Langkah-langkah Dalam Berhijrah

1
Introspeksi diri.

Merenungi keadaan apa yang dialaminya saat ini, apa yang paling diinginkannya dalam hidup ini, yang bisa membawanya kepada kebahagiaan paripurna. Misalnya, apakah dengan emnajdi straight maka semua masalah akan lenyap? Ini bisa dilanjutkan dengan pertanyaan filosofis: Darimana asal dirinya, siapa dirinya saat ini, dan dimana akhir perjalanannya. ebuah syair dikutip oleh Dr. Malik Badri, "Hidup adalah tidur, kematian adalah jaga, dan di antara keduanya adalah khayalan yang hidup";

2
Berbaik sangka.
Seringkali, hilangnya kesabaran dalam menempuh cobaan dan menunggu harapan dikarenakan tidak mampu memetik hikmah dan tergesa-gesa mengharap hasilnya. Padahal, turunnya cobaan (dalam hal ini homoseksualitas) bisa jadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Seandainya tidak dibebani cobaan ini, mungkin saja kita merasa aman dan tidak butuh kepada-Nya, sehingga jarang berdoa dan bertaubat. Selain itu, kadang-kadang kita 'mengatur' Tuhan dengan minta ini-itu untuk dikabulkan, padahal kita adalah hamba-Nya yang masih perlu berupaya mengubah diri sendiri;
3
Taubat dan niat.
Bahkan Rasulullah saw setiap harinya bertaubat 70-100 kali sehari, apalagi kita yang rajin berbuat dosa. Taubat ini perlu diikuti dengan niat untuk tidak mengulangi lagi perbuatan dosa yang pernah dilakukan;
4
Melakukan hal yang bertolak belakang
Ibn Qayyim Al-Jauziah dalam Al-Fawaid menerangkan, apabila suatu perbuatan tidak diikuti dengan yang bertolak belakang, maka akan menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan. Sementara Al-Ghazali memberikan uraian sederhana yang singkat namun padat: Penyembuhan penyakit [begitu juga pengubahan perilaku] tidak dapat dilakukan kecuali dengan yang berlawanan. Itu berarti bahwa homoseksualitas dapat dilawan dengan heteroseksualitas. Tentu, orientasi seksual tidak terbatas pada perilaku seksual saja, namun juga fantasi seksual, misalnya. Ini bukan anjuran untuk ngelamun jorok atau vulgar, namun secara logika bisa diterima dan secara praktik telah menjadi bagian dari terapi. Mengenai hubungan heteroseksual, tentunya tidak bisa dilakukan kecuali dalam ikatan pernikahan sebagai suami-istri;
5
Menurunkan kadar keburukan
Al-Ghazali melanjutkan, jika tidak dapat menghentikan sama sekali perilakunya yang buruk, maka perilaku buruk itu diupayakan untuk diganti dengan perilaku yang kurang buruk. Misalnya, jika selama ini memiliki kebiasaan berhubungan homoseksual, maka bisa dicoba untuk menghentikan perilakunya dan menggantinya dengan masturbasi saja, misalnya. Jangan salah sangka, ini bukan anjuran untuk bermasturbasi sesuka hati, namun hanya awal untuk mengganti dengan perilaku yang lebih ringan dari masturbasi itu sendiri;
6
Melakukan peneladanan.
Kita bisa meneladani keberhasilan rekan-rekan dengan SSA yang kini telah sukses berumah tangga. Dalam skala yang lebih umum, kita bisa meniru perilaku positif dari rekan-rekan straight yang sukses dalam membina rumah tangga sakinah. Seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw. "Barangsiapa yang meniru suatu kaum, maka ia termasuk dalam kaum itu." Sebuah syair dikutip oleh Muhammad Isa Dawud, "Jadilah engkau orang-orang yang mirip dengan mereka, bila tidak bisa sama dengan mereka. Mirip dengan orang-orang salih adalah suatu keberuntungan." Tentu saja, Rasulullah saw. adalah sebaik-baik teladan;
7
Memberi makna pada kehidupan
Melupakan masalah hanya menunda kemunculannya saja. Namun ada hal-hal yang bisa dilakukan untuk menjadikan hidup ini tidak sekedar terbebani dengan perang melawan nafsu dalam diri saja. Crumbaugh (1973) sebagaimana dikutip oleh Bastaman (1996) menegaskan bahwa hidup perlu diisi dengan upaya memenuhi makna hidup. Alih-alih sepanjang waktu memikirkan bagaimana caranya mengendalikan gejolak homoseksual dalam diri, perlu dipertimbangkan untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi masyarakat. Misalnya, memberikan nasihat atau propaganda bagi orang-orang dengan SSA agar tidak patah semangat dalam berhijrah. Ini merupakan dakwah bagi orang lain sekaligus bagi diri sendiri;
8
Menjalin persahabatan yang tepat
Menjalin hubungan baik dengan sahabat yang mau menjaga dan mengingatkan. Ali ra. pernah bersabda, "Saudaramu yang sebenar-benarnya ialah orang yang mau menerjunkan dirinya sendiri dalam bahaya demi keselamatanmu dan mereka tidak segan-segan menegurmu apabila engkau bertindak salah." Ini pernah disinggung oleh Abu Al-Najib Al-Suhrawardi dalam kitab Adab Al-Muridin, "Orang yang paling bermanfaat sebagai temanmu adalah orang yang sepakat dengan keyakinan-keyakinan religiusmu dan yang di hadapannya engkau malu [akan kesalahan-kesalahanmu].";
9
Zikir dan tasbih.
Jika hati diramaikan dengan penyebutan nama Tuhan, maka kita tidak akan sempat menikmati dorongan homoseksual sebagai fantasi. Hati akan cenderung menjadi lebih tenang, dan potensi dorongan homoseksual menjadi perilaku nyata berkurang, insya Allah. Ini juga bisa membantu orang dengan SSA menjadi lebih sabar;
10
Doa
Permohonan hamba kepada Tuhannya, merupakan senjata para nabi. Tentu saja, ada syarat makbul dan adabnya. Doa merupakan alat ukur bagi diri kita sendiri sebagai hamba. Jika dalam cobaan ini kita masih sempat berdoa, berarti kita masih cukup sabar sebagai hamba-Nya. Ada baiknya, doa tidak ditujukan bagi kepentingan kita sendiri, namun juga para mukmin dengan SSA agar tetap bersabar, orang-orang yang kita kasihi, yang mengasihi kita, yang pernah menyakiti kita, dan yang pernah kita sakiti. Ini merupakan terapi yang baik bagi hati.
11
Menjauhi godaan
Baik godaan dari luar maupun dari dalam diri sendiri. Godaan yang datang dari luar muncul dalam berbagai bentuk, misalnya pornografi, rangsangan berupa penampilan menarik dari teman atau artis, dll. Yang dari dalam adalah syahwat terhadap sesama jenis yang terus menerus dipelihara dengan cara berfantasi. Wujud lainnya adalah perasaan iri atau kehilangan terhadap kenikmatan hubungan homoseksual yang diperoleh orang lain;
12
Mengutamakan kehidupan akhirat.
Jika akhirat memang lebih utama, maka sebagainya konsekuensinya akhirat haruslah lebih diutamakan. Ini tidak berarti harus meninggalkan kesibukan duniawi, namun hendaknya dunia digunakan sebagai sarana menggapai akhirat. Bukankah kita semua kelak akan menuju akhirat, meskipun mungkin tidak mempercayai atau menghendakinya?

Sebagai penutup, ada sebuah hadist yang diriwayatkan dari Al-Harits dari imam Ali ra.

"Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Akan terjadi banyak fitnah bagaikan penggalan malam gelap gulita.'

Aku bertanya, apa jalan keluarnya, wahai Rasulullah?'

Beliau menjawab,'(Peganglah) kitabullah (Alquran). Di dalamnya termuat berita mengenai orang-orang sesudahmu. Alquran menjadi pemutus hukum di antara kamu sekalian, yang memisahkan kebenaran dari kebatilan dan bukan bahan senda-gurauan.

Barangsiapa tidak mengikutinya karena kesombongan, ia pasti akan dibinasakan Allah. Barangsiapa mencari petunjuk di luar Alquran, maka ia pasti akan disesatkan Allah.

Alquran adalah tali Allah yang kokoh, cahaya Allah yang terang, dan zikir yang penuh hikmah. Ia adalah jalan yang lurus.Dengan berpegang kepadanya, hawa nafsu tidak akan menyimpang dan lidah pun akan tegak dalam kebenaran.

Pendapat para ahli ilmu tidak akan pernah bercabang-cabang bersamanya, para ulama tidak akan pernah merasa kenyang dari ilmunya. Orang-orang bertakwa tidak akan pernah merasa bosan membaca dan merenunginya.

Alquran tidak akan usang karena dibaca berulang-ulang dan tidak akan pernah habis keajaibannya.

Jika jin mendengarkan bacaannya, maka mereka tidak henti-hentinya mengatakan, Sesungguhnya kami mendengar Alquran yang menakjubkan.

Barangsiapa mendapatkan ilmu darinya, ia pasti unggul.

Barangsiapa berkata dengan menggunakan konsepnya, ia pasti berada dalam kebenaran.

Barangsiapa menetapkan hukum dengannya, ia pasti akan berlaku adil.

Barangsiapa mengamalkan kandungannya, ia pasti diberi pahala, dan barangsiapa mengajak orang lain kepadanya, ia pasti akan ditunjukkan ke jalan yang lurus.'"

(H.R. Imam at-Turmudzi)

(semperfy)

 


 

<< Sebelumnya | Indeks Hijrah | Selanjutnya >>