Penerapan
Aturan-aturan Islam
Noeg:
Dari arsip email yang ada dan dari web sitenya, saya
nyimpulin bahwa grup ini mengajak untuk tidak menuruti
hawa nafsu. Ya memang itu yang diajarkan oleh Islam untuk
semua pemeluknya.
Di salah satunya artikel yang mengajak untuk menundukkan
pandangan.
Tapi saya masih bingung nih, apa kita juga harus
menundukkan pandangan terhadap sejenis, apa nggak malah
bikin orang curiga? Sampai sejauh mana kita menundukkan
pandangan terhadap sejenis?
Terus kalau kita bersentuhan dengan sejenis batal nggak?
sebagaimana orang normal yang batal wudlunya kalo
bersentuhan dengan lawan jenis?
mqzf:
Ya memang seharusnya perintah menundukkan pandangan
itu berlaku buat kita juga. Dan buat kita itu mestinya
adalah menundukkan pandangan terhadap sejenis, karena
menundukkan pandangan terhadap lawan jenis nggak ada
kepentingannya buat kita. Kan tujuan menundukkan
pandangan adalah untuk mengendalikan hawa nafsu.
Karena nafsu kita terhadap sejenis, ya terhadap
sejenislah kita seharusnya menundukkan pandangan.
Mengenai prakteknya, pandai-pandai sajalah
mengaturnya. Yang penting kalo pandangan kita udah
mulai melibatkan nafsu, mulai menimbulkan "serr serr"
gitu, mulai mencari-cari yang lebih detail, udahlah
hentikan saja, ingat kembali perintah agama. Wong kalo
dipandangi terus sampe melotot-lotot pun kita nggak
dapat apa-apa, malah kita yang sengsara karena hanya
bisa mengangan-angankannya saja, cuma bisa ngiler.
Lebih parah lagi kalo akhirnya malah melakukan dosa
yang lain ("mandra"basi misalnya).
Saya sendiri juga belum bisa sepenuhnya mengendalikan
mata saya. Kalo ada yang "eye catching" ya masih
menyempatkan menikmatinya, tapi begitu ingat sama Yang
di Atas ya harus ditinggalkan. Itu malah lebih enteng
lho..., bener!. Coba aja kalo kita ngeliatin orang, di
satu sisi kita pengen melototin terus hingga detil,
tapi di sisi lain kita nggak mau orang lain tau kalo
kita ngeliatin sejenis. Jadinya harus bolak-balik
mencuri pandang dengan berbagai cara kamuflase yang
ribet, pengaturan timing yang tepat, dan harus terus
waspada jangan sampai beradu pandang. waduh....,
bukannya itu malah menyiksa diri? padahal nggak dapat
apa-apa dari situ...
Soal batal wudhu kalo bersentuhan dengan sejenis, wah saya nggak
berani membuat aturan sendiri. Kan kita dilarang untuk mengharamkan
yang halal dan menghalalkan yang haram. Kalau itu dianggap membatalkan
wudhu, kita nggak bisa jamaah di mesjid dong? kalo diajak salaman
sama orang di samping kita gimana? emangnya mau ngumpul dengan
jamaah wanita? (he he he...). Sekali lagi pandai-pandai sajalah
mengaturnya. Kalo sentuhan itu menimbulkan "getaran", mungkin
lebih baik wudhu saja lagi.
Hidayat:
Btw, aku mo nanya, ada 2 kasus:
1. Boleh gak sih kita jadi imam atas laki-laki lain?
Soalnya aku menganggap bahwa saya bukan laki-laki
seutuhnya. Sejauh ini jika ditunjuk jadi imam, aku
berusaha menghindar (alasan paling utama karena saya
G). Tapi terkadang orang lain tidak ada yang mau
sehingga mau gak mau aku yang jadi imam. Gimana tuh
hukumnya?
2. Istriku tahu bahwa aku gay. Nah, sering terjadi
kadang-kadang istriku ngeliat co. Trus dia bilang
"cakep banget co itu" nah aku bingung gimana mesti
tanggapinnya, sebelum dia memberikan tanggapan itu,
aku udah lebih dahulu ngelirik..hehehe
Kira-kira gimana aku ngasih tanggapannya? Biasanya sih
aku berusaha cool, by saying "ok"
Tapi sebenarnya sih aku pengen banget bilang "iya..
cakep banget, apalagi bla..bla..bla...." (pokoknya
yang detil). Gimana dong?
mqzf:
1. Wah, berat nih. Kita bukan ulama yang berwewenang
memutuskan. Tapi mestinya boleh-boleh saja, soalnya
kan tidak ada klasifikasi imam berdasarkan orientasi
seks, yang ada berdasarkan jenis kelamin.
2. Kalau udah sama-sama tahu, kan nggak ada yang perlu
ditutupin lagi. Rumpiin aja bareng-bareng..... eh
nggak ding :)
Kalo alasannya sekadar biar cool atau jaim kayaknya
nggak tepat, tapi kalau untuk mengendalikan nafsu ya
udah bener itu.
Hidayat:
Soal imam, sepemahaman saya, :
Yang menjadi imam adalah seorang laki-laki. Jika dia
itu (bencong--half man) maka dia bisa menjadi imam
bagi perempuan tapi tidak bisa menjadi imam bagi
laki-laki yang lain.
Pertanyaan saya, orang seperti kita ini dikategorikan
half man or gak sih?
A.Akbar:
Masalah sholat berjamaah adalah masalah shariat, lahiriah, bukan masalah
batiniah. Sehingga kriteria pemilihan imam, dasarnya adalah tampilan
lahiriah, yaitu: laki-laki, usianya yang paling tua dari makmum dan
bacaannya yang paling fasih. Bukan kriteria batiniah, misalnya yang lebih
bertakwa, yang hatinya paling bersih dsbnya.
Oleh karena itu saya kira sepanjang anda masih berpakaian laki-laki, anda
patut menjadi imam bagi laki-laki lain, kalau anda memenuhi syarat-2 di
atas. Kecuali kalau anda berpakaian perempuan, masalahnya lain. Jadi
masalah batiniah (termasuk apakah seorang memiliki kecenderungan SSA atau
OSA (Opposite Sex Attarction?), tidak perlu dipermasalahkan.
Yang lebih penting lagi, menjadi imam ini bisa jadi suatu terapi bagi diri
anda sendiri. Dengan belajar memimpin orang lain, sikap maskulitas dan
leadership anda akan berkembang. Juga anda akan termotivasi untuk
memperbaiki diri, memperbaiki bacaan sholat, menambah jumlah hafalan qur'an
(hafalannya tambah nggak? Apa surat yang dibaca waktu sholat hanya itu-2
saja?). yang penting lagi dengan jadi imam anda termotivasi untuk berjuang
mengendalikan nafsu liwath.
Nah, saya malah berpikir, kegiatan menjadi imam ini justru bisa kita
sarankan kepada teman-teman lain sebagai alternatif terapi, untuk
meningkatkan maskulinitas, leadership, percaya diri dsb, sehingga 1/2-man
bisa menjadi 3/4-man. Gimana ya?…....
Ex Oriente:
Boleh juga nih mas Akbar ini, iya nih tapi kadang suka malu
apalagi sama yang sudah belajar di pesantren. Aku kalo lagi
shlata jamaah sama teman kuliahku yang pada masih bocah aku
suka lebih menjadi makmum maklum dia pernah di pesantren dan
sekolah islam, padahal dia masih muda lho 23-24 padahal aku
wah...wis tuwek.
Boedhi:
aku mau bertanya nih... kita memang mesti menjauhkan
diri dari liwath. tapi boleh gak sih klo hanya saling
touching, hugging n kissing ( maaf yaa klo agak jorok
)....!? hubungannya hanya sebatas brother
relationship, enggak lebih. hanya menunjukkan rasa
kasih sayang.. bukan nafsu. (harus dibedakan antara
sayang dan nafsu) gimana nih...!? Mohon bantuan
teman-teman, plss...
Hidayat:
I am asking the same question too....
Tapi jika itu brother relationship, I dont think that
we would kiss our brother.
mqzf:
Kalau memang benar-benar nggak ada nafsu mestinya sih
boleh-boleh saja. Tapi harus benar-benar nggak ada nafsu dan
hanya sebatas teman atau saudara.
Di salah satu keluarga kerabat saya ada satu kebiasaan antar
wanita dan juga antar pria, kalau ketemu salaman terus cipika-cipiki
(cium pipi kanan dan kiri). Bukannya ngikuti kebiasaan para
seleb, tapi memang dibiasakan oleh kakeknya (yang Haji dan guru
ngaji) agar bisa lebih akrab. Pertama kali ngikuti kebiasaan
mereka risi juga sih, tapi setelah terbiasa, ya biasa aja.
Tapi beda dengan waktu saya pernah aktif di masjid kampus.
Dalam kegiatan-kegiatan pendalaman yang memakan waktu
berhari-hari, biasanya pada akhir acara ada prosesi
maaf-maafan antar satu sama lain. Dan itu bukan cuma
bersalaman, tapi berpelukan erat satu-satu sambil kadang ada
yang menangis. Kalau yang ini waktu itu saya suka nggak tahan,
antara mau ikut menangis atau malah "menikmati". Kemudian
jadinya saya sering kali pura-pura ke kamar kecil kalau lagi
prosesi yang seperti itu...... biar nggak salah niat :(
|