Buku "Garis Tepi Seorang Lesbian"
Semperfy:
Ada yg udah baca "Garis Tepi Seorang Lesbian" belum, ya? Bukannya
saya malas beli dan minta dicritain yg udah baca, tapi saya ingin
tahu komentar/opini dari teman-teman yg kebetulan udah pernah baca.
Soalnya, saya sempat membaca pandangan penulisnya dari liputan ttg
jalannya seminar di Kompas 12 Juni 2003. Tiba2 saya jadi males beli
dan baca bukunya...
mqzf:
Karena banyak yang meributkannya, akhirnya saya
membeli buku "Garis Tepi Seorang Lesbian" karya
Herlinatiens. Saya pikir ini buku terjemahan karena di
sampul belakang ada komentar berbahasa Inggris.
Ternyata ini asli buku Indonesia, ya cuma komentarnya
aja yang berbahasa Inggris. Saya pikir juga ini adalah
sebuah biografi atau otobiografi tentang kehidupan
seorang lesbian, ternyata ini hanyalah cerita fiksi
mengenai cinta seorang lesbian. Apalagi di toko buku
ini dijajarkan dengan buku-buku tentang reportase
kehidupan seks seperti "Jakarta Undercover", "Sex in
the Kost", dll. Mestinya buku ini ditaruh berdampingan
dengan "Supernova" nya Dee, "Biru" nya Fira Basuki,
dll
Isinya? Kisah seorang lesbian yang merindukan
kekasihnya yang hilang entah kemana. Mereka pernah
"menikah" di gereja (meski keduanya Islam) di
Perancis. Sempat tergoda dengan wanita lain, tapi
hatinya masih terpaku pada kekasihnya. Sempat hampir
menikah dengan laki-laki yang memujanya demi
kebahagiaan orang tua. Endingnya, 3 hari menjelang
pernikahan, datang surat dari kekasihnya yang sedang
terbaring sekarat di rumah sakit di Perancis. Akhirnya
dia lari dari semuanya, terbang ke Perancis untuk
menemani hari-hari terakhir kekasihnya.
Ditulis seperti sebuah catatan harian tanpa tanggal,
yang diselipi peristiwa dan dialog. Terlalu lama
berkutat menjelaskan kerinduan dan cinta si lesbian
dalam kalimat-kalimat puitis yang bikin pusing, sampe
eneg. Memuja-muja cinta sebagai hal yang paling
berarti dalam hidup. Katanya sih murni cinta bukan
nafsu, tapi ujung-ujungnya persetubuhan juga.
Bahasanya terlalu vulgar bagi seorang pengarang yang
berjilbab. Terlalu banyak makian kasar yang sebenarnya
nggak perlu. Yang mengganggu lainnya adalah pemakaian
bahasa Perancis yang dipaksakan, seolah bahasa
Perancis itu dikuasai dan dipakai dalam keseharian
banyak orang, padahal kalimat yang ditulis barulah
kalimat-kalimat sederhana (kalau di kursus mungkin
diberikan di level dasar). Adalagi ngutip dari bahasa
Jerman, tapi salah tulis semua.
Buku ini sedikit banyak tentang kita-kita, tapi bukan
buat kita-kita. Karena di dalamnya tidak memberikan
penjelasan apa yang sebaiknya kita lakukan. Tidak ada
ayat dari kitab suci manapun yang diacu ataupun
dihujat. Hanya menghujat etika yang diyakini
masyarakat dan dogma-dogmanya, dan berteriak-teriak
pada Tuhan. Buku ini menceritakan kepada orang awam
bagaimana kehidupan batin seorang homoseksual,
pertentangan antara hasrat dengan norma, agama dan
etika. Memberitahukan bahwa mereka ini ada dan cukup
banyak.
Kayaknya sih ini dijadikan salah satu alat propaganda
bagi para aktivis "pembebasan gay", seperti Dede
Utomo. Dede ikut berada di belakang buku ini termasuk
dalam promosinya. Penerbitnya Galang Press adalah yang
juga menerbitkan bukunya Dede "Memberi Suara Bagi yang
Bisu", dan yang juga akan menerbitkan buku
"Homoseksual dalam Islam" yang sedang diterjemahin
oleh Danny Halim dari bahasa Belanda (yang sempet
diributin sama Mbah Handy Radian).
Itu aja, sedikit resensi buku......
Edi Jaka:
Wah, resensinya ok banget tuch. Pernah kuliah di sastra yach Mas. Saya jadi penasaran untuk membaca buku ini (dan mungkin mo nyoba untuk terjemahin ke Inggris). Tapi, tentu saja terhalang jarak. Saya kurang yakin kalo buku ini beredar di USA. Dari yang diuraikan oleh Mas MQZF, buku ini terkesan romantis banget.
Saya berbicara dengan teman waktu dinner beberapa hari yang lalu. Kita bicara mengenai masalah G ini. Dia sich udah nikah dan punya keluarga. Salah satu perbincangan adalah, Allah pasti cinta pada semua umat, tapi tidak suka pada yang SLUT (suka gonta ganti). Mungkin ini pulal-lah yang ditimpakan-NYA kepada umat di zaman Nabu Luth. Pada waktu itu, setiap orang suka gonta-ganti pasangan. Bahkan ketika Malaikat turn (sebagai seorang pria tampan) mereka semua berusaha untuk bisa tidur dengan Malaikat. Dan memang begitulah dunia G. Karena tidak ada ikatan secara hukum (agama dan non agama), makanya mereka merasa bisa gonta-ganti. Apakah ini berarti, bila kita setia pada satu pasangan (seperti kebanyakan orang lempeng/straight), kita bisa menjalani kehidupan (yang menurut kita para G) normal dan tetap mendapat ridho dari-NYA. Bila kita G, dan tetap setia pada satu orang, bukankah itu berarti kita bisa melewati cobaan yang lebih besar (jarang lho G yang setia hanya pda satu orang) dan mendapat ganjaran yang lebih besar pula.
Haykal:
Perilaku seksual sejenis dilarang bukan hanya karena mereka suka gonta-ganti pasangan, atau soal kesetiaan saja, tapi juga masalah keberlangsungan kehidupan umat manusia dimuka bumi ini, tujuan manusia diciptakan adalah -salah satunya- untuk memakmurkan bumi, kalau manusianya tidak bisa memberikan keturunan kepada bumi......segalanya akan berakhir. Dan masih banyak alasan lain, baik berdasarkan hukum qur'an atau hadis, ataupun penalaran manusia tentang pelarangan orientasi sejenis ini.
Semperfy:
Romantis? Wah wah wah, jgn-2 saya yg butuh kacamata nih
Saya setuju kok, Akhi Edi, bahwa Allah mencintai semua hamba-Nya tanpa kecuali, selama mereka tidak selingkuh dengan Tuhan-2 yang lain, misalnya duit, pangkat, seks, juga cinta romansa. Boleh kok, pake duit, lihat pangkat, seks, juga bercinta, asal tidak lupa pada-Nya, ada hak-Nya sebagai kekasih yang mesti kita penuhi yaitu tidak bikin Dia cemburu.
Dia bukan Kekasih yang posesif, malah kita diberinya kebebasan dan rambu-2 agar kita bisa jjadi kekasih-Nya yang baik; salah satunya adalah "Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk memuaskan nafsumu, bukannya perempuan, malah kalian adalah kaum yang melampaui batas."
Bolehlah kita menggunakan akal kita untuk berijtihad, asal tetap ingat untuk tetap hati-hati, bahwa hasil ijtihad tidak boleh bertentangan dengan nash yang sudah ada, apalagi kalau kita bicara soal ayat muhkamat. Apakah salah (dosa) jika kita berhati-hati? Bukankah melawan diri sendiri (nafsu SSA) adalah perjuangan yang amat berat, mengingat saat ini saya belum pernah membaca buku mengenai kesetiaan muhajir terhadap Kekasihnya? Tidakkah Luth as. berada di posisi yang lebih berat karena dianggap sok suci, juga kita saat ini yang dianggap munafik?
Akhi Edi, begini lho; Kadang2 dalam penderitaan kita jadi sangat berharap ada jalan keluar. Pada saat itulah kita dalam keadaan terlemah, rentan untuk ditipu. Alangkah baiknya kita bersandar secara hati-hati pada sesuatu yang pasti. Katakanlah Allah mengijinkan hubungan romansa antargay, berarti dapat kebahagiaan di dunia dan akhirat, tapi kalo salah? Taruhannya itu lho yang luar biasa.
Saya sebenarnya tidak suka berkata kasar, tapi melihat upaya aktivis gay yang bersusah payah "menanam gandum hanya untuk kelak menuai rumput liar", saya tergelitik juga untuk berduka cita atas upaya ukhti Herlina yang "menuhankan" penerimaan masyarakat atas lesbian dan cinta romansa sesama jenis. Kenapa nggak penerimaan dan cinta Allah swt. saja yang lebih abadi dan paripurna? Atau lebih lagi, daripada berunjuk rasa mengecam masyarakat, kenapa nggak berdemonstrasi saja memprotes Allah SWT daripada mengecam "wakil"-Nya di bumi (agama, ayat suci, ulama, muhtasib)? Komentar saya atas buku ini: Sungguh keterlaluan!
mqzf:
Mestinya harus ada yang bikin tandingan atas buku
tersebut. Seseorang harus melakukannya untuk
menegakkan apa yang seharusnya. Orang yang tidak
mengalaminya sendiri tentu nggak tahu secara detil,
jadi harus dari kita-kita sendiri.
Mentari:
Senada dengan pak mq, saya juga membeli buku itu dengan rada-rada takut (:D) terus terang saya terprovokasi ama judulnya. waktu itu sebetulnya cuma satu tujuan yang igin saya tahu, apakah penulisnya seorang L?
Dari kata pengantarnya yang bejibun, memang bisa dikatakan penulisnya bukan L, tapi seseorang yag mungkin memiliki ketertarikan pada isu itu.dari kata pengantarnya, saya lihat penulisnya jga berusaha survei lapangan untuk mengumpulkan bahan penulisan. Dia menyebut nama-nama sejumlah aktivis L sebagai ucapan terimakasih.
Karena saya kurang suka hal2 yang berat seperti sastra, saya membaca cepat buku itu halaman awal, tengah dan belakang. saya merasa tak menemukan hal yang istimewa. mungkin karena saya tidak mengerti sastra. Jadinya, saya tidak membaca tuntas buku itu.
Buku itu sempat pula menjadi bahan diskusi di milis pasar-buku. Judulnya tak kalah provokatifnya: "penulis muda sangat berbakat...." saya lupa tepatnya, tapi sekitar itulah. isinya, memuji-muji herli itu. Saya tidak ngeklik semua komentar. Tapi kebetulan saya punya kenalan seorang pria dan dia maybe masuk golongan queer yang juga menjadi anggota milis itu.
Dalam milis itu, dia menulis bahwa karya Herli tidak ada isinya. Isinya out to date. Isu L sedari dulu ya itu itu saja...gak ada yang berubah....Jadi, Herli gagal memahami dunia L. Saya rasa pandangan teman yang queer itu juga menjadi pandangan mereka yang L lainnya. Dari ulasan dia saya merasa memang tepat saya tidak melanjutkan membaca buku itu,. Bahkan mengkoleksinya pun saya rasa gak perlu2 amat
Btw, penulis seringkali mempunyai "tim sukses". Tim ini bertugas memprovokasi, ya bisa lewat diskusi/milis. Provokasinya ya muji2 si penulis, karya penulis itu laik dikonsumsi dll. dan "tim sukses" itu jg bertugas mengcounter pesan2 yang tidak menguntungkan. Jadi jika ada yang memuji2 cenderung tidak objektif bahwa karya herli laik dibaca, jangan percaya banget 100%, jangan2 si dia bagian dari "tim sukses" hehehe..
sekalian juga, ternyata karya Herli itu tak terlalu dibahas banget, yang lebih mencuat justru banyaknya pertanyaan yang isinya: "Apakah herli adalah L?" seperti alasan mengapa saya membeli buku itu....
|