkejaran dan menyatu
bersama, saling berpacu dengan mesra dalam sunyi yang penuh
arti.
Mulai ssaat itu Dodon dan Nia resmi pacaran,
walaupun Dodon masih saja menomor satukan pelajaran dan
prestasi-prestasinya. Tidak ada perubahan dari Dodon. Sebagai
pacar dia hanya mengantar jemput Nia, membayarkan makanan Nia
saat belanja dengannya dan mengajari Nia yang memang tidak
sepintar dirinya. Nia sendiri sudah berusaha dengan berbagai
cara agar dia tidak selalu dinomor-duakan tapi tetap saja
gagal. Sekarang mereka sudah pacaran selama sebulan. Baik Nia
maupun Dodon berusaha untuk saling menahan diri, saling
memahami dan memaklumi sifat dan karakter masing-masing.
Hari inni Nia meminta Dodon untuk menemaninya
membeli kado untuk
Olin yang akan merayakan sweet seventeen-nya malam ini.
Dodon menyanggupinya. Nia bermaksud memberi kado yang
mengejutkan untuk Olin lalu menuliskan nama Nia dan Dodon
sebagai pemberi kado.
Tapi Doodon sepertinya lagi jenuh sekali hari
ini. Dibandingkan dengan
hari-hari biasa yang memang sudah membosankan, hari ini Dodon
jadi benar-benar mengesalkan. Mukanya cemberut dan jalannya
malas-malasan. Akhirnya Nia mempercepat pencarian kado. Saat
pilihan sudah semakin sedikit Nia meminta pendapat Dodon.
“Don, OOlin suka boneka sapi atau beruang
?” kata Nia, dia merasa bingung harus membeli yang mana,
pasalnya menurut Nia dua boneka itu sama bagusnya.
“Terserrah kamu saja…” jawab Dodon
singkat.
“Kenapaa di tanya jawabnya selalu terserah
sih ?” kata Nia kesal.
“Mau dii jawab apa lagi, kamu kan cewek jadi
kamu pasti lebih tahu…” sahut Dodon datar.
“Tapi aaku tidak bisa memilih lagi, menurut
aku bagusnya dua-duanya” Nia sudah sangat kesal dengan Dodon.
“Kamu pilih saja yang menurut kamu lebih bagus !” sambung
Nia.
“Kamu ssaja….” tutur Dodon datar
“Tolongg …” Kata Nia memelas.
“Malas……terserah kamu saja. Aku tunggu di
kasir ya…” Dodon pergi begitu saja, dia menuju keluar
meninggalkan Nia sendirian. Nia begitu tidak mengerti dengan
Dodon, dia tidak lagi kesal dengan Dodon tapi marah. Nia tidak
memilih boneka manapun. Dia berjalan keluar dengan cepat,
setiap langkahnya mencerminkan kemarahan.
Dodon mmelihat Nia dengan bingung. Saat
berpapasan dengan Dodon di dekat kasir, Nia tetap saja
berjalan dengan acuhnya. Dari kejauhan, mata Dodon melihat ada
air yang berlinang di mata Nia. Dodon menyusul Nia cepat,
ditangkapnya tangan Nia yang mengayun kasar, Nia terhenti.
“Nia kaamu kenapa?” tanya Dodon tanpa rasa
bersalah. Wajah Dodon pun tidak mencerminkan penyesalan.
“Bodoh……” seru Nia. Suara itu begitu
pelan, tapi terasa begitu nyaring ditelinga Dodon. Nia kembali
berjalan dengan cepat. Dodon sempat mendengar beberapa isakan
tangis Nia. Dengan penuh kebingungan, Dodon berjalan
dibelakang Nia, mengikuti tiap langkahnya dengan khusuk. Nia
terhenti di depan bangku sebuah café, Nia memesan es jeruk
lalu diam menunduk. Dodon duduk tepat didepannya. Dodon tetap
diam sama seperti Nia, dia juga menunduk sama khusuknya dengan
Nia. Seorang pelayan café meletakkan secangkir es jeruk tanpa
suara, mungkin dia tahu ada masalah antara Dodon dan Nia.
Lama Niia menunduk sebelum sebuah kelimat
terucap dari bibirnya “Kamu mau putus Don?”
Dodon mmengangkat wajahnya, terlihat wajah
murung Nia yang sangat pilu “Terserah kamu saja, asal kamu
tidak menangis lagi” jawab Dodon tanpa ekspresi.
Nia mengangkat wajahnya, mata mereeka beradu sesaat,
kemudian Nia meminum es jeruknya. Tanpa bicara Dodon
mengantarkan Nia pulang, mungkin mereka sudah kehabisan
kata-kata.
*
* *
Tiga
hari sudah berlalu dari hari yang buruk itu, Dodon dan Nia
sudah berteman seperti dulu lagi. Mereka bertindak seolah
tidak pernah terjadi apapun diantara mereka. Walaupun disadari
masih ada yang janggal dalam tiap senyuman mereka.
*
* *
“Maaf
jika semua polahku membuat air matamu harus mengalir. Walau
begitu besar rasa yang ku pendam untukmu, tapi aku tahu pasti
tidak pernah kau tahu itu sekarang. Kalau saja benar rasa ini
adalah cinta, pasti akan selalu terjaga. Walau harus terpaut
waktu. Dan bila benar kau adalah anugrah yang terlahir untuk
berada di sampingku, aku percaya cintamu pun pasti akan tetap
tersimpan hingga aku menyelesaikan jenjang SMA ini. Dan sampai
aku menjadikanmu sesuatu yang utama sama seperti pelajaran dan
prestasi-prestasiku saat ini”. Dodon menutup buku pribadinya
lalu tidur dengan lelap untuk menyongsong hari esok.***
|