Sahabat!
Sudah saya terima surat sahabat yang terkirim dalam
bulan yang lalu. Mula-mula saya sangat bersedih hati
sebab semenjak kita bercerai di Juddah, tak pernah saya
menerima surat lagi daripada engkau. Tetapi setelah
surat itu saya terima saya baca, hilanglah sedih dan
duka saya, nyata bahawa engkau tidak melupakan saya.
Maksudnya engkau terangkan itu, sangat saya setujui,
itulah suatu maksud yang baik, sebab itu adalah suatu
hikayat dan kejadian yang mendukakan hati dan merawankan
fikiran, yang kerapkali benar terjadi di dalam
lingkungan belia-belia kita.
Saya setuju maksud sahabat itu, pertama adalah karangan
yang engkau maksudkan itu, akan ganti bingkisan
(persembahan) kita kepada orang-orang yang menjadi
korban itu, hantaran kepada arwah mereka yang suci;
kedua ialah untuk menjadi cermin perbandingan
orang-orang yang hidup kemudian daripada mereka.
Bukan sedikit belia-belia yang telah menanggung sebagai
orang yang telah ditanggung oleh kedua orang itu, tetapi
sukar orang yang selamat sampai ke akhirnya. Pada hal
adalah "Rindu dendam" atau "Cinta berahi" itu laksana Lautan
Jawa, orang yang tidak berhati-hati mengayuh perahu
memegang kemudi dan menjaga layar, karamlah ia diguling
oleh ombak dan gelombang, hilang ditengah samudera yang
luas itu, tidak akan tercapai selama-lamanya tanah tepi.
Tidak ada bantuan yang dapat saya berikan kepada engkau
di dalam pekerjaan itu, hanya bersama-sama ini saya kirimkan
surat-surat yang semasa kita masih di Mekah tak sempat
saya memberikannya kepada engkau.
Demi apabila buku ini telah selesai, kirimkanlah kiranya
kepadaku barang senaskah, guna menghidupkan
kenang-kenanganku pada masa yang telah lampau, semasa
kita masih bernaung di bawah lindungan
ka'bah.
Sahabatmu.